26 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, P

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

Analisa Mikroorganisme

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Badan Standardisasi Nasional

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Regulasi sanitasi Industri Pangan

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan.

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

Untuk menjamin makanan aman

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

Sanitasi Penyedia Makanan

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

KONDISI SUMUR GALI dan KANDUNGAN BAKTERI Escherichia coli PADA AIR SUMUR GALI DI DESA BOKONUSAN KECAMATAN SEMAU KABUPATEN KUPANG TAHUN 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

X. STRATEGI MENGHASILKAN PANGAN ASAL TERNAK YANG AMAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan menjadi lokasi pengambilan sampel daging ayam, yaitu Pasar Modern, Pasar Bukit, dan Pasar Jombang. Ketiga pasar memiliki karakteristik tempat penjualan dan pedagang daging ayam (responden) yang berbeda-beda. Secara umum diperoleh hasil bahwa lebih dari separuh pedagang daging ayam berjenis kelamin laki-laki (66.7%). Jenis daging ayam yang dijual adalah karkas utuh (100%), karkas potongan (95%) tetapi tidak ada yang menjual jeroan ayam. Karkas ayam yang dijual oleh pedagang sebagian berasal dari hasil pemotongan sendiri (66.7%), dari tempat pemotongan unggas atau rumah potong unggas (29.1%), serta berasal dari TPU/RPU dan pemotongan sendiri (4.2%). Secara rinci karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden terdapat pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan Karakteristik tempat penjualan daging ayam Jenis kelamin pedagang Pasar Modern (n=10) Pasar Bukit (n=11) Pasar Jombang (n=3) Total (n=24) Laki-laki 8 (80.0%) 5 (45.4%) 3 (100%) 16 (66.7%) Perempuan 2 (20.0%) 6 (54.5) 0 8 (33.3%) Produk yang dijual Karkas utuh 10 (100%) 11 (100%) 3 (100%) 24 (100%) Karkas potongan 10 (100%) 10 (90.9%) 3 (100%) 23 (95.8%) Jeroan 0 0 0 0 Asal karkas Potong sendiri 3 (30.0%) 11 (100%) 2 (66.7%) 16 (66.7%) Tempat pemotongan unggas/rumah potong unggas Potong sendiri dan tempat pemotongan unggas/rumah potong unggas 6 (60.0%) 0 1 (33.3%) 1 (10.0%) 0 0 7 (29.1%) 1 (4.2%) Pedagang perantara 0 0 0 0

26 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Berbagai produk yang berasal dari berbagai sumber dan produsen dijajakan serta karakteristik pedagang dan konsumen yang beragam, menjadikan pasar tradisional sebagai salah satu sumber infeksi penyakit pada manusia, baik infeksi yang terjadi secara langsung maupun melalui perantara barang dagangan. Dalam pidato Menteri Kesehatan yang dibacakan oleh Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, pada kegiatan Hari Pasar Bersih Nasional ke-3, disampaikan bahwa status kesehatan suatu populasi sangat ditentukan oleh kondisi kebersihan tempat-tempat orang banyak beraktivitas setiap harinya. Pasar adalah salah satu tempat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, dapat menjadi alur utama penyebaran berbagai penyakit bila tidak dikelola dengan baik (Kemenkes 2010). Oleh karena itu, pasar sehat perlu terus diupayakan dan dikembangkan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/ VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, pasar sehat adalah kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat yang terwujud melalui kerja sama seluruh stakeholder terkait dalam menyediakan bahan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Unggas dan produknya merupakan komoditi yang sangat diminati oleh konsumen dan banyak dijajakan. Daging ayam sebagai salah satu bahan pangan yang bersifat basah, memerlukan perlakuan khusus dalam penjualan, baik dari segi tempat penjualan, maupun sarana dan fasilitas yang melengkapi. Berdasarkan Pedoman Umum Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen

27 Pertanian Tahun 2010, secara umum persyaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan utama yang diperlukan dalam pengembangan kios daging yang memenuhi persyaratan higiene-sanitasi antara lain: Bangunan harus bersifat permanen, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya; Konstruksi bangunan harus didesain sesuai fungsi dan alur proses/kerja; Saluran pembuangan limbah cair harus didesain sedemikian rupa sehingga aliran lancar, mudah pembersihan, dan pengawasannya; Ruang kerja yang cukup dan leluasa untuk bergerak; Dinding dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air minimal setinggi 2 meter, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak licin, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Sudut pertemuan dinding dan lantai harus berbentuk lengkung atau mudah dibersihkan; Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak bercelah atau pun berlubang; Langit-langit terbuat dari bahan yang kedap air minimal setinggi 2 meter, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, tidak berlubang atau celah; Terbuka, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Sirkulasi udara harus terjamin baik, sebaiknya dilengkapi dengan penyejuk ruangan; Sumber air bersih (memenuhi persyaratan air bersih) yang cukup dan tersedia secara kontinyu; Sumber listrik yang cukup dan tersedia secara kontinyu; Lampu harus memiliki pelindung dan mudah dibersihkan, intensitasnya memadai untuk pemeriksaan; Sarana penyimpanan beku dengan temperatur maksimum -18 C, sarana penyimpanan dingin dengan temperatur -1 C sampai dengan

28 maksimum 4 C, tempat penjajaan (show case) yang dilengkapi alat pendingin dengan temperatur maksimum 4 C; Toilet yang selalu terjaga kebersihannya dan pintu toilet tidak berhadapan langsung dengan ruang pengelolaan daging; Bangunan, fasilitas, dan peralatan untuk pengelolaan daging harus secara khusus peruntukannya, terpisah dengan daging babi dan ikan. Secara umum, kondisi ketiga pasar belum memenuhi seluruh persayaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan utama kios daging yang dipersyaratkan Kementerian Pertanian. Jika dilihat dari aspek konstruksi kios dan bangunan serta kios penjualan khusus yang terpisah dari komoditi lain, Pasar Modern memenuhi kriteria dan lebih baik dibandingkan dengan kedua pasar lainnya (Pasar Bukit dan Pasar Jombang). Kondisi Higiene Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam Dilihat dari aspek tempat penjualan daging ayam dari ketiga pasar, umumnya (95.8%) tempat penjualan daging ayam berupa kios permanen yang memiliki atap sehingga dapat terlindung dari panas dan hujan. Hanya beberapa (4.2%) tempat penjualan berupa kios tidak permanen. Sebagian (58.3%) tempat penjualan ini bercampur dengan komoditi lain, tidak berada pada area khusus penjualan daging. Semua tempat penjualan daging ayam pada ketiga pasar memiliki penerangan yang mencukupi. Dari segi fasilitas atau sarana, sebagian besar pedagang (79.2%) menggunakan tempat penjajaan dengan permukaan yang kontak dengan daging terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan. Seluruh pedagang (100%) menggunakan alas potong (talenan) berbahan kayu dan sebagian (58.3%) menggunakan pisau yang tidak terbuat dari bahan yang antikarat. Fasilitas pembeku (freezer), fasilitas pendingin (refrigerator/chiller), dan fasilitas tempat cuci tangan tidak tersedia pada semua kios (100%). Di samping itu, fasilitas pencuci peralatan (bak, air, wastafel, atau yang lain) juga tidak dimiliki oleh sebagian kios (45.8%). Dilihat dari aspek penjualan produk dan kebersihan, seluruh kios menjual karkas yang terpisah dengan jeroan, namun seluruh kios (100%) menjajakan

29 karkas yang tidak terlindung (dapat disentuh oleh pembeli) dan terdapat beberapa kios (16.7%) yang menjual karkas ayam bersamaan dengan ayam hidup. Sebagian besar (79.2%) pedagang menjual karkas ayam tidak terbebas dari serangga, rodentia, dan hewan lain, serta lebih dari separuh pedagang (58.3%) kebersihan tempat penjualan tidak terjaga (ada genangan air dan sampah bertebaran). Di samping itu, sebanyak 62.5% pedagang tidak melengkapi kiosnya dengan tempat sampah basah dan kering. Dari aspek higiene personal, para pedagang ayam di tempat penjualan daging ayam tidak menerapkan higiene personal dengan baik. Sebagian besar (75%) pedagang tidak menggunakan apron, serta seluruh pedagang (100%) tidak menggunakan penutup kepala, masker, dan sarung tangan. Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden terdapat pada Tabel 9. Pada setiap tahapan proses penyediaan daging ayam mulai dari pemeliharaan unggas, pemotongan, eviserasi, hingga karkas didistribusikan dan dijual sangat mudah tercemar oleh mikroorganisme. Unggas hidup mengandung mikroflora normal dan dapat terinfeksi bakteri patogen seperti Salmonella yang berasal dari lingkungan kandang atau kontak dengan hewan sakit kemudian menjadi hewan pembawa. Pada proses transportasi, unggas hidup dapat terinfeksi bakteri Salmonella yang berasal dari keranjang pembawa yang tercemar feses atau dapat terjadi pencemaran silang antar unggas akibat stres saat transportasi (Barbut 2002). Proses pemotongan dan eviserasi dapat menjadi sumber pencemaran bakteri pada karkas. Salmonella Typhimurium dan Salmonella Enteritidis berada dalam saluran cerna hewan. Bakteri patogen ini disebarkan ke lingkungan dan makanan melalui feses (Buncic 2006). Pencemaran karkas ayam oleh Salmonella dapat dengan mudah terjadi dari satu karkas ke karkas lain melalui tangan pekerja yang tercemar Salmonella selama proses eviserasi, sarung tangan, dan alat pengolahan (Marriott 1997).

30 Tabel 9 Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan Karakteristik Higiene Sanitasi Pasar Modern (n=10) Pasar Bukit (n=11) Persentase Pasar Jombang (n=3) Total (n=24) Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Kondisi umum Kios permanen 100% 0% 90.9% 9.1% 100% 0% 95.8 4.2 Tempat memiliki atap 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 yang dapat melindungi dari hujan dan panas Tempat penjualan 0% 100% 100 % 0% 100% 0% 58.3 41.7 bercampur dengan komoditi lain Penerangan mencukupi 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 (dapat mengetahui perubahan warna pada daging) Sarana/fasilitas Permukaan yang kontak 100% 0% 72.7% 27.3% 33.3% 66.7% 79.2 20.8 dengan daging terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah karat, dan mudah dibersihkan Talenan berbahan kayu 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 Pisau yang digunakan 100% 0% 0% 100% 0 100% 41.7 58.3 terbuat dari bahan yang anti-karat Jumlah pisau lebih dari 50% 50% 18.2% 81.8% 33.3% 66.7% 33.3 66.7 satu Mempunyai fasilitas 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 pembeku (freezer) Mempunyai fasilitas 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 pendingin (refrigerator/chiller) Tersedia fasilitas pencuci 100% 0% 9.1% 90.9% 0% 100% 45.8 54.2 peralatan (bak air, westafel, atau yang lain) Tersedia fasilitas cuci 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 tangan Penjualan produk Karkas tidak terlindung 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 (dapat disentuh pembeli) Karkas terpisah dari 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100 0 jeroan Ayam hidup bersamaan 0% 100% 27.3% 72.7% 33.3% 66.7% 16.7 83.3 dengan karkas Kebersihan Bebas dari serangga, 50% 50% 0% 100% 0% 100% 20.8 79.2 rodensia, dan hewan lain Kebersihan tempat 90% 10% 9.1% 90.9% 0% 100% 41.7 58.3 penjualan/kios terjaga (tidak ada genangan air dan sampah yang bertebaran) Tersedia tempat sampah 80% 20% 9.1% 90.9% 0% 100% 37.5 62.5 basah atau kering Higiene Personal Memakai apron 50% 50% 9.1% 90.9% 0% 100% 25 75.0 Memakai penutup kepala 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 Memakai masker 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100 Memakai sarung tangan 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0 100

31 Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti 2001). Berkaitan dengan pengolahan pangan, sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra 2005). Menurut Marriot (1997) apabila sanitasi diterapkan, makanan atau bahan pangan serta peralatan dapat terbebas dari kotoran dan cemaran mikroorganisme atau bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan makanan. Di samping itu, higiene personal harus diterapkan oleh para individu yang terkait dalam setiap proses penyediaan daging ayam, sejak awal pemotongan unggas hingga daging ayam siap dikonsumsi oleh konsumen sehingga kualitas daging ayam tetap terjaga. Berdasarkan Pedoman Umum Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Pertanian Tahun 2010, secara umum persyaratan minimal fasilitas peralatan harus dapat mencegah terjadinya pencemaran silang. Prioritas peralatan yang diperlukan adalah: Tempat penjajaan (show case) dan peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan tidak boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik, harus terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif (terbuat dari stainles steel atau logam yang digalvanisasi), kuat, tidak dicat, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Fasilitas pencucian peralatan yang senantiasa terpelihara kebersihannya; Fasilitas pencucian tangan dan perlengkapannya; Tempat sampah yang berpenutup; Peralatan daging yang tidak mudah patah atau pecah, tidak bersifat toksik, mudah dibersihkan, dan didisinfeksi.

32 Secara umum, kondisi ketiga pasar belum memenuhi seluruh persyaratan minimal fasilitas peralatan kios daging yang dipersyaratkan Kementerian Pertanian. Jika dilihat dari aspek tempat penjajaan, fasilitas pencuci peralatan, dan ketersediaan tempat sampah, Pasar Modern cukup memenuhi kriteria dan lebih baik dibandingkan dengan kedua pasar lainnya (Pasar Bukit dan Pasar Jombang). Upaya yang maksimal harus terus dilakukan agar persyaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan kios daging di pasar tradisional dapat terpenuhi sehingga daging yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria ASUH. Keberadaan Salmonella pada Daging Ayam Berdasarkan pengujian sampel daging ayam di laboratorium, diperoleh hasil bahwa 4 sampel dari 24 sampel yang diambil dari tiga pasar di Kota Tangerang Selatan positif mengandung bakteri Salmonella. Keempat sampel yang bernilai positif, dua sampel berasal dari Pasar Bukit dan dua sampel lainnya berasal dari Pasar Modern dan Pasar Jombang. Sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI Nomor 7388 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, sampel daging ayam segar haruslah negatif terhadap bakteri Salmonella. Hasil pengujian Salmonella dan persentase yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan terdapat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengujian Salmonella dan persentase yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan Pasar Pasar Modern (n=10) Pasar Bukit (n=11) Pasar Jombang (n=3) Hasil pengujian Salmonella Jumlah sampel positif Jumlah sampel negatif Persentase hasil sampel yang melebihi BMCM 1 9 10% 2 9 18.2% 1 2 33.3% Total (n=24) 4 20 16.7% BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor 7388 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan BMCM Salmonella pada daging ayam segar = negatif/25 gram

33 Keberadaan Salmonella pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran pada karkas daging ayam tersebut. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi jumlah sampel positif Salmonella ditemukan pada sampel daging ayam dari Pasar Jombang. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terjadinya pencemaran silang saat pemotongan ayam dan proses pengeluaran jeroan (eviserasi), pencemaran silang dari peralatan yang digunakan, tidak diterapkannya rantai dingin selama proses pemasaran, ayam hidup yang dijual bersamaan dengan produk daging ayam, serta tidak diterapkannya higiene personal oleh para pedagang atau pelaku pasar. Menurut Purnawijayanti (2001) pencemaran silang adalah pencemaran pada bahan makanan melalui perantara. Bahan cemaran dapat berada dalam bahan pangan melalui berbagai pembawa seperti peralatan, serangga, atau manusia yang menangani bahan pangan tersebut, yang biasanya merupakan perantara utama. Eviserasi merupakan tahapan dengan tingkat pencemaran silang yang tinggi pada karkas. Proses eviserasi ini dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis dengan menggunakan mesin. Kedua cara tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran pada karkas. Penyebab pencemaran selama proses eviserasi dapat berasal dari pekerja, peralatan, maupun kondisi unggas seperti saluran cerna yang masih terisi penuh dengan cairan pakan atau hewan dalam kondisi sakit, misal diare. Sebanyak 1 ml isi saluran cerna unggas mengandung 10 9 cfu mikroorganisme, menunjukkan bahwa volume sedikit saja dapat menimbulkan tingkat pencemaran yang tinggi (Barbut 2002). Bakteri patogen penyebab utama infeksi pada manusia yang paling sering teridentifikasi pada karkas yang tercemar oleh isi saluran cerna adalah Salmonella dan Campylobacter (Bolder 1998; Mead 2005). Sebagian besar pedagang di Pasar Jombang menjual daging ayam yang diperoleh melalui proses pemotongan sendiri secara manual. Metode pemotongan sendiri secara manual meningkatkan risiko karkas tercemar oleh isi saluran cerna akibat tidak adanya prosedur baku yang diterapkan sehingga karkas berpotensi mengandung bakteri patogen berbahaya seperti Salmonella. Berbeda halnya dengan pemotongan manual, proses pemotongan unggas pada RPU dilakukan

34 dengan menerapkan standard operating procedure (SOP) dalam setiap proses pemotongannya sehingga dapat memperkecil risiko karkas tercemar oleh bakteri patogen dalam saluran cerna. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan daging harus memenuhi tiga kriteria, yaitu sesuai menurut spesifikasinya, aman digunakan, dan higienis selama proses pengerjaan. Peralatan dianggap bersifat higienis ketika peralatan mudah dibersihkan dan didisinfeksi serta tidak memberikan dampak negatif pada produk (Bolder 1998). Pencemaran silang dapat bersumber dari penggunaan pisau yang sama saat proses pemotongan ayam dan penanganan daging ayam mentah. Penggunaan alas potong berbahan kayu yang sukar dibersihkan pun dapat menjadi sumber cemaran. Menurut hasil penelitian Narasimha Rao (1982) yang dikutip dalam Narasimha Rao et al. (1998) mikroba yang mencemari karkas ayam pada beberapa toko daging berasal dari pisau pemotong (3.8-4.3 log cfu/cm 2 ) dan yang tertinggi berasal dari alas potong berbahan kayu (5.5-7.5 log cfu/cm 2 ). Hasil observasi di ketiga pasar menunjukkan bahwa seluruh pedagang menggunakan alas potong berbahan kayu, serta hanya sedikit yang memiliki pisau ganda. Kondisi ini mendukung terjadinya pencemaran silang pada karkas yang bersih dari karkas yang tercemar. Di samping itu, fasilitas pencuci peralatan juga tidak tersedia pada Pasar Bukit dan Pasar Jombang. Menurut Mead (2005) proses pemotongan dan eviserasi pada ayam umumnya dilakukan pada temperatur sekitar 40 C, dengan water activity yang sesuai sehingga sangat kondusif bagi pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Oleh karena itu, pada tahapan selanjutnya dilakukan proses pendinginan dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan temperatur pada daging demi keamanan dan kualitas produk daging ayam. Pendinginan atau penerapan rantai dingin dari proses pemotongan sampai tujuan akhir konsumsi didesain sedemikian rupa untuk menurunkan temperatur karkas. Tidak hanya pada saat proses chilling atau freezing di rumah pemotongan, tetapi juga pada saat transportasi daging, penjualan, dan penyimpanan oleh konsumen. Rangkaian proses pendinginan dilakukan untuk menjaga temperatur karkas agar tetap stabil dan tidak berubah karena sebagian besar bakteri patogen

35 penting dalam makanan tidak mampu tumbuh pada temperatur lemari es, misalnya Salmonella. Bakteri Salmonella (sebagian besar serovar) tidak mampu tumbuh pada temperatur di bawah 7 C (ICMSF 1996 yang dikutip oleh Mead 2005). Dari ketiga pasar, tidak ada satu pun pedagang yang memiliki fasilitas pendingin atau fasilitas pembeku. Daging ayam dijual pada lingkungan bertemperatur ruang. Karkas yang disimpan pada temperatur ruang dengan waktu yang cukup panjang selama proses penjualan memungkinkan pertumbuhan pesat bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk sehingga daging ayam menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Pengambilan sampel daging ayam pada Pasar Jombang dan Pasar Bukit ditemukan beberapa pedagang yang menjual daging ayam bersamaan dengan ayam hidup. Hal ini merupakan salah satu sumber penyebab pencemaran silang bakteri Salmonella pada daging ayam yang dijual. Ayam hidup dapat terinfeksi Salmonella namun tidak menunjukkan gejala klinis, dalam saluran cernanya mengandung bakteri Salmonella (Barbut 2002). Bakteri ini kemudian diekskresikan bersama dengan feses dan dapat mencemari daging ayam yang dijual melalui peralatan, tangan pedagang atau pekerja, dan lingkungan penjualan. Menurut Buncic (2006) pekerja yang berinteraksi langsung dengan makanan dapat menjadi sumber bakteri patogen. Pekerja tersebut mungkin terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala klinis (asimptomatis) atau tangannya tercemar dari sumber lain. Pencemaran makanan oleh pekerja melalui feses, muntahan, lesio kulit, atau mukus adalah sumber bakteri patogen dalam makanan. Dalam suatu penelitian, tangan pekerja yang menangani daging ayam ditemukan tercemar bakteri Salmonella (500-2000 organisme) yang kemudian mencemari sampel daging ayam (Pether and Gilbert 1971 yang dikutip oleh Mead 2005). Dari ketiga pasar, penerapan higiene personal sangat memprihatinkan, hanya sebagian pedagang yang memakai apron dan semua pedagang tidak menggunakan penutup kepala, masker, dan sarung tangan. Kondisi ini sangat memudahkan terjadinya pencemaran daging ayam oleh bakteri Salmonella yang bersifat patogen.

36 Daging ayam yang tercemar bakteri Salmonella jika dikonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan gastroenteritis. Gejala yang timbul adalah mual dan muntah, kemudian diikuti dengan nyeri abdomen, diare, dan demam. Pada kasus yang berat dapat muncul diare berdarah. Adanya Salmonella di dalam darah merupakan risiko tinggi terjadinya penyebaran infeksi sehingga dapat menimbulkan kematian. Semua individu yang terinfeksi oleh Salmonella bersifat carrier sehingga dapat menjadi sumber penularan dengan mengeksresikan bakteri tersebut dalam tinja dalam jangka waktu yang bervariasi (Karsinah et al. 1994). Oleh karena itu, selama proses pengolahan ayam menjadi daging hingga proses distribusi dan penjualan ke konsumen tingkat pencemaran harus dapat dikendalikan. Tingkat pencemaran dapat dikendalikan dengan menerapkan higiene, berdasarkan prinsip HACCP, untuk menghindari pencemaran silang, baik di antara produk maupun antara peralatan dan produk (Bolder 1998). Peran Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) dalam Keamanan Pangan Asal Hewan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan bahan lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan adalah hal yang sangat penting. Konsumen harus mendapatkan makanan yang dibeli dalam kondisi baik dan tidak tercemar oleh bahan pencemar apa pun yang berbahaya. Oleh karena itu, terdapat suatu lembaga yang bertanggung jawab secara umum dalam hal regulasi produksi makanan (Lawley et al. 2008). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Salah satu peran kesmavet ialah melindungi kesehatan masyarakat melalui keamanan pangan, khususnya pangan yang berasal dari hewan.

37 Food and Agricultures Organization of the United Nations (FAO), World Health Organization (WHO), dan Office International des Epizooties (OIE) mendefinisikan kesmavet sebagai kontribusi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial manusia melalui pemahaman dan penerapan ilmu kedokteran hewan. Kesmavet memberikan kontribusi bagi kesehatan masyarakat melalui pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya ilmu kedokteran hewan. Kesmavet menggunakan ilmu pengetahuan dan segala informasi dari berbagai disiplin ilmu sebagai dasar. Tidak hanya satu profesi saja yang dibutuhkan dalam kompetensi ini, tetapi juga sebuah kerja sama antara multidisiplin keilmuan. Namun, posisi paling utama sebagai pemimpin dalam multidisiplin keilmuan ini tetap dipegang oleh dokter hewan yang berpendidikan medis dan sangat dekat dengan hewan dan produksi pangan (Buncic 2006; FAO 2008). Umumnya kegiatan kesmavet terkait dengan rantai produksi makanan. Kompetensi dokter hewan mulai dari pengobatan hewan hingga produksi dan teknologi pangan dibutuhkan dalam melaksanakan keamanan pangan. Hal ini merupakan sebuah proses yang luas dan panjang dimulai dari peternakan, kemudian melewati tahap yang berurutan dari rumah potong hewan, transportasi, penjualan makanan, hingga sampai ke tangan konsumen. Semua tahap ini memerlukan pengawasan, standar teknis, undang-undang, inspeksi, komunikasi massa, dan kegiatan lainnya dengan partisipasi langsung kesehatan masyarakat veteriner (FAO 2008). Pada setiap bagian rantai makanan, penyakit dapat mempengaruhi hewan serta orang-orang yang mengonsumsi produk hewani, misalnya salmonelosis. Zoonosis lainnya (penyakit menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya) merupakan ancaman kesehatan yang lebih umum yang langsung terkait dengan rantai produksi pangan, contohnya adalah antraks, flu burung, rabies, yang ditularkan oleh berbagai macam hewan domestik dan satwa liar, serta penyakit lainnya yang terkait erat dengan lingkungan, seperti virus West Nile (PAHO 2010). Memastikan pangan yang aman sangat penting untuk melindungi kesehatan manusia dan untuk peningkatan kualitas hidup. Makanan yang aman berperan penting untuk dikonsumsi, bahkan diimpor atau diekspor. Selain itu, produksi

38 makanan yang aman merupakan kesempatan bagi masuknya pendapatan dan akses pasar. Selama dekade terakhir, pendekatan rantai makanan telah diakui sebagai langkah maju yang penting untuk memastikan keamanan pangan dari produksi hingga konsumsi. Pendekatan ini memerlukan komitmen dari semua pihak yang terkait dalam rantai makanan, yang melibatkan produsen, pedagang, pengolah, distributor, pejabat yang berwenang serta konsumen (FAO 2008).