DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV ANALISIS A1=1.655 L2=10. Gambar 4.1 Struktur 1/2 rangka atap dengan 3 buah kuda-kuda

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STRUKTUR

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB I. Perencanaan Atap

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

Jl. Banyumas Wonosobo

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERHITUNGAN PANJANG BATANG

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR

PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RS. GRHA KEDOYA, JAKARTA BARAT. Oleh : MARTINUS SATRIYO HADIWIBOWO NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG. Oleh : BAYU ARDHI PRIHANTORO NPM :

BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN START. Pengumpulan data. Analisis beban. Standar rencana tahan gempa SNI SNI

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15

ANALISIS PERBANDINGAN KUDA KUDA BAJA RINGAN DENGAN BETON BERTULANG MENGGUNAKAN PROGRAM SAP 2000 V.18

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH UMUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN METODE LOAD RESISTANCE AND FACTOR DESIGN

TUGAS AKHIR RC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

PERHITUNGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG ASRAMA KEBIDANAN LEBO WONOAYU DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH

Perhitungan Struktur Bab IV

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN)

ABSTRAKSI. Basuki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta Jalan A.Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Surakarta 57102

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

ANALISIS KUDA-KUDA BAJA DENGAN SAP (Structure Analysis Program) 2000 V.11. Ninik Paryati

Transkripsi:

DAFTAR PUSTAKA Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat. 2004. Catatan Kuliah Konstruksi Kayu Dr. Ir Saptahari Soegiri, MP. Catatan Kuliah Manajemen Konstruksi Dr.Ir. Purnomo Soekirno. McCormac, Jack C. Design of Reinforced Concrete Fifth Edition. John Willey and Sons, Inc. 2003. Allen, Edward. Dasar-Dasar Konstruksi Bangunan: Bahan-Bahan dan Metodenya Edisi Ketiga Jilid 1. Penrbit Erlangga. 2002. Patokan Harga Satuan Bahan dan Upah Pekerjaan Bidang Pemborongan Propinsi DKI Jakarta. Biro Administrasi Sarana Perkotaan Propinsi DKI Jakarta. 2007. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987). 1987. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum. 1961. Richard Y. Chang & P. Keith Kelly. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah. Pt Pustaka Binaman Pressindo. 1998. Robert L. Peurifoy & Garold D. Oberlender, Estimating Construction Cost Fifth Edition, McGraw-Hill, Inc, 2002. Susanta, Gatut. Panduan Lengkap Membangun Rumah. Penerbit Swadaya. 2007. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan dan Gedung. Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung. 2000. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton Untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Kayu Untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum. 2007. xiv

LAMPIRAN xv

DESAIN STRUKTUR ATAP KAYU I. PEMODELAN STRUKTUR RANGKA ATAP Dalam Tugas Akhir ini, model struktur rangka atap dibuat dengan menggunakan software SAP (Structure Analysis Programme). Model dasar struktur rangka atap yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 1. Preliminary design dilakukan dengan menggunakan sistem trial & error dalam SAP. Gambar 1 Sketsa Rancangan Atap Pada model dasar struktur kuda-kuda rangka atap kayu batang tarik dibagi menjadi 10 bentang dengan lebar masing-masing bentang 1 m. Jarak antar kuda-kuda yang digunakan adalah 6 m. Di atas kuda-kuda diletakkan gording yang langsung menumpu genteng. Data pemodelan struktur kuda-kuda dapat dilihat sebagai berikut: Mutu kayu : A Kelas : I Kemiringan kuda-kuda, α : 30 0 Panjang kuda-kuda, L 1 : 10 m Jarak antar kuda-kuda, L 2 : 6 m a : 1 m Material yang digunakan dalam perencanaan struktur kuda-kuda atap kayu adalah kayu kelas I, dengan data penampang sebagai beikut : Properties Kayu kelas I: E = 125000 kg/cm 2 1

σ lt = 150 kg/cm 2 σ tk // = σ tr // = 130 kg/cm 2 σ tk = 40 kg/cm 2 τ // = 20 kg/cm 2 II. PERHITUNGAN PEMBEBANAN Dalam Tugas Akhir ini, digunakan 4 jenis pembebanan sesuai SNI 1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, yaitu Beban Mati (Dead Load), Beban Hidup (Live Load), Beban Angin (Wind Load), dan Beban Hujan (Rain Load). Dalam perhitungan rangka atap ini, Beban Gempa (Earthquake Load) tidak diperhitungkan Dalam memasukkan beban ke dalam model yang dibuat dalam SAP, beban merata disalurkan ke struktur kuda-kuda melalui gording dan rangka plafon yang diletakkan di joint-joint pada batang tekan maupun batang tarik berdasarkan tributari area, sehingga struktur kuda-kuda dapat diasumsikan menerima beban titik. Cara mengkonversi beban merata menjadi beban titik ini disajikan dalam Gambar 2. Arah pembebanan ke kuda-kuda terdekat a m a m a m Gambar 2 Arah pembebanan ke gording terdekat pada batang Dimisalkan jarak antar portal (span) kuda-kuda adalah a m, maka diambil nilai beban mati yang ditransfer ke portal kanan dan kirinya dengan pembagian 1 : 1 dari tengah bentang. Penjelasannya dapat dilihat dalam gambar berikut : a m a m a m a m a m Gambar 3 Arah pembebanan pada kuda-kuda 2

Dengan demikian, beban maksimum dipikul oleh kuda-kuda yang berada di tengah bentang, yang secara total menahan beban sepanjang a m per satuan lebar. 1. Beban Mati (D) Berat Sendiri Struktur Berat sendiri kayu disesuaikan dengan ukuran penampang kayu yang digunakan pada tiap elemen struktur rangka atap. Perhitungan ini menggunakan program SAP dengan cara memasukkan load case DEAD, Self Weight Multiplier = 1. Berat Gording Asumsi dimensi balok yang digunakan untuk gording = 5/12, dipasang setiap jarak 1,5 m. Panjang batang miring = (1/2 x L 1 ) / (cos α) = 5 / cos 30 = 5,77 m Jumlah gording = panjang batang miring / jarak gording = 5,77 / 1,5 = 3,84 4 buah Berat total 4 buah gording = 4 x ρ kayu x V gording = 4 x 1000 x (0,05 x 0,1 x 4) = 80 kg Berat gording dijadikan beban merata = 80 kg / 5,77 m = 13,86 kg/m Penutup Atap (genting) = 50 kg/m 2 Plafond = 11 kg/m 2 ME = 10 kg/m 2 Perhitungan untuk beban mati yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan kayu adalah: Untuk beban gording : (bagian batang yang miring) Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 13,86 kg/m x panjang batang miring yang ditopang (berat gording =13,86 kg/m) = 13,86 kg/m x (1 / cos 30) m = 16,0 kg 3

Nilai di atas (16,01 kg) adalah untuk gording yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk gording yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah : = 16,01 kg / 2 = 8,0 kg. Untuk beban atap : (bagian batang yang miring) = 50 kg/m 2 x panjang gording (beban atap = 50 kg/ m 2.) = 50 kg/m 2 x 6 m = 300 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 300 kg / m x panjang batang miring yang ditopang = 300 kg / m x (1 / cos 30) m = 346,4 kg Nilai di atas (346,4 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 346,4 / 2 = 173,2 kg. Untuk beban plafond : (bagian batang yang mendatar) = 11 kg/m 2 x panjang gording (beban plafond = 11 kg/ m 2.) = 11 kg/m 2 x 6 m = 66 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 66 kg / m x panjang batang horizontal yang ditopang = 66 kg / m x 1 m = 66 kg Nilai di atas (66 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 66 / 2 = 33 kg. 4

Untuk beban ME : (bagian batang yang mendatar) = 10 kg/m 2 x panjang gording (beban ME = 10 kg/ m 2.) = 10 kg/m 2 x 6 m = 60 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 60 kg / m x panjang batang horizontal yang ditopang = 60 kg / m x 1 m = 60 kg Nilai di atas (60 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 60 / 2 = 30 kg. Penggambaran beban mati struktur rangka atap dengan menggunakan kayu dapat dilihat pada Gambar 4 Gambar 7. Gambar 4 Beban Gording Gambar 5 Beban Atap 5

Gambar 6 Beban ME Gambar 7 Beban Plafond 2. Beban Hidup (L) Beban hujan : Beban hujan yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban hujan sebesar H = (40 0.8 α) kg/m 2 = (40 (0.8 x 30)) = 16 kg/m 2 Beban hujan tersebut diperhitungkan sebagai beban gravitasi sesuai luasan arah horizontal (bukan pada luasan bidang miring). Beban hujan ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah searah dengan arah gravitasi. Perhitungan untuk beban angin yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja konvensional adalah ( panjang gording = 6m ) : H= 16 x 6 kg/m H= 96 kg / m 6

Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 96 kg / m x 1 m = 96 kg Nilai di atas (96 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 96 / 2 = 48 kg Beban terpusat pekerja dan peralatannya minimum 100 kg. P = 100 kg = 1 KN Penggambaran beban hidup struktur rangka atap dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 8 Beban Hujan Gambar 9 Beban Pekerja 7

3. Beban Angin (W) Beban angin yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban angin dengan kecepatan sebesar V = 25 kg/m 2. Beban angin tersebut diperhitungkan sebagai angin hisap dan angin tekan sebesar : 1. Angin tekan = (0,02 α 0,04) V kg/ m 2 2. Angin hisap = -0,4 V kg/ m 2 Beban angin ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah sumbu koordinat lokal dengan arah sesuai jenisnya. Tekanan tiup merupakan nilai terbesar antara : Rumus perhitungan tekanan tiup 2 V P = 16 ( kg / m 2 ), asumsi V = 25m/dt 2 sehingga 2 25 P = = 39kg / m 16 P min = 25 kg/m 2 Jadi tekanan tiup yang menentukan : P = 39 kg/m 2 2 Kemudian hitung gaya tiup dan isap akibat tekanan angin : Koefisien angin tiup = (0.02 α 0.4 ) = 0,02 x 30 0 0,4 =0,2 P tiup = 0,2 x 39 kg/m 2 x 6 m = 46,8 kg/m (gaya tiup pada atap) Sebagai beban titik : P tiup = q W x (a/cos α) = 46,8 kg/m x (1/cos30) = 54,04 kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P tiup di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 54,04 x cos 30 = 46,8 kg P x = 54,04 x sin 30 = 27,02 kg Koefisien angin hisap = -0.4 x V P hisap = -0.4 x 39 kg/m 2 x 6 m = -93,6 kg/m (gaya hisap pada atap) 8

Sebagai beban titik : P hisap = q W x (a/cos α) = -93,6 kg/m (1/cos30) = -108,08kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P hisap di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 108,08 x cos 30 = -93,6 kg P x = 108,08 x sin 30 = -54,04 kg Tanda positif beban angin menunjukkan tekanan tiup, sedangkan tanda negatif menunjukkan tekanan isap. Penggambaran beban angin struktur rangka atap dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Gambar 10 Arah Angin 1 Gambar 11 Arah Angin 2 Tabel 1. Resume Perhitungan Beban Tiap Joint Berdasarkan Tributari 9

Jenis Pembebanan Tepi (KN) Tengah (KN) Beban Mati B. Gording 0,08 0,16 B. Penutup Atap 1,73 3,46 B. ME 0,33 0,66 B. Plafond 0,30 0,60 Beban Hidup B. Pekerja 1,0 1,00 B. Hujan 0,48 0,96 Beban Angin B. Tiup 0,27 0,54 B. Hisap 0,54 1,08 III. KOMBINASI PEMBEBANAN Sebelum menganalisis suatu struktur, perlu digunakan nilai kombinasi pembebanan menurut SNI. Adapun beberapa kombinasi pembebanan yang disyaratkan oleh SNI : 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (L a atau H) 3. 1,2 D + 1,6 (L a atau H) ± (γ L.L atau 0,8 W) 4. 1,2 D ± 1,3 W + γ L.L + 0,5 (L a atau H) 5. 1,2 D ± 1,0 E + γ L.L 6. 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E) Keterangan : D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap L adalah beban hidup yang ditumbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain L a adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air W adalah beban angin E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya 10

Dalam pengerjaan tugas akhir ini, seperti yang sudah dijelaskan di atas, beban yang bekerja pada struktur rangka atap ini adalah beban mati D, beban hidup La, beban angin W, dan beban hujan H. Sedangkan nilai beban beban gempa E tidak diperhitungkan. Design elemen struktur kayu pada rangka atap ini mengacu pada Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) 1961 yang sesuai dengan peraturan Allowable Stress Design (ASD). Oleh karena itu, agar tidak terjadi safety factor yang berlebihan, konstanta-konstanta pada kombinasi SNI di atas diganti dengan konstanta sebesar 1, sehingga pada tugas besar ini, analisis dilakukan dengan mengambil nilai maksimum dari kombinasi beban-beban berikut : 1. D 2. D + (La atau H) 3. D + (La atau H) ± W 4. D ± W IV. PERHITUNGAN GAYA DALAM Analisis struktur untuk mendapatkan gaya-gaya dalam rangka batang didapatkan dengan menggunakan software SAP2000. 11

Gambar 12 Flowchart Desain Penampang Atap Gaya-gaya dalam aksial yang dipakai untuk analisis desain penampang adalah yang nilainya maksimum. Pada material kayu, nilai negatif berarti balok mengalami gaya tekan, sebaliknya nilai positif menyatakan gaya tarik. 12

Tabel 2. Gaya Aksial yang Terjadi Pada Batang 13

V. DESAIN PENAMPANG Setelah dilakukan analisis struktur, didesign penampang setiap profil secara manual menggunakan acuan PKKI. Design penampang ini dilakukan dengan melalui proses coba-coba penampang yang memenuhi syarat minimum dan paling efisien dan murah. Penulis melakukan design dengan membuat program design penampang kayu untuk rangka atap pada software Microsoft Excel, karena dalam program SAP, design untuk penampang kayu belum dapat dilakukan. Berikut ini disajikan perhitungan untuk setiap jenis elemen batang dengan mengambil nilai gaya dalam maksimum dalam seluruh jenis batang tersebut. A. Desain Penampang Atas (A) Gaya dalam maksimum (P) = -92,20 KN(tekan) Panjang Batang (L) = 1,157 m Penampang yang digunakan = 8 cm x 16 cm 16 cm 8 cm 1 3 I b. h y Untuk penampang kotak, i = = 12 y = 0, 0231m A b. h Ly 1,157m i. λ = = = 50, 10 ( 0 λ 100 Tetmajer) i 0,0231m y 300 300 ii. ω = = = 1, 50 2λ + 300 ( 2 *50,10) + 300 iii. ω * P A 1,50 *9220kg 8cm *16cm σijin (tekan sejajar serat) 130 kg/cm2 14

108,16kg / cm 2 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan penampang 8/16 untuk batang tekan B. Desain Penampang Bawah (B) Gaya dalam maksimum (P) = 85,94 KN (tarik) Panjang Batang (L) = 1,00 m Penampang yang digunakan = 8 cm x 12 cm 12 cm 8 cm Karena penampang bawah adalah batang tarik, maka cek desain terhadap tegangan tarik sejajar serat penampang: P A σijin (tarik sejajar serat) 8594kg 8cm *12cm 130 kg/cm2 89,53 cm 2 kg / 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 8/12 untuk batang tarik C. Desain Penampang Vertikal (C) Batang Vertikal C1 C4 dan C6 C9 Gaya dalam maksimum (P) = 17,59 KN (tarik) Panjang Batang (L) = 0,577 m s/d 2,309 m Penampang yang digunakan = 4 cm x 8 cm 8cm 4 cm 15

Karena penampang bawah adalah batang tarik, maka cek desain terhadap tegangan tarik sejajar serat penampang: P A σijin (tarik sejajar serat) 1759kg 4cm *8cm 130 kg/cm2 89,53 cm 2 kg / 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 4/8 untuk batang vertikal Batang Vertikal C4 Gaya dalam maksimum (P) = 41,84 KN (tarik) Panjang Batang (L) = 2,89 m Penampang yang digunakan = 6 cm x 10 cm 10 cm 6 cm Karena penampang bawah adalah batang tarik, maka cek desain terhadap tegangan tarik sejajar serat penampang: P A σijin (tarik sejajar serat) 4184kg 6cm*10cm 130 kg/cm2 55,00 cm 2 kg / 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 8/12 untuk batang vertikal C4 16

D. Desain Penampang Diagonal (D) Batang Diagonal D1 D2 dan D7 D8 Gaya dalam maksimum (P) = -12,86 KN (tekan) Panjang Batang (L) = 1,53 m Penampang yang digunakan = 6cm x 12 cm 12 cm 1 3 I b. h y Untuk penampang kotak, i = = 12 y = 0, 0173 m A b. h 6 cm Ly 1,53m i. λ = = = 88, 19 ( 0 λ 100 Tetmajer) i 0,0173m y 300 300 ii. ω = = = 2, 43 2λ + 300 ( 2 *88,19) + 300 iii. ω * P A 2,43*1286kg 8cm *16cm σijin (tekan sejajar serat) 130 kg/cm2 43,86kg / cm 2 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan penampang 6/12 untuk batang tekan Batang Diagonal D5 Gaya dalam maksimum (P) = -19,59KN (tekan) Panjang Batang (L) = 2,52m Penampang yang digunakan = 8 cm x 12 cm 12 cm 1 3 I b. h y Untuk penampang kotak, i = = 12 y = 0, 0173 m A b. h 8 cm 17

Ly 2,52m i. λ = = = 108, 97 ( λ 100 Euler) i 0,0173m y 300 300 3,5 3,5 ii. ω = (2,5 + 0,01λ ) = (2,5 + 0,01*108,97) = 3, 65 6 6 10 10 2 2 λ 18,97 iii. ω * P A 3,65*1959kg 6cm *12cm σijin (tekan sejajar serat) 130 kg/cm2 84,41kg / cm 2 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 6/12 untuk batang diagonal D2 dan D5 Tabel 3 Tabel perhitungan dimensi batang tekan kelompok elemen Nomor Elemen Gaya Aksial (KN) Gaya Aksial Maksimum (kg) b (m) h (m) L (m) i y λ Klasifikasi Daerah ω σ (kg/cm 2 ) σijin (kg/cm 2 ) A1-92,20 A2-82,98 A3-73,93 A4-64,42 A A5-53,82 A6-62,74 9220,10 0,08 0,16 1,16 0,0231 50,10 Tetmayer 1,50 108,16 <130 (ok) A7-72,55 A8-81,42 A9-87,91 A10-87,29 D1-9,52 D2-12,86 1286,30 0,06 0,12 1,53 0,0173 88,19 Tetmayer 2,43 43,36 <130 (ok) D3-17,14 D D4-22,18 D5-21,67 2217,80 0,08 0,12 2,52 0,0231 108,97 Euler 3,65 84,41 <130 (ok) D6-16,46 D7-11,78 D8-6,92 1177,80 0,06 0,12 1,53 0,0173 88,19 Tetmayer 2,43 39,70 <130 (ok) 18

Tabel 4 Tabel perhitungan dimensi batang tarik kelompok elemen B C Nomor Elemen Gaya Aksial (KN) B1 85,95 B2 85,95 B3 77,53 B4 68,52 B5 59,06 B6 57,53 B7 65,98 B8 73,59 B9 79,04 B10 79,04 Gaya Aksial Maksimum (kg) b (m) h (m) L (m) σ (kg/cm 2 ) 8594,80 0,08 0,12 1,00 89,53 C1 2,26 0,577 C2 7,06 1759,90 0,04 0,08 1,155 C3 12,13 1,732 C4 17,60 2,309 55,00 C5 41,84 4184,40 0,06 0,1 2,887 69,74 C6 17,04 2,309 C7 11,38 1703,50 0,04 0,08 1,732 C8 5,93 1,155 C9 2,26 0,577 53,23 σijin (kg/cm 2 ) <130 (ok) <130 (ok) <130 (ok) <130 (ok) Tabel 5 Dimensi Penampang kelompok elemen Nomor Elemen b (cm) h (cm) kelompok elemen Nomor Elemen b (cm) h (cm) A D A1 B1 A2 B2 A3 B3 A4 B4 A5 8 16 B B5 8 12 A6 B6 A7 B7 A8 B8 A9 B9 A10 B10 D1 6 12 C1 D2 C2 4 8 D3 C3 D4 C4 8 12 D5 C C5 6 10 D6 C6 D7 6 12 C7 4 8 D8 C8 C9 19

VI. PERENCANAAN PEMBEBANAN STRUKTUR DARI DESAIN ATAP Dari permodelan atap dapat diperoleh gaya-gaya pada tumpuan kuda-kuda yang akan menjadi input dalam pemberian beban atap pada rangka struktur bangunan. Gaya yang diambil adalah gaya yang paling menentukan, yaitu gaya terbesar pada tumpuan. Diperoleh gaya-gaya pada tumpuan sebagai berikut: Tabel 3. Reaksi Perletakan Joint Joint Pembebanan Normal (H) Aksial (V) KN KN 1 DEAD -5,897E-13 26,387 1 b.mati -9,236E-13 41,48 1 b.hidup -3,799E-13 17,16 1 b.angin+ -6,885-0,514 1 b.angin- 6,885-3,461 1 COMB1:D+d -1,513E-12 67,867 1 COMB2:D+d+L -1,893E-12 85,027 1 COMB3:D+d+L+W -6,885 84,513 1 COMB4:D+d+L-W 6,885 81,566 11 DEAD 0 26,387 11 b.mati 0 41,48 11 b.hidup 0 17,16 11 b.angin+ 0-3,461 11 b.angin- 0-0,514 11 COMB1:D+d 0 67,867 11 COMB2:D+d+L 0 85,027 11 COMB3:D+d+L+W 0 81,566 11 COMB4:D+d+L-W 0 84,513 Gambar 13 Reaksi Perletakan akibat Kombinasi D+d+L+W 20

Gambar 14 Reaksi Perletakan akibat Kombinasi D+d+L-W 21

DESAIN STRUKTUR ATAP BAJA I. PEMODELAN STRUKTUR RANGKA ATAP Dalam Tugas Akhir ini, model struktur rangka atap dibuat dengan menggunakan software SAP (Structure Analysis Programme). Model dasar struktur rangka atap yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Preliminary design dilakukan dengan menggunakan sistem trial & error dalam SAP. Gambar 1 Model dasar struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional Pada model dasar struktur kuda-kuda rangka atap baja batang tarik dibagi menjadi 6 bentang dengan lebar masing-masing bentang 1,67 m. Jarak antar kuda-kuda yang digunakan adalah 6 m. Di atas kuda-kuda diletakkan gording yang langsung menumpu genteng yang terbuat dari lembaran metal. Pada struktur kuda-kuda rangka atap baja, profil yang digunakan adalah profil siku dan dobel siku untuk seluruh rangka kuda-kuda. Profil yang digunakan untuk gording adalah profil light lip channel. Pemodelan untuk profil siku dan dobel siku dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Sedangkan pemodelan untuk profil lip channel dapat dilihat pada Gambar 3.5. Struktur kuda-kuda rangka atap tersusun atas batang-batang yang dibatasi oleh setiap titik pertemuan antar batang. Setiap batang dimodelkan sebagai pendel. Hubungan antar batang yang digunakan adalah hubungan joint sendi. 1

Gambar 2 Pemodelan untuk profil siku Gambar 3 Pemodelan untuk profil dobel siku 2

II. PERHITUNGAN PEMBEBANAN Dalam Tugas Akhir ini, digunakan 4 jenis pembebanan sesuai SNI 1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, yaitu Beban Mati (Dead Load), Beban Hidup (Live Load), Beban Angin (Wind Load), dan Beban Hujan (Rain Load). Dalam perhitungan rangka atap ini, Beban Gempa (Earthquake Load) tidak diperhitungkan Dalam struktur rangka atap baja, beban merata disalurkan ke struktur kuda-kuda melalui gording dan rangka plafon yang diletakkan di joint-joint pada batang tekan maupun batang tarik, sehingga struktur kuda-kuda dapat diasumsikan menerima beban titik. Cara mengkonversi beban merata menjadi beban titik ini disajikan dalam Gambar 3.13. Arah pembebanan ke kuda-kuda terdekat a m a m a m Gambar 4 Arah pembebanan ke gording terdekat pada batang 1. Beban Mati Dimisalkan jarak antar portal (span) kuda-kuda adalah a m, maka diambil nilai beban mati yang ditransfer ke portal kanan dan kirinya dengan pembagian 1 : 1 dari tengah bentang. Penjelasannya dapat dilihat dalam gambar berikut : Arah pembebanan ke kuda-kuda terdekat a m a m a m Gambar 5 Arah pembebanan pada kuda-kuda 3

Dengan demikian, beban maksimum dipikul oleh kuda-kuda yang berada di tengah bentang, yang secara total menahan beban sepanjang a m per satuan lebar. Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini terdiri dari : Berat Sendiri Struktur Berat sendiri struktur rangka atap dihitung sebagai berat sendiri struktur sebesar volume struktur dikalikan dengan berat jenis struktur tersebut (7800 kg/m 3 ). Perhitungan ini menggunakan program SAP dengan cara memasukkan load case DEAD, Self Weight Multiplier = 1. Berat Gording Berat gording = 4,476 a kg/m yang diletakkan tiap 1,5 m pada bagian atap yang miring (bagian batang tekan) Berat genteng Penutup Atap (genting) = 50 kg/m 2 Beban plafon + M/E Plafon yang digunakan terbuat dari material semen asbes setebal 4 mm. Berat elemen tersebut diperhitungkan sebesar 11 kg/m 2. Beban mechanical dan electrical yang diperhitungkan pada rangka atap ini diambil sebesar 10 kg/m 2. Beban plafon + hanger + M/E = (11 + 10) kg/m 2 = 21 kg/ m 2. (diletakkan sepanjang batang tarik menurut sumbu global (arah gravitasi). Perhitungan untuk beban mati yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja adalah: Untuk bagian batang tekan : (bagian batang yang miring) = 50 kg/m 2 x panjang gording (berat genteng = 50 kg/m 2 ) = 50 kg/m 2 x 6 m = 300 kg/m 4

Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 300 kg/m x panjang batang miring yang ditopang = 300 kg/m x (1,67/cos 30) m = 578,5 kg Perhitungan beban tersebut (578,5 kg) ditambahkan dengan berat dari gording sendiri, sehingga menjadi : = 578,5 kg + 4,76 a kg/m (a = jarak antar kuda-kuda, 6m) = 578,5 + 28,56 = 607,06 kg Nilai di atas (607,06 kg) adalah untuk gording yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk gording yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 578,5 kg / 2 + 28,56 = 317,8 kg. Untuk bagian batang tarik : (bagian batang yang mendatar) = 21 kg/m 2 x panjang gording (beban plafon + M/E = 21 kg/m 2.) = 21 kg/m 2 x 6 m = 126 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 126 kg/m x panjang batang horizontal yang ditopang = 126 kg/m x 1,67 m = 210,42 kg Nilai di atas (210,42 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 210,42 / 2 = 105,21 kg. 5

Penggambaran beban mati struktur rangka atap dengan menggunakan baja dapat dilihat pada Gambar 3.16. Gambar 6 Pemodelan beban mati untuk rangka atap baja 2. Beban Hidup Beban hidup yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban orang selama pengerjaan konstruksi rangka atap (L a ). Untuk beban orang harian (L) tidak diperhitungkan dalam struktur rangka atap. Sedangkan untuk beban hujan (H) diasumsi sudah terwakili oleh beban orang selama pengerjaan konstruksi rangka atap. Beban orang (L a ) ini diasumsi sebesar 100 kg yang diletakkan di ujung bentang elemen batang tekan dengan arah sumbu global (arah gravitasi). Gambar 7 Pemodelan beban hidup untuk rangka atap baja konvensional 6

3. Beban Angin Beban angin yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban angin dengan kecepatan sebesar V = 25 kg/m 2. Beban angin tersebut diperhitungkan sebagai angin hisap dan angin tekan sebesar : 1. Angin tekan = (0,02 α 0,04) V kg/ m 2 2. Angin hisap = -0,4 V kg/ m 2 Beban angin ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah sumbu koordinat lokal dengan arah sesuai jenisnya. Tekanan tiup merupakan nilai terbesar antara : Rumus perhitungan tekanan tiup 2 V P = 16 ( kg / m 2 ), asumsi V = 25m/dt 2 sehingga 2 25 P = = 39kg / m 16 P min = 25 kg/m 2 Jadi tekanan tiup yang menentukan : P = 39 kg/m 2 2 Kemudian hitung gaya tiup dan isap akibat tekanan angin : Koefisien angin tiup = (0.02 α 0.4 ) = 0,02 x 30 0 0,4 =0,2 P tiup = 0,2 x 39 kg/m 2 x 6 m = 46,8 kg/m (gaya tiup pada atap) Sebagai beban titik : P tiup = q W x (a/cos α) = 46,8 kg/m x (1,67/cos30) = 90,25 kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P tiup di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 90,25 x cos 30 = 78,15 kg P x = 90,25 x sin 30 = 45,12 kg 7

Koefisien angin hisap = -0.4 x V P hisap = -0.4 x 39 kg/m 2 x 6 m = -93,6 kg/m (gaya hisap pada atap) Sebagai beban titik : P hisap = q W x (a/cos α) = -93,6 kg/m (1,67/cos30) = -180,5 kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P hisap di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 180,5 x cos 30 = -156,3 kg P x = 180,5 x sin 30 = -90,25 kg Tanda positif beban angin menunjukkan tekanan tiup, sedangkan tanda negatif menunjukkan tekanan isap. Penggambaran beban angin struktur rangka atap dapat dilihat pada Gambar 3.23 dan Gambar 3.24. Gambar 8 Pemodelan beban angin 1 untuk rangka atap baja konvensional 8

Gambar 9 Pemodelan beban angin 2 untuk rangka atap baja konvensional 4. Beban Hujan Beban hujan yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban hujan sebesar H = (40 0.8 α) kg/m 2 = (40 (0.8 x 30)) = 16 kg/m 2 Beban hujan tersebut diperhitungkan sebagai beban gravitasi sesuai luasan arah horizontal (bukan pada luasan bidang miring). Beban hujan ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah searah dengan arah gravitasi. Perhitungan untuk beban angin yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja konvensional adalah ( panjang gording = 6m ) : H= 16 x 6 kg/m H= 96 kg / m Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 96 kg / m x 1,67 m = 160,32 kg Nilai di atas (160,32 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 160,32 / 2 = 80,16 kg 9

Penggambaran beban hujan pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja konvensional dapat dilihat pada Gambar 3.28. Gambar 10 Pemodelan beban hujan untuk rangka atap baja konvensional Tabel 1 Beban Aksial yang Terjadi Jenis Pembebanan Tepi (KN) Tengah (KN) Beban Mati B. Gording + Atap 3,17 6,07 B. Plafobd + ME 1,05 2,10 Beban Hidup B. Pekerja 1,0 1,00 B. Hujan 0,80 1,60 Beban Angin B. Tiup 0,45 0,90 B. Hisap 0,90 1,81 III. KOMBINASI PEMBEBANAN Sebelum menganalisis suatu struktur, perlu digunakan nilai kombinasi pembebanan menurut SNI. Adapun beberapa kombinasi pembebanan yang disyaratkan oleh SNI : 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (L a atau H) 3. 1,2 D + 1,6 (L a atau H) ± (γ L.L atau 0,8 W) 4. 1,2 D ± 1,3 W + γ L.L + 0,5 (L a atau H) 5. 1,2 D ± 1,0 E + γ L.L 6. 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E) 10

Keterangan : D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap L adalah beban hidup yang ditumbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain L a adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air W adalah beban angin E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya Dalam pengerjaan tugas akhir ini, seperti yang sudah dijelaskan di atas, beban yang bekerja pada struktur rangka atap ini adalah beban mati D, beban hidup L a, beban angin W, dan beban hujan H. Sedangkan nilai beban beban gempa E tidak diperhitungkan. IV. PERHITUNGAN GAYA DALAM Setelah ditentukan kombinasi pembebanan yang dipakai, dilakukan analisis struktur menggunakan software Structure Analysis Programme (SAP). Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh nilai gaya dalam maksimum tiap batang. Tabel 2 Gaya dalam maksimum struktur kuda-kuda baja Gaya-Gaya Dalam Akisial (KN) Kombinasi (KN) Nilai Kombinasi Maksimum dan Minimum (KN) kelom pok elemen Nomor Elemen D d L +W -W D+d D+d+L D+d+L+W D+d+L- W Tekan Minimum Tekan Maksimum Tarik Minimum Tekan Maksimum A B A1-168,29-28,334-20,8 2,109 4,195-196,625-217,425-215,316-213,229 A2-139,062-24,793-18,2 2,629 3,15-163,854-182,054-179,425-178,904 A3-107,301-18,89-13,867 3,322 1,757-126,191-140,057-136,736-138,3 A4-107,301-18,89-13,867 1,757 3,322-126,191-140,057-138,3-136,736 A5-139,062-24,793-18,2 3,15 2,629-163,854-182,054-178,904-179,425 - - - - A6-168,29 28,334-20,8 4,195 2,109 196,625 217,425-213,229 215,316 - B1 141,433 24,538 18,013 4,043 9,278 165,972 183,985 188,028 174,707 - B2 141,433 24,538 18,013 4,043 9,278 165,972 183,985 188,028 174,707 - B3 116,121 21,471 15,762 3,143 7,468 137,592 153,353 156,497 145,885 - - B4 116,121 21,471 15,762 1,373 2,952 137,592 153,353 151,98 150,402 - - B5 141,433 24,538 18,013 3,183 2,052 165,972 183,985 180,802 181,933 - - B6 141,433 24,538 18,013 3,183 2,052 165,972 183,985 180,802 181,933-217,43-13,87 1,76 4,20-9,28-1,37 3,14 188,03 11

C D C1 8,275 2,104 0 0 0 10,379 10,379 10,379 10,379 C2 24,704 5,979 1,3 0,52-1,045 30,683 31,983 32,503 30,938 C3 82,414 16,014 8,667-1,751-1,751 98,429 107,095 105,344 105,344 C4 24,704 5,979 1,3-1,045 0,52 30,683 31,983 30,938 32,503 4,4E- C5 8,275 2,104 0 0 16 10,379 10,379 10,379 10,379 - D1-29,751-3,542-2,6 1,039 2,09-33,293-35,893-36,932-33,803 - D2-44,304-7,809-5,732 2,291 4,608-52,113-57,846-60,137-53,238 - D3-42,015-7,809-5,732 4,608 2,291-52,113-57,846-48,66-60,137 - D4-29,751-3,542-2,6 2,09 1,039-33,293-35,893-33,803-36,932-1,75-1,05 0,52 107,10-60,14-1,04 2,09 4,61 V. DESAIN PENAMPANG 4.2.1.1 Gording Desain penampang untuk gording struktur rangka atap baja konvensional dilakukan menggunakan software SAP. Gording yang berjarak 1,5 m ini didesain terhadap seluruh kombinasi beban, dengan mengambil nilai strength ratio yang relatif aman dan memenuhi persyaratan lendutan ijin. Adapun model gording yang digunakan untuk analisis gording sebagai berikut : Gambar 11 Model profil gording pada SAP Digunakan profil light lip channel 100.50.50.3,2. Gambar 12 Model pembebanan gording pada SAP 12

Dari analisis SAP, didapatkan nilai strength ratio maksimum sebesar 0,860. Hasil ini menunjukkan bahwa gording ini diperkirakan mampu menahan seluruh kombinasi pembebanan yang ada. Check terhadap batas serviceability : δ δ δ ijin ijin ijin = 0,003* L = 0,003* 6000 = 18mm Dari hasil analisis SAP menggunakan model tersebut, didapat lendutan maksimum pada profil light lip channel 100.50.50.3,2 adalah 14,088 mm, sehingga δ δ ijin. Jadi, profil light lip channel 100.50.50.3,2 dapat digunakan sebagai gording pada struktur rangka atap baja konvensional yang direncanakan. 4.2.1.2 Kuda-kuda Untuk struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional, desain penampangnya dilakukan hanya menggunakan SAP. Penulis menganggap bahwa hasil desain baja pada SAP cukup terpercaya karena desain API RP2A LRFD 97 yang digunakan dalam SAP memang diperuntukkan kepada desain baja konvensional. Berikut disajikan hasil desain akhir struktur kuda-kuda baja konvensional yang direncanakan. Gambar 13 Desain akhir struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional 13

Tabel 3 Desain akhir struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional kelompok elemen A C Nomor Elemen Dimensi kelompok elemen Nomor Elemen Dimensi A1 2L.45.45.8 B1 2L.30.30.5 A2 2L.45.45.8 B2 2L.30.30.5 A3 2L.45.45.8 B3 2L.30.30.5 B A4 2L.45.45.8 B4 2L.30.30.5 A5 2L.45.45.8 B5 2L.30.30.5 A6 2L.45.45.8 B6 2L.30.30.5 C1 L.15.15.4 D1 L.25.25.3 C2 L.15.15.4 D2 2L.25.25.3 D C3 2L.15.15.4 D3 2L.25.25.3 C4 L.15.15.4 D4 L.25.25.3 C5 L.15.15.4 VI. PERENCANAAN PEMBEBANAN STRUKTUR DARI DESAIN ATAP Dari permodelan atap dapat diperoleh gaya-gaya pada tumpuan kuda-kuda yang akan menjadi input dalam pemberian beban atap pada rangka struktur bangunan. Gaya yang diambil adalah gaya yang paling menentukan, yaitu gaya terbesar pada tumpuan. Diperoleh gaya-gaya pada tumpuan sebagai berikut: Tabel 4 Reaksi Perletakan Joint Joint Pembebanan Aksial (V) Normal (H) KN KN 1 DEAD 1,989E-13 24,193 1 b.mati 8,527E-14 12,547 1 b.hidup 5,684E-14 8,255 1 b.angin+ -3,341 0,068 1 b.angin- 3,341-2,374 1 COMB1:D+d 2,842E-13 36,74 1 COMB2:D+d+L 3,411E-13 44,995 1 COMB3:D+d+L+W -3,341 45,063 1 COMB4:D+d+L-W 3,341 42,621 11 DEAD 0 22,892 11 b.mati 0 12,043 11 b.hidup 0 8,255 11 b.angin+ 0-2,374 11 b.angin- 0 0,068 11 COMB1:D+d 0 34,935 11 COMB2:D+d+L 0 43,19 11 COMB3:D+d+L+W 0 40,815 11 COMB4:D+d+L-W 0 43,257 14

DESAIN STRUKTUR RANGKA BETON I. PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BANGUNAN Dalam Tugas Akhir ini, model struktur rangka bangunan dibuat dengan menggunakan software ETABS. Pada tugas besar ini akan didesain suatu bangunan 2 lantai dengan lokasi bangunan di kota Bandung. Data karakteristik geometri bangunan diantaranya : a. Bangunan rumah 2 Lantai, b. Tinggi antar lantai dasar dan tinggi lantai tipikal sebesar 2,5 m, c. Dimensi area pelat = 3 m x 4 m dan 2 m x 3 m, d. Struktur utama bangunan direncanakan dengan sistem portal dengan konstruksi kolom, balok, dan pelat menggunakan struktur beton bertulang dan atap berupa atap kayu, e. Mutu beton (f c) = 24 Mpa untuk struktur utama. Bangunan yang akan didesain pada permodelan struktur memiliki denah dan tampak bangunan sebagai berikut : Gambar 1 Denah Struktur 1

Gambar 2 Tampak Bangunan Arah Y Gambar 3 Tampak Bangunan Arah X 2

II. PERHITUNGAN PEMBEBANAN Untuk perencanaan pembebanan ini, beberapa peraturan SNI yang kami gunakan sebagai acuan untuk pembangunan yaitu: a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) b. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726- 2002) c. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987) Beban yang diperhitungkan dalam desain struktur rangka rumah ini adalah : a. Beban Mati ( Dead Load ), dinyatakan dengan lambang D, b. Beban Hidup ( Live Load ), dinyatakan dengan lambang L, c. Beban Angin ( Wind Load ), dinyatakan dengan lambang W, 1. Beban Mati (D) Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini terdiri dari beban mati struktural (structural dead load) dan beban mati arsitektural (superimpose dead load). a. Beban Mati Struktural Beban mati struktural ini merupakan berat sendiri elemen bangunan yang memiliki fungsi struktural (menahan beban). Beban mati struktural yang diperhitungkan dalam tugas ini adalah beban struktur beton bertulang yang meliputi elemen-elemen yang materialnya terbuat dari perakitan tulangan baja dalam beton massive seperti dinding geser, pelat lantai, dll. Beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut diantaranya sebagai berikut : Baja 7850 kg/m 3 Beton bertulang 2400 kg/m 3 Pasangan Batu Merah 1700 kg/m 2 Beban-beban tersebut harus disesuaikan dengan volume elemen struktur yang akan digunakan (luas penampang profil, tebal pelat, dll). Untuk beban mati pelat lantai yang disalurkan pada balok dapat menggunakan prinsip tributary area. 3

b. Superimpose Dead Load Selain daripada beban-beban mati pada elemen struktur di atas, dikenal pula beban mati dari elemen arsitektural (superimpose dead load). Beban-beban tersebut meliputi : Beban material penutup lantai Pada lantai gedung, material penutup lantai yang digunakan adalah spesi (adukan semen) lalu ditutup dengan keramik, dengan tebal total 5 cm. Berat elemen tersebut diperhitungkan 21 kg/m 2 /cm', sehingga untuk tebal total 5 cm, beratnya 105 kg/m 2. Beban Atap Beban atap diperoleh dari hasil desain atap yang telah dihitung. Beban yang dimasukkan dalam beban atap adalah hasil gaya terbesar dari analisis desain atap. Beban plafon Plafon yang digunakan terbuat dari material semen asbes setebal 4 mm. Berat elemen tersebut diperhitungkan sebesar 11 kg/m 2. Beban hanger Hanger pada langit-langit yang digunakan terbuat dari kayu dengan bentang 5 m dan jarak s.k.s. 0,8 m. Berat elemen tersebut diperhitungkan sebesar 7 kg/m 2. Beban M / E Beban mechanical dan electrical yang diperhitungkan pada lantai gedung ini diambil sebesar 25 kg/m 2. Beban dinding Dinding yang digunakan pada gedung ini direncanakan menggunakan pasangan bata merah ½ batu untuk dinding luar dan beberapa dinding dalam. Berat elemen tersebut diperhitungkan 200 kg/m 2 /m'. 2. Beban Hidup (L) Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari 4

gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup yang diperhitungkan dalam struktur gedung ini adalah beban hidup selama masa layan (LL). Beban hidup selama pengerjaan konstruksi gedung bertingkat (L a ) tidak diperhitungkan, karena pada penggunaannya, lokasi pembebanannya sama dan diperkirakan beban hidup selama masa layan (LL) lebih besar daripada beban hidup selama pengerjaan konstruksi (L a ). Khusus pada atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan (H), baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beban hidup (LL) yang diperhitungkan dalam struktur ini meliputi : Beban pada lantai gedung rumah Beban hidup pada bagian ini diperhitungkan sebesar 200 kg/m 2. Beban pada lantai atap Beban hidup pada bagian ini diperhitungkan sebesar 100 kg/m 2. Beban hujan pada lantai atap Beban air pada atap diperhitungkan dengan rumus (40 0,8 α) kg/m 2 dengan nilai maksimum 20 kg/m 2. α adalah sudut kemiringan atap. Pada gedung ini, lantai atap datar (α = 0), sehingga beban air = 40 0,8.0 = 40 kg/m 2. Diambil beban air pada atap sebesar 20 kg/m 2. Beban hidup pada atap di dapat dari hasil analisis gaya atap yang telah didesain. III. KOMBINASI PEMBEBANAN Berdasar LRFD, dikenal enam Basic Load Combination sebagai berikut Persamaan (1) : U = 1.4 D Persamaan (2) : U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 (A atau R) Keterangan : U = kuat perlu D (dead load) = beban mati L (life load) = beban hidup A (atap) = beban angin R (rain) = beban hujan 5

IV. DESAIN STRUKTUR 1. Balok Balok merupakan komponen struktur pemikul momen, di mana balok merupakan elemen struktur melintang yang digunakan untuk mentransfer beban ke kolom. Balok ini direncanakan dengan menggunakan beton bertulang, dengan fc = 24 MPa dan menggunakan balok satu arah. i. Untuk Balok satu arah dengan satu ujung menerus Balok-balok dengan tipe satu ujung menerus dalam struktur gedung yang direncanakan adalah 1. Arah x : Dimensi tinggi (h) = Diambil 400mm L 10 = 4m 10 = 0,4m = 400mm 1 Dimensi lebar ( b ) = h 2 1 = x400mm = 200mm 2 2. Arah y : L 3m Dimensi tinggi (h) = = = 0,3m = 300mm 10 10 1 Dimensi lebar ( b ) = h 2 1 = x300mm = 150mm 2 2. Pelat Jika suatu pelat persegi ditopang oleh balok pada keempat sisinya maka pelat direncanakan sebagai pelat dua arah karena lentur terjadi pada kedua arah pelat. Namun, karena pelat dalam desain sisi yang lebih panjang memiliki panjang hampir dua kali lipat daripada sisi pelat yang pendek, untuk kemudahan perencanaan pelat / slab dalam desain struktur ini direncanakan sebagai pelat satu arah, dimana lentur hanya terjadi pada satu arah saja, yaitu pada arah tegak lurus sisi perletakan. 6

Tebal pelat rencana berdasarkan tabel tebal pelat minimum bila adalah : l h = 28 4000 h = = 142,8mm l = 4m 28 3000 h = = 107,2mm l = 3m 28 Tebal pelat rencana diambil sebesar 140 mm. 3. Kolom Kolom adalah elemen vertikal yang menerima transfer beban dari pelat, dan meneruskannya ke konstruksi fondasi di bawahnya. Pada perencanaan bangunan perkantoran ini kolom yang digunakan menggunakan balok beton bertulang dengan menggunakan profil segi empat dan memiliki beberapa tipe kolom tipikal berdasarkan tingkat elevasinya. Suatu kolom akan memikul beban gravitasi yaitu diantaranya beban dari berat sendiri pelat, beban dari berat sendiri kolom di atasnya, beban mati yang bekerja pada pelat, dan beban hidup yang bekerja pada pelat. Selain itu beban yang dipikul oleh kolom merupakan beban kumulatif dari beban-beban kolom di atasnya. Dalam tahap preliminary design, dalam penentuan dimensi kolom digunakan estimasi nilai sebagai berikut: Luas Dimensi Kolom Rencana = Pu 0,3 fc' Ket : Pu = Beban aksial yang diterima kolom fc' = Kuat rencana beton Sehingga dari luas dimensi kolom rencana akan didapatkan dimensi dari kolom rencana. Perhitungan untuk beban aksial yang diterima kolom dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu beban joint akibat beban-beban yang bekerja pada pelat dan berat sendiri kolom yang berada di atasnya. Analisis pembebanannya adalah sebagai berikut : 7

a. Akibat Beban yang Bekerja Pada Pelat Perencanaan dimensi profil kolom dalam tahap preliminary design (Tahap Perencanaan Awal), perhitungan pembebanan kolom akibat beban-beban yang bekerja pada pelat termasuk berat sendiri pelat, perhitungannya menggunakan konsep Tributary Area. Beban yang bekerja dalam konsep tributary area menggunakan beban mati dan beban hidup yang bekerja pada pelat lantai, di mana beban pada pelat lantai akan ditransfer dengan konsep tributary area ke kolom-kolom yang berada di daerah sekitarnya. Berdasarkan kondisi pembebanan, beban yang diterima oleh pelat terbagi atas dua bagian, yaitu beban dari lantai 1 dan beban atap Beban area yang diterima pelat adalah sebagai berikut : Beban Mati yang bekerja pada pelat yaitu berat sendiri pelat dan beban superimposed dead load (SIDL), yaitu a. Berat sendiri pelat = Tebal pelat rencana x ρ beton = 0,14 m x 2400 kg/m 3 = 336 kg/m 2 a. Beban Lantai Keramik + Spesi = 105 kg/m 2 b. Beban penutup atap ( Plafon ) = 11 kg/m 2 c. Beban hanger = 7 kg/m 2 d. M.E.P = 25 kg/m 2 e. Beban dinding = 50 kg/m 2 Total beban mati pada pelat = 534 kg/m 2 Beban Hidup Beban pada lantai sebesar 250 kg/m 2 Maka total beban area pada pelat Lantai 1 sampai pada lantai 5 yaitu sebagai berikut: Q area pelat lantai 1 = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 (534 kg/ m 2 ) + 1,6 (250 kg/m 2 ) = 1040,8 kg/ m 2 Sedangkan beban area pelat pada lantai 2 (atap) diantaranya : Beban pada atap didapat hasil analisis desain atap. Beban ini sudah termasuk beban mati atap, beban hidup, beban angin, dan beban hujan. Beban atap dimasukkan sebagai beban terpusat di kolom-kolom ujung tiap 6 m, sesuai dengan perletakan kuda-kuda atap, yaitu sebesar 84 KN. Perhitungan tributary area ini digunakan untuk mendapatkan beban aksial joint yang akan diterima oleh kolom. Di mana rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : 8

Beban aksial joint kolom = luas tributary area x beban area yang diterima pelat. Berdasarkan denah bangunan pada gambar 3.1, maka perencanaan kolom untuk konsep tributary area terbagi menjadi tiga jenis kolom, yaitu kolom ujung, kolom tepi dan kolom di daerah tengah. Perhitungan dengan tributary area ini khusus untuk beban lantai 1 dimana terdapat pelat. Lalu beban aksial yang diperoleh ditambah dengan beban atap. Pelat lantai pada bangunan ini sebagai area tributary, mempunyai dimensi 3000 mm x 4000 mm dan 2000 mm x 3000 mm. Daerah tributary area setiap kolom dapat dilihat pada gambar di atas pada daerah yang diarsir. Setiap daerah tributary area dibagi menjadi 4 bagian sama besar. Tributary area untuk beban kolom ujung, pada perencanaan bangunan ini terjadi pada kolom 1-A, kolom 5-A, kolom 1-D dan kolom 5-D di setiap lantai. Berikut ini merupakan tributary area untuk kolom yang berada di ujung Gambar 4 Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Ujung Luas tributary area = B x H = 2 m x 1,5 m = 3 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat ujung = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom ujung sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 3 m 2 = 3122,4 kg Tributary area untuk beban kolom tepi, pada perencanaan bangunan ini terjadi pada kolom 2-A, 3-A, 4-A, B-1, B-5, C-1, C-5, 2-D, 3-D dan 4-D di setiap lantai. Berikut ini merupakan tributary area untuk kolom yang berada di tepi : 9

Gambar 5 Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Tepi-1 Luas tributary area =(B 1 x H 1 )+(B 2 x H 2 ) = ( (2 x 1,5) + (1 x 1,5) ) m 2 = 4,5 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat tepi 1 = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom tepi 2 sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 4,5 m 2 = 4683,6 kg Gambar 6 Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Tepi-2 Luas tributary area =2 x B x H= 2 x 1,5 m x 2 m = 6 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat tepi 2 = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom tepi lantai 1 sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 6 m 2 = 6244,8 kg Tributary area untuk beban kolom tengah, pada perencanaan bangunan ini terjadi pada kolom 2-C, 3-C, 4-C, 2-B, 3-B dan 4-B di setiap lantai. Berikut ini merupakan tributary area untuk kolom yang berada di tengah : 10

Gambar 7Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Tengah Luas tributary area = 2x ((1,5 x 2) + (1,5 x 1)) = 9 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat ujung = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom 1 sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 9 m 2 = 9367,2 kg b. Akibat Berat Sendiri Kolom Diatasnya Beban aksial yang diterima kolom akan menerima pengaruh beban dari berat sendiri kolom diatasnya. Sehingga Beban aksial kolom akan mengalami kumulatif beban dari dimensi kolom diatasnya. Perhitungan berat sendiri kolom adalah luas dari dimensi ukuran kolom dikalikan berat jenis beton sebesar 2400 kg/m 2. Karena dimensi kolom belum diketahui maka perencanaan dimensi kolom hanya memperhitungkan beban area pelat. Namun dalam mempertimbangkan nilai dimensi akan dilakukan suatu faktor pengali tambahan sebagai faktor tambahan akan beban dari berat sendiri kolom Analisis perhitungan untuk menentukan dimensi kolom sebagai berikut : Gaya aksial tipikal untuk setiap jenis kolom Gaya aksial ini merupakan akabat gaya dari pelat-pelat dalam satu lantai ( belum kumulatif). Gaya aksial ini diakibatkan oleh beban pelat dan berat sendiri kolom. Analisis perhitungan dapat dilihat pada subbab a dan b di atas. Tabel perhitungan untuk setiap jenis kolom dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut : 11

A B Kolom Jenis Kolom Tabel 2 Perhitungan Gaya Aksial Joint Kolom (N) Lantai 1 Atap Kolom Jenis Kolom Lantai 1 Atap 1 Ujung 31224 21128 1 Tepi 1 46836 1935 2 Tepi 2 62448 2580 2 Tengah 93672 3870 3 Tepi 2 62448 84513 3 Tengah 93672 3870 4 Tepi 2 62448 2580 4 Tengah 93672 3870 5 Tepi 2 62448 84513 C 5 Tengah 93672 3870 6 Tepi 2 62448 2580 6 Tengah 93672 3870 7 Tepi 2 62448 84513 7 Tengah 93672 3870 8 Tepi 2 62448 2580 8 Tengah 93672 3870 9 Ujung 31224 21128 9 Tepi 1 46836 1935 1 Tepi 1 46836 1935 1 Ujung 31224 21128 2 Tengah 93672 3870 2 Tepi 2 62448 2580 3 Tengah 93672 3870 3 Tepi 2 62448 84513 4 Tengah 93672 3870 4 Tepi 2 62448 2580 5 Tengah 93672 3870 D 5 Tepi 2 62448 84513 6 Tengah 93672 3870 6 Tepi 2 62448 2580 7 Tengah 93672 3870 7 Tepi 2 62448 84513 8 Tengah 93672 3870 8 Tepi 2 62448 2580 9 Tepi 1 46836 1935 9 Ujung 31224 21128 Gaya aksial kumulatif yang diterima kolom Beban total yang diterima oleh kolom merupakan beban kumulatif dari beban-beban yang di atasnya. Beban aksial inilah yang dipergunakan dalam menentukan dimensi kolom rencana. Di mana dapat dilihat bawah beban aksial joint yang diterima kolom makin ke bawah, beban aksilah yang di terima kolom akan semakin besar nilainya. Berikut ini merupakan tabel beban kumulatif yang diterima kolom, untuk setiap jenis kolom pada setiap lantai. A B Kolom Tabel 3 Perhitungan Beban Kumulatif Kolom Jenis Pu kumulatif (N) Jenis Pu kumulatif (N) Kolom Kolom Lantai 1 Atap Kolom Lantai 1 Atap 1 Ujung 52352 21128 1 Tepi 1 48771 1935 2 Tepi 2 65028 2580 2 Tengah 97542 3870 3 Tepi 2 146961 84513 3 Tengah 97542 3870 4 Tepi 2 65028 2580 4 Tengah 97542 3870 5 Tepi 2 146961 84513 C 5 Tengah 97542 3870 6 Tepi 2 65028 2580 6 Tengah 97542 3870 7 Tepi 2 146961 84513 7 Tengah 97542 3870 8 Tepi 2 65028 2580 8 Tengah 97542 3870 9 Ujung 52352 21128 9 Tepi 1 48771 1935 1 Tepi 1 48771 1935 1 Ujung 52352 21128 2 Tengah 97542 3870 2 Tepi 2 65028 2580 3 Tengah 97542 3870 3 Tepi 2 146961 84513 4 Tengah 97542 3870 4 Tepi 2 65028 2580 5 Tengah 97542 3870 D 5 Tepi 2 146961 84513 6 Tengah 97542 3870 6 Tepi 2 65028 2580 7 Tengah 97542 3870 7 Tepi 2 146961 84513 8 Tengah 97542 3870 8 Tepi 2 65028 2580 9 Tepi 1 48771 1935 9 Ujung 52352 21128 12

Perhitungan dimensi kolom Penentuan dimensi kolom digunakan estimasi nilai sebagai berikut: : Pu Luas Dimensi Kolom Rencana = 0,3 fc' Ket : Pu = Beban aksial yang diterima kolom fc' = Kuat rencana beton Ukuran dimensi kolom yang direncanakan berdasarkan tipe kolom yang direncanakan dan setiap 2 lantai dimensi kolom akan mengalami perubahan. Dimensi kolom pada kolom ujung pada setiap lantai adalah sebagai berikut : A B C D Kolom Tabel 4 Analisis Kolom Ujung Dimensi Kolom Dimensi Kolom Jenis Pu kumulatif (N) Pu/0,3 fc' (mm2) (mm) (mm) Kolom Lantai 1 Atap Lantai 1 Atap Lantai 1 Atap Lantai 1 Atap 1 Ujung 52352 21128 11633,8 4695,1 107,9 68,5 25 25 2 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 3 Tepi 2 146961 84513 32658,0 18780,7 180,7 137,0 30 30 4 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 5 Tepi 2 146961 84513 32658,0 18780,7 180,7 137,0 30 30 6 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 7 Tepi 2 146961 84513 32658,0 18780,7 180,7 137,0 30 30 8 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 9 Ujung 52352 21128 11633,8 4695,1 107,9 68,5 25 25 1 Tepi 1 48771 1935 10838,0 430,0 104,1 20,7 20 20 2 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 3 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 4 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 5 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 6 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 7 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 8 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 9 Tepi 1 48771 1935 10838,0 430,0 104,1 20,7 20 20 1 Tepi 1 48771 1935 10838,0 430,0 104,1 20,7 20 20 2 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 3 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 4 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 5 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 6 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 7 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 8 Tengah 97542 3870 21676,0 860,0 147,2 29,3 20 20 9 Tepi 1 48771 1935 10838,0 430,0 104,1 20,7 20 20 1 Ujung 52352 21128 11633,8 4695,1 107,9 68,5 25 25 2 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 3 Tepi 2 146961 84513 32658,0 18780,7 180,7 137,0 30 30 4 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 5 Tepi 2 146961 84513 32658,0 18780,7 180,7 137,0 30 30 6 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 7 Tepi 2 146961 84513 32658,0 18780,7 180,7 137,0 30 30 8 Tepi 2 65028 2580 14450,7 573,3 120,2 23,9 25 25 9 Ujung 52352 21128 11633,8 4695,1 107,9 68,5 25 25 13