BAB I PENDAHULUAN. sanksi atau nestapa sebagaimana diatur dalam hukum pidana (Strafrecht) dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

JURNAL EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB CEBONGAN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pembinaan Narapidana di Indonesia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

1 dari 8 26/09/ :15

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan, Pasal 9 Ayat (1) yang menegaskan : Pasal 2 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

Institute for Criminal Justice Reform

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

Jurnal Skripsi PEMENUHAN HAK-HAK NARAPIDANA SELAMA MENJALANI MASA PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. pemasyarakatan di Indonesia. (Lapas) di Indonesia telah beralih fungsi. Jika pada awal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga pemasyarakatan atau disingkat ( LAPAS) merupakan institusi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus suatu bangsa. Baik ataupun buruknya masa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (Equality Before The

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB III PENUTUP. beberapa kesimpulan tentang pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana di

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. secara terperinci menyatakan sebagai berikut :

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaranpelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, bersifat memaksa dan dapat dipaksakan, paksaan tersebut perlu untuk menjaga dan mengatur keseimbangan kekeadaan semula yang dalam hukum pidana disertai dengan sanksi atau nestapa sebagaimana diatur dalam hukum pidana (Strafrecht) dan dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht). Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, bagian lain dari hukum adalah: hukum perdata, hukum tata negara dan tata pemerintahan, hukum agraria, hukum perburuhan, dan sebagainya. Menurut Moeljatno, pembagian jenis hukum, yaitu: biasanya hukum tersebut dibagi dalam dua jenis yaitu hukum publik dan hukum privat, dan hukum pidana ini digolongkan dalam golongan hukum publik, yaitu yang mengatur hubungan antara negara dan perseorangan atau mengatur kepentingan umum. Sebaliknya hukum privat mengatur antara perseorangan atau mengatur kepentingan perseorangan 1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ada beberapa jenis pidana pokok, diantaranya pidana penjara dan pidana kurungan. Menurut Adamai Chazawi, mengenai sifat antara pidana penjara dan pidana kurungan sebagai berikut: 1 Moeljatno, 1985, Azas-Azas Hukum Pidana, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm 1. 1

2 dari sifatnya sama-sama membatasi kemerdekaan bergerak, dalam arti menempatkan narapidana dalam suatu tempat yang dikenal dengan sebutan LP atau Lembaga Pemasyarakatan. Dimana narapidana tidak bebas keluar masuk dan wajib tunduk serta mentaati semua peraturan dan tata tertib yang berlaku, kedua jenis pidana itu tampaknya sama, akan tetapi berbeda jauh 2. Menurut KUHP pidana penjara itu diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu, pidana penjara minimum 1 (satu) hari dan pidana penjara maksimum 15 (lima belas) tahun, pasal 12 ayat (2), dan dapat melebihi batas maksimum yang ditentukan dalam pasal 12 ayat (3) KUHP. Narapidana juga wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya menurut ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam pasal 25 KUHP. Penjatuhan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana (Offender) bukan hanya sebagai pembalasan kepada pelaku karena tindakannya, disatu sisi pidana penjara adalah pembatasan kebebasan bagi seseorang sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Menurut Bambang Poernomo, pelaksanaan pidana sebagai berikut: penyelenggaraan pelaksanaan pidana penjara akan mewujudkan suatu kegiatan yang bertitik pusat pada proses yang melibatkan unsur-unsur narapidana, petugas yang berwenang, masyarakat, dan hukum 3. Filosofi yang dianut di Indonesia adalah mengintegrasikan kembali pelanggar hukum ke masyarakat atau lebih dikenal dengan pemasyarakatan, tetapi kenyataannya narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tidak mendapat pembinaan yang maksimal karena kenyataannya sebagian kecil narapidana yang telah pernah dipenjara kembali lagi ke penjara dengan kata lain 2 Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 32. 3 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Liberty, Yogyakarta, hlm 13.

3 (residivice). Ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka kembali lagi ke penjara, salah satunya adalah masalah pembinaannya, karena masih banyak yang harus diperbaiki dari sisi pembinaannya. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dijelaskan sebagai berikut: Pasal (1) Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Pasal (2) sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Dalam Pasal 14 (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga dijelaskan hak-hak narapidana yaitu: 1. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; 2. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; 3. mendapatkan pendidikan dan pengajaran; 4. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; 5. menyampaikan keluhan;

4 6. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; 7. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; 8. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; 9. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); 10. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; 11. mendapatkan pembebasan bersyarat; 12. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan 13. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan narapidana di Indonesia dikenal dengan pemasyarakatan, mengenai sistem tersebut secara sistematis diatur dalam pasal 2 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulang tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajarsebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Dalam penelitiannya, Aris Irawan, dkk, yang berjudul, Efektivitas Pola Pebinaan, mengatakan bahwa:

5 Secara umum dapat dikatakan bahwa pembinaan dan bimbingan pemasyaraktan harus ditingkatkan melalui pendekatan mental, agama dan lain sebaginya, meliputi juga pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang meyakini dirinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa dan negara, oleh karena itu dilatih juga untuk menguasai keterampilan tertentu agar dapat hidup mandiri. Ini berarti pembinaan dan bimbingan yang diberikan mencakup mengenai bidang mental dan keterampilan 4. Dengan bekal tersebut narapidana diharapakan menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi. Permasalahan yang timbul saat ini, hampir di semua Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Indonesia melebihi kapasitas. Seperti kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, Lembaga Pemasyarakatan (lapas) di Indonesia sudah over kapasitas, sehingga perlu pembenahan dan perbaikian kearah terciptanya suasana yang kondusif dalam penjara 5. Hal ini sangat mempengaruhi efektivitas pembinaan narapidana yang ada di dalam Lapas. Kutipan dari detiknews, Kabag Penum Polri Kombes Agus Rianto, mengatakan bahwa : tiga napi meninggal dunia itu adalah Jerry Jordan, Ahmad Arifin, dan Agus. Ahmad Arifin diketahui meninggal tanggal 1 Agustus 2013, sementara dua lainnya meninggal lusa kemudian, 3 Agustus 2013 meninggal di klinik yang ada disekitar Lapas Narkotika. 6. Hal ini malah membuat citra Lembaga Pemasyarakatan semakin buruk, bukannya membina tetapi menyengsarakan warga binaannya, karena tidak 4 http://ilmuhukum.umsb.ac.id/?id=138, Aris Irawan, dkk., Efektivitas Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.B Biaro, 24 September 2013. 5 http://www.suarapembaruan.com/home/wowsemua-lapas-di-indonesia-over-kapasitas/33533, Suara Pembaruan, Wow Semua Lapas Di Indonesia Over Kapasitas, 24 Sepetember 2013. 6 http://news.detik.com/read/2013/09/05/164114/2350478/10/sebelum-meninggal-napi-lapasnarkotika-cipinang-minta-keluarga-datang, detiknews, 28 September 2013.

6 sedikit dari narapidana yang terkena penyakit dan meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan. Peran serta petugas Lembaga Pemasyarakatan sangatlah penting dalam pembinaan terhadap narapidana, oleh sebab itu kualitas dan kuantitasnya juga harus diperhatikan agar pembinaan yang diberikan kepada narapidana dapat maksimal. IIB Cebongan, Menurut Sukanmto, selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas penghuni lapas Cebongan melebihi kapasitas, dari 162 tahanan, lapas dihuni lebih dari dua kali lipatnya, yaitu 361 napi dan tahanan. Setiap blok dalam lapas duhuni antara 60 hingga 75 orang yang menempati beberapa kamar yang di tiap-tiap kamar ada di tiap-tiap blok 7. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka perlu untuk dibahas lebih jauh lagi mengenai pembinaan narapidana residivis dan yang tidak residivis di Lembaga Pemasyarakatan, khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakata. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai, Efektivitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta. Karena narapidana juga mempunyai hak seperti yang telah dijelaskan diatas, walaupun pada saat di Lembaga Pemasyarakatan sebagian dari hak-hak mereka dibatasi oleh Undang-Undang. 7 http://m.news.viva.co.id/news/read/400469-sejarah-lapas-cebongan-di-sleman--yogyakarta, Viva News, 24 Sepetember 2013.

7 B. Rumusan Masalah Berdarsarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efektifitas pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan? 2. Apa kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, dalam melakukan pembinaan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tersebut adalah: 1. Untuk mengetahui apakah pembinaan yang diberikan kepada narapidana yang residivis dan tidak residivis sudah maksimal atau tidak? 2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam memberikan pembinaan, dan dalam kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang melebihi kapasitas? D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum terutama mengenai Lembaga Pemasyarakatan. b. Memberikan sumbangan pemikiran, pemahaman dan wawasan serta informasi dalam memahami sejauh mana upaya Lembaga

8 Pemasyarakatan dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana yang residivis dan tidak residivis. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh instansi terkait dalam menjalankan tugasnya. E. Keaslian Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan hukum yang berjudul Efektivitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari penulis lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat hasil penelitian dari penulis lain yang membahas mengenai Lembaga Pemasyaratan yaitu: a. Upaya Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Dalam Membina Narapidana Untuk Mencegah Adanya Residivis. G David Tamara, Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta, 2012. 1. Rumusan Masalah a. Bagaimana pelaksanaan narapidana resedivis pada lapas kelas IIB Sleman. b. Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pembinaan narapidana dan residivis pada lapas kelas IIB Sleman untuk mencegah resedivis.

9 2. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembinaan resedivis pada lapas kelas IIB. b. Untuk mempengaruhi faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembinaan narapidana dan resedivis pada lapas kelas IIB Sleman. 3. Hasil Penelitian a. Pelaksanaan kepribadian dan kemandirian warga binaan pemasyarakatan di LAPAS Kelas IIB Sleman sudah sesuai dengan apa yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yaitu dengan cara mempersiapkan warga binaan dengan memberikan pembinaan kepribadian berupa kultum, iqra, sholat lima waktu yang beragama Islam juga misa dan kebaktian yang beragama Kristen dan Katolik. Untuk pembinaan kemandirian berupa kemandirian membuat meubel, sablon, tas, sangkar burung, sandal hotel dan lain-lain. b. Faktor penghambat yang ditemui oleh pihak LAPAS Kelas IIB Sleman diantaranya adalah : 1. Kendala di dalam diri warga binaan, yaitu masih banyak warga binaan pemasyarakatan yang bermalas-malas dan enggan mengikuti kegiatan pembinaan yang ada didalam LAPAS Kelas IIB Sleman.

10 Kepribadian seperti keagamaan, moral akhlak dan budi pekerti, agar tertatanya moral yang ada dalam diri pada resedivis dan menjadikan mereka mengerti persoalan apa yang membelenggunya sehingga mereka kembali keluar masuk LAPAS. 2. Perlu juga ditambahkan petugas pembinaan kemandirian atau menggunakan jasa dari sesama warga binaan yang memiliki kemampuan lebih untuk saling berbagi ilmu dengan Warga Binaan lainnya. 3. Terakhir saran dari penulis yaitu perlu diperluasnya bangunan LAPAS dan penambahan program latihan kerja lainnya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Warga Binaan guna memenuhi sarana dan prasarana penunjang pembinaan kemandirian LAPAS Kelas IIB Sleman. b. Efektifitas Pembiaan Narapidana Melalui Pembekalan Keterampilan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Sleman. I Wayan Wahyu Wira Udytama. Fakultas Hukum Atma Jaya Yogayakarta, 2010. Degan rumusan masalah: 1. Rumusan Masalah a. Bagaimana efektivitas pembinaan keterampilan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Sleman?

11 b. Kendala apa saja yang ditemui oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Sleman dalam memberikan pembinaan narapidana di bidang pembekalan keterampilan? 2. Tujuan Penelitian a. Memperoleh data mengenai efektivitas pembinaan keterampilan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Sleman. b. Mengetahui apa saja yang menjadi kendala Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Sleman dalam pemberian pembinaan kepada narapidana. 3. Hasil Penelitian a. Pembinaan keterampilan latihan kerja yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Sleman sudah efektif, berjalan maksimal sesuai dengan yang diisyarakatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinan dan Pembibingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta sesuai dengan (10) prinsip pemasyarakatan, yang salah satunya masyarakat pembinaan terhadap Warga Binaan pemasyarakatan, tidak boleh hanya mengisi waktu luang saja serta memiliki manfaat bagi warga binaan setelah bebas nanti. Seperti keterampilan sablon, keterampilan pertukangan kayu, keterampilan cukur rambut, keterampilan pertanian dan keterampilan service elektronik.

12 b. Pembinaan keterampilan latihan kerja yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Sleman yang sudah dilakukan masih memiliki kendala. 1. Kendala pada jumlah petugas Lembaga Pemasyarakatan yang tidak sebanding dengan jumlah warga binaan yang mengikuti pembinaan. 2. Kendala tempat kerja untuk melakukan pembinaan latihan kerja (keterampilan) 3. Kendala dibidang permodalan c. Fungsi Dan Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Residivis. Paul Hariwijaya Bethan, Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta, 2010. 1. Rumusan Masalah Bagaimana fungsi dan peran Lembaga Pemasyarakatan di LP Wirogunan Yogyakarta dalam Pembinaan narapidana resedivis? 2. Tujuan Penelitian Untuk memperoleh data tentang fungsi dan peran Lembaga Pemasyarakatan di LP Wirogunan Yogyakata dalam membina narapidana residivis, serta apa saja hambatan yang dialami dalam proses pelaksanaan fungsi dan peran tersebut. 3. Hasil Penelitian Fungsi dan peran Lembaga Pemasyarakatan dalam menyelengarakan pembinaan terhadap narapidana residivis di Lembaga Pemasyarakatan

13 Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta sudah cukup baik walaupun belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang pembinaan narapidana residivice. F. BATASAN KONSEP 1. Pengertian Efektivitas Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuantujuan yang telah ditentukan. Pembinaan dikatakan efektif apabila: a. Berhasil menumbuhkan kembali kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya dan dapat kembali berbaur kepada masyarakat seperti sebelumnya. b. Dapat memperoleh pengetahuan minimal keterampilan seperti: las listrik, pembuatan prakarya dan pembuatan meuble untuk bekal hidup mandiri serta menjadi manusia yang patuh hukum. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif 8. 8 http://dewi.students-blog.undip.ac.id/2009/05/27/perbedaan-efisiensi-dan-efektivitas/, Dewi, Perbedaan Efisiensi dan Efektivitas, 24 September 2013.

14 2. Pembinaan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 3. Narapidana Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pasal (1) ayat 7, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan pengertian lain, Pengertian narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut kamus bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana); atau terhukum. Selanjutnya Harsono (1995) mengatakan narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman. Wilson (2005) mengatakan, narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik. Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani

15 hukuman, Dirjosworo 9. Dengan demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan, telah dijatuhi hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut penjara. 4. Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut dikenal juga dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit usaha teknis di bawah Derektorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pasal (1) ayat 3 mengatakan, Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penulisan Jenis penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang berfokus pada norma dan asas-asas hukum. Penelitian ini sangat 9 http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-narapidana.html, Pengertian Narapidana, 24 September 2013.

16 membutuhkan data sekunder sebagai data utama, sedangakan data primer hanya sebagai penunjang. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder merupakan pendapat hukum yang dapat diperoleh dari buku, internet serta dari hasil wawancara dengan narasumber. 2. Sumber Data Adapun data yang digunakan oleh peneliti, merupakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang digunakan merupakan pendapat hukum yang dapat diperoleh dari buku, internet surat kabar dan hasil penelitian orang yang berkaitan dengan yang diteliti.

17 c. Metode Pegumpulan Data 1. Studi Kepustakaan Pengumpulan data yang diteliti ini dilakukan dengan cara studi dokumen baik terhadap Peraturan Perundang-Undangan maupun bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan permasalah yang akan diteliti. Dan mempelajari data yang diperoleh serta memahami buku-buku dan literatur yang terkait. 2. Wawancara Wawancara dilakukan langsung dengan narasumber sebagai wakil pemerintah agar memperoleh data yang diperlukan guna penulisan hukum, yaitu Kepala SUBSI Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Serta para anggotanya dan sebagian kecil narapidana untuk dijadikan sampel bagi penulis. 3. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu: analisis yang dilakukan dengan memahami dengan merangkai atau mengkaji data yang dikumpulkan secara sistematis. Proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode deduktif. Yaitu, penalaran dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.