1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum sistem tenaga listrik terdiri dari pusat pembangkit, saluran transmisi dan pusat beban. Perkembangan beban sistem saat ini sudah tidak sesuai dengan perencanaan dan prakiraan awal yang berakibat munculnya ketidakseimbangan ketersediaan daya antara pusat-pusat pembangkit dengan pusatpusat beban. Pada umumnya pembangkit listrik di Indonesia merupakan pembangkit termal. Kebutuhan pembangkit termal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal mengakibatkan produksi listrik semakin meningkat. Sementara itu, biaya bahan bakar pembangkit didominasi oleh penyediaan gas, batu bara dan minyak untuk jenis pembangkit termal. Selain itu, jarak yang besar antara pusat-pusat pembangkit yang mengalami kelebihan daya listrik dengan pusat-pusat beban yang kekurangan daya listrik akan mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan sistem, seperti terjadinya drop voltage atau over voltage diluar batas toleransi yang telah ditentukan. Selain itu, pada sistem interkoneksi dengan jarak antara pembangkit dan beban yang sangat bervariasi akan mengakibatkan rugi-rugi pada jaringan juga bervariasi, sehingga ketika diakumulasi jumlahnya menjadi besar. Dengan demikian, koordinasi antara satu pembangkit dengan pembangkit yang lain sangat perlu dilakukan agar setiap pembangkit dapat menghasilkan daya sesuai dengan kebutuhan beban dan mampu menekan biaya operasi tanpa melanggar keseimbangan daya, kapasitas pembangkit dan batasan-batasan biaya operasi sistem yang lain seperti tegangan dan jumlah daya yang melewati suatu saluran transmisi. Upaya untuk mengoptimalkan penyaluran daya ke beban menjadi semakin penting, baik menyangkut perhitungan minimisasi biaya bahan bakar dari pembangkit yang ada, maupun optimasi dengan meminimalkan rugi-rugi daya 1
aktif. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan optimal power flow (OPF). Gagasan tentang OPF pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1960-an sebagai perluasan dari penjadwalan ekonomis konvensional untuk menentukan pengaturan optimal dari variabel kontrol dengan tetap mematuhi variasi kendala yang ada. Istilah ini digunkan sebagai sebutan umum untuk serangkaian besar masalah optimasi jaringan yang terkait [1]. Berbagai metode telah dikembangkan sampai saat ini, mulai dari mtode optimasi konvensional seperti metode newton, metode Gradient, linear programming (LP), non linear programming (NLP), quadratic programming (QP), dan interior point method (IPM). Beberapa kelemahan yang dimiliki oleh metode konvensional yaitu sangat bergantung pada tebakan nilai awal, sulit untuk mencapai konvergensi bahkan sangat rentan berada pada kondisi divergen, dan sering terjebak dalam nilai otimal lokal. Selain itu, juga sangt bergantung pada konveksitas fungsi tujuan dan batasan pada sistem dalam upaya menuju nilai optimal global [2]. Untuk mengatasi kekurangan yang adal pada metode konvensioanl, maka digunakan metode heuristik yang telah banyak diaplikasikan selama dua dasawarsa terakhir. Beberapa metode heuristik yang telah digunakan dalam optimasi OPF yaitu genetic algorithm (GA), particel swarm optimization (PSO), differential evolution (DE), simulated annealing (SA), tabu search (TS), ant colony optimization (ACO), evolutionary programming (EP) dan beberapa metode heuristik lain dalam ulasan pada referensi [3]. Berdasarkan latar belakang diatas, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode bat algorithm (BA) untuk menyelesaikan permasalahan OPF. Metode BA pertama kali diperkenalkan oleh Xin She Yang pada tahun 2010. 1.2 Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 2
1. Bagaimana menentukan besar daya aktif yang harus dibangkitkan oleh setiap pembangkit untuk melayani beban tertentu agar diperoleh biaya operasi minimum. 2. Bagaimana menjaga tegangan bus dan besarnya daya yang mengalir pada saluran agar tetap beroperasi dalam batasan yang telah ditentukan. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian ini menekankan pada minimisasi total biaya pembangkitan 2. Pembebanan pada Sistem Kelistrikan 500 kv Jawa-Bali diasumsikan pada beban puncak. 3. Sistem yang diuji diasumsikan dalam keadaan normal, tanpa gangguan. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian tentang optimasi OPF telah banyak dilakukan baik yang menggunakan metode konvensional maupun metode heuristik. Sebagaimana yang telah dibahas pada sub-bab latar belakang bahwa metode konvensional sulit untuk menangani masalah OPF dikarekan bentuk fungsi OPF adalah non-konveks, sehingga dibutuhkan beberapa langkah untuk mengubah fungsi OPF menjadi konveks, kemudian dioptimasi. Penelitian seperti ini telah dilakukan dengan menggunakan metode semidefinite programming (SDP) untuk mengubah bentuk fungsi non-konveks OPF menjadi fungsi konveks kemudian dioptimasi menggunakan metode IPM [4]. Penelitian terkait selanjutnya menggunakan metode GA dengan fungsi tujuan minimisasi biaya pembangkitan dan rugi-rugi daya aktif pada saluran transmisi [5], [6]. Penggunaan metode heuristik berbasis swarm intelligence juga telah dilakukan dengan menggunakan metode PSO untuk memenuhi beberapa fungsi tujuan seperti minimisasi biaya pembangkitan, minimisasi rugi-rugi daya aktif, peningkatan profil tegangan, dan perbaikan stabilitas tegangan[7],[8],[9]. Penelitian terkait 3
selanjutnya tentang OPF menggunakan metode berbasis evolutionary algorithm (EA) dengan fungsi tujuan minimisasi biaya pembangkitan dan minimisasi rugirugi transmisi juga telah dilakukan oleh peneliti [10],[11],[12]. Sementara referensi [13] melakukan perbandingan analisis OPF menggunakan tiga metode antara lain chaotic GA, improved PSO, dan artificial immune algorithm (AIA). Penerapan metode differential evolution (DE) juga telah dilakukan pada referensi [14],[15],[16] dengan fungsi tujuan minimisasi biaya pembangkitan. Referensi [17] melakukan analisis OPF menggunakan metode gabungan fuzzy-ga dan fuzzy-pso. Sedangkan pada referensi [18] juga menggunakan metode gabungan sequential qudratic programming (SQP) dan DE untuk meminimalkan biaya pembangkitan. Selanjutnya, penerapan meode heuristik lainnya yang terdiri dari SA, artificial bee colony (ABC), dan ACO telah digunakan untuk analisis OPF dengan berbagai fungsi tujuan, salah satunya minimisasi biaya pembangkitan [19],[20],[21]. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas terlihat bahwa sebagian besar peneliti lebih cenderung untuk menggunakan metode optimisasi heuristik, maka untuk keaslian penelitian ini penulis menggunakan metode bat algorithm (BA). Metode BA merupakan salah satu metode optimisasi berbasis swarm intelligence yang belum pernah diterapkan dalam permasalahan OPF. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan besar daya aktif yang harus dibangkitkan oleh setiap pembangkit pada sistem IEEE 30 bus dan sistem kelistrikan 500 kv Jawa-Bali agar diperoleh biaya pembangkitan yang minimum. 2. Menjaga tegangan setiap bus dan pembebanan saluran agar tetap beroperasi dalam batasan yang telah ditentukan 4
1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif solusi dalam operasi sistem kelistrikan 500 kv Jawa-Bali agar diperoleh operasi yang optimal dengan biaya pembangkitan minimum dengan tetap menjaga batasan operasi tegangan yang telah ditentukan berdasarkan aturan jaringan (grid code 2007). 5