I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

5 KINERJA REPRODUKSI

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad

BAB I PENDAHULUAN. Kuda memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

TINJAUAN PUSTAKA. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda Lokal Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

TINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi Sapi Brahman Cross

TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

- - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - sbl2reproduksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur tangan manusia, tingkat efisiensi reproduksi itu sangat menurun. Kurangnya kesempatan latihan fisik, banyaknya gangguan dan penyakit serta faktor-faktor yang lain, menyebabkan rendahnya tingkat konsepsi/kebuntingan serta rendahnya tingkat kelahiran (Blakely dan Bade, 1995). Industri ternak kuda mulai berkembang dengan munculnya persilangan antara kuda Thoroughbred dengan kuda lokal Indonesia. Umumnya kuda dimanfaatkan sebagai kuda pacu dari umur 2 tahun sampai umur 5 tahun. Masa aktif yang pendek tersebut kuda pacu ini harus terus diternakkan untuk memenuhi kebutuhan kuda-kuda pacu dalam kelas pacuan yang berbeda pada tahun-tahun selanjutnya (Prakkasi, 2006). Persilangan antara kuda lokal Indonesia dengan kuda pejantan Thoroughbred dibatasi sampai terbentuknya keturunan ketiga (G3) dan keempat (G4), setelah itu dilakukan perkawinan antar sesamanya, yaitu antara G3 dengan G3, G3 dengan G4 dan G4 dengan G4 yang akan menghasilkan kuda pacu Indonsia (KPI) (Soehardjono, 1990). Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa, dalam prakteknya ditemukan masalah-masalah yang terkait dengan reproduksi kuda betina. Tatalaksana perkawinan kuda selama ini masih dilakukan secara sederhana dengan 1

pengamatan tingkah laku estrus sehingga penentuan waktu perkawinan kurang optimal. Indikasi ini menunjukkan bahwa, pengelolaan atau tatalaksana ternak kuda belum sesuai dengan yang diharapkan (Blakely dan Bade, 1995). Kebutuhan kuda pacu di Indonesia sangat tinggi sehingga pelaksanaan manajemen perkawinan kuda harus dilakukan dengan baik yang akan menghasilkan keturunan kuda dengan kualitas yang baik pula (Prakkasi, 2006). Kendala reproduksi pada proses perkawinan pada kuda pejantan antara lain libido yang rendah, kualitas sperma yang rendah. Kuda betina kendala reproduksi yang dialami adalah saluran maternal reproduksi abnormal, gagal deteksi estrus dan nutrisi (Blakely dan Bade, 1995). Kendala yang dialami setelah perkawinan adalah pemberian pakan yang tidak sesuai kebutuhan, kegagalan saat kawin, trauma penis (waktu ereksi ketendang, penyalahgunaan vagina buatan yang tidak sesuai dengan prosedure, kegagalan ejakulasi) (Anonim, 2010). Usaha usaha peternak untuk memperbaiki reproduksi kuda adalah memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung vitamin A untuk pembentukan sperma, latihan (exercise) setiap hari, rutin obat cacing, vitamin (biosalamin, B komplek, vitamin E untuk mempertahankan kesuburan baik kuda pejantan maupun kuda betina) dan vaksin (Blakely dan Bade, 1995). B. Tujuan Praktek kerja lapangan dengan tujuan untuk mengetahui manajemen perkawinan kuda di Tombo Ati Stable Salatiga Jawa Tengah. 2

C. Manfaat Manfaat praktek kerja lapangan adalah mencari pengalaman dan memberikan informasi mengenai manajemen perkawinan kuda yang dilakukan di Tombo Ati Stable. Hasil praktek kerja lapangan dapat menjadi acuan dalam perbaikan manajemen perkawinan pada kuda di peternakan-peternakan lainnya. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kuda dan Klasifikasinya Kuda (Equus caballus) memiliki klasifikasi zoologis sebagai berikut: kingdom animalia, phylum Chordata, subphylum vertebrata, class mamalia, ordo perissodactyla, famili equidae, genus Equus dan spesies Equus caballus (Blakely dan Bade, 1995). Indonesia mempunyai beberapa jenis kuda yang semuanya termasuk tipe kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. Kuda tersebut yang dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. Kuda-kuda tersebut pada umumnya diberi nama sesuai dengan asalnya di Indonesia, yaitu Sandel (dari Sumbawa), Sumbawa, Bima, Timor, Subu (dari Sawo), Flores, Lombok, Bali, Batak, Sulawesi, Jawa dan Priangan (Prakkasi, 2006). Tempat hidup kuda adalah lingkungan yang basah berawa dan hewan itu makan daun-daun. Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya di pengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Badannya berkisar antara 1,05-1,35 m, sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar, tengkuk umumnya kuat, punggung lurus, dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, kakinya berotot kuat, dada lebar, persediannya baik tetapi tulang rusuk berbentuk lengkung serasi, sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat (Blakely dan Bade, 1995). 4

Kuda Jawa di temukan di Pulau Jawa sekitar abad tujuh belas, dibentuk melalui persilangan antara kuda lokal dengan kuda Arab dan Barbarian. Kavaleri Belanda menggunakan kuda ini untuk melancarkan operasi militer antara lain untuk menumpas perlawanan Diponegoro (1825-1830). Kuda Jawa tidak memiliki konformasi yang sama dengan kuda Arab, akan tetapi memiliki ketahanan terhadap cuaca panas yang sangat tinggi seperti kuda Arab. Daya tahan serta stamina untuk berlari dalam jarak jauh juga diturunkan oleh kuda Arab, meskipun ukuran tubuhnya lebih kecil (Jacoeb, 1994). Tinggi kuda Jawa sekitar 1,15 meter dan bertemperamen labil. Kuda ini dikenal jinak dan berkuku lembek. Kuda Jawa cukup tangguh dan kuat meskipun memiliki ukuran tubuh lebih kecil dengan berat badan yang sedang dan pendek, mempunyai kepala yang khas dengan telinga yang panjang dan mata yang cerdas, leher pendek dan berotot serta dada lebar dan dalam. Pertulangan dapat dinyatakan baik tetapi kurang begitu berkembang dengan tulang cannon yang panjang (Jacoeb, 1994). B. Sifat Umum Reproduksi 1. Karakteristik dan kemampuan reproduksi Produksi ternak kuda dapat dicapai setinggi-tingginya sehingga diperlukan manajemen fertilitas kuda yang baik untuk memperoleh efisiensi reproduksi yang baik. Fertilitas merupakan suatu derajat kemampuan bereproduksi. Satu kelahiran normal kuda muda per tahun yang dapat hidup menunjukkan derajat fertilitas yang dicapai. Rendahnya fertilitas sering terjadi 5

pada cacat secara anatomis atau penyakit genital. Ada kecenderungan bahwa hal tersebut berhubungan dengan defesiensi nutrisi (Anonim, 2010). Fertilitas pejantan pada kuda ditentukan dari beberapa fenomena, yaitu: produksi semen, daya tahan hidup dan daya fertilitas spermatozoa, libido atau keinginan mengawini, dan kemampuan mengawini. Fertilitas betina pada kuda ditentukan dari pubertas (dewasa kelamin), estrus yang ditimbulkan, umur dan kemampuan untuk kawin (Anonim, 2010). 2. Pubertas (dewasa kelamin) Seekor kuda betina dara akan mencapai pubertas atau masak kelamin pada umur 12 sampai 15 bulan. Kuda tidak dikawinkan sebelum mencapai umur 2 tahun dan bahkan lebih baik lagi setelah berumur 3 tahun. Kuda betina bila dikawinkan pada umur yang lebih muda, biasanya tingkat kebuntingannya rendah. Kuda betina dikawinkan pada umur 3 tahun dan kuda itu dirawat dengan cermat maka selama hidupnya dapat dihasilkan 10 sampai 12 ekor anak. Kuda betina umur 20 tahun atau lebih masih dapat beranak (Blakely dan Bade, 1995). Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakkan dapat terjadi. Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal dan sempurna. Hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai, sehingga hewan betina muda tersebut menyediakan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anaknya dan akan menderita lebih banyak stres apabila 6

dikawinkan pada tersebut dibandingkan dengan hewan betina yang sudah dewasa tubuh (Toilehere, 1995). 3. Musim kawin (breeding season) Hewan-hewan betina beberapa spesies memperlihatkan siklus reproduksi yang terus-menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan. Hewan-hewan betina pada spesies lain, kejadian siklus birahi yang berturut-turut, pada betina tidak bunting hanya terbatas pada musim tertentu dalam 1 tahun, yang disebut "musim kawin" atau breeding season. Fungsi-fungsi reproduksi selama musim kawin adalah sama dengan hewanhewan betina yang tidak kawin bermusim. Sebelum dan sesudah musim kawin, saluran reproduksi dan ovaria pada betina berada dalam suatu keadaan yang relatif tenang atau inaktif, keadaan ini disebut anestrus (Toelihere, 1995). Siklus estrus merupakan periode antara ovulasi yang berurutan dengan kisaran waktu antara 10 sampai 37 hari, rata-rata 21 sampai 22 hari. Hal yang membedakan pada siklus estrus kuda adalah saat estrus itu sendiri yang relatif lama (Blakely dan Bade, 1995). Proestrus adalah fase sebelum estrus, yaitu periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh Folikel Stimulating Hormon (FSH) dan menghasilkan sejumlah estradiol yang semakin bertambah. Sistem reproduksi memulai persiapan untuk melepaskan ovum dari ovarium. Akhir proestrus terlihat mukus yang terang, transparan dan menggantung. Proestrus pada kuda berlangsung selama 3 hari (Toelihere, 1995). 7

Estrus adalah periode yang ditandai oleh keinginan untuk dikawini atau penerimaan pejantan oleh hewan betina. Selama periode ini umumnya hewan betina akan mencari dan menerima pejantan untuk kopulasi. Estrus pada kuda berlangsung 4 sampai 7 hari (Toelihere, 1995), sedangkan menurut (Blakely dan Bade, 1995), estrus berlangsung 4 sampai 6 hari. Tanda-tanda birahi kuda adalah kegelisahan, keinginan untuk ditemani oleh kuda lain, urinasi (kencing) yang berulang kali serta pembengkakkan dan pergerakkan klitoris (Blakely dan Bade, 1995). Selama estrus, selain vulva menjadi besar dan bengkak, vulva menjadi merah, basah, mengkilap dan ditutup dengan selaput lendir transparan (Hafez, 1983). Ovulasi terjadi pada saat-saat akhir periode estrus. Ovum yang dihasilkan dapat hidup selama 6 jam sedangkan sperma pejantan dapat bertahan hidup selama 30 jam di dalam saluran reproduksi betina. Seekor kuda betina yang birahi dianjurkan dikawinkan tiap hari atau 2 hari sekali mulai pada hari ketiga timbulnya estrus (Blakely dan Bade, 1995). 4. Teasing Mendeteksi keadaan birahi secara efektif pada kuda betina yang diduga sedang birahi didekatkan dengan kuda jantan yang berfungsi sebagai penggoda (teasing stallion). Hal tersebut dilakukan untuk menangani kuda betina agar diperoleh tingkat konsepsi setinggi-tingginya. Para peternak kuda biasanya menggunakan kuda dari bangsa Shetland sebagai teaser karena ukuran badannya yang relatif kecil maka kemungkinan untuk terjadi perkawinan sangatlah kecil. Menggunakan teaser untuk mendeteksi birahi menguntungkan 8

karena terbukti menghasilkan angka kebuntingan mencapai 75% (Blakely dan Bade, 1995). C. Manajemen Perkawinan Kuda 1. Tatalaksana perkawinan Kuda betina hanya mau dikawinkan bila kondisi subur dan untuk mengetahui subur tidaknya, ditempatkan berdekatan dengan kuda jantan. Kuda jantan dikawinkan pada umur 5 tahun. Perkawinan yang paling mudah adalah dipadang penggembalaan, apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar memang sedang dalam keadaan subur (birahi), terkadang adapula kuda betina yang "pura-pura" birahi, diam saja sewaktu dinaiki oleh pejantan, tetapi dalam kenyataanya setelah diperiksa kebuntingannya tidak diketahui tanda-tanda bunting (Jacoeb, 1994). Masa subur kuda betina yang baru beranak dapat dihitung dengan kisaran 10 sampai 30 hari sesudah beranak. Kuda betina yang masa suburnya melewati kisaran tersebut dapat dikawinkan 21 hari kemudian. Sama seperti pejantan, kuda betina yang akan dikawinkan dipersiapkan 3 bulan sebelumnya dengan memberinya makanan yang bergizi. Masa subur kuda betina hanya berlangsung selama 5 hari. Setelah gejala subur pada hari pertama tampak, perkawinan sudah dapat dilakukan pada hari kedua dan diulang pada hari ke empat. Kuda betina bekas kuda pacu diistirahatkan dahulu selama 6 bulan sebelum siap untuk dikawinkan (Jacoeb, 1994). 9

Tingkat kebuntingan pada kuda-kuda domestik biasanya rendah. Langkah-langkah cermat diambil yang tepat agar perkawinan itu berhasil. Alat kelamin jantan dan betina dicuci terlebih dahulu dengan air hangat dan sabun. Ekornya lalu dibungkus dengan kain flanel dan kakinya diikat. Tindakkan ini perlu untuk mengamankan pejantan yang akan menaikinya agar tidak ditendang sewaktu mendekat (Blakely dan Bade, 1995). Waktu kawin, fertilitas menaik selama estrus mencapai puncak dua hari sebelum estrus, kemudian menurun mendadak. Kuda dengan periode birahi satu sampai tiga hari hendaknya dikawinkan pada hari pertama. Kuda dengan periode yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari ke tiga atau ke empat dan lagi 48 sampai 72 jam kemudian. Apabila periode ini lebih lama dari 8 atau 10 hari, baiknya ditunggu sampai periode birahi berikutnya. Kuda dengan periode birahi yang pendek dan teratur sepanjang tahun dapat dikawinkan (Frandson, 1996). 2. Perkawinan ulang Kuda dapat memperlihatkan foal heat atau nine day heat, yaitu birahi pertama yang memungkinkannya untuk dapat dilangsungkan perkawinan. Prakteknya keadaan itu terjadi 5 sampai 10 hari setelah melahirkan atau bisa lebih lama lagi. Rata-ratanya yaitu 9 hari telah dipakai sebagai patokan asalkan tidak terjadi sesuatu komplikasi pada alat kelaminnya (Blakely dan Bade, 1995). Induk yang dapat mengeluarkan plasenta dalam waktu 3 jam proses kelahirannya dan tidak menunjukkan adanya sesuatu kelainan atau infeksi, 10

termasuk kuda yang mengalami foal heat. Birahi ini bila tidak dimanfaatkan, maka dapat dialami keterlambatkan 50 sampai 60 hari untuk mencapai saat birahi berikutnya. Kadang-kadang betina tidak menunjukkan birahi meski telah dideteksi dengan bantuan pejantan sebagai teaser ketika sedang menyusui anaknya, kecuali dalam keadaan foal heat. Tingkat konsepsi pada saat itu hanyalah 25%. Betina yang tidak bunting dalam foal heat tadi, akan memasuki siklus birahi biasa (Blakely dan Bade, 1995). 3. Insemiasi buatan Inseminasi buatan telah dilaksanakan pada kuda sejak tahun1938. Seekor pejantan muda bila mendapat pakan dan perawatan yang baik, sudah siap untuk diambil spermanya pada umur 24 bulan. Latihan-latihan fisik sangatah penting bagi pejantan guna mempertahankan kualitas sperma. Kuda jantan yang diambil spermanya jangan dipekerjakan terlalu berat, yaitu sekitar 50% dari beban atau tugas yang biasa dilakukannya. Penampungan semen dari pejantan dilakukan dengan bantuan vagina buatan. Semen lalu diencerkan, dibekukan serta disimpan seperti halnya sperma sapi. Thawing maupun inseminasinya, sama seperti yang diterapkan pada sapi (Blakely dan Bade, 1995). 4. Kebuntingan Rata-rata masa kebuntingan seekor kuda betina adalah 335 hari dengan kisaran 315 sampai 350 hari. Kuda-kuda betina tertentu cenderung memiliki kebiasaan melahirkan agak awal, sedangkan kuda lainnya agak lambat. Memperhatikan kecenderungan itu maka peternak dapat lebih tepat 11

memperkirakan saat kelahiran kuda mereka yang sedang bunting berdasar pengalaman waktu yang lalu (Subronto, 2005). Bunting atau tidak bunting kuda adalah dengan mendekatkan pejantan pada hari ke-21. Kuda betina bila bunting tidak mau didekati oleh pejantan sedangkan bila tidak bunting, maka dia bersedia untuk dikawini. Tanda-tanda kebuntingan yang lain pada kuda betina adalah perut membesar, bulu yang mengkilat, jalan yang lambat, aktivitas menurun tidak seperti biasanya dan gelisah (Blakely dan Bade, 1995). Keberhasilan kebuntingan sangat ditentukan oleh beberapa proses penting di antaranya (1) folikel harus memiliki kemampuan menghasilkan sel telur yang mampu dibuahi dan mengalami perkembangan embrionik, (2) lingkungan oviduk dan uterus harus memiliki kelayakan untuk pengangkutan gamet, fertilisasi dan perkembangan embrio dan (3) corpus luteum harus mampu memelihara kebuntingan. Proses fertilisasi terjadi, terdapat rongga yang ditinggalkan oleh sel telur pada ovarium, rongga tersebut kemudian berkembang menjadi suatu kelenjar endokrin yang disebut corpus luteum yang menghasilkan hormone yaitu progesterone. Sesaat setelah ovulasi maka sel telur akan segera masuk ke tuba fallopii melalui infundibulum. Secara berangsur-angsur perubahan fisiologi akan terjadi yaitu 8 jam setelah ovum mengalami fertilisasi dan embrio akan menuju uterus untuk menyiapkan perkembangan selanjutnya. Pembentukan membran plasenta sudah mulai terbentuk pada 15-17 hari setelah fertilisasi yang merupakan periode Maternal Recognation of Pregnancy dan bertujuan untuk mencegah pelepasan 12

prostaglandin F2α dalam melisiskan corpus luteum sehingga keberadaan progesteron dapat dipertahankan dalam memelihara kebuntingan (Blakely dan Bade, 1995). Oosit atau sel telur yang telah berkembang lalu mulai membentuk plasenta (membran) yang menyelimuti fetus yang sedang bertumbuh dan melindunginya dalam suatu cairan yang disebut cairan amnion. Plasenta itu menempel pada karunkula uterus melalui kotiledon pada plasenta. Fungsinya sebagai sarana pelintasan bagi nutrient dan oksigen menuju ke fetus serat perlintasan bagi produk buangan yang harus dikeluarkan (Anonim, 2010). Perawatan kuda bunting dilakukan dengan pemberian pakan untuk kuda bunting tidak boleh lebih atau kurang. Pemberian takaran langsung penting untuk membantu pertumbuhan anak dan memberikan ketahanan tubuh induk yang lebih baik. Makanan pokok kuda seperti rumput yang alami ditambah biji bijian seperti jagung dan kacang hijau lebih baik. Pemberian vitamin sesuai dengan rekomendasi dokter hewan perlu dilakukan (Anonim, 2010). Kuda bunting perlu gerak dan jalan untuk memelihara otot dan stamina tubuhnya. Kuda bunting perlu dibebaskan bergerak di paddock. Bila paddock pelepasan tidak ada, maka kuda dibawa berjalan jalan dengan jarak cukup pada pagi dan sore hari. Perawatan kebersihan juga perlu apalagi kebersihan pada ambing kuda betina (Anonim, 2010). 13