BAB 1. sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare state). Baik fungsi pengaturan. kedua fungsi tersebut ( Siagian dalam Hardiyansyah,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BIAYA / RETRIBUSI PELAYANAN UMUM DI BADAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SRAGEN

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/20M.PAN/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik;

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

Grafik Realisasi Investasi Kota Cilegon Tahun 2017

WALIKOTA BANDA ACEH PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 27 TAHUN 2014

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG WEWENANG PENANDATANGANAN PERIJINAN PADA DINAS PERIJINAN PADA MASA TRANSISI

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU BUPATI MADIUN,

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi berbagai aspek kehidupan

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SINJAI BUPATI SINJAI,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIJINAN PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2009 T E N T A N G

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Rancangan Rencana Kerja (Renja) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA BINJAI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI ROTE NDAO PERATURAN BUPATI ROTE NDAO NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

WALIKOTA LUBUKLINGGAU, PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 4 TAHUN2015 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 503 / 88 / 22 / 2007 TENTANG PEMBENTUKAN TIM TEKNIS PELAYANAN PERIJINAN KABUPATEN SRAGEN BUPATI SRAGEN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH. PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 10 "A TAI-lUri c2.017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

WALI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AN PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi; 18.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 1 Tahun 2017 Seri E Nomor 1 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

DATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 44 Tahun 2017 Seri E Nomor 35 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KARIMUN PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO BUPATI WONOSOBO,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 54 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 34

BAB I PENDAHULUAN A. DATA UMUM ORGANISASI

REVISI RENCANA STRATEGIS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sudah melaksanakan pelayanan secara efektif, yaitu kualitas pelayanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) IZIN USAHA HOTEL PADA

WALIKOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR TENTANG

Lakip BPT Kab. Sragen Tahun

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

Transkripsi:

BAB 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Teori ilmu administrasi negara mengajarkan bahwa pemerintahan negara pada hakikatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama. Kedua fungsi utama tersebut yaitu fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakikat negara modern sebagai suatu negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan dengan hakikat negara sebagai sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare state). Baik fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan menyangkut semua segi kehidupan dan penghidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerintahan tertentu yang secara fungsional bertanggungjawab atas bidang-bidang tertentu kedua fungsi tersebut ( Siagian dalam Hardiyansyah, 2011:10) Bagi warga reformasi, pelayanan publik tentu sangat penting untuk menjadi prioritas mengingat mereka selama ini telah menjadi korban dari praktek pelayanan publik yang buruk. Hampir pada setiap aspek kehidupan sejak dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, warga harus menghadapi pelayanan pemerintah yang buruk (Agus Dwiyanto, 2006:25). Citra buruk pelayanan publik telah melekat pada pelayanan yang ada di Indonesia. Birokrasi atau aparatur pemerintah yang berperan sebagai pihak yang memberikan pelayanan atau penyedia jasa kepada publik atau masyarakat seringkali dihadapkan dengan masalah-masalah atau penyakit yang timbul dalam pemberian pelayanan, 1

2 masalah-masalah atau penyakit yang timbul tersebut di antaranya pelayanan yang berbelit-belit, rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi, lambannya respon dalam pemberian pelayanan, terjadinya diskriminasi dalam memberikan pelayanan baik diskrimasi yang menyangkut tentang hubungan kekerabatan, pertemanan, keluarga, status sosial ataupun etnis dll, tidak adanya transparansi dalam hal biaya ataupun waktu dan adanya pungutan-pungutan liar. Tidak adanya tranparansi atau kejelasan dalam hal biaya atau waktu tersebut bisa menyebabkan adanya praktek KKN. Pihak pemberi pelayanan bisa melakukan praktek KKN karena tidak adanya kepastian waktu dan biaya, sehingga mereka bisa mendapatkan pendapatan dengan cara yang tidak benar. pengguna jasa bisa saja menyogok atau menyuap dengan biaya yang lebih besar kepada pihak pemberi pelayanan supaya mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Keinginan para pengguna layanan untuk memperoleh pelayanan yang mudah tersebut bertemu dengan keinginan para pejabat birokrasi pelayanan yang ingin memperoleh keuntungan pribadi dari penggunaan kekuasaan atau jabatan yang mereka miliki sehingga timbulah praktek-praktek pungutan liar. Orientasi pelayanan yang dilakukan oleh sebagian besar aparat pemerintah atau birokrasi yang masih cenderung melayani diri sendiri atau untuk kepentingan aparat birokrasi sendiri daripada melayani masyarakat selaku pihak yang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan publik. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan masyarakat enggan mengurus perijinan ataupun mengurus dalam memperoleh pelayanan publik dan dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah. Rendahnya nilai investasi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh rendahnya

3 kualitas atau mutu pelayanan publik yang diberikan aparat pemerintah kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan perizinan. Hal ini tentu saja berdampak kurang menguntungkan bagi perkembangan perekonomian Indonesia sehingga dapat menghambat proses terbentuknya masyarakat yang sejahtera. Masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan publik menuntut adanya perbaikan kualitas pelayanan publik kepada pemerintah dikarenakan masalahmasalah yang sering terjadi dalam pelayanan publik. Pemerintah selaku penyedia jasa pelayanan publik dituntut dan diharapkan mampu memperbaiki mutu atau kualitas yang lebih baik dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga masalah-masalah yang biasanya terjadi dalam pelayanan publik bisa teratasi. Sesuai dengan amanat UU No. 22 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah daerah mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Menurut Hardiyansyah (2011:85), Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan adanya otonomi daerah berarti sebagian besar kewenangan yang sebelum otonomi daerah tadinya berada di pemerintah pusat kemudian dipindahkan kepada daerah

4 otonom. Hal ini tentu saja menyebabkan pemerintah daerah lebih cepat untuk merespon segala yang dikeluhkan atau yang diharapkan masyarakat. Paradigma kebijakan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, memberikan arah untuk dilakukannya perubahan pola pikir aparatur pemerintah daerah didalam menyikapi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih berorientasi kepada pelayanan. Kebijakan yang awalnya berdasar pada rule government yang lebih mengedepankan prosedur dalam penyelenggaran pelayanan daerah berubah menjadi paradigma good governance dimana paradigma tersebut lebih mengedepankan kebersamaan, transparansi, akuntabilitas, keadilan, kesetaraan dan kepastian hukum. Dengan pemberian pelayanan publik yang baik dari aparat pemerintah kepada masyarakat maka pemerintah akan mampu mewujudkan tujuan dari negara yaitu masyarakat yang sejahtera. Sesuai dengan Europan Scientific Journal Vol. 9, No. 32, menurut Ifeoma Dunu (2013:194) menjelaskan bahwa mencapai good governance membutuhkan pemahaman dan partisipasi setiap anggota masyarakat. Namun telah diamati bahwa untuk pemerintahan yang adil dan demokratis, para pemimpin harus menggunakan kekuasaan mereka dengan bertanggung jawab demi kebaikan yang lebih besar. Dengan lebih lengkap dijelaskan seperti berikut : Achieving Good Governance requires the understanding and participation of every member of the society. However, it has been observed that for governance to be just and democratic, leaders more than any other sector of the society need to use their power responsibly and for the greater good. Systems and procedures need to be in place that impose restraints on power and encourage government officials to act in the public s best interests.

5 Pemerintah daerah selaku penyedia layanan publik senantiasa dituntut mampu dalam meningkatkatkan mutu dan kualitas pelayanan publik, menetapkan standar layanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Sedarmayanti dalam Hardiyansyah (2011:87), Pelayanan prima merupakan strategi mewujudkan budaya kualitas dalam pelayanan publik. Orientasi dan pelayanan prima adalah kepuasan masyarakat pengguna layanan. Salah satu pola pelayanan prima yang telah diterapkan oleh pemerintah daerah adalah pelayanan satu pintu (one stop service). Kemudian menurut Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2010:25), Pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dalam Hardiyansyah (2011:97) memperjelas dan mempertegas bahwa : Kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus dilaksanakan secara terpadu atau one stop service. Pola pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan pelayanan perizinan maupun non perijinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat. Jenis pelayanan ini terdiri dari berbagai jenis perijinan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani dalam satu pintu. Jenis pelayan ini dapat dilakukan lebih cepat dan efisien dikarenakan diselenggarakan dalam satu tempat. Akan tetapi masih banyak pemerintahan daerah yang belum berhasil mengimpelementasikan pelayanan one stop service (OSS). Kegagalan tersebut sebagian besar menyangkut kesiapan SDM aparatur, orientasi pelayanan yang sangat kental nuansa peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan dukungan komitmen pihak eksekutif dan legislatif yang relatif masih rendah untuk mengimplementasikan kebijakan pelayanan one stop service (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006).

6 Meskipun masih banyak daerah yang belum berhasil mengimplementasikan kebijakan one stop service, di beberapa daerah sudah dinyatakan berhasil mengimplementasikan kebijakan pelayanan tersebut. Salah satu kabupaten yang telah berhasil melaksanakan atau mengimplementasikan kebijakan OSS yaitu kabupaten Sragen. Pihak atau instansi yang berperan memberikan perizinan publik di kabupaten Sragen yaitu Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM). Tuntutan dari masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik serta peningkatan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat menjadi latar belakang dibentuknya BPTPM Kabupaten Sragen. Kualitas pelayanan sangat menentukan tingkat kepuasan masyarakat selaku pengguna jasa layanan. Maksud didirikannya BPTPM Kabupaten Sragen adalah untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non perizinan yang prima dan satu pintu. Pelayanan perizinan BPTPM Sragen dengan penyederhanaan prosedural prinsip dapat dipercaya, mudah, murah, cepat dan transparan melalui pelayanan satu pintu (one stop service). Dengan adanya sistem pelayanan terpadu satu pintu berarti memudahkan masyarakat dalam mengurus perizinan karena di dalam mengurus perizinan, masyarakat hanya mengurus pada satu tempat saja. Pada awalnya sebelum bernama BPTPM, pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan keputusan Bupati Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Keputusan Bupati tersebut dikuatkan dengan Perda Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pembentukan

7 dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen dalam bentuk kantor pelayanan terpadu (KPT) Kabupaten Sragen. Tanggal 20 Juli 2006 status KPT ditingkatkan menjadi Badan Pelayanan Terpadu dengan terbitnya Perda Nomor 4 Tahun 2006 tentang perubahan atas Perda Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen. Tanggal 15 Desember 2008 ditetapkan Perda Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen, yang didalamnya dijelaskan tentang pembentukan Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Sragen. Nomenklatur tetap disingkat BPT, akan tetapi ada perubahan dari pelayanan menjadi perizinan. Guna efisiensi dan efektifitas, Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 disesuaikan lagi dengan Perda Nomor 5 Tahun 2011, nomenklatur BPT berubah menjadi Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen. (http://bpt.sragenkab.go.id) Sejak adanya Keputusan Bupati Sragen Nomor 22a Tahun 2002 tentang Pelimpahan Kewenangan Sebagian Perijinan Kepada Kantor Pelayanan Terpadu dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khusunya di bidang perijinan. Perizinan yang dilimpahkan kepada kantor pelayanan terpadu antara lain izin mendirikan bangunan (IMB), izin usaha industri (IUI), tanda daftar industri (TDI), surat izin usaha perdagangan (SIUP), izin usaha rekreasi dan hiburan umum, izin usaha rumah makan, izin usaha salon kecantikan, izin usaha hotel tanda bunga melati, biro perjalanan wisata (APW), izin usaha pondok wisata, izin penutupan jalan, pajak reklame, izin gangguan (HO), izin lokasi. Pelimpahan kewenangan kepada badan perijinan tersebut diwujudkan untuk

8 menyelenggarakan pelayanan one stop service. Kondisi pelayanan perijinan di Sragen sebelum OSS belum tergabung menjadi satu, waktu dan biaya tidak bisa dipastikan, proses pelayanannya harus melewati beberapa instansi terkait dan cenderung berbelit-belit, respon lamban. Setelah adanya pelayanan OSS sekarang, pelayanan publik diharapkan jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen melayani beberapa pelayanan perizinan maupun non perizinan. BPTPM Sragen melayani 74 jenis pelayanan perizinan dan 2 jenis layanan non perizinan. Berikut pelayanan yang diberikan BPTPM Kabupaten Sragen: Tabel 1.1 PELAYANAN YANG DIBERIKAN BPTPM KABUPATEN SRAGEN Pelayanan Perizinan Izin prinsip penanaman modal Izin usaha untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip perluasan penanaman modal Izin usaha perluasan untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip perubahan penanaman modal Izin usaha perubahan untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip penggabungan perusahaan penanaman modal Izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip Izin perubahan penggunaaan tanah (IPPT) Izin lokasi Izin lingkungan Izin mendirikan bangunan (IMB) Izin gangguan & izin tempat usaha (HO/ITU) Surat izin usaha perdagangan (SIUP) Pelayanan Non Perizinan Pambatalan/pencabutan perizinan penanaman modal Layanan informasi dan penanganan pengaduan

Izin usaha industri (IUI) Tanda daftar perusahaan (TDP) Tanda daftar industri (TDI) Tanda daftar gudang (TDG) Pajak reklame Izin usaha pusat perbelanjaan Izin usaha toko modern Izin usaha pengelolaan pasar tradisional Izin usaha rekreasi dan hiburan umum Izin usaha rumah makan Izin usaha salon kecantikan Izin usaha hotel Izin biro/agen perjalanan wisata Izin pondok wisata Izin penggunaan ketel uap minyak untuk setiap ketel Izin penggunaan bejana uap/pemanas air atau ekonomiser yang berdiri sendiri/penguapan Izin penggunaan bejana tekan Izin botol baja Izin penggunaan pesawat angkat dan angkut Izin penggunaan pesawat tenaga dan produksi Izin penggunaan instalasi kebakaran Izin penggunaan instalasi listrik Izin penggunaan instalasi penyalur petir Izin praktek dokter umum Izin praktk dokter spesialis Izin praktek dokter gigi Izin praktek bidan Izin praktek perawat Izin praktek perawat gigi Izin praktek apoteker Izin praktek asisten apoteker Izin praktek fisioterapis Izin praktek refraksionis optision Izin praktek bersama dokter umum Izin praktek bersama dokter spesialis Izin praktek bersama dokter gigi Izin operasional rumah sakit (RS) Izin operasional klinik bersalin Izin operasional klinik umum Izin pendirian laboratorium kesehatan Izin operasional transfusi darah Izin pendirian apotek Izin operasional optik Izin toko obat Izin pengobatan tradisional Izin pendirian klinik kecantikan Izin pendirian depot air minum isi ulangi Izin produksi makanan & minuman Izin laik hygiene restoran/rumah makan 9

10 Izin laik hygiene jasa boga/katering Izin trayek tetap Izin usaha angkutan Izin usaha huller Izin usaha peternakan Izin pemotongan hewan Izin pendirian keramba apung Izin usaha jasa konstruksi Izin lembaga pelatihan dan ketrampilan swasta Izin kursus Sumber : http://bpt.sragenkab.go.id Dampak positif dengan adanya keberadaan BPTPM Sragen ternyata menimbulkan efek yang signifikan diantaranya nilai investasi meningkat, penyerapan tenaga kerja disektor industri meningkat, perkembangan jumlah perizinan meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat. Berikut peningkatanpeningkatan karena dampak positif dengan adanya BPTPM Kabupaten Sragen : Tabel 1.2 JUMLAH NILAI INVESTASI KABUPATEN SRAGEN TAHUN NILAI INVESTASI (Dalam Rupiah) 2008 1,2 Triliun 2009 1,35 Trilun 2010 1,56 Triliun 2011 558 Milyar 2012 1,07 Triliun Sumber : BPTPM Sragen Tahun 2012 Dengan adanya dampak positif yang diberikan BPTPM Kabupaten Sragen dalam pelayanan misalnya kemudahan dalam permohonan perizinan, waktu dan biaya yang transparan dapat menarik masyarakat dalam melakukan perizinan sehingga jumlah nilai investasipun akan meningkat.

11 Tabel 1.3 JUMLAH PERIZINAN KABUPATEN SRAGEN TAHUN JUMLAH PERIZINAN 2010 4.780 2011 5.295 2012 12.897 2013 14.382 2014 16.973 Sumber : BPTPM Sragen Tahun 2014 Dari data di atas dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa jumlah perizinan di Kabupaten Sragen meningkat sejak tahun 2010 sampai 2014. Hal ini merupakan salah satu dampak posisitif dari keberadaan BPTPM Kabupaten Sragen. Dampak langsung yang didapat masyarakat dengan adanya BPTPM yaitu semakin cepat dan sederhana dalam proses periziman, serta kejelasan dalam mekanisme, persyaratan, biaya dan jelasnya waktu penyelesaian akan mendorong masyarakat untuk mengajukan permohonan perizinan. Tabel 1.4 TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SRAGEN TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI (Dalam Persen) 2010 6,09% 2011 6,53% 2012 6,50% 2013 6,64% 2014 6,7% Sumber : PDRB Kab. Sragen Tahun 2014 Dengan pemberian pelayanan baik yang dilakukan BPTPM tentu saja mendorong masyarakat melakukan atau mengajukan permohonan perizinan,

12 sehingga jumlah investasipun naik dan penyerapan tenaga kerja disektor industri pun juga naik dengan adanya jumlah investasi yang naik. Dengan demikian dengan adanya kenaikan-kenaikan tersebut akan berdampak pada kenaikan pertumbuhan ekonomi. Tabel 1.5 JUMLAH PENYERAPAN TENAGA KERJA DISEKTOR INDUSTRI TAHUN PENYERAPAN TENAGA KERJA DISEKTOR INDUSTRI 2007 67.271 jiwa 2008 67.901 jiwa 2009 73.371 jiwa 2010 76.990 jiwa 2011 94.455 jiwa Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Sragen Tahun 2011 Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor industri mengalami peningkatan sejak adanya BPTPM sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Dengan adanya sistem pelayanan terpadu satu pintu yang berupa pelayanan mudah, prosedur yang mudah, kejelasan waktu dan biaya yang dapat mengakibatkan naiknya jumlah investasi. Investasi yang masuk tentu berdampak pada penyerapan tenaga kerja atas penambahan jumlah industri. Dari data di atas menunjukkan bahwa dengan adanya BPTPM Sragen menimbulkan dampak positif dalam berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Meskipun dari data di atas ada beberapa penurunan pada tahun tertentu, misalnya penurunan nilai investasi yang menurun pada tahun 2008 dan 2011. Akan tetapi secara keseluruhan dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun baik dari segi investasi, jumlah perizinan yang

13 meningkat, pertumbuhan ekonomi serta jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Selain dampak-dampak positif yang disebutkan di atas, Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen juga mendapatkan banyak penghargaan atas kinerja yang telah dilakukan. Penghargaan yang diberikan kepada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen beberapa diantaranya yaitu terpilih sebagai kabupaten terbaik penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal (PTSP-PM) tingkat Kabupaten se Indonesia pada tahun 2012 (bpt.sragenkab.go.id). Kemudian penghargaan selanjutnya yaitu BPTPM Kabupaten Sragen dinobatkan sebagai badan pelayanan publik terbaik untuk kategori layanan perizinan terpadu satu pintu skala regional tahun 2013 di Solo, penghargaan ini diperoleh berkat hasil survei kepuasan publik terhadap pelayanan terpadu satu pintu pada pengurusan perizinan yang diterapkan oleh BPTPM Kabupaten Sragen. (http://edisicetak.joglosemar.co). Kemudian penghargaan selanjutnya yang diperoleh yaitu BPTPM Kabupaten Sragen yaitu mendapatkan predikat terbaik nasional dibidang pelayanan dan investasi tahun 2014. Kabupaten Sragen berhasil berhasil menyisihkan 552 Kabupaten / Kota lain se-indonesia lewat serangkaian tahapan penilaian ketat yang dilakukan oleh lembaga independen dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI. (http://www.sragen.go.id) Dari semua pelayanan perizinan yang dilayani oleh Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen, penulis tertarik untuk meneliti tentang pelayanan pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Alasan

14 peneliti memilih untuk meneliti pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) antara lain karena Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sangat penting dalam pengembangan pembangunan terutama dalam penataan bangunan dan lingkungan. Selain itu Izin Mendirikan Bangunan (IMB) akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Setiap bangunan baik itu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal, tempat ibadah ataupun tempat usaha harus mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dikarenakan bangunan tersebut harus legal dan mempunyai kekuatan hukum. Dari paparan yang telah dijelaskan diatas dan juga dengan adanya penghargaan yang diperoleh BPTPM Kabupaten Sragen serta dampak positif yang timbul, maka penulis ingin meneliti tentang Kualitas Pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam Memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen B. RUMUSAN MASALAH Dari paparan pokok latar belakang diatas maka dapat ditarik pokok permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah Kualitas Pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) dalam Memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen?

15 C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui kualitas pelayanan dari Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu administrasi negara. 2. Dapat mengetahui gambaran tentang kualitas pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen. 3. Bagi peneliti, digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana (S1)