DOKUMENTASI, INFORMASI DAN DEMOKRATISASI

dokumen-dokumen yang mirip
KOMPETENSI PUSTAKA WAN KHUSUS DI ABAD KE-21 PENGANTAR

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PERPUSTAKAAN

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERJASAMA PENGEMBANGAN KOLEKSI E-RESOURCES

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat membantu komunikasi dari top manajemen hingga ke bagian

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas Sumber Daya

PERAN PERPUSTAKAAN DIGITAL DAN TEKNOLOGI INFORMASI DI ERA GLOBALISASI

KEPUTUSAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 26.TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 44 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERPUSTAKAAN PROPINSI JAWA TMUR

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOGOR dan BUPATI BOGOR

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERAN PUSTAKAWAN DI ERA INFORMASI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERPUSTAKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

B U P A T I B O Y O L A L I P R O V I N S I J A W A T E N G A H

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007: Peluang dan Tantangan Bagi Pustakawan 1

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 34 TAHUN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN SIAPKAH KITA.?

PELAKSANAAN TATA KEARSIPAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA. Burhanudin DR

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kejaksaan negeri (biasa disingkat KEJARI) adalah lembaga kejaksaan

KEBIJAKAN PEMBINAAN KEARSIPAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERPUSTAKAAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB II BADAN PERPUSTAKAAN, ARSIP DAN DOKUMENTASI PROVINSI SUMATERA UTARA. Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara

SNI 7496:2009. Standar Nasional Indonesia. ICS Badan Standardisasi Nasional 1!!J'Ii!I'I)

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

MANFAAT LITERASI INFORMASI UNTUK PROGRAM PENGENALAN PERPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP URUSAN KEARSIPAN

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. juga dapat diperoleh melalui jalur non-formal salah satunya melalui perpustakaan.

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan salah satu pengelola informasi yang. bertugas mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan merawat koleksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Widya Utami, 2013

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS OTOMASI PERPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia untuk membangun bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBAGA KEARSIPAN DAERAH (PROVINSI) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PERPUSTAKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

2. Sub Bagian Keuangan; 3. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan. c. Bidang Layanan Perpustakaan, membawahkan: 1. Sub Bidang Layanan Sirkulasi da

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan salah satu sarana dan sumber belajar yang efektif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SUMBERDAYA MANUSIA PUSTAKAWAN: SEBAGAI SALAH SATU JENJANG KARIR 1 Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, Dip.Lib., M.Sc. 2

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR Nomor : 13/IT3/PK/2012 Tentang KEBIJAKAN KEARSIPAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR REKTOR INSTITUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Perpustakaan Elektronik: Definisi, Karakteristik dan Penanganannya

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PENGEMBANGAN PROFESI PUSTAKAWAN?

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Perpustakaan khusus instansi pemerintah

Perpustakaan khusus instansi pemerintah

Perda Kab. Belitung No. 27 Tahun

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG

2015, No Kementerian sebagaimana telah tujuh kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013; 4. Peraturan Kepala Arsip Nasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

B A B I V U r u s a n W a j i b P e r p u s t a k a a n

PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT

KAJIAN PENGADAAN KOLEKSI UPT PERPUSTAKAAN DALAM MENYEDIAKAN INFORMASI YANG DI BUTUHKAN OLEH MAHASISWA UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PERPUSTAKAAN NASIONAL SEBAGAI DEPOSITORI DAN REPOSITORI PENGETAHUAN INDONESIA. Dr. Joko Santoso, M.Hum.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

BAB I PENDAHULUAN 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN 2013 BAPERSIP PROV. JATIM

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BACK OFFICE DAN LAYANAN PADA ARSIP DAERAH PROVINSI DIY

PERPUSTAKAAN IDEAL: Di Tinjau Dari Berbagai Aspek pendukungnya

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumentasi Perusahaan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1997 Nomor 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI RIAU

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PENGUSULAN ANGKA KREDIT PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN IPB

LEMBAGA KEARSIPAN PERGURUAN TINGGI, UPAYA INSTITUSI MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN. Herman Setyawan. Abstrak

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH PROVINSI PAPUA

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI PURWAKARTA,

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 66 TAHUN 2016

Transkripsi:

DOKUMENTASI, INFORMASI DAN DEMOKRATISASI Blasius Sudarsono Pustakawan PD!l-LIPI disampaikan dalam Diskusi Bulanan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hak Asasi Manusia. Jakarta: Komnas HAM, 19 Februari 2003 ABSTRAK Demokratisasi sedang menjadi bahan pembicaraan dan harapan masyarakat saat sekarang. Hak alas kemerdekaan akses informasi juga mengetengah bahkan sudah disusun rancangan undang-undangnya. Apabila undang-undang akses informasi nantinya disetujui, akan menjadi kewqjiban pemerintah dan lembaga negara /ainya untuk menyediakan informasi khususnya dengan pelaksanaan tugas mereka. Menyediakan informasi pertanggungjawaban pelaksanaan tugas berarti melakukan dokumentasi dengan benar. Uraian ini membahas kaitan antara dokumentasi, informasi dan demokratisasi. Bagi bangsa yang budaya dokumentasinya belwn da/am, rasanya kita perlu lebih awal mengenalkan kebiasaan mendokumentasikan apa-apa yang berguna sejak usia dini. Selain itu juga memulai penyadaran akan pentingnya memelihara dokumentasi keluarga. PENDAHULUAN Sebagai anggota dari pihak penyedia jasa dokumentasi dan informasi, penulis diminta menyampaikan wawasan tentang peluang dan kesulitan pusat dokumentasi dan informasi dalam mendorong demokratisasi. Demokratisasi saat ini menjadi jargon yang diangkat berbagai pihak sebagai salah satu agenda pelaksanaan reformasi. Dalam diskusi kali ini demokratisasi menjadi pusat perhatian atau objek garap dari kegiatan dokumentasi dan informasi. Penulis bukanlah ahli tentang demokratisasi. Secara sederhana demokratisasi dapat penulis artikan sebagai proses menuju tingkat demokrasi yang semakin baik dari waktu ke waktu. Masyarakat didorong ikut serta dalam membangun otoritas dan akuntabilitas pemerintah. Tidak dapat disangkal bahwa masyarakat dengan demikian perlu mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya. Tidak kalah pentingnya adalah pemahaman dan penghayatan yang benar atas nilai demokrasi dalam hidup keseharian masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu masyarakat perlu mendapatkan Dokumentasi, lnformasi dan Demokratisasi (Blasius Sudarsono) 7

semua informasi yang diperlukan, dan di pihak lain semua lembaga negara dan pemerintah dengan sendirinya harus menyediakannya. Pendokumentasian dengan sendirinya merupakan kewajiban untuk mendapatkan bukti pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi. Dalam keseharian hidup kita sebenarnya banyak penggunaan istilah yang kadang tidak jelas lagi apa yang sebenarnya dimaksud. Sering juga terjadi, istilah itu dipakai tanpa batasan yangjelas karena dianggap bahwa istilah itu sudah sering dipakai sehingga ada anggapan bahwa semua orang toh sudah tahu. Keadaan ini sebenarnya merupakan titik tolak keberangkatan menuju kekacauan. Untuk menghindari ketidaksamaan persepsi mal<a dalam paparan ini perlu terlebih dahulu dibatasi atau didefinisikan penggunaan istilah dokumentasi dan informasi 'sebagai kegiatan atau fungsi. Akan diuraikan bagaimana membangun sarana ini untuk tujuan melakukan proses demokratisasi. Selanjutnya baru akan dilihat peluang dan hambatan yang mungkin muncul dalam mendukung proses demokratisasi. DOKUMENTASI DAN INFORMASI Pengertian dokumentasi secara umum dapat disimak dari pemakaian kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam setiap kepanitiaan hampir selalu ada seksi dokumentasi. Biasanya pengertian seksi ini hanya terbatas pacta tugas untuk mengambil foto-foto kegiatan kepanitiaan tersebut, walaupun sebenarnya harus lebih dari itu. Terminologi dokumentasi antara lain dipakai pacta pengertian berikut : dokumentasi teknik, dokumentasi film, dokumentasi pribadi, dan sebagaimya. Dalam kegiatan komputerisasi maupun proses sertifikasi ISO seri 9000 juga dikenal tenninologi dokumentasi. Dalam kasus kepanitiaan tadi, petugas dokumentasi biasanya memakai kamera untuk mengabadikan peristiwa dalam bentuk foto. Dari hasil dokumentasi itu didapat berbagai informasi tentang peristiwa yang diabadikan. Kiranya kata mengabadikan dapat juga dipakai dalam menerangkan kegiatan dokumentasi secara umum. Peristiwa dapat didokumentasikan dalam bentuk tulisan, foto, rekaman, dan berbagai cara-cara lain seiring dengan kemajuan teknologi. Hasil kegiatan mengabadikan itu akhirnya menjadi salah satu sumber informasi tentang peristiwa tersebut. Bertolak dari pengertian kata mengabadikan, kegiatan dokumentasi dapat dibedakan atas tiga tahap kegiatan : mengidentifikasi atau memilih apa yang akan diabadikan; mendapatkan atau mengadakan apa yang akan diabadikan; menyimpan agar objek tersebut abadi atau lestari. i' 8 BACA Vol. 27, No. l April 2003: 7-14

Ketiga tahap tersebut menghasilkan kumpuhin objek dokumentasi (akumulasi informasi). Akumulasi informasi ini perlu ditata sedemikian rupa agar pada saat diperlukan mudah ditemukan kembali. Maka kegiatan dokumentasi harus menghasilkan suatu Sistem Simpan dan Temu Kern bali Informasi (SSTKI). Seperti tersebut dalam namanya, SSTKl merupakan pasangan antara "sistem simpan" dan "sistem temu kembali". Dua hal yang disimpan dan ditemukan kembali adalah media informasi dan substansi informasi. Sehingga dokumentasi dapat menghasilkan baik kumpulan (koleksi) "media informasi" maupun kumpulan (koleksi) "substansi informasi". Tabel berikut melihat arti dokumentasi secara umum dengan beberapa contoh objek. OBJEK SISTEM SISTEMTEMU DOKUMENTASI SIMP AN MEDIA KEMBALI INFORMASI SUBSTANSI INFORMASI a. literatur atau pustaka koleksi pustaka katalog atau pangkalan data literatur (bibliografi) b. sural atau dokumen koleksi arsip kartu kendali/ basis data lain kearsipan c. spesimen botani herbarium pangkalan data spesimen botani d. spesimen zoologi museum zoologi pangkalan data spesimen zoologi e. artefak museum pangkalan data koleksi museum f. musik koleksi musik pangkalan data musik (diskotek) Daftar di alas masih dapat diteruskan untuk berbagai objek dokumentasi lainnya, yang bisa beraneka ragam tennasuk pengetahuan baik yang sudah terekam (explixit knowledge) maupun yang belum (tacit knowledge). Teknologi komputer dan telekomunikasi (TI) menjadikan SSTKI merupakan sarana dalam manajemen pengetahuan (knowledge management) dan dapat diakses dari jarak jauh melalui sistem jaringan komputer (Internet). Dokumentasi, lnformasi dan Demokratisasi (Blasius Sudarsono) 9

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila seseorang memerlukan informasi dan dia sendiri tidak memilikinya maka dia akan berusaha bertanya ke pihak lain atau mencarinya ke suatu pusat informasi. Dengan demikian fungsi utama suatu pusat informasi adalah menjawab pertanyaan atau memenuhi kebutuhan informasi para pemakai. Dapat juga dikatakan batasan yang dipakai (working definition) dalam menyelenggarakan jasa informasi adalah: berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan injormasi para pemakai. Untuk dapat menjawab pertanyaan para pemakai, suatu pusat informasi haruslah memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan ini dapat berada dalam diri petugas (tacit knowledge) ataupun yang berada di dalam berbagai bentuk koleksi informasi yang terekam (explixit knowledge). Petugas informasi harus dapat mendayagunakan koleksi informasi baik yang dimiliki sendiri ataupun dimiliki pihak lain. Seperti telah disebut proses layanan informasi selalu berorientasi kepada kepentingan pengguna. Maka langkah awal dalam pelayanan adalah mengetahui informasi apa yang diperlukan oleh pengguna. Dalam hal ini biasanya diperlukan wawancara antara petugas informasi dengan pengguna. Idealnya petugas mempunyai pengetahuan cukup dalam substansi yang dicari pengguna. Petugas hendaknya mengenal berbagai sumber infonnasi yang biasanya adalah produk dokumentasi. Selain itu kemampuan dalam mengeksploitasi produk dokumentasi menjadi hal yang mendasar. Sumber informasi ini seperti telah di sebut di muka dapat berupa terbitan literatur sekunder yang tercetak sampai produk dalam bentuk digital baik off-line maupun on-line dalam jaringan informasi global. Proses seperti ini sedikit banyak masih membedakan fungsi antara pengguna dan petugas informasi. Perkembangan menunjukkan bahwa kolaborasi antara keduanya sangat menguntungkan khususnya dalam satu organisasi. Dalam hal ini hendaknya yang dilihat pertama adalah permasalahan yang dihadapi atau yang harus dipecahkan. Pertugas informasi menempatkan diri sebagai bagian dalam proses pemecahan masalah, bukan sekedar menjawab pertanyaan pihak yang bertugas memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian petugas informasi mendapat tempat yang layak dalam proses penyelesaian permasalahan, atau dengan kata lain petugas informasi mendapat tempat dalam institusi atau lembaga induknya. PENGEMBANGAN KOLABORATIF DAN SUMBERDA YA Dengan pergeseran proses sepetti telah diterangkan di muka, maka pembangunan suatu pusat dokumentasi dan informasi sebenarnya dapat saja hanya menjadi produk samping dari kegiatan penelitian atau investigasi. Tetapi hal ini dapat terjadi jika dan hanya jika para peneliti dalam suatu lembaga telah benarbenar memahami, manghayati dan melaksanakan konsep-konsep dokumentasi dan 10 BACA Vol. 27, No. l Apri12003: 7-14

infonnasi. Dengan melaksanakan itu semua maka kegiatan dalam mengakumulasi informasi sebagai modal dasar suatu pusat dokumentasi dan informasi dapat tetjadi secara otomatis. Secara lebih jelas dapat dikatakan apabila para peneliti ataupun para pengambil keputusan secara konsekuen mendokumentasikan semua hasil kerja baik yang berupa data, infonnasi dan pengetahuan dalam suatu sistem dokumentasi yang benar, maka akan terwujud suatu akumulasi informasi sebagai modal dasar pusat informasi. Akumulasi ini ditata dalam bentuk pangkalan data, informasi maupun pengetahuan (data-base, information-base dan knowledgebase). Selain itu juga akan terjadi akumulasi fisik dokumen yang dapat dikelola menggunakan cara-cara perpustakaan. Di sinilah perlunya tenaga dokumentasi dan informasi untuk dapat melaksanakan secara teknis kegiatan dokumentasi dan informasi secara baik dan benar. Dari sisi petugas dokumentasi dan informasi, pengembangan atau pembangunan pusat dokumentasi dan informasi dapat dimulai dengan partisipasi mereka dalam menyelesaikan pennasalahan yang timbul atau dihadapi oleh institusi ataupun lembaga penelitian. Untuk dapat membantu menjawab pertanyaan inilah diperlukan akuisisi data, infonnasi ataupun pengetahuan yang berhubungan. Hasil akuisisi data, informasi, maupun pengetahuan yang dipakai untuk menyelesaikan permasalahan inilah yang kemudian ditata dalam sistem dokumentasi sebagai pangkalan data, informasi, dan pengetahuan. Selain itu juga diperoleh akumulasi dari dokumen seperti halnya pendekatan peneliti dalam mendokumentasikan karyanya. Dapat dimengerti bahwa proses pembangunan pusat dokumentasi dan informasi dapat dilakukan secara kolaboratif antara para peneliti dan penentu kebijakan di si!tu pihak dengan para petugas dokumentasi dan informasi di lain pihak. Cara pendekatan pembangunan ini masih jarang dikerjakan. Biasanya para peneliti maupun para penentu kebijakan kurang memperhatikan hal ini. Di pihak lain para petugas dokumentasi dan informasi enggan berhubungan dengan para peneliti maupun para penentu kebijakan. Dengan pendekatan pembangunan kolaboratif ini terlihat yang utama dan pertama adalah adanya sumberdaya manusia yang cakap dan memahami permasalahan. Di tiap organisasi yang jelas sudah ada adalah para penentu kebijakan dan fungsional pelaksana kegiatan utama organisasi. Dua kelompok inilah yang harus memulai membangun pusat informasi. Namun keduanya memang harus sudah memiliki pengetahuan dasar dokumentasi dan informasi. Hal ini sebenarnya tidaklah terlalu sukar untuk dikuasai. Yang terpenting adalah menjawab pertanyaan tentang kemauan mereka dalam membangun pusat dokumentasi dan informasi. Apakah mereka mau membangunnya dan akan memakai informasi dalam melaksanakan tugas utama mereka. Kalau dari pihak pengambil keputusan dan para fungsional tidak sepenuhnya mau, maka tidak perlu mimpi memiliki suatu pusat dokumentasi dan informasi yang baik. Dokumentasi, lnformasi dan Demokratisasi [Blasius Sudarsono) II

Sumberdaya berikut yang diperlukan adalah yang bersifat substantif data, infonnasi, maupun pengetahuan. Minimal yang dihasilkan oleh lembaga sendiri merupakan kekayaan yang tidak ternilai. Barulah pengadaan dari luar, apabila diperlukan. Perkembangan sekarang sebenarnya lebih menekankan akan hak pakai dari pada hak milik. Karena harganya yang mahal maka diantara pusat dokumentasi dan informasi lalu mengadakan pendayagunaan bersama atasnya. Dengan adanya jaringan global, maka sebenarnya banyak infonnasi yang dapat diakses secara cuma-cuma dari begitu banyaknya perpustakaan virtual yang ada. Kemampuan menggunakan berbagai jenis sumber daya infonnasi inilah yang perlu dikuasai oleh sumber daya man usia yang sudah ada. Sumber daya berikut yang penting adalah peralatan. Ketersediaan akan. peralatan telekomunikasi dan komputer merupakan keharusan bagi pusat dokumentasi dan. informasi di era sekarang. Penguasaan alas teknologi informasi juga menjadi keharusan. Suka atau tidak suka hal ini memang harus dikuasai. Begitu banyak informasi yang dapat diperoleh dari sumber-sumber di jaringan global. Namun tidak kalah pentingnya juga bagaimana menyediakan kemudahan agar infonnasi lokal dapat ikut berada dalam jaringan global itu. Dalam masyarakat informasi nanti, semua peralatan ini merupakan standar yang harus dikenal dan dimiliki. Selanjutnya perlu dimiliki prasarana yang memadai. Dalam hal ini dapat disebut adanya peraturan atau standa1 manual yang baik untuk menjaga pelaksanaan proses secara konsisten. Dengan demikian akan menjaga kualitas informasi yang dikelola. Adanya standar dalam proses ini juga akan memudahkan pe1iukaran informasi antar institusi sejenis. Selain sumberdaya yang cukup, posisi unit dokumentasi dan informasi dalam setiap organisasi akan menentukan berhasil atau tidaknya unit tersebut melaksanakan tugasnya. Idealnya unit dokumentasi dan informasi merupakan unit fungsional dengan akses terbuka dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan tertinggi organisasi. Dalam setiap rapat strategis, walaupun tidak ikut memutuskan hendaknya pihak unit dokumentasi hadir dalam pe1iemuan tersebut untuk mengetahui dan mendokumentasikan setiap hasil dan kebutuhan organisasi atas infonnasi. Komunikasi kepada pimpinan organisasi hendaknya dapat dilakukan tanpa hambatan proses birokrasi yang kaku. Akses terbuka diartikan bahwa semua sivitas dalam organisasi mempunyai kesempatan sama dalam memanfaatkan fasilitas ini. Akses bagi pihak luar tentu dapat diatur mengikuti kebijakan informasi organisasi. 12 BACA Vol. 27, No. l April 2003: 7-14

PELUANG DAN HAMBATAN DALAM DEMOKRATISASI Dokumentasi yang dilakukan dengan benar dan lengkap akan menghasilkan akumulasi informasi yang tidak ternilai. Dengan kebijakan akses informasi yang tepat tidak dapat disangkal bahwa kemudahan dokumentasi dan informasi akan menjadi sarana vital dalam proses demokratisasi. Kemajuan teknologi informasi yang sudah merata dapat digunakan oleh masyarakat luas akan menjadikan informasi siap di ujung jari. Gerakan internasional di kalangan pustakawan dan petugas informasi lainnya bahkan telah membuat manifesto tentang kemerdekaan akses informasi oleh masyarakat tanpa mengenal perbedaan. Namun apakah kondisi yang mensyaratkan kemerdekaan akses terhadap informasi telah terjadi di Indonesia dan apakah kita telah menganut kultur dokumentasi yang benar? ltulah pertanyaan yang harus kita jawab. Apabila jawabannya belum maka kita harus betjuang agar jawaban itu menjadi positif. Rancangan undang-undang kebebasan akses informasi telah disiapkan dan bersyukur bahwa beberapa hari yang lalu Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui untuk mengagendakan pembahasan RUU tersebut. Jalan panjang masih harus dilalui. Yang perlu dicermati tentu materi RUU yang akan dibahas. Apakah benar bahwa materi itu akan menjadikan masyarakat luas mudah dalam mengakses infonnasi? Nampaknya yang tercakup dalam RUU sejauh ini masih mengutamakan materi informasi tentang pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga negara dan pemerintahan yang memang seharusnya diketahui oleh masyarakat luas. lnformasi lain sepet1i informasi ilmiah belum mendapat porsi pengaturan. Kita sadari bahwa masih banyak pekerjaan rumah kita dalam mengatur kebijakan informasi dan teknologi infonnasi. Sekali lagi pertanyaan yang selaltt terngiang adalah apakah kebijakan itu nantinya benar akan menjadikan kemudahan dalam akses informasi atau sebaliknya? Inilah yang benar benar harus dicermati. Apabila dianut logika dokumentasi dan informasi seperti yang telah diuraikan, sebenarnya yang mendesak harus ada adalah kewaj iban mendokumentasikan setiap kegiatan organisasi baik pemerintah maupun nonpemerintah. lnilah yang lebih dahulu harus diatur dengan undang-undang. Kita harus menyadari bahwa kita belum memiliki kultur dokumentasi. Dokumentasi memang mahal dan dapat menjadi ancaman bagi pihak yang tidak menginginkan bukti dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Undang-undang yang sudah dimiliki sejauh ini hanyalah undang-undang pokok tentang kearsiapan dan undangundang tentang dokumen perusahaan. Penekanan kedua undang-undang itu sayangnya masih berat pada arsip statis. Padahal untuk menghasilkan arsip statis yang benar diperlukan praktek "records management" yang benar pula. Secara teknis telah disiapkan rancangan standar nasional untuk hal ini. Namun pelaksanaan standar adalah sukarela. Diperlukan aturan yang lebih mengikat. Do/wmentasi, Jnformasi dan Demokratisasi (Blasius Sudarsono) 1 3

Secara jujur harus kita akui bahwa kemudahan dokumentasi dan infonnasi menjadi vital dalam proses demokratisasi. Namun hambatan untuk itu nampaknya juga besar, terutama bangsa ini belum memiliki kultur dokumentasi. Hal ini antara lain juga tampak dalam praktek sehari-hari. Masih sangat sedikit organisasi yang menyadari akan aset pengetahuan yang mereka miliki dan mendokumentasikannya dengan baik. Pertanyaan mendasar bagi kita petugas dokumentasi saja kadang masih ragu akan perkerjaan kita ini. Apabila ada pekerjaan lain apakah kita akan alih profesi? KESIMPULAN DAN USUL Pelaksanaan fungsi dokumentasi dan layanan informasi memang menjadi vital dalam proses demokratisasi. Amat disayangkan bahwa kultur dokumentasi belum nyata mengakar. Kemampuan dalam melakukannya juga masih terbatas. Situasi ini memang perlu didukung dengan aturan yang mewajibkan. Langkah menuju penyusunan aturan sudah dimulai walau dapat dikatakan masih harus melalui jalan panjang dan mungkin menjadi sukar dan berkepanjangan. Nampaknya perlu usaha lain dalam jangka panjang untuk menyiapkan bangsa ini memiliki kultur dokumentasi. Beberapa langkah yang diusulkan untuk mengimbangi usaha yang sejauh ini sudah dilakukan adalah dengan menyiapkan generasi muda agar nantinya berbudaya dokumentasi. Cara yang ditempuh dapat dengan mengajarkan bagaimana siswa sekolah dasar merawat bahan ajarnya secara baik. Kegiatan ini sejalan dengan pola kurikulum yang berbasis kemampuan. Kegiatan pendidikan katanya mengajar bagaimana belajar dan mengelola informasi. Bagi masyarakat luas kiranya dapat diadakan gerakan menyadarkan mereka akan tertib dokumen keluarga. Gerakan ini dapat kita lakukan dengan mudah dan tanpa biaya, apabila kita mau menyampaikan dalam setiap kesempatan pembicaraan silaturahmi kita dengan keluarga lain. Kita dapat menanyakan apakah mereka sudah merawat dokumen keluarga mereka secara benar? Kalau bel urn itu adalah tugas kita sebagai pelaksana dokumentasi dan informasi menerangkan dan meyakinkan mereka agar lebih menghargai informasi terekam. 14 BACA Vol. 27, No.1 Apri12003: 7-14