PEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK

dokumen-dokumen yang mirip
DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

STRATEGI PEMANFAATAN PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL DAN PENINGKATAN MUTU GENETIK KAMBING DI INDONESIA

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

STRATEGI PERBIBITAN KAMBING/DOMBA DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

MANAJEMEN PEMELIHARAAN

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA GARUT DI DUA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

PENGARUH EFEK TETAP TERHADAP BOBOT BADAN PRASAPIH DOMBA PRIANGAN

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

UJI ADAPTASI DOMBA KOMPOSIT PADA KONDISI USAHA PETERNAKAN RAKYAT DI PEDESAAN

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

ABSTRAK. Evaluation of Performance of Crossbreed Barbados and Priangan Sheep as Main Breed in Pamulihan Sumedang. Abstract

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

PRODUKSI ANAK PADA DOMBA PROLIFIK

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS BERDASARKAN TOTAL BERAT LAHIR, TOTAL BERAT SAPHI, LITTER.SIZE DAN DAYA HIDUP ANAK

JURNAL ILMU TERNAK, VOL.6 NO2. DESEMBER Dedi Rahmat, Tidi Dhalika, Dudi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Key words: Birth weight, Genetic correlation, Weaning weight.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BANGSA-BANGSA KAMBING DI DESA KARANG ENDAH KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Kacang pada Priode Prasapih

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

PENGAMATAN POTENSI REPRODUKSI KAMBING BETINA YANG DI PELIHARA SECARA TRADISIONAL DI DAERAH PESISIR KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

Transkripsi:

PEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK Subandriyo (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor) PENDAHULUAN Indonesia mempunyai dua bangsa domba yang telah beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan dan pengelolaan baik secara intensif mau pun ekstensif. Dua bangsa domba tersebut adalah domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Domba ekor tipis tersebar di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera, sementara itu domba ekor gemuk kebanyakan tersebar di Jawa Timur. Secara fenotipik kedua bangsa domba tersebut dengan mudah dapat dibedakan dari bentuk dan ukuran ekornya. Kedua bangsa domba ini lugs areal woolnya sangat beragam, dari yang tertutup penuh, tertutup sebagian, sampai dengan yang bebas sama sekali dan bulunya hanya terdiri dari rambut saja. Pada domba ekor gemuk, proporsi dari populasi yang bebas dari wool cukup besar, dan di Jawa Timur berkisar antara 15-20% dari populasi (Iniquez, 1990). Kualitas wool kedua bangsa domba ini biasanya sangat kasar dan secara tidak merata menutupi tubuh. Kedua bangsa domba ini prolifik. Iniquez dan Gunawan (1990) melaporkan bahwa rataan jumlah anak per kelahiran (litter size) domba ekor tipis (Jawa Barat) adalah 1,79 ± 0,81 ekor, sedangkan pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis di Sumatera berturutturut adalah 1,69 ± 0,82 dan 1,54 ± 0,68 ekor. Pada domba ekor tipis dari Garut telah terbukti bahwa gen tunggal do.minan (F), memberikan kontrol genetik terhadap prolifikasi (Bradford dkk., 1989). Domba betina pembawa gen dominan dan homosigot (FiFi) mempunyai rataan litter size 2,63 ekor, sedangkan yang heterosigot (Fi+) dan yang tidak karier (+ +) berturut-turut mempunyai litter size 2,02 dan 1,27 ekor. Pengamatan secara umum terhadap produktivitas kedua populasi bangsa domba ini menunjukkan keragaman yang besar, dan hal ini menunjuk kan bahwa peluang untuk perbaikan mutu genetik masih terbuka luas. Pengembangan program pemuliabiakan melalui seleksi ternak-ternak lokal pada pusat pembibitan (nucleus) di wilayah-wilayah tertentu akan membuka kesempatan pengem- bangan sumber bibit domba lokal. Makalah ini menyajikan program pemuliabiakan domba pada pusat pembibitan ternak dan kemungkinan pengembangannya pada petani peternak. STRATEGI PEMULIABIAKAN DI PUSAT PEMBIBIT- AN Keberhasilan suatu program pemuliabiakan pada suatu pusat pembibitan ternak (nucleus) yang melakukan pengembangan mutu genetik ternak domba lokal untuk sumber bibit serta didistribusikan pads peternak di suatu wilayah ditentukan oleh langkah-langkah sebagai berikut : 1. Sifat-sifat yang akan diseleksi. 2. Pengembangan fasilitas yang memadai untuk mencapai tujuan. 3. Pengembangan cara identifikasi dan pencatatan. 4. Pelaksanaan program pemuliabiakan. Sifat-sifat yang akan diseleksi Sifat-sifat domba yang akan diseleksi oleh suatu pusat pembibitan (nucleus) yang melakukan pengembangan ternak lokal yang kemudian didistri busikan kepada petani peternak produsen, haruslah disesuaikan dengan tujuan produksi dari peternak yang menggunakannya, misalnya untuk keperluan konsumsi rumah tangga, untuk pasaran dalam negeri ataupun untuk ekspor (Turner, 1974). Di samping itu juga ditentukan oleh tingkat keragaan dari sifat-sifat ternak yang akan dikembangkan. Sebagai contoh, bangsa domba yang mempunyai sifat prolifikasi yang tinggi, dalam penentuan sifat yang akan diseleksi, perhatian terhadap sifat ini dapat dikurangi dibandingkan bangsa domba yang kurang prolifik. Pada domba-domba prolifik, sifat pertumbuhan harus mendapat perhatian yang lebih besar. Di Indonesia, tujuan produksi peternakan domba adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pasar domestik, maka yang perlu mendapat per hatian di dalam mengembangkan pusat pembibitan

SUBANDRIYO : Pemanfaatan efisiensi reproduksi adalah sifat-sifat pertumbuhannya. Di samping itu, karena pada umumnya ternak domba terkonsentrasi di Jawa dan Madura yang pada umumnya adalah tropika basah, produksi wool tidak dimanfaatkan, serta beragamnya luas area[ wool pada domba ekor tipis maupun ekor gemuk, seleksi terhadap ternak-ternak yang bebas dari wool juga perlu mendapat perhatian. Fasilitas, penyediaan makanan dan pengelolaan Keberhasilan suatu program pemuliabiakan domba membutuhkan fasilitas yang memungkinkan untuk mengatur perkawinan, penyediaan pakan dan tatalaksana yang memungkinkan pengukuran perbedaan potensi genetik di antara ternak. Sehubungan dengan fasilitas perkandangan, ternak yang selalu dipelihara di dalam kandang membutuhkan luas kandang sebesar 1,5-2 m2 untuk setiap ternak dewasa, dan sedikit lebih sempit untuk ternak sapihan dan yang berumur di bawah satu tahun. Jumlah luas kandang tergantung pada jumlah ternak yang akan dipelihara dan jumlah ternak yang akan didistribusikan setiap tahun. Untuk sistem perkawinan individu, pemeriksaan berahi harus dilakukan setiap hari, domba-domba induk harus ditempatkan di dalam kandang kelom pok dengan jumlah luas kandang yang dibutuhkan masih tetap sama. Dengan sistem ini jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak, akan tetapi cara ini dapat memberikan informasi yang lengkap terhadap fertilitas di antara domba betina maupun pejantan serta lamanya kebuntingan. Sementara itu sistem perkawinan kelompok juga dapat dilakukan sejauh konstruksi kandang dan pintu cukup baik, sehingga individu-individu di dalam suatu kelompok dapat dipertahankan dan diidentifikasi. Di antara faktor-faktor tatalaksana, penyediaan pakan yang memadai sangat penting. Untuk hal tersebut penghitungan kapasitas tampung suatu pusat pembibitan sangat penting, karena kelebihan jumlah ternak akan mengakibatkan turunnya keragaan ternak dan kesulitan dalam menentukan hasil dari program seleksi. Oleh karena itu pencatatan yang akurat terhadap produksi hijauan harus dilakukan secara teratur untuk menghindari masalah kekurangan pakan. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam penyediaan pakan adalah jenis yang digunakan haruslah sesuai dengan pakan yang akan di.gunakan oleh ternak-ternak yang akan didistribusikan kepada petani peternak. Untuk mencapai tujuan ganda, yakni seleksi pada kondisi paican dan tatalaksana yang sesuai serta memberi peluang kepada ternak untuk menunjukkan potensi genetiknya untuk pertumbuhan, sistem pengelolaan sebagai berikut dapat dilakukan yakni : a. Ternak-ternak induk diberikan pakan yang sesuai dengan kondisi peternak. b. Ternak-ternak lepas sapih diberikan pakan dengan kualitas yang lebih baik. Misalnya dari umur 3 sampai dengan 6 atau 8 bulan dilaku kan pengujian pertumbuhan dengan pakan yang memadai, dan seleksi untuk bobot badan dilakukan pada akhir periode tersebut. Tatalaksana terhadap ternak sedapat mungkin juga sesuai dengan kondisi peternak, tetapi perbedaan potensi genetik di antara ternak harus terlihat, dan laju kematian (mortalitas) tidak tinggi. Sebagai pedoman mortalitas prasapih lebih dari 20% atau mortalitas sesudah sapih dan domba dewasa lebih dari 5% per tahun, menunjukkan kekurangan pakan dan masalah dalam tatalaksana serta kontrol penyakit. Rataan jarak beranak lebih dari 9 atau 10 bulan juga sebagai akibat dari masalah pakan dan tatalaksana. Sebagai pedoman, tatalaksana yang dapat dilakukan adalah : 1. Anak-anak domba yang baru lahir sebaiknya dipertahankan dengan induknya di dalam kelompok kecil selama 1 atau 2 minggu setelah lahir. 2. Anak-anak domba yang lahir kembar lebih dari dua, dianjurkan untuk dibesarkan secara "fostered", ataupun dibesarkan dengan susu peng ganti ; domba induk dengan produksi susu yang baik kemungkinan dapat membesarkan tiga ekor anak, akan tetapi membutuhkan perhatian tambahan. 3. Anak-anak domba sebaiknya disapih paling tidak pada umur 60 hari, akan tetapi penyapihan pada umur 90 hari yang dianjurkan. 4. Domba-domba induk sebaiknya dikawinkan kembali setelah anaknya disapih, apabila keadaan makanan cukup baik. 5. Domba-domba betina muda sebaiknya dikawinkan apabila telah mencapai bobot badan 55-60% dari bobot dewasa tubuh, sehingga apabila keadaan pakan mengijinkan dapat terus bertumbuh selama kebuntingan. Identifikasi dan pencatatan Program pemuliabiakan ternak membutuhkan identifikasi setiap individu dari seluruh kelompok ternak (flock). Ternak yang baru lahir harus di catat bapak, induk dan tipe kelahirannya. Identifikasi yang berupa nomor harus diberikan untuk 1 2

WARTAZOA Vol. 3 No. 1, Pebruari 1993 setiap ternak. Cara yang umum dilakukan adalah memberikan nomor pada telinga ataupun tatoo. Pada domba Garut, banyak dijumpai telinga rumpung, pemberian nomor ternak di leher adalah merupakan alternatif. Dalam pemberian nomor ini suatu cara yang sering digunakan adalah pemberian nomor 4 angka, dengan angka pertama merupakan tahun kelahiran, sedangkan tiga angka berikutnya nomor urut ternak. Sebagai contoh no. 1001 adalah ternak pertama yang dilahirkan pada tahun 1991. Di samping pencatatan informasi tentang bapak dan induk dari ternak yang baru lahir, untuk program pemuliabiakan minimum dibutuhkan pencaan sebagai berikut: - Tanggal lahir. - Jumlah anak sekelahiran (tunggal, kembar dua, dsb) dan jumlah yang dibesarkan. - Bobot lahir (pilihan) - Tanggal penyapihan - Bobot sapih - Bobot pada umur 6 bulan, 12 bulan dan pada setiap perkawinan. - Selang beranak. Data tambahan, seperti penilaian (score) luas areal wool juga dibutuhkan, apabila dipertimbangkan dalam seleksi. Score luas areas wool tubuh dapat ditentukan dengan melakukan modifikasi yang dianjurkan oleh Bell dkk. (1983b). Pelaksanaan pemuliabiakan di pusat pembibitan Di dalam melakukan seleksi pada pusat pembibitan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Seleksi harus didasarkan pada catatan keragaan. 2. Pejantan dan betina yang terbaik harus digunakan pada pusat pembibitan, karena laju peningkatan genetik pada semua strata populasi tergantung pada strata yang tertinggi. 3. Interval generasi yang pendek dapat dicapai dengan menggunakan pejantan muda secepatnya, apabila potensi genetik dari sifat yang diseleksi dapat diukur, dan pejantan tersebut dapat digunakan untuk mengawini dengan baik. Pejantan ini segera diganti, apabila pejantan dari kelahiran berikutnya telah tersedia. Bagi domba ekor tipis dan domba ekor gemuk yang pada umumnya prolifik, seleksi dapat ditujukan ke arah : 1. Peningkatan pertumbuhan dan bobot dewasa tubuh. 2. Jarak beranak yang pendek (3 kali dalam 2 tahun). 3. Bebas dari wool. Tujuan yang terakhir tersebut, yakni bebas dari wool, apabila tercapai akan membebaskan peternak dari pencu',_,uan, dan kemungkinan juga akan meningkatkan adaptabilitas dan efisiensi. Di dalam usaha untuk mencapai tujuan seleksi di atas, tahap pertama dapat dilakukan dengan melakukan screening terhadap populasi yang besar. Sebagai contoh, untuk pemilihan bibit sebanyak 100 ekor, perlu pemilihan (screening) terhadap 5.000-10.000 ekor (1-2% yang terbaik) dari suatu populasi. Dengan jalan screening ini, pada tahap pertama dapat meningkatkan produktivitas sekitar 10-15%, dan peningkatan ini akan bertambah apabila diikuti dengan seleksi yang sistematis (Bradford dkk., 1986). Kriteria yang digunakan untuk melakukan screening ini tergantung pada tujuan dari seleksi berikutnya. Akan tetapi karena ternak lokal pada umumnya tidak dicatat keragaannya, pada tahap pertama kriteria pemilihan dapat didasarkan pada : - Konformasi tubuh yang baik dan bebas dari cacat genetik yang terlihat. - Bebas dari wool, terutama untuk ternak jantan. - Untuk domba betina yang telah beranak, domba dengan anak kembar merupakan prioritas, di samping kemampuannya yang baik untuk membesarkan anak. Banyaknya domba betina yang dipilih untuk pusat pembibitan tergantung dari kapasitas tampung dan penyediaan pakan, akan tetapi paling tidak adalah 100 ekor. Sementara itu jumlah domba jantan pada pemilihan pertama ini, dianjurkan perbandingannya lebih besar, yakni satu pejantan untuk 15 ekor domba betina, guna memberikan keragaman genetik yang besar dalam seleksi selanjutnya. Sebagai pedoman, jumlah pejantan yang digunakan setiap tahun paling tidak lima ekor, tetapi akan lebih baik apabila digunakan delapan ekor. Sebagai contoh prosedur seleksi selanjutnya, diasumsikan pusat pembibitan dengan kapasitas 100 ekor domba betina ekor tipis, dan diharapkan beranak tiga kali dalam dua tahun. Apabila rataan besar liter domba ekor tipis sekitar 1,72, dan laju beranak (lambing rate) sebesar 1, 55, maka setiap musim beranak dan saat penyapihan akan diproduksi anak-anak domba sebagai berikut: Jumlah anak per induk Jumlah induk Total anak lahir Total anak Disapih (% hidup) 0 10 0-1 35 35 31 (90%) 2 45 90 81 (90%) 3 10 30 18(60%) 100 155 130(84%) 13

SUBANDRIYO : Pemanfaatan efisiensi reproduksi Diagram contoh bibitan dengan 77 ekor anak jantan 100 ekor domba betina 65 ekor jantan sapth,n 52 ekor jantan lepas sapih uji pertumbuhan sampai umur 6-8 bulan Ilustrasi 1 program seleksi pada pusat pemmenggunakan 100 ekor domba betina 5-8 ekor pejantan mortalitas pra-sapih 78 ekor anak betina 65 ekor betina sapihan 0% culling karena cacat clan bobot badan rendah 52 ekor betina lepas sapih uji pertumbuhan sampai umur 6-8 bulan 8 ekor 3 ekor 21 ekor jantan 26 ekor 26 ekor terbaik jantan culling terpilih culling Nucleus Peternak Dijual Nucleus Domba-domba yang terseleksi, kemudian dilakukan pengujian pertumbuhan sesudah sapih sampai umur 6-8 bulan. Pada akhir periode ter sebut, culling juga dilakukan lagi. Pada saat ini pengurangan dilakukan sebanyak 40% (termasuk mortalitas sesudah sapih sekitar 5%). Dari dombadomba yang terseleksi (sekitar 31 ekor), 5-8 ekor yang terbaik untuk digunakan di pusat pembibitan. Di dalam seleksi ini perlu dipertimbangkan pula domba-domba yang bebas dari wool. Apabila data telah tersedia, pemilihan domba jantan yang akan digunakan dapat dilakukan dengan menggunakan indek seleksi yang merupakan gabungan antara bobot badan akhir periode pengujian setelah disapih dengan score areal wool. Untuk tahap permulaan, dengan asumsi bahwa korelasi genetik adalah negatif antara bobot badan dan score areal wool, indek seleksi yang sederhana, migalnya : I = bobot badan umur 8 bulan - 2 x score wool dapat digunakan. Sebagai contoh adalah cara melakukan ranking 5 ekor domba dengan keragaan sebagai berikut: No. domba Bobot badan umur 8 bulan Score wool Indek 1001 25 kg 3 19 1010 23 kg 6 11 1 1 1023 27 kg 1 25 Peternak/ 1031 25 kg 4 17 Dijual 1045 22 kg 5 12 Dari anak-anak yang disapih tersebut langkah seleksi berikutnya digambarkan pada Ilustrasi 1, dengan penjelasan sebagai berikut : Domba jantan.- Pada saat disapih ini sejumlah 65 ekor anak domba jantan (nisbah kelamin dianggap 50%), 20% dikeluarkan (culling). Domba yang diculling ini termasuk di dalamnya adalah dombadomba yang mempunyai cacat tubuh, seperti cacat kaki atau cacat rahangnya dan domba-domba yang mempunyai bobot sapih umur 90 hari terendah. Penentuan bobot sapih umur 90 hari terendah, bobot badan harus dikoreksi terhadap umur sapih, umur induk saat beranak, jenis kelamin, tipe kelahjran dan tipe dibesarkan, untuk menghilangkan pengaruh lingkungan, sehingga dalam seleksi ini perbedaan yang ada hanyalah disebabkan oleh perbedaan genetik saja. Faktor koreksi yang sesuai dan akurat adalah berdasarkan data keragaan bobot sapih umur 90 hari dari bangsa domba yang bersangkutan, namun berhubung belum tersedianya faktor koreksi untuk bangsa-bangsa domba di Indonesia, sampai -tersedianya faktor koreksi yang sesuai, dapat digunakan faktor koreksi domba sub-tropika seperti yang tertera pada Lampiran I. Dari indek tersebut di atas, urutan ranking domba jantan adalah 1023, 1001, 1031, 1045 dan 1010. Domba-domba yang tidak terseleksi untuk digunakan di pusat pembibitan, dapat didistribusikan pada petani peternak untuk bibit, karena seleksi telah dilakukan dua kali yakni pada saat disapih, dan pada saat akhir periode pengujian pertumbuhan. Domba betina.- Seperti halnya domba jantan, pada saat disapih domba betina juga dilakukan culling sebanyak 20%, termasuk domba-domba yang cacat tubuh, serta yang bobot badannya pada saat disapih umur 90 hari (setelah dilakukan koreksi) terendah. Domba-domba yang terseleksi selanjutnya dilakukan pengujian pertumbuhan sampai umur 6 atau 8 bulan, dan seleksi selanjutnya dilakukan terhadap 50% dari domba tersebut sebagai pengganti (replacement). Dalam seleksi ini digunakan kriteria yang sama untuk pejantan, yakni indeks bobot badan dan lugs areal wool. Sisa yang 50% dapat didistribusikan kepada Peternak, setelah domba-domba yang tidak memenuhi syarat dikeluarkan. 1 4

WARTAZOA Vol. 3 No. 1, Pebruari 1993 Domba linduk.- Prosedur seleksi terhadap anak-anak domba betina, akan memberikan pengganti domba sebanyak 26 ekor, untuk 100 ekor domba induk yang digunakan pada setiap siklus reproduksi (8-9 bulan). Apabila diperhitungkan bahwa kematian domba-domba induk tidak boleh lebih dari 5% per tahun, maka dibutuhkan culling tambahan 20 ekor domba induk untuk memberi tempat domba-domba betina muda yang terseleksi. Domba-domba induk yang dapat dikeluarkan adalah sebagai berikut: 1. Domba betina yang gagal untuk bunting dalam waktu 3 bulan setelah anaknya disapih (sekitar 10%, tetapi pada umumnya lebih rendah). 2. Domba betina yang mastitis atau mempunyai gangguan lain yang mengakibatkan pengaruh terhadap reproduksi ataupun laktasi, dan domba betina yang sudah terlalu tua dan lepas giginya. 3. Domba betina yang mempunyai selang beranak yang terlalu panjang berdasarkan rataan semua selang beranaknya. Perkiraan laju peningkatan mutu genetik.- Laju peningkatan mutu genetik setiap ekor domba setiap tahun dalam suatu flock dengan melakukan seleksi pada umumnya lambat. Seleksi secara sistematis pada umumnya hanya meningkatkan sebesar 1-2% per tahun (Bradford dkk., 1986). Pada domba-domba lokal Indonesia, kemungkinan peningkatannya lebih besar, karena pada umumnya belum dilakukan seleksi dan mempunyai keragaman yang besar. Pada umumnya bobot badan dombadomba Indonesia pada umur 9 bulan adalah 20,1 ± 3,15 kg (Subandriyo, 1984) dan heritabilitasnya (h 2 ) diasumsikan, 0,40 (SID, 1988), dengan cara seleksi di atas yang intensitas seleksinya (i) sebesar 1,67 untuk jantan dan 0,97 untuk betina (Falconer, 1989) maka laju peningkatan genetik (dg) per generasi adalah sebesar : dg=ixh 2 xs = ((1,67 + 0,97)/2) x 0,40 x 3,15 = 1,66 kg. Dengan menggunakan pejantan untuk satu masa beranak saja, serta penggantian ternak betina sekitar 25 ekor per periode beranak, maka interval generasi bagi pejantan adalah sekitar 1,5 tahun dan bagi betina sekitar 2,5 tahun, sehingga rataan interval generasi adalah 2 tahun. Dengan rataan interval tersebut, perkiraan peningkatan genetik per tahunnya adalah sekitar 1,66/2 kg, = 0,83 kg. Dengan demikian untuk domba-domba Indonesia dengan cara seleksi tersebut di atas laju peningkatan mutu genetiknya adalah sekitar 0,83/20,1 x 100% = 4,1 % per tahun. Peningkatan mutu genetik sebesar 4,1 % per tahun terlihat lambat, akan tetapi dengan peningkatan yang tetap setiap tahun, dalam waktu lima tahun akan memberikan peningkatan yang nyata, yaitu sekitar 20%. Dengan cara screening yang dilakukan pada tahap pertama, dan diikuti dengan seleksi yang sistematis, dalam waktu lima tahun dapat diharap kan peningkatan produktivitas domba sebesar 30-45% dari rataan populasi. Peningkatan produktivitas ini akan lebih besar lagi apabila diimbangi dengan perbaikan pakan dan kontrol terhadap penyakit. STRATEGI PEMANFAATAN BIBIT DOMBA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK Penggunaan bibit domba yang telah terseleksi untuk peningkatan mutu genetik di petani peternak pada umumnya sangat sulit. Hal ini disebabkan karena peternakan domba di Indonesia, khususnya di Jawa merupakan komponen dari suatu sistem usahatani, yang merupakan sumber tabungan. Peternak akan menjual ternaknya apabila membutuhkan uang, sebaliknya mereka akan membeli ternak apabila mempunyai kelebihan uang. Sebagai akibatnya, tidak ada kelangsungan pemeliharaan ternak dalam satu flock, sehingga pencatatan keragaan, seleksi, ataupun evaluasi penggunaan bibit unggul akan mengalami kesulitan. Kesulitan kedua, kebanyakan petani peternak memelihara beberapa ekor betina saja, sedangkan pemeliharaan pejantan dianggap tidak menguntung kan, sehingga penggunaan pejantan untuk perkawinan tergantung kepada peternak lainnya yang memiliki pejantan. Keadaan ini mengakibatkan perencanaan perkawinan serta pencatatan silsilah mengalami kesulitan bahkan sering tidak memungkinkan. Kesulitan untuk mendapatkan pejantan dan teknik mendeteksi berahi, mengakibatkan selang beranak yang panjang (Bell dkk., 1983a). Hal ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap turunnya produktivitas, serta mengakibatkan lambatnya kemajuan yang dicapai dalam melakukan seleksi ataupun penggunaan bibit domba jantan. Salah satu cara untuk mengatasi masalahmasalah tersebut di atas, adalah dengan menggunakan kelompok peternak untuk memanfaatkan pejantan yang telah diseleksi oleh pusat pembibitan. Misalnya satu kelompok peternak yang terdiri dari 8 orang dan memiliki 30-40 ekor ternak betina, diberikan 2 ekor pejantan yang telah diseleksi oleh pusat pembibitan dengan bentuk per- 1 5

SUBANDRIYO : Pemanfaatan efisiensi reproduksi janjian yang tertentu. Dengan sistem rotasi yang teratur, setiap peternak mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan seekor pejantan selama tiga bulan. Dengan asumsi bahwa fertilitas ternak betina cukup baik, serta dapat dikawinkan kembali 60-90 hari setelah beranak, maka setiap domba betina diharapkan mempunyai selang beranak 8 bulan serta periode kelahiran terkonsentrasi dalam waktu 3 bulan dalam satu tahun. Dengan sistem rotasi yang teratur, terjadinya inbreeding dapat dikurangi. Oleh sebab itu pembbrian nomor yang tetap pada setiap individu dan pencatatan yang teratur merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk keberhasilan program pemuliabiakan pada tingkat kelompok peternak. Pada kelompok peternak ini, catatan minimum yang harus dimiliki adalah : - jumlah anak sekelahiran dan tipe pembesaran - tanggal beranak. - score areal wool. - bobot sapih,_ umur sapih dan bobot induk. Untuk memperoleh laju peningkatan mutu genetik yang tetap pada kelompok peternak, pusat pembibitan diharapkan dapat mengganti bibit pejantan yang lebih baik secara teratur kepada kelompok peternak. Pada kelompok peternak, pejantan paling lama digunakan selama 2 tahun. Dengan menggunakan pejantan yang telah terseleksi dan adanya peningkatan mutu genetik dari pusat pembibitan yang teratur, dalam beberapa tahun diharapkan ternak-ternak yang dipelihara oleh peternak akan mengalami peningkatan mutu genetik yang sama dengan pusat pembibitan. Peningkatan mutu genetik yang sesungguhnya di peternak tertinggal 2 generasi (Ilustrasi 2) : DAFTAR PUSTAKA Bell, M., Ismeth Inounu, Bess Tiesnamurti and Subandriyo. 1983a. Variability in reproductive performance of sheep among twenty-two farms in Tenjonegara and Sindangratu villages, District of Garut. Working Paper No. 18, September 1983. Small Ruminant-CRSP, Balai Penelitian Ternak, Bogor. Bell, M., Ismeth Inounu, Subandriyo, B. Set4adi, Bess Tiesnamurti, G.E. Bradford and P. Sitorus. 1983b. A monitoring program for village sheep and goat farms in Indonesia. I. Breeding/Reproductio n. Working Paper No. 23, October, 1983. Small Ruminant-CRSP, Balai Penelitian Ternak, Bogor. Bichard, M. 1971. Dissemination of genetic improvement through a livestock industry. Anim. Prod. 13 : 401-41 1. Bradford, G.E., Ismeth Inounu, L.C. Iniguez, Bess Tiesnamurti and D.L. Thomas. 1990. Th e prolificacy gene of Javanese sheep. Proc. Major Genes for Reproduction in Sheep, Toulouse, France 16-18 July, 1990, pp 65-71. Bradford, G.E., Subandriyo and L.C. Iniguez. 1986. Breeding strategies for small ruminants in integrated crop-livestock production systems. Proc. Small Ruminant Production Systems in South and Southeast Asia, Bogor, Indonesia 6-10 October 1986, p 318-331. Ilustrasi 2 Diagram peningkatan mutu genetik di kelompok peternak apabila menggunakan pejantan dari pusat pembibitan Generasi Pusat Pembibitan Pejantan Keturunan Induk Catatan : O - Keragaan awal. I - Perbedaan keragaan awal antara pusat pembibitan dan kelompok peternak. dg - Laju peningkatan mutu genetik hasil seleksi di pusat pembibitan. Kelompok Peternak 0 O + I O 1 O + I + dg 00++1I O + 1 O + 1/21 O ~O + 1/21 2 0+3/41+I/2dG O + 1/21 a~,,,,0 + 3/41 + 1/2dG 3 O + I + 3G 11-V 0 + I + 2dG O + 7/81 + 5/4dG 0 + 3/41 + 1/2Af0 + 7/81 + 5/4dG 4 NIVO + I + 3 dg O + 15/161 + 17/8dG 0 + 7/81 + 5/4dG 1 6

WARTAZOA Vol. 3 No. 1, Pebruari 1993 Falconer, D.S. 1989. Introduction to Quantitative Genetics. 3rd. Ed. Longman Scientific and Technical, New York. Iniguez, L. 1990. To wards the conservation and improvement of the Javanese fat tail sheep. Paper presented at Workshop on Production Aspect of Javanese Fat Tail Sheep. Surabaya, August 8-9, 1990. Iniguez, L. and B. Gunawan. 1990. The productive potential of Indonesian sheep breeds for the humid tropics : A review. Proc. 13th Annual Conference of Malaysia Society and Animal Production. Malacca, March 6-8, 1990, pp 270-274. SID. 1988. Sheep Production Handbook. Sheep Industry Development Program, Inc., Denver, Colorado. Subandriyo. 1984. Factors affecting survival of range sheep in the U.S. and characterization of sheep in Indonesia. M.S. Thesis. Montan a State University, Bozeman. Subandriyo. 1990. Genetic and phenotypic parameters associated with five weight traits in Suffolk and Dorset sheep. Dissertation. University of Missouri-Columbia, Columbia. Turner, H.N. 1974. Some aspects of sheep breeding in the tropics. World Anim. Rev. 10 : 31-37. Small Ruminant Collaborative Research Support Program. 1981. Development of multiplication programs for sheep and goats. Newsletter No. 2., Januari 1981 pp 11-21. Small Ruminant Collaborative Research Support Program, Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor.

SUBANDRIYO: Pemanfaatan efisiensi reproduksi Lampiran 1 3. Contoh penggunaan faktor koreksi. Faktor koreksi untuk bobot sapih umur 90 hari Domba jantan yang lahir dan dibesarkan detipe kelahiran 2 dari induk umur 2 tahun, ngan 1. Faktor koreksi untuk standar umur sapih 90 mempunyai bobot lahir 2.1 kg, disapih pada umur hari.') 85 hari dengan bobot badan 8.1 kg. a. Bobot lahir dicatat. - Bobot badan untuk standar umur 90 hari Bobot 90 hari = bobot lahir + 90 {(bobot adalah : sapih-bobot lahir)/umur sapih} 2.1 + 90 {(8.1-2.1)/85) = 8.45 kg. b. Bobot lahir tidak dicatat. - Bobot badan yang disesuaikan untuk ke- Bobot 90 hari = (bobot sapih/umur sapih) x lahiran tunggal clan umur induk 3-5 tahun 90 adr'jh : 2. Faktor koreksi untuk umur induk waktu beranak, 8.45 x 1.12 x 1.04 = 9.84 kg. jenis kelamin dan jumlah anak sekelahirart ') Sumner : SID (1988). dan dibesarkan untuk bobot sapih umur 90 2) Sumber : Subandriyo (1990), untuk faktor koreksi hari.2 ) bobot 90 hari domba Suffolk. Peubah Faktor koreksi Tipe kelahiran clan tipe pembesaran 1 dibesarkan 1 1.00 2 dibesarkan 1 1.08 2 dibesarkan 2 1.12 3 dibesarkan 1 1.15 3 dibesarkan 2 1.18 3 dibesarkan 3 1.24 Jenis kelamin Jantan 1.00 Betina 1.13 Umur induk (tahun) 1 1.13 2 1.04 3 1.00 4 1.00 5 1.00 6 1.02 a7 1.05