PENGARUH WAKTU SINTER TERHADAP DENSITAS PELET UO 2 DARI BERBAGAI UKURAN SERBUK

dokumen-dokumen yang mirip
SINTERING SUHU RENDAH ATAS KOMPAKAN SERBUK HALUS U02 DENGAN V ARIASI KANDUNGAN PELUMAS Zn-STEARAT

PENETAPAN PARAMETER PROSES PEMBUATAN BAHAN BAKAR UO 2 SERBUK HALUS YANG MEMENUHI SPESIFIKASI BAHAN BAKAR TIPE PHWR

PENGARUH TEKANAN PENGOMPAKAN, KOMPOSISI Er 2 O 3 DAN PENYINTERAN PADA TEMPERATUR RENDAH TERHADAP KUALITAS PELET UO 2 + Er 2 O 3

EFEK PENAMBAHAN Nb20S TERHADAP PELET SINTER U02 DARI PROSES ADU

PENGARUH PERUBAHAN TEKANAN PENGOMPAKAN DAN SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK PELET SINTER UO 2 SERBUK HALUS 1-75μm

PERILAKU SERBUK UO 2 HASIL PROSES ADU, AUC, IDR DAN MODIFIED ADU SELAMA PROSES PENYINTERAN MENGGUNAKAN DILATOMETER

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR DAYA

PENGARUH PENAMBAHAN Cr2O3 TERHADAP DENSITAS PELET SINTER UO2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

ANALISIS KERUSAKAN TABUNG ALUMINA TUNGKU SINTER MINI PADA PROSES PEMANASAN SUHU 1600 O C

TEKNOLOGI PEMBUATAN BAHAN BAKAR PELET REAKTOR DAYA BERBASIS THORIUM OKSIDA PURWADI KASINO PUTRO

PENGARUH PENAMBAHAN BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZED ZIRCONIA (CSZ)

PROSES PENGOMPAKAN DAN PENYINTERAN PELET CERMET UO2-Zr

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

PENGARUH WAKTU PENAHANAN PROSES SINTERING TERHADAP NILAI KEKERASAN PRODUK EKSTRUSI PANAS DARI BAHAN BAKU GERAM ALUMINIUM HASIL PROSES PERMESINAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

PERBANDINGAN DENSITAS PELET UO2 HASIL PELETISASI MENGGUNAKAN SERBUK DAN MIKROSPIR

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISASI PELET UO 2 MELALUI AUC DAN PELET UO 2 MELALUI ADU SELAMA SINTERING

OPTIMASI PROSES REDUKSI HASIL OKSIDASI GAGALAN PELET SINTER UOz

KARAKTERISASI PELET CAMPURAN URANIUM OKSIDA DAN ZIRKONIUM OKSIDA HASIL PROSES SINTER

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern.

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

PENGARUH PROSES SINTERING TERHADAP PERUBAHAN DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR PELET U-ZrHx

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP REGANGAN MIKRO PADA HASIL OKSIDASI GAGALAN PELET SINTER UO 2

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

IDENTIFIKASI FASA PELET BAHAN BAKAR U-ZrH x HASIL PROSES SINTER DENGAN ATMOSFER NITROGEN

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

BAB II STUDI LITERATUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

B64 Pembuatan Green Pellet U-ZrHx Untuk Bahan Bakar Reaktor Riset. Peneliti Utama : Ir.Masrukan, M.T

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

KARAKTERISASI HASIL PROSES OKSIDASI-REDUKSI SIKLUS I URANIUM OKSIDA

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

PENGARUH TEMPERATUR, WAKTU OKSIDASI DAN KONSENTRASI ZrO 2 TERHADAP DENSITAS, LUAS PERMUKAAN DAN RASIO O/U HASIL REDUKSI (U 3 O 8 +ZrO 2 )

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

sehingga dihasilkan sebuah produk yang solid dengan bentuk seperti Karakteristik yang penting dari partikel adalah: distribusi serbuk dan ukuran

PENGARUH SIKLUS PROSES OKSIDASI-REDUKSI URANIUM OKSIDA TERHADAP DENSITAS DAN BUTIRAN SERBUK U 3 O 8 DAN UO 2

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 )

PENGUKURAN KEKASARAN PERMUKAAN PELET UO 2 MENGGUNAKAN ALAT ROUGHNESS TESTER SURTRONIC 25

DAN KOMPARASI SERBUK UO2 DARI PROSES ADU DAN AUC SELAMA PROSES PENGOMPAKAN.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

PEMBESARAN UKURAN BUTIR UO 2 DENGAN PENAMBAHAN DOPAN UNTUK MENGURANGI PELEPASAN GAS FISI

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang otomotif berkembang sangat pesat mendorong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PENINGKATAN SIFAT MAMPU ALIR U0 2 SECARA PROSES SOL-GEL

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

I. PENDAHULUAN. menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat konsumsi tenaga listrik, yaitu gardugardu

PENYIAPAN UMPAN GRAFITISASI DENGAN METODA GRANULASI BERTAHAP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II STUDI LITERATUR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III PERCOBAAN III.1. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN. 17 Ibnu Maulana Yusuf

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

4 Hasil dan pembahasan

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode screen printing melalui proses :

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

PENGARUH KANDUNGAN Nb DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR DALAM PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADUAN U-Zr-Nb

PROSES PELAPISAN BAJA DENGAN METODE SEMBURAN KAWAT LAS OKSI-ASITILEN

PENGARUH SUHU, WAKTU DAN PROSES RE-OKSIDASI PELET BAHAN BAHAN BAKAR BEKAS PWR SIMULASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini pada dasarnya meliputi tiga tahapan proses

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH TEMPERATUR ATOMISASI SEMPROT UDARA TERHADAP UKURAN, BENTUK DAN KEKERASAN HASIL COR ULANG SERBUK TIMAH PUTIH.

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia

ANALISA PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING PADA PENCETAKAN BOLA PLASTIK BERONGGA PROSES ROTATION MOLDING

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

PENGARUH BURN-UP TERHADAP KARAKTERISTIK PELET SINTER SIMULASI BAHAN BAKAR BEKAS

Kata kunci : aluminium foam,logam busa

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGARUH PENGEMPAAN ULANG PADA STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGISI-PENGIKAT TABLET KEMPA LANGSUNG

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN UZrNb PASCA PERLAKUAN PANAS

Transkripsi:

PENGARUH WAKTU SINTER TERHADAP DENSITAS PELET UO 2 DARI BERBAGAI UKURAN SERBUK Taufik Usman, Maradu Sibarani, Tata Terbit Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang, Banten e-mail: maradu@batan.go.id ABSTRAK PENGARUH WAKTU SINTER TERHADAP DENSITAS PELET UO 2 DARI BERBAGAI UKURAN SERBUK. halus UO 2 jenis cameco ukuran 38 s.d 53 μm dan ukuran 53 s.d 63 μm dikompakkan dengan tekanan 3114 kg/cm 2 menjadi pelet mentah berdensitas rata-rata 54,02 %DT, dan serbuk kasar ukuran 800 sampai 1000 μm dikompakkan dengan tekanan 5800 kg/cm 2 menjadi pelet mentah berdensitas rata-rata 54,11 %DT. Pelet mentah yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar reaktor daya jenis PHWR. Kemudian pelet tersebut disinter pada suhu rendah 1200 0 C dengan variasi waktu sinter 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5; 5; 6; dan 7 jam dalam media gas argon. Kenaikan waktu sinter ternyata dapat meningkatkan densitas pelet sinter dari berbagai ukuran serbuk. Dengan waktu sinter yang sama yakni 4,5 jam densitas pelet sinter dari serbuk ukuran 38 sampai 53 μm adalah 95,91 %DT, dari serbuk ukuran 53 sampai 63 μm adalah 95,08 %DT, dan dari serbuk ukuran 800 sampai 1000 μm adalah 74,26 %DT. Pelet sinter dari serbuk yang lebih halus dapat disinter pada temperatur yang lebih rendah. Kata kunci: sintering, densitas, serbuk halus, serbuk kasar, pelet UO 2 ABSTRACT EFFECT OF SINTERING TIME ON THE DENSITY OF UO 2 PELLETS OBTAINED FROM VARIED POWDER SIZES. UO 2 cameco fine powder with sizes from 38 to 53 μm and 53 to 63 μm was compacted at a pressure of 3114 kg/cm 2 to obtain green pellets with avarage density of 54,02 %DT, and coarse powder with sizes from 800 to 1000 μm was compacted at a pressure of 5800 kg/cm 2 to green pellets with a density of 54,11 %DT. The green pellets obtained are used as fuel power reactor PHWR type. The pellets are then sintered as low temperature of 1200 0 C with varied sintering time 2.5; 3; 3.5; 4; 4.5; 5; 6 and 7 hours in argon media. The increase in sintering time has resulted in the increase of density of the sintered pellets obtained from varied powder sizes. For the same sintering time of 4.5 hours, the density of sintered pellets of powder size 38 to 53 μm is 95,91 %DT, of powder size 53 to 63 μm is 95.08 %DT, and of powder size 800 to 1000 μm is 74,26 %DT. Sintered pellets from finer powder can be sinterde at lower temperature. Key words : sintering,density, fine powder, coarse powder, UO 2 pellets. 1. PENDAHULUAN Persyaratan densitas pelet sinter UO 2 untuk bahan bakar reaktor daya (BBRD) tipe PHWR atau PWR adalah sangat tinggi yakni sekitar 95-96% DT (theoritical density). Untuk mencapai densitas tersebut, maka pelet mentah yang terbuat dari serbuk menengah (150-800) μm harus disinter pada suhu tinggi yakni 1700 0 C. Sintering suhu tinggi ternyata menimbulkan masalah. Komponen elektronik dari alat sintering seperti program temperatur, switch over head sering mengalami kerusakan akibatnya alat sintering tidak bisa beroperasi. 97

Selain itu, sintering suhu tinggi menyebabkan biaya produksi tinggi, karena periode penyinterannya lama, mulai dari pemanasan, waktu penahanan pada suhu puncak, dan pendinginan dibutuhkan waktu sekitar 20 jam terus menerus. Untuk mengatasi masalah tersebut maka suhu sintering perlu diturunkan. Salah satu usaha untuk menurunkan suhu sintering adalah dengan menggunakan serbuk halus pada pembuatan pelet mentah. Usaha ini telah dilakukan sebelumnya melalui kerjasama penelitian antara Canada dan Mesir [1]. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan serbuk halus 2-3μm, pelet mentah dapat disinter pada suhu rendah 1100 0 C menjadi pelet sinter UO 2 yang berdensitas tinggi (95%DT). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pelet sinter UO 2 yang memenuhi persyaratan densitas dengan waktu sinter yang cukup singkat melalui penggunaan serbuk halus pada sintering suhu rendah. Para peneliti masih berusaha untuk menurunkan suhu sintering hingga dibawah 1000 0 C melalui penggunaan serbuk UO 2 yang lebih halus yaitu berukuran nanometer. Makin halus serbuk yang digunakan makin rendah suhu sintering. halus dapat diperoleh melalui proses pengayakan atas sejumlah serbuk awal yang berukuran lebih besar dalam suatu ayakan kecil dengan frekuensi tertentu. Makin besar frekuensinya makin halus serbuk yang dihasilkan, tetapi frekuensi yang terlalu tinggi akan dapat merusak alat. Oleh sebab itu frekunsi maksimal dalam penelitian ini dibatasi hingga 50 Hertz dan serbuk halus yang dihasilkan adalah berukuran 38-53 μm dan 53-63 μm. Standar ukuran ayakan ASTM E11 menunjukkan bahwa ukuran ayakan terkecil adalah dibawah 38 μm (400 mesh). Untuk mengetahui keunggulan serbuk halus atas serbuk kasar maka pada penelitian ini dilakukan penyinteran pelet yang berasal dari serbu k halus ukuran 38 sampai 63 μm dan dari serbu k kasar ukuran 800 sampai 1000 μm. 2. TEORI 2.1. Proses pengompakan Pengompakan serbuk UO 2 dimaksudkan untuk memberikan bentuk dan ukuran tertentu atas hasil pengompakan. Hasil pengompakan biasanya disebut pelet mentah. Pengompakan serbuk UO 2 bertujuan untuk meningkatkan densitas pelet mentah guna memudahkan penyinteran [2]. Dalam proses pengompakan serbuk UO 2 akan terjadi friksi atau gesekan antar partikel serbuk yang menyebabkan pengelasan dingin [3]. Akibatnya terbentuk titik kontak antar partikel serbuk. Keberadaan titik kontak antar partikel serbuk dalam pelet mentah akan menjamin adanya kelangsungan pertukaran atom-atom dalam proses penyinteran selanjutnya, sehingga kenaikan densitas pelet sinter akan meningkat. Makin halus ukuran serbuk UO 2 yang digunakan dalam pembuatan pelet mentah makin banyak titik kontak antar partikel sehingga akan memudahkan proses sinter, dengan kata lain pelet mentah dari serbuk halus dapat disinter pada suhu yang lebih rendah [3]. UO 2 biasanya abrasif dan rapuh. Oleh sebab itu diperlukan pelumasan. Pelumas yang biasa digunakan adalah Zn-stearat yang berfungsi untuk mengurangi gesekan diantara partikel serbuk dan dengan cetakan [4]. Selain itu, juga berfungsi untuk meningkatkan sifat mampu alir dari serbuk. Makin tinggi mampu alir serbuk maka rongga antar partikel serbuk semakin kecil dan densitas pelet mentah akan semakin besar, selanjutnya makin mudah dalam proses sinteringnya. Pada suhu tertentu dalam proses penyinteran pelumas tersebut akan menguap sehingga tidak mempengaruhi sifat dasar dari serbuk. 2.2. Proses sintering Proses sintering terbagi dalam beberapa tahap yakni tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir, seperti pada Gambar 1. Gambar 1. a) Bentuk titik kontak antar partikel serbuk dalam pelet mentah, b) Pembentukan awal batas butir, c) Pembesaran batas butir tahap pertengahan dan pengecilan pori. d) Bentuk batas butir pada akhir sintering [2]. 2.2.1. Tahapan proses sintering 2.2.1.1. Tahap awal sintering (Initial Stage) Proses sintering berawal dari titik kontak antara partikel serbuk dalam kompakan (Gambar 1a), kemudian titik kontak tersebut 98

bertambah luas dan membentuk neck (leher), lalu berubah menjadi batas butir. Pada saat yang bersamaan, rongga antar partikel serbuk mengecil dan membentuk pori. Tenaga penggeraknya adalah energi permukaan (surface energy) seperti yang tertera dalam Gambar 1.b. 2.2.1.2 Tahap pertengahan sintering (Intermediate stage) Dalam tahap ini (Gambar 1.c) batas butir bertambah besar dan porinya mengecil secara signifikan, sehingga terjadi densifikasi atau shrinkage pelet dengan cepat. jumlah titik kontak tersebut makin cepat densifikasi pelet [4]. Dengan perkataan lain, makin banyak jumlah titik kontak tersebut, makin rendah suhu sintering yang dibutuhkan pelet dalam penyinterannya. Jumlah titik kontak antar partikelnya tentu juga lebih banyak dan perambatan panas dalam pelet juga lebih cepat, akibatnya laju densifikasi atau laju penyinteraan lebih tinggi atau suhu penyinterannya lebih rendah. pada Gambar 3. Gambar 3. Mekanisme sintering [2] a) Perpindahan permukaan (surface transport) b) Perpindahan muatan partikel (bulk transport) Gambar 2. a) Pori yang terdapat pada ujung batas butir. b) Pori yang terisolasi dalam butir [2] Biasanya terjadi selama kenaikan suhu hingga suhu puncak. Interaksi antara pori dan batas butir terjadi dalam 2 bentuk yakni : 1. Selama pertumbuhan butir, pergerakan batas butir dapat menarik pori sehingga pelet terdensifikasi. 2. Selama pertumbuhan butir, pergerakan batas-butir meninggalkan pori, sehingga pelet tidak terdensifikasi. 2.2.1.2. Tahap akhir sintering (Final stage) Pori yang sebelumnya berbentuk silinder berubah menjadi spherical pada tahap ini, kemudian mengecil dan tereliminasi dari batasbutir atau terisolasi dalam butir. Tahap ini biasanya terjadi selama pelet berada pada suhu puncak (soaking time). Pori yang terisolasi dalam butir masih dapat diperkecil. Densifikasi atau shrinkage pelet yang terjadi dalam tahap ini berlangsung secara perlahan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah titik kontak antar partikel serbuk dalam kompakannya sangat berpengaruh terhadap laju penyinteran atau densifikasi pelet karena proses sentering berawal dari titik kontak tersebut. Makin banyak 2.2.2. Mekanisme sintering Mekanisme sintering terbagi atas surface transport dan bulk transport. Secara sederhana kedua mekanisme sintering ini dapat dijelaskan. 2.2.2.1 Surface transport Mekanisme sintering surface transport adalah mekanisme yang disebabkan adanya aliran atau perpindahan masa dari permukaan ke permukaan partikel serbuk, yang mengakibatkan pertumbuhan neck. Akan tetapi kedua partikel serbuk tersebut tidak mengalami shrinkage (pengkerutan) sehingga peletnya tidak terdensifikasi (tidak mengalami perubahan dimensi). Mekanisme surface transport meliputi difusi permukaan dan evaporasi kondensasi yang biasanya terjadi pada tahap awal sintering. 2.2.2.2 Bulk transport Mekanisme sintering bulk transport adalah mekanisme yang disebabkan adanya aliran atau perpindahan masa dari dalam partikel serbuk (sumber masa internal) ke daerah neck sehingga pertumbuhan neck semakin cepat. Mekanisme ini meliputi difusi volume (kisi), difusi batas butir, aliran plastis dan sebagainya. Dalam mekanisme ini terjadi shrinkage partikel serbuk atau densifikasi pelet, (seperti terlihat pada 99

Gambar 3, bahwa kedua pusat partikel serbuk saling mendekat). Mekanisme ini biasanya terjadi pada tahap pertengahan dan tahap akhir sintering. 3. TATA KERJA 3.1. Pencampuran Sejumlah serbuk awal UO 2 jenis cameco dicampur dengan 0,1 % berat Zn-stearat dalam alat Mixer selama 1 jam hingga homogen. 3.2. Pengompakan awal Dilakukan pengompakan awal dengan tekanan 1,5 MP (849 kg/cm 2 ). Kompakan ini kemudian dihancurkan lagi dengan alat Chusher menjadi gumpalan serbuk, kemudian digranulasi dan diayak pada alat Granulator dan Siever menjadi 3 kelompok serbuk dengan ukuran yang berbeda yaitu serbuk kasar (800-1000 μm), serbuk menengah (150-800 μm) dan serbuk halus (ukuran dibawah 150 μm) 3.3. Pengayakan - halus (ukuran dibawah 150 μm) kemudian diayak dengan alat Siever yang kecil pada frekuensi 40-50 Hertz, menjadi serbuk halus berukuran 38-53 μm dan 53-63 μm. - kasar dengan ukuran 800-1000 μm disiapkan untuk dilakukan pengompakan - Ketiga jenis ukuran serbuk ini kemudian dicampur lagi dengan 0.1 % berat Zn-stearat hingga homogen, lalu ditimbang 16,35 g untuk masing-masing pelet. 3.4. Pengompakan Masing-masing kelompok serbuk dengan berat yang sama kemudian dikompakkan menjadi pelet mentah berdiameter 14,99 mm dengan alat final pressing dengan tekanan 3114 kg/cm 2. 3.5. Pengukuran densitas pelet mentah - Dilakukan pengukuran tinggi, diameter dan berat. - Perhitungan densitas masing-masing pelet mentah. 3.6. Penyinteran Pelet mentah disinter dengan variasi waktu sinter (soaking time) pada temperatur konstan 1200 0 C. 3.7. Pengukuran densitas pelet sinter - Dilakukan pengukuran tinggi, diameter, dan berat - Perhitungan densitas masing-masing pelet sinter 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengompakan serbuk halus biasanya lebih sulit dikompakkan dibandingkan serbuk menengah (150-800 μm) atau serbuk kasar (800-1000 μm). Hal ini disebabkan karena luas permukaan serbuk halus lebih tinggi, sehingga friksi yang terjadi selama pengompakan antara sesama serbuk dan antara serbuk dengan cetakan (dies) lebih besar. Dengan menambahkan pelumas Zn- Stearat sebanyak 0,1% berat kedalam serbuk halus, maka serbuk halus 38-53 μm dan 53-63 μm dapat dikompakkan dengan baik menjadi pelet mentah dengan densitas rata-rata yang sama yakni 54,02% DT (Tabel-1). Tabel 1. Densitas pelet mentah serbuk 38-53 μm, 53-63 μm dan serbuk kasar 800-1000 μm halus 38-53 μm halus 53-63 μm kasar 800-1000 μm No. Densitas Densitas Densitas No. No. (% DT) (% DT) (% DT) 1 54,02 1 54,09 1 54,21 2 54,04 2 54,03 2 54,01 3 54,01 3 53,99 3 54,07 4 53,99 4 53,98 4 54,17 5 53,98 5 53,97 5 53,98 6 54,01 6 54,01 6 54,37 7 53,99 7 54,02 7 54,13 8 54,02 8 54,09 8 54,12 9 54,09 9 54,01 9 54,09 10 54,01 10 53,99 10 54,01 11 54,03 11 53,98 11 53,99 12 54,02 12 53,99 12 54,17 13 54,08 13 53,97 13 54,01 14 54,06 14 54,01 14 54,17 15 53,99 15 54,12 15 54,13 16 53,98 16 54,11 16 54,12 17 54,011 17 54,02 17 54,14 18 54,08 18 54,04 18 54,13 19 53,99 19 54,03 19 54,11 20 53,98 20 54,01 20 54,19 Rata-rata : 54,02 %DT Rata-rata : 54,02 % DT Rata-rata: 54,11 %DT 100

Sedangkan pelet mentah yang berasal dari serbuk kasar dapat dikompakkan menjadi pelet mentah dengan densitas rata-rata yang hampir sama yakni 54,11% DT, seperti tertera pada tabel 1. Pelet mentah yang dihasilkan adalah tipe PHWR berdiameter 14,99 mm. Secara teknis, serbuk halus dibawah 38 μm agak sulit dikompakkan karena mengalami hamburan serbuk keluar cetakan saat dikompakkan. Ini disebabkan karena ukuran serbuknya lebih kecil daripada ukuran celah punch dan dies (50μm). 4.2. Penyinteran pelet Pelet mentah UO 2 yang berasal dari serbuk halus 38-53 μm, 53-63 μm dan dari serbuk kasar 800-1000 μm dapat disinter pada suhu rendah (1200 0 C) dengan waktu sinter (soaking time) yang bervariasi 2,5; 3; 3,5; 4; dan 4,5 jam menjadi pelet sinter. Kenaikan waktu sinter ternyata dapat meningkatkan densitas pelet. Pelet dari serbuk 38-53μm meningkat densitasnya dari 91,30, hingga 95,91 %DT, sedangkan pelet dari serbuk 53-63μm meningkat densitasnya dari 91,02 hingga 95,08%DT. Adapun pelet dari serbuk kasar meningkat densitasnya dari 61,84 hingga 75,15 %DT, seperti Tabel 2. Tabel 2. Densitas pelet sinter dari berbagai ukuran serbuk pada sintering suhu rendah (1200 0 C) No Waktu sinter (jam) halus, 38-53 μm Densitas (%DT) halus, 53-63 μm kasar, 800-1000 μm 1 2,5 91,3 91,02 61,84 2 3 92,61 92,04 65,10 3 3.5 93,71 93,1 68,49 4 4 94,82 94,15 72,5 5 4,5 95,91 95,08 75,15 Dari Gambar 4 terlihat bahwa pelet dari serbuk 38-53 μm mempunyai densitas yang lebih tinggi dibandingkan pelet dari serbuk 53-63 μm pada berbagai waktu sinter, Hal ini menandakan bahwa pelet dari serbuk yang lebih halus tetap akan mempunyai densitas yang lebih tinggi setelah disinter dengan parameter sentering yang sama. Dengan waktu sinter dan suhu penyinteran yang sama yaitu 3 jam dan 1200 0 C, maka pelet dari serbuk halus 38-53 μm dan 53-63 μm dapat mencapai densitas 92,61 %DT dan 92,04 % DT. Densitas pelet sinter (%DT) Hubungan waktu sinter dengan densitas pelet 97 96 95 y = 2.286x + 85.669 R 2 = 0.9986 94 93 92 91 y = 2.046x + 85.917 R 2 = 0.9995 90 2 3 4 5 Wakti sinter (jam) halus 38-53 halus 53-63 Gambar 4. Grafik hubungan waktu sinter dengan densitas pelet dari serbuk halus UO 2 Jika dibandingkan dengan serbuk kasar (Gambar 5) terlihat bahwa densitas pelet sinter dari serbuk halus jauh lebih tinggi, hal ini terlihat bahwa untuk waktu sinter 3 jam densitas dari serbuk kasar baru mencapai densitas 65,10%DT. Densitas pelet sinter (% DT ) 95 90 85 80 75 70 65 60 Hubungan waktu sinter dengan densitas pelet y = 6.8032x + 44.805 R 2 = 0.9971 2 3 4 5 Waktu sinter (jam) kasar 800-1000 Gambar 5. Grafik hubungan waktu sinter dengan densitas pelet dari serbuk kasar UO 2. Persentasi kenaikan densitas pelet sinter dari pelet mentah dapat diikuti pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase kenaikan densitas pelet sinter dari berbagai ukuran serbuk pada sintering suhu rendah (1200 0 C) Waktu Persentase kenaikan densitas dari sinter (jam) 38-53 μm 53-63 μm 800-1000 μm 2,5 69,01 68,49 14,28 3,0 71,44 70,38 20,31 3,5 73,47 72,34 26,58 4,0 75,53 74,29 33,99 4,5 77,55 76,01 38,88 Dengan sintering pada suhu dan waktu 101

sinter yang sama (1200 o C, 3 jam), maka pelet dari serbuk halus 38-53 µm dan 53-63 µm meningkat densitasnya sebesar 71,44 % dan 70,38 %. Sedangan pelet yang berasal dari serbuk kasar hanya meningkat densitasnya sebesar 20,31 %. Dengan waktu sinter yang lebih lama yakni 4,5 jam, maka pelet dari kedua serbuk halus meningkat densitasnya sebesar 77,55 % dan 76,01 %. Sedangkan pelet dari serbuk kasar hanya meningkat densitasnya sebesar 38,88 % ( Gambar 6). Hubungan persentase kenaikan densitas dengan waktu penyinteran untuk berbagai ukuran serbuk Persentase 80 kenaikan densitas 70 60 (%) 50 40 30 20 10 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Waktu penyinteran (jam) halus 38-53 halus 53-63 kasar 800-1000 Gambar 6. Grafik hubungan persentase kenaikan densitas dengan waktu penyinteran untuk berbagai ukuran serbuk Fenomena yang terjadi diatas dapat diterangkan melalui mekanisme sintering seperti Gambar 3. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka jelas densifikasi pelet selama proses penyinteran sangat dipengaruhi pertumbuhan necks dalam pelet. Sedangkan necks tersebut berasal dari titik kontak antar partikel serbuk dalam pelet. Makin halus ukuran serbuk yang membentuk pelet, makin banyak titik kontak antar partikelnya dan makin banyak pula terbentuk neck dalam pelet selama penyinteran. Akibatnya pelet makin cepat mengalami shrinkage atau terdensifikasi, lihat Gambar 3b). Jadi pelet dari serbuk halus terdensifikasi lebih cepat dibandingkan pelet dari serbuk kasar selama penyinteran. Akibatnya pelet dari serbuk halus lebih tinggi densitasnya dibandingkan pelet dari serbuk kasar. Dengan perkataan lain, pelet dari serbuk yang lebih halus dapat menyinter atau terdentifikasi pada suhu sintering yang lebih rendah. Penelitian ini telah membuktikan bahwa pelet dari serbuk halus (38 53 μm) dapat disinter pada suhu rendah (1200 0 C) dalam waktu sinter 4,5 jam menjadi pelet sinter berdensitas tinggi yakni 95,91 %DT, sedangkan pelet yang berasal dari serbuk kasar hanya mencapai densitas 75,15 %DT. 5. KESIMPULAN 1. Kenaikan waktu sinter pada sintering suhu rendah (1200 0 C) atas pelet mentah UO 2 dari kedua jenis serbuk halus dan serbuk kasar dapat meningkatkan densitas pelet sinter UO 2 secara linier. 2. Dengan waktu sinter 4,5 jam, pelet UO 2 dari kedua jenis serbuk halus dapat disinter pada suhu rendah (1200 0 C) menjadi pelet sinter UO 2 tipe PHWR berdensitas tinggi, yakni 95,91 %DT (dari serbuk 38-53 μm) dan 95,08 %DT (dari serbuk 54-63 μm), untuk pelet sinter dari serbuk kasar (800-1000 μm) hanya mencapai 75,15 %DT. 3. Pada berbagai variasi waktu sinter yang sama, pelet sinter UO 2 yang berasal dari serbuk yang lebih halus selalu mempunyai densitas yang lebih tinggi. 6. DAFTAR PUSTAKA 1. SAMIR M., ABDEL AZIM, Contribution to Fuel Element Fabrication of UO 2 Pellets Using Lower Sintering Temperatures, Cairo Egypt, 1 Juli 1994. 2. LENEL F.V., Introduction Powder Metallurgy, Metal Powder Industry Federation, Princeton, New Yersey, 1980. 3. RANDAL M.G. Powder Metallurgy Science, Printed in Princeton, New Yersey 1984. 4. KINGERY W.D.., Introduction to Ceramics, John Wliley & Sons, Inc., 1976 7. DISKUSI Dani Gustaman Syarif-PTNBR-BATAN : 1. Ukuran butir 38-53 µm masih tergolong kasar. Apakah benar dapat disinter pada suhu 1200 o C untuk mendapatkan ρ ~ 95%? Apakah ada perlakuan lain? 2. Mengapa struktur mikro-nya tidak ditampilkan padahal penting untuk melihat struktur pori dan 102

butirnya karena penerimaan pelet sinter sebagai bahan-bahan nuklir atau reaktor tidak hanya didasarkan pada densitasnya saja. Taufik Usman: 1. Benar, dapat disinter pada suhu 1200 o C 95% DT, asalkan pengompakan dengan tekanan tinggi, sehingga pelet mentah berdensitas besar, sehingga menghasilkan pelet sinter berdensitas tinggi. 2. Benar, tapi densitas telah menunjukkan bahwa memenuhi persyaratan. Grown size belum dapat diukur karena waktu terbatas. Agus Sunarya-PTNBR-BATAN: 1. Pada kenyataan di lapangan, untuk membuat pelet, besar butinya bervariasi. Apakah perilaku tekanan, temperatur, dan waktu sinter pada penelitian ini dapat diterapkan untuk kondisi Uranium yang bervariasi besar butirnya? 2. Berapa lama waktu kenaikan temperatur, soaking time dan penurunan pada kondisi penelitian yang dilakukan? Taufik Usman: 1. Besar butir atau ukuran serbuk yang bervariasi atau distribusi yang lebar tidak menjadi masalah karena juga dapat dilakukan pada penelitian ini. Akan tetapi ada penelitian yang terakhir mengukur bahan distribusi butir yang diperoleh pada pelet dari serbuk berukuran hampir sama. 2. Laju kenaikan suhu = 250 o C/jam; Suhu puncak 1200 o C; soaking time 2,5 hingga 4,5 jam; laju pendinginan 200 o C/ jam. 103