Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

dokumen-dokumen yang mirip
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan

ANALISIS FENOMENA HUJAN ES (HAIL) DUSUN PAUH AGUNG, LUBUK MENGKUANG, KAB. BUNGO, PROVINSI JAMBI TANGGAL 2 FEBRUARI 2017

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISA CUACA BANJIR DI ACEH UTARA TGL FEBRUARI 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan)

STASIUN METEOROLOGI KLAS I SERANG

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN HUJAN LEBAT DI AMBON TANGGAL 29 JULI 2016

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS CUACA EKSTREM NTB HUJAN LEBAT DI SAMBELIA LOMBOK TIMUR TANGGAL 08 FEBRUARI 2017

ANALISIS CUACA EKSTREM NTB HUJAN LEBAT DI STASIUN METEOROLOGI BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK TANGGAL 11 FEBRUARI 2017

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

Frekuensi Sebaran Petir pada Kejadian Hujan Ekstrem di Stasiun Meteorologi Citeko... (Masruri dan Rahmadini)

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di Program Studi Meteorologi. oleh : M. RIDHO SYAHPUTRA ( )

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017

2 BAB II TEORI DASAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA CUACA BANJIR DI ACEH UTARA TGL JANUARI 2016

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 BAB IV HASIL DAN ANALISA

ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

3 BAB III DATA DAN METODOLOGI

Analisis Potensi Terjadinya Thunderstorm Menggunakan Metode SWEAT di Stasiun Meteorologi Sultan Iskandar Muda

ANALISIS HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI WILAYAH AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH (7 FEBRUARY 2017)

Novvria Sagita dan Ratih Prasetya Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Jl. AA Maramis Bandara Sam Ratulangi, Manado 59374

PENGARUH CUACA TERHADAP GELOMBANG (Study Kasus Terjadinya Gelombang Tinggi Di Pantai Sawarna Lebak Provinsi BantenTanggal April 2015)

Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KAJIAN METEOROLOGI KEJADIAN BANJIR BANDANG SAMBELIA TANGGAL 9 DAN 11 FEBRUARI 2017

IDENTIFIKASI CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH ACEH PIDIE PROPINSI ACEH, TANGGAL 01 JANUARI

Novvria Sagita 1), Ratih Prasetya 2) Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

IDENTIFIKASI CUACA TERKAIT KEJADIAN LONGSOR DI WILAYAH ACEH BESAR TANGGAL 9 SEPTEMBER

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

PENENTUAN NILAI AMBANG BATAS AWAN KONVEKTIF PADA PRODUK SWWI MENGGUNAKAN DATA RADAR CUACA DI WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW (Studi Kasus 20 Februari 2015)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI BULELENG TANGGAL 17 JANUARI 2017

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

IDENTIFIKASI CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI WIL KAB. ACEH SELATAN TANGGAL 14 JULI 2016

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

ANALISIS HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN RADAR CUACA DI JAMBI (Studi Kasus 25 Januari 2015)

ANALISIS KEJADIAN KABUPATEN SEKADAU, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 19 FEBRUARI 2017

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA

ANALISIS CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI WILAYAH KAB. SUMBAWA TANGGAL 11 FEBRUARI 2017

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

ANALISIS BANJIR DI KABUPATEN SEKADAU TANGGAL 21 JANUARI 2017

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

ANALISIS ANGIN KENCANG DI KOTA BIMA TANGGAL 08 NOVEMBER 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

ANALISIS CUACA EKSTREM NTB HUJAN LEBAT DI LOMBOK TIMUR TANGGAL 17 JANUARI 2017

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk sebagai salah satu wilayah yang berada di daerah

ANALISIS KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR TANGGAL NOVEMBER 2017

I. INFORMASI METEOROLOGI

STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA

PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun Meteorologi Nabire

ANALISIS PERTUMBUHAN, PERGERAKAN, DAN INTENSITAS SIKLON TROPIS MARCIA BERBASIS DATA SATELIT MTSAT

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

Transkripsi:

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir. 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

Analisis Wind Gust untuk Project Planning Offshore Rig Move PT. TOTAL E&P Indonesie (Studi Kasus: Blok Mahakam, Kalimantan Timur) BERNARDUS ARVIN RINALDI Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Dalam operasi pengeboran oleh PT. TOTAL E&P Indonesie (TEPI) di perairan, rig ditarik beberapa kapal menuju titik pengeboran yang disebut offshore rig move. Dalam keberjalanannya, kegiatan offshore rig move di wilayah Blok Mahakam dapat terhambat oleh fenomena meteorologi dimana nilai kecepatan angin yang meningkat drastis dalam waktu singkat, yang disebut dengan wind gust. Dalam menganalisis fenomena wind gust, diperlukan data Automatic Weather Station (AWS) dengan resolusi temporal yang tinggi yaitu per menit karena fenomena wind gust terjadi dalam waktu yang cukup singkat, dari 1 detik hingga 10 menit. Penelitian ini dimulai dari identifikasi dan analisis wind gust dengan studi kasus terjadinya wind gust di Blok Mahakam pada tanggal 24 Februari 2011 untuk melihat rambatan wind gust dari satu site menuju site lainnya. Identifikasi keberadaan awan Cumulonimbus di Blok Mahakam akan dilakukan pada studi kasus dan mengidentifikasi kemungkinan terbentuk cold pool yang berakibat terjadinya thunderstorm outflow atau wind gust dari awan Cumulonimbus. Data 6 stasiun meteorologi TEPI (2010 2012) akan digunakan untuk menghitung frekuensi wind gust di Blok Mahakam. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa fenomena wind gust di Blok Mahakam disebabkan oleh thunderstorm outflow dari awan Cumulonimbus yang dibarengi dengan cold pool yang merambat dari selatan yaitu site Senipah menuju site TRF. Awan Cumulonimbus tidak berada di wilayah Blok Mahakam ketika terjadi wind gust pada studi kasus, namun berada di sebelah barat Blok Mahakam. Berdasarkan frekuensi wind gust di Blok Mahakam (2010 2012), wind gust paling banyak terjadi pada bulan Januari April sebanyak 35 kali, dan pada pagi hari (04.00 WITA 09.00 WITA) sebanyak 25 kali dari total 46 kali terjadinya. Kata kunci: : wind gust thunderstorm outflow, thunderstorm clouds 1. Pendahuluan Dalam operasi pengeboran minyak dan gas oleh PT. TOTAL E&P Indonesie (TEPI) di wilayah perairan, rig yang merupakan alat untuk melakukan pengeboran minyak dan gas, ditarik oleh beberapa kapal menuju lokasi pengeboran yang disebut dengan offshore rig move. Kegiatan offshore rig move di wilayah Blok Mahakam seringkali terhambat oleh suatu fenomena meteorologi dimana nilai kecepatan angin meningkat drastis dalam waktu singkat, yang disebut dengan wind gust. Pada tanggal 24 Februari 2011, rig TEPI kandas akibat wind gust yang terjadi ketika rig move dengan estimasi kerugian sekitar tiga miliar rupiah (Sularno, personal communication, 2012). Wind gust merupakan fenomena dimana nilai kecepatan angin secara tiba-tiba meningkat drastis yang terjadi akibat turbulensi, dengan nilai kecepatan angin diatas 8 m/s dan variasi terhadap nilai kecepatan angin saat sudah stabil yaitu minimal 5 m/s (Branlard, 2008). Wind dapat disebabkan oleh aliran downdraft dari awan Cumulonimbus / kumpulan awan Cumulonimbus yang dapat mencapai radius ratusan kilometer dan biasanya diiringi dengan turun hujan (Chowdhury, 2011). Pengaruh awan cumulonimbus terhadap terjadinya wind gust juga dapat berasal dari thunderstorm outflow dari awan Cumulonimbus itu sendiri, yang diiringi dengan pembentukan cold pool ketika awan Cumulonimbus berada pada tahap disipasi. Berdasarkan penelitian Bidokhti dan Hashem (2001), salah satu karakteristik wind gust yang merupakan thunderstorm outflow adalah terjadi penurunan temperatur permukaan, nilai kelembaban meningkat, dan kebanyakan dibarengi dengan turunnya hujan. Selain disebabkan oleh downdraft, downburst, dan thunderstorm outflow dari awan Cumulonimbus, fenomena wind gust juga dapat 1

disebabkan oleh turbulensi dari downslope wind yang dengan cepat menurun melewati lembah pegunungan, dan biasanya tidak diiringi dengan turunnya hujan (Calvetti, 2012). Namun dengan mempertimbangkan wilayah kontur di Blok Mahakam yang cenderung datar, wind gust di Blok Mahakam tidak mungkin disebabkan oleh downslope wind. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dari fenomena wind gust di Blok Mahakam 2. Data dan Metode Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data automatic weather station (AWS) di 6 site TEPI, yaitu Senipah, Handil, CPU, SPU, NPU, dan Badak TRF, dari tahun 2010 2012 dengan resolusi temporal per menit untuk mengidentifikasi dan menganalisis wind gust di Blok Mahakam. Kemudian mengidentifikasi keberadaan awan Cumulonimbus menggunakan data MTSAT kanal IR1 dan IR2 dengan resolusi 0.05 o x 0.05 o. Berdasarkan identifikasi awan Cumulonimbus akan dilakukan identifikasi apakah awan Cumulonimbus berada pada tahap matang atau disipasi dengan data TRMM per-3 jam, yaitu berdasarkan intensitas curah hujan. Sebagai data pendukung digunakan data informasi geografis Blok Mahakam dari Map Geographic Information System (GIS) TEPI untuk mengetahui jarak dari tiap site-nya dan kontur Blok Mahakam. Untuk menganalisis fenomena wind gust di Blok Mahakam, dimulai dari identifikasi dan analisis dari fenomena wind gust di Blok Mahakam dari data 6 stasiun meteorologi selama tahun 2010 2012 berupa analisis keterkaitan terjadinya fenomena wind gust dengan anomali parameter cuaca lain ketika terjadi wind gust. Penulis dalam hal ini menerapkan threshold klasifikasi wind gust berdasarkan Mitsuta (1989) dengan memodifikasi nilai maksimal kecepatan angin menjadi lebih tinggi yaitu 25 knot Identifikasi dan analisis fenomena wind gust akan dilakukan dengan mengambil 1 studi kasus pada tanggal 24 Februari 2011, dimana telah terjadi wind gust di Blok Mahakam yang mengakibatkan rig TEPI kandas. Setelah itu akan dilakukan identifikasi awan Cumulonimbus yang terdapat di wilayah kajian dari data citra satelit MTSAT. Dari hasil klasifikasi awan Cumulonimbus kemudian akan dilihat dari citra spasial TRMM untuk mengetahui awan Cumulonimbus pada wilayah kajian berada pada tahap matang atau disipasi. Awan Cumulonimbus pada tahap disipasi ditunjukkan dengan karakteristik penurunan nilai intensitas curah hujan dan menyebabkan permukaan dibawahnya menjadi dingin yang menjalar ke wilayah lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya wind gust yang merupakan thunderstorm outflow. Kemudian dilakukan penghitungan statistik jumlah frekuensi fenomena wind gust di Blok Mahakam dari tahun 2010 2012 untuk mengetahui periode dimana wind gust sering terjadi. Dalam identifikasi keberadaan awan Cumulonimbus dengan data MTSAT dan identifikasi cold pool dari intensitas curah hujan spasial dengan data TRMM, akan diambil domain wilayah dengan koordinat 110 BT 119 BT dan 5 LS 4 LU. Identifikasi awan Cumulonimbus dengan data MTSAT mengacu pada penelitian Suseno (2012) yang mana terdiri dari 2 threshold, Threshold pertama nilai TBB IR1 yang digunakan hanyalah yang bernilai antara 200 K < TBB IR1 < 225 K. Awan Cumulonimbus merupakan awan tebal yang tingginya mencapai 8 kilometer (www.meteo.itb.ac.id) sehingga nilai TBB IR1 nya sangat rendah. Kemudian untuk threshold kedua adalah selisih antara nilai TBB IR1 dan TBB IR2 berkisar antara -2 < TBB IR1 TBB IR2 < 2. Semakin kecil selisih nilai TBB IR1 dengan TBB IR2 mengindikasikan semakin tebalnya awan Cumulonimbus. Gambar 2.1 Wilayah Penelitian di Blok Mahakam (sumber: Map GIS TEPI) 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Identifikasi dan Analisis Fenomena Wind Gust Identifikasi dan analisis wind gust yang terjadi di Blok Mahakam dilakukan dengan mencari apakah fenomena wind gust di satu site memiliki pengaruh terhadap site lain di rentang waktu yang berdekatan. Untuk tujuan tersebut maka akan diambil salah satu waktu kajian dimana terjadi wind gust di wilayah Blok Mahakam, yaitu pada tanggal 24 Februari 2011. Dari time series nilai kecepatan angin saat wind gust di 5 site pada Gambar 3.1, diketahui bahwa nilai kecepatan angin saat peak wind gust di 5 site hampir sama, berkisar antara 25 27 knot. Terjadinya wind gust pada 5 site tersebut juga terjadi berurutan, dimulai dari arah selatan yaitu dari Senipah (pukul 08.41 WITA), menuju Handil (pukul 08.53 WITA), CPU (pukul 09.10 WITA), NPU (pukul 09.32), dan Badak TRF (pukul 09.37). Diketahui jarak terjauh antar site, yaitu dari site Senipah (barat daya) menuju site Badak TRF (timur laut), yang dapat mencapai 105,5 km. Pada hari yang sama di Stasiun Meteorologi Sepinggan Balikpapan terdeteksi nilai kecepatan angin yang tinggi yaitu 25 knot yang berpotensi sebagai wind gust pada pukul 08.00 WITA. Balikpapan sendiri berada 80 km 2

Kejadian fenomena wind gust pada waktu lain di Blok Mahakam juga menunjukkan karakteristik yang sama dan dapat dilihat pada Bab Lampiran. Tabel 3.1 Windbarb di 5 site pada tanggal 24 Februari 2011 Untuk menganalisis anomali parameter cuaca selain kecepatan angin pada saat terjadi wind gust, akan digunakan data dari site TRF untuk dianalisis lebih lanjut. Penggunaan data dari site TRF untuk dianalisis lebih lanjut didasarkan pada titik pengeboran / sumur yang banyak terdapat di utara Blok Mahakam. Berikut ini akan dilihat pola parameter cuaca selain kecepatan angin yaitu tekanan (mb), arah angin ( ), temperatur ( C), kelembaban relatif (%), dan intensitas curah hujan (mm/menit) dari 2 jam sebelum terjadi wind gust hingga 1 jam setelah terjadi wind gust. Berdasarkan perbandingan time series parameter-parameter cuaca pada Gambar 3.2 yaitu tekanan, arah angin, kelembaban relatif, temperatur dan intensitas curah hujan ketika terjadi wind gust, dapat dilihat bahwa nilai arah angin terlihat normal dan tidak terdapat anomali baik sebelum, ketika, maupun setelah terjadinya wind gust. Gambar 3.1 Wilayah Penelitian di Blok Mahakam (sumber: Map GIS TEPI) Untuk arah angin pada saat terjadi wind gust pada tanggal 24 Februari 2011 di Blok Mahakam juga menunjukkan karakteristik yang sama di setiap sitenya dan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Senipah dengan nilai kecepatan angin saat peak 27 knot dan arah angin 248, Handil 26 knot dengan 252, CPU 27 knot dengan 248, NPU 27 knot dengan 225, Badak TRF 25 knot dengan 203. Berdasarkan Gambar 3.1 dan Tabel 3.1, dengan nilai vektor angin ketika peak wind gust yang relatif sama di setiap site-nya, dan waktu terjadinya wind gust yang beriringan dari site Senipah (barat daya) menuju TRF (timur laut), dapat diketahui penyebab wind gust pada Tanggal 24 Februari 2011 di 5 site TEPI berasal dari satu sumber yang sama. Gambar 3.2 (a) Time series tekanan dalam satuan hpa, (b) arah angin dalam, (c) kelembaban relatif dalam %, (d) temperatur dalam C, (e) intensitas curah hujan dalam mm/menit di TRF pada tanggal 24 Februari 2011 3

Pada saat terjadi wind gust pada pukul 09.37 WITA terjadi juga hujan dengan intensitas 6 mm/10 menit, sesaat setelah terjadi wind gust. Seiring dengan terjadi hujan di waktu dan wilayah kajian, maka terjadi kenaikan nilai kelembaban relatif dan penurunan nilai temperatur (Gambar 3.2 c dan d). Fenomena wind gust juga diiringi dengan terjadinya penurunan nilai tekanan sebesar 1 milibar dari 20 menit sebelum hingga saat terjadi wind gust (Gambar 3.2.a). Dari hasil olahan data stasiun meteorologi secara keseluruhan di wilayah Blok Mahakam dari tahun 2010-2012, sebagian besar fenomena wind gust selalu diiringi dengan hujan. Karakteristik ini mengindikasikan wind gust di Blok Mahakam diiringi dengan cold pool yang menandakan wind gust di Blok Mahakam merupakan akibat dari thunderstorm outflow dari awan Cumulonimbus (Bidokhti dan Hashem, 2011). Berikut pada Gambar 3.4 merupakan penurunan nilai temperatur dari keseluruhan fenomena wind gust yang terjadi di 6 site TEPI di Blok Mahakam (2010 2012), yang menunjukkan wind gust di Blok Mahakam selalu diriingi dengan anomali atau penurunan nilai temperatur. Perhitungan penurunan nilai temperatur yaitu nilai temperatur 20 menit sebelum wind gust dikurangi nilai temperatur 20 menit setelah terjadi wind gust. Pengambilan waktu 20 menit sebelum dan setelah terjadi wind gust didasarkan pada nilai puncak temperatur di setiap waktu yang pada umumnya berada pada 20 menit sebelum wind gust dan nilai temperatur terendah pada 20 menit setelah terjadi wind gust. Gambar 3.4 Penurunan nilai temperatur dari jumlah kejadian wind gust di Blok Mahakam (2010 2012) 3.2 Analisis Penyebab Wind Gust di Blok Mahakam Gambar 3.3 Time series temperatur di 5 site tanggal 24 Februari 2011 Berdasarkan Gambar 3.3 dapat diketahui bahwa fenomena wind gust di Blok Mahakam yang merambat dimulai dari selatan juga terlihat di grafik nilai temperatur yang menurun terlebih dahulu dimulai dari selatan, yaitu Senipah menuju timur laut, yaitu TRF. Berdasarkan pembahasan di subbab sebelumnya, diketahui bahwa fenomena wind gust pada saat studi kasus terjadi beriringan dari barat daya, yaitu site Senipah menuju timur laut, yaitu TRF, dengan jarak mencapai 105, 5 kilometer. Fenomena wind gust di 5 site di Blok Mahakam pada studi kasus terjadi pada sekitar pukul 08.30 WITA hingga 10.00 WITA. Fenomena wind gust pada hari yang sama juga terjadi di Balikpapan, yang berjarak 80 kilometer ke arah selatan Senipah, pada pukul 08.00 WITA. Besar kemungkinan wind gust di Blok Mahakam memiliki keterkaitan dengan wind gust di Balikpapan. Akibat pengaruh wind gust yang menjalar mencapai ratusan kilometer, kemungkinan besar wind gust pada studi kasus merupakan thunderstorm outflow dari kumpulan awan Cumulonimbus yang jangkauannya dapat mencapai ratusan kilometer dan diiringi dengan penurunan nilai temperatur (Bidokhti, 2001). Identifikasi awan Cumulonimbus dengan data MTSAT akan dilakukan dengan mengacu pada threshold berdasarkan Suseno (2012) 4

Gambar 3.5 merupakan hasil pengklasifikasian awan Cumulonimbus dari data MTSAT, dengan skala dari -2 hingga 2 merupakan selisih nilai TBB IR1 dan TBB IR2, semakin kecil selisihnya atau semakin mendekati 0, menunjukkan awan Cumulonimbus semakin tebal. Berdasarkan Gambar 4.6 dapat diketahui ketika terjadi fenomena wind gust di wilayah Blok Mahakam sekitar pukul 08.00 WITA hingga 10.00 WITA, di wilayah Blok Mahakam tidak terlihat awan Cumulonimbus. Namun pada pukul 08.00 WITA hingga 10.00 WITA dari Gambar 3.5 terlihat ada kumpulan awan Cumulonimbus di sebelah barat wilayah Blok Mahakam, yang mengindikasikan kuat merupakan sumber dari fenomena wind gust di Blok Mahakam pada tanggal 24 Februari 2011. Jangkauan fenomena wind gust yang dapat mencapai 105,5 kilometer dari site Senipah menuju site TRF menunjukkan awan Cumulonimbus yang menjadi sumber wind gust merupakan kumpulan awan Cumulonimbus yang sangat besar. Seperti yang diketahui dari Bab 4.1, arah angin ketika terjadi wind gust pada tanggal 24 Februari 2011 datang dari arah barat daya menuju ke arah timur laut. Sehingga sangat besar kemungkinan fenomena wind gust di Blok Mahakam pada tanggal 24 Februari 2011 berasal dari kumpulan awan Cumulonimbus yang berada di sebelah barat Blok Mahakam yang sudah muncul dari pukul 05.00 WITA hingga pukul 09.00 WITA. Selang waktu yang terjadi dari munculnya kumpulan awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam pada pukul 05.00 WITA terhadap wind gust di Blok Mahakam pada sekitar pukul 08.00 WITA 10.00 WITA disebabkan oleh waktu tempuh yang diperlukan aliran wind gust dari sebelah barat Blok Mahakam menuju wilayah Blok Mahakam. Pada pukul 10.00 WITA menunjukkan awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam terlihat sudah terpecah menuju berbagai arah yang menunjukkan pada jam sebelumnya awan Cumulonimbus sudah berada pada tahapan disipasi. Gambar 3.5 Klasifikasi Awan Cumulonimbus dengan Data TBB IR1 dan IR2 pada tanggal 24 Februari 2011 (03.00 WITA 12.00 WITA) dengan Blok Mahakam berada pada kotak merah Berdasarkan studi kasus fenomena wind gust di Blok Mahakam pada tanggal 24 Februari 2011, wind gust terjadi berurutan diiringi penurunan nilai temperatur dimulai dari site Senipah menuju TRF, yang mengindikasikan kuat fenomena wind gust merupakan thunderstorm outflow dari awan Cumulonimbus yang berada pada tahapan disipasi. Kemudian akan diteliti apakah awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam yang diduga kuat menyebabkan wind gust di Blok Mahakam pada saat terjadi wind gust sudah berada pada tahap disipasi dengan menggunakan data TRMM per 3 jam yaitu pukul 05.00 WITA dan 08.00 WITA. Karakteristik dari awan Cumulonimbus yang berada pada tahap disipasi adalah intensitas curah hujan yang berkurang, dengan puncak intensitas curah hujan berada ketika awan Cumulonimbus berada pada tahap mature / matang. Dari data TRMM akan diketahui besar intensitas curah hujan yang diakibatkan awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam pada pukul 05.00 WITA dan 08.00 WITA. 5

total fenomena wind gust yang terjadi di Blok Mahakam. Gambar 3.6 Citra TRMM tiap 3 jam pada tanggal 24 Februari 2011 dengan Blok Mahakam berada pada kotak merah Berdasarkan citra TRMM tiap 3 jam pada Gambar 3.6 dan apabila dicocokkan dengan hasil klasifikasi awan Cumulonimbus pada Gambar 3.5, dapat diketahui awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam pada pukul 05.00 WITA sedang berada pada tahap matang, dilihat dari besarnya intensitas curah hujan yang jauh lebih tinggi dari pukul 08.00 WITA. Kemudian berdasarkan citra TRMM pada pukul 08.00 WITA pada Gambar 3.6, nilai intensitas curah hujan dari awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam sudah terlihat menurun yang menandakan awan Cumulonimbus sudah berada pada tahap disipasi yang menyebabkan thunderstorm outflow diiringi dengan cold pool menuju wilayah Blok Mahakam. Awan Cumulonimbus di sebelah barat Blok Mahakam dimungkinkan sudah berada pada tahapan disipasi sebelum pukul 08.00 WITA. Meskipun demikian, waktu dimana awan Cumulonimbus tersebut berada pada tahap disipasi tidak dapat diketahui secara pasti karena keterbatasan resolusi temporal dari data TRMM. 3.3 Statistik Frekuensi Wind Gust di Blok Mahakam (2010 2012) Setelah dilakukan pengklasifikasian meningkatnya kecepatan angin sebagai wind gust (metode pengklasifikasian dapat dilihat pada Bab 2), kemudian akan dibuat statistik frekuensi wind gust ini untuk mengetahui apakah wind gust di Blok Mahakam merupakan pengaruh musiman atau hanya pengaruh lokal. Penghitungan statistik frekuensi wind gust menggunakan data dari 6 stasiun meteorologi TEPI dari tahun 2010 2012. Statistik frekuensi wind gust akan dibagi menjadi 2 yaitu frekuensi wind gust tiap bulan dan frekuensi wind gust tiap 6 jam dalam periode 1 hari dan dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8. Berdasarkan Gambar 3.7, dapat diketahui bahwa fenomena wind gust di Blok Mahakam paling sering terjadi pada bulan Januari April dengan frekuensi sebesar 35 kali, yaitu mencapai 76% dari Frekuensi Gambar 3.7 Nilai frekuensi bulanan wind gust di Blok Mahakam dari tahun 2010 2012 dengan input data dari 6 stasiun meteorologi TEPI Sedangkan berdasarkan Gambar 3.8 dapat diketahui bahwa fenomena wind gust di Blok Mahakam banyak terjadi pagi hari, yaitu antara pukul 04.00 WITA sampai pukul 09.00 WITA dengan besar frekuensi terjadinya mencapai 25 kali.fenomena wind gust di Blok Mahakam yang sebagian besar terjadi pada bulan Januari April mengindikasikan fenomena wind gust di Blok Mahakam disebabkan oleh banyak terbentuk awan Cumulonimbus yang memang banyak terbentuk pada bulan Januari - April atau selama monsoon barat bertiup dan paling sering terjadi pada fajar hingga pagi. Frekuensi Wind Gust 12 10 8 6 4 2 0 25 20 15 10 5 0 Frekuensi Bulanan Wind Gust (2010-2012) January February Gambar 3.8 Nilai frekuensi tiap 6 jam wind gust di Blok Mahakam dari tahun 2010 2012 dengan input data dari 6 stasiun meteorologi TEPI 4 Kesimpulan March April May June Bulan July August September October Frekuensi Wind Gust di Blok Mahakam (2010-2012) November jam 04-09 jam 10-15 jam 16-21 jam 22-03 Jam December Dari hasil pengolahan data, identifikasi dan analisis fenomena wind gust dari data 6 stasiun meteorologi TEPI tahun 2010-2012, pengklasifikasian awan Cumulonimbus menggunakan citra satelit MTSAT Infrared, dan citra spasial dari data TRMM per 3 jam untuk mengetahui besar intensitas curah hujan spasial, dapat disimpulkan bahwa 6

Berdasarkan analisis parameter cuaca ketika terjadi wind gust pada tanggal 24 Februari 2011 diketahui anomali kecepatan angin ketika wind gust diiringi penurunan nilai tekanan dan penurunan nilai temperatur di tiap site nya. Wind gust yang terjadi merambat dari arah selatan, yaitu Senipah menuju timur laut, yaitu Badak TRF. Wind gust pada waktu studi kasus, juga terjadi secara merambat dari selatan menuju timur laut. Dari hasil citra satelit MTSAT Infrared dan citra spasial dari TRMM per 3 jam, diketahui fenomena wind gust di wilayah Blok Mahakam pada waktu studi kasus merupakan thunderstorm outflow yang dibarengi dengan fenomena cold pool yang ditandai penurunan nilai temperatur ketika terjadi wind gust di setiap site nya. Awan Cumulonimbus tidak berada di wilayah Blok Mahakam saat terjadi wind gust pada studi kasus di Blok Mahakam. Fenomena wind gust di wilayah Blok Mahakam paling banyak terjadi pada bulan Januari April dan pada pukul 04.00 09.00 dengan jumlah frekuensi terjadinya masing-masing yaitu 35 kali dan 25 kali dari 46 kali total fenomena wind gust di Blok Mahakam. Karakteristik ini menunjukkan fenomena wind gust di Blok Mahakam disebabkan oleh banyak terbentuknya awan Cumulonimbus pada bulan Januari April atau selama monsoon barat bertiup. Lothon, M. (2011). Life Cycle of Mesoscale Circular Gust Front Observed by a C-Band Doppler Radar in West Africa. Mon. Wea. Rev., 139, 1370-1388 Mitsuta, Y., Tsukamoto, O. (1989). Studies on Spatial Structure of Wind Gust.Journal of Applied Meteorology, 28, 1155-1160 Paulsen, B., Schroeder, J. (2004). An Examination of Tropical and Extratropical Gust Factors and the Associated Wind Speed Histograms. Journal of Applied Meteorology, 44, 270-280 Schreur, B.W., Geertsema, G. (2008). Theory for a TKE Based Parameterization of Wind Gust. HIRLAM Newsletter, 54, 177-188 Suseno, D.P.Y. (2012). Two - Dimensional, Threshold - Based Cloud Type Classification Using MTSAT Data. Remote Sensing Letters, 3, 737-746 REFERENSI Bidokhti, A., Hashem, T. (2001). Structure of Thunderstorm Gust Fronts with Topographic Effects. Advances in Atmospheric Sciences, 18, 6, 1161-1174 Calvetti, L., Toshio, R., Deppe, F., Beneti, C. (2012). High Resolution WRF Simulations for Wind Gust Event. 3 rd WMO/WWRP International Symposium on Nowcasting and Very Short Range Forecasting, Rio de Janeiro Chowdhury, A.G. (2011). Gust Factors and Turbulence Intensities for The Tropical Cyclone Environment. Journal Applied Meteorology Climatology, 48, 534 552. Cvitan, Lidija. (2003). Determining Wind Gust Using Mean Hourly Wind Speed. Journal of Geofizika, 20, 63-74 Friederichs, P., Gober, M., Bentzien, S., Lenz, A. Krampitz, R. (2009). A Probabilistic Analysis of Wind Gust Using Extreme Value Statistics. Meteorologische Zeitschrift, 18, 615-629 Giammanco, I.M. (2008). GPS Dropwindsonde and WSR- 88D Observations of Tropical Cyclone Vertical Wind Profiles and Their Characteristics. Wea. Forecasting, 28, 77-99 Hsu, S.A. (2012). Estimating Overwater Turbulence Intensity from Routine Gust-Factor Measurements. Journal Applied Meteorology, 43, 1911-1916 7