BAB II TINJAUAN UMUM PERBANKAN DI INDONESIA. Kata perbankan dalam bahasa Inggris disebut banking. Dalam Black s Law

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI JASA-JASA BANK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KONDISI PERUSAHAAN. 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai lembaga keuangan yang kegiatan nya tidak terlepas dari transaksi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN NASABAH

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

JASA DAN LAYANAN PERBANKAN DALAM LALU LINTAS KEUANGAN. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi Minggu 7. Prosedur Dasar Pembayaran Internasional

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV JASA BANK. A. Jenis-jenis Jasa Bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/6/PBI/2003 TENTANG SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI GUBERNUR BANK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Anita Asnawi, S.Sos., MM.

Soal Pilihan Ganda Bab Perbankan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 47

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/11 /PBI/2003 TENTANG PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR GUBERNUR BANK INDONESIA,

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004

Komp. Elmbaga Keuangan Perbankan JASA-JASA BANK

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Proses dan langkah langkah L/C:

BAB II LANDASAN TEORI

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI

AKTIVITAS DAN PRODUK BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

Bab 4 MATERI SIP-4 1 JASA BANK JASA BANK TRANSFER JENIS JASA BANK INKASO KLIRING. Perbankan. Perbankan

Lampiran I. Surat Edaran Nomor SE-121/PJ/2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Usaha Perbankan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan

Kamus Istilah Pasar Modal

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai

BAB II LANDASAN TEORI tentang perbankan, adalah sebagai berikut :

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT. bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu

PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diperbaharui dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

GIRO. Alat atau sarana yang digunakan dalam lalu lintas pembayaran giral, yaitu surat berharga atau surat dagang seperti: 1.

SMA/MA IPS kelas 10 - EKONOMI IPS BAB 6. LEMBAGA KEUANGAN BANK, BUKAN BANK dan SISTEM PEMBAYARANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ronny Kusnandar ISSN Nomor

Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Jasa Jasa Perbankan. 1. Transfer 2. Inkaso 3. Bank garansi 4. Letter of Credit 5. Waliamanat 6. Kliring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

BAB I PENDAHULUAN. Bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian tanah air terus tumbuh, dan transaksi perdagangan baik

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/11/PBI/2016 TENTANG PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10

SAP & SILABUS IDENTITAS MATA KULIAH

BAB I. KETENTUAN UMUM

Hukum Surat Berharga Pasar Uang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II URAIAN TEORITIS

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/ 10 /PBI/2005 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Kasmir (2008), mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE.MM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 14 / PBI / 2005 TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT VALUTA ASING OLEH BANK

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM PERBANKAN DI INDONESIA A. Pengertian Dan Fungsi Perbankan Kata perbankan dalam bahasa Inggris disebut banking. Dalam Black s Law Dictionary dirumuskan bahwa banking adalah The business of banking, as defined by law and customs, consist in the issue of notes payable on demand intended to circulate as money, when the banks are banks issue, in receiving deposits payable on demand, in discounting commercial paper, making loans of money and collateral security, buying and selling bills of exchange, negotiating loans, and dealing in negotiable securities issued by the government, state and national, and municipal and other corporation. 9 Perbankan adalah suatu kegiatan perbankan, seperti yang didefenisikan oleh hukum dan kebiasaan, yang termasuk dalam penerbit wesel bayar atas pemintaan untuk mengedarkan uang, ketika bank bertindak sebagai bank penerbit, juga menerima deposit terhutang atas permintaan, pelelangan surat berharga, member pinjaman uang dan jaminan, pembelian dan penjualan bill of exchange, negosiasi pinjaman, dan transaksi efek yang dinegosiasikan yang dikeluarkan oleh Negara, pemerintah dan perusahaan-perusahaan lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sistem perbankan adalah suatu sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan. Mengenai bagaimana sistem perbankan di Indonesia dapat dilihat 1979 9 Henry Champbell Black, Black s Law Dictionary, St Paul Minn, West Publicing Co,

dalam Undang-Undang NO 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang NO 10 Tahun 1998. Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang- Undang Perbankan yang menyatakan bahwa, Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. 10 Dari ketentuan ini maka tercermin fungsi bank sebagai perantara pihakpihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds). B. Jenis-Jenis Bank Di Indonesia Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU NO 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis yaitu: 1. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum merupakan bank pencipta uang giral. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk pengembangan koperasi, pengembangan 10 UU NO 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan. 2. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. UU NO 14 Tahun 1967 tentang Perbankan membedakan jenis bank berdasarkan pada fungsinya, yaitu: a. Bank Sentral Bank Sentral adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tugas pokok Bank Indonesia ialah membantu Pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup rakyat dalam: 1. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah 2. Mendorong melancarkan produksi dan pembangunan dan memperluas kesempatan kerja. 11 b. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka panjang. 11 Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan Di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, Hlm. 72.

c. Bank Tabungan Bank Tabungan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama memperbungakan dananya dalam surat berharga. d. Bank Pembangunan Bank Pembangunan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya, terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan. e. Bank lainnya Bank lainnya yang akan ditetapkan dengan undang-undang menurut kebutuhan dan perkembangan ekonomi. C. Pelayanan Jasa Perbankan 1. Transfer (Pengiriman Uang) Transfer (pengiriman uang) adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditujukan kepada pihak lain (perusahaan, lembaga, atau perorangan) di tempat lain baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan kata lain transfer merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh bank untuk mengirim sejumlah uang yang ditujukan kepada pihak tertentu dan di tempat tertentu.

Menurut Muhammad Djumhana, dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, cara transfer tersebut dapat dilakukan dengan surat bukti transfer melalui: a. Surat atau pos (Mail Transfer/ MT) b. Telegram (Telegrafic Transfer / TT) c. Cara memberikan wesel tunjuk di antara sesama kantornya, tetapi dapat pula dengan penarikan atas saldo kredit yang ada pada bank koresponden secara telegram, wesel tunjuk, atau dengan cek d. Melalui sarana elektronik lainnya (electronic funds transfer system) seperti melalui ATM. 12 2. Inkaso Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagihkan, atau memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga, dalam rupiah atau valuta asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep (promissory notes), dan lain-lain. Inkaso dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: a. Inkaso berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang diinkasokan itu disertai (dilampiri) dengan dokumen-dokumen lain yang mewakili 12 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Modern, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 383.

barang dagangan, seperti konosemen (bill of leading), faktur, polis asuransi, dan lain-lain. b. Inkaso tak berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang diinkasokan itu tidak disertai dokumen-dokumen yang mewakili barang. Manfaat inkaso bagi nasabah yaitu: a. Nasabah pengirim tidak perlu menagih sendiri atau mendatangi sendiri pihak yang ditagih, yang berada ditempat lain, cukup dengan menyerahkan surat tagihan tersebut kepada bank. b. Nasabah dapat menghemat tenaga dan biaya serta keamanan pun terjadi. Objek inkaso antara lain: a. Wesel b. Cek c. Surat undian d. Pengambilan uang (Money order) e. Kupon dan deviden f. Surat aksep g. Kuitansi h. Nota-nota tagihan lainnya. 3. Kliring Menurut kamus perbankan yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Perbankan Indonesia 1980, kliring adalah perhitungan utang piutang antara para peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat

diperhitungkan. 13 Dalam pengertian lain, kliring diartikan sebagai sarana perhitungan warkat antara bank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Tujuan pokok diadakannya kliring adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral dan merupakan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara bank-bank di suatu wilayah kliring yang disebut kliring lokal. Untuk wilayah-wilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia, maka penyelenggaraan kliring diserahkan kepada bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: kemampuan administrasi, tenaga pimpinan dan pelaksana, ruangan kantor, peralatan komunikasi, dan lain-lain. Menurut Thomas Suyatno dalam buku Lembaga Perbankan, ketentuan khusus bagi bank penyelenggara kliring, yaitu: a. Berkewajiban untuk melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Menyampaikan laporan-laporan tentang data-data kliring setiap minggu bersama-sama dengan laporan likuiditas mingguan kepada Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang bersangkutan. c. Untuk mempermudah bank penyelenggara kliring dalam penyediaan uang kartal, maka ditentukan bahwa hasil kliring hari itu dapat diperhitungkan pada rekening bank pada Bank Indonesia. 14 13 Tim Penyusun Kamus Perbankan Indonesia, Kamus Perbankan, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1980 14 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, Hlm 86

Persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bagi suatu bank untuk dapat ikut serta dalam kliring yaitu: a. Bank-bank yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan dan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia terlebih dahulu. b. Bank tersebut telah menjalankan usahanya minimal 3 bulan atas izin Menteri Keuangan. c. Bank tersebut telah memenuhi penilaian sebagai bank yang sehat baik ditinjau di bidang administrasi, pimpinan maupun keuangan. d. Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut mencapai sekurang-kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian bank baru di wilayahnya. e. Bank peserta kliring wajib membuka rekening Koran di Bank Indonesia. f. Bank yang tidak tercatat sebagai peserta dapat ikut serta secara tidak langsung melalui pengikutsertaannya dengan bank lain (peserta) g. Menyetor jaminan kliring sebesar 50% rata-rata kewajiban 20 hari terakhir dikurangi 40% rata-rata tagihan harian 20 hari terakhir. Kewajiban tersebut hanya berlaku bagi kantor bank yang baru menjadi peserta kliring atau yang baru direhabilitasi. Kewajiban menyetor jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang pindah wilayah kliring.

h. Bank peserta menentukan anggotanya sebagai wakil tetap pada lembaga kliring dan memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia. 4. Bank Garansi Bank garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank, dalam arti bank menyatakan suatu pengakuan tertulis yang isinya menyetujui mengikatkan diri kepada penerima jaminan dalam jangka waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu apabila di kemudian hari ternyata si terjamin tidak memenuhi kewajibannya kepada si penerima jaminan. Bank menjamin nasabah untuk memenuhi suatu kewajiban apabila nasabah yang bersangkutan di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak lain sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Bank garansi diberikan oleh bank kepada nasabah dengan tujuan membantu nasabah yang akan melakukan suatu transaksi tertentu yang tidak membutuhkan kredit dari bank. Dalam suatu pemberian bank garansi terdapat 3 pihak yang terkait yaitu: a. Penjamin, yaitu bank sebagai pihak yang memberikan jaminan b. Terjamin, yaitu pihak yang diberikan jaminan oleh bank c. Penerima jaminan, yaitu pihak yang menerima jaminan dari bank Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia NO.23/88/KEP/DIR tentang Pemberian Garansi Bank tanggal 18 Maret 1991, bank garansi berbentuk: a. Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi).

b. Garansi dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya atas surat berharga seperti aval dan endosemen dengan hak regres yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank apabila yang dijamin cedera janji (wanprestasi). c. Garansi lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga dapat menimbulkan kewajiban finansial bagi bank. 15 Menurut Thomas Suyatno, bahwa tujuan dari pemberian bank garansi: 1. Untuk melaksanakan pembangunan proyek diadakan perjanjian antara pemborong dan pemberi pekerjaan pembangunan proyek. Pihak pemberi pekerjaan menginginkan adanya bank garansi untuk menutupi pekerjaan pembangunan proyek. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko, yang terjadi akibat pemborong melakukan wanprestasi sebelum pembangunan proyek diselesaikan. 2. Untuk pembelian barang. 3. Untuk mendapatkan Keterangan Pemasukan Pabean (KPP) atas barangbarang yang L/C-nya belum dibayar penuh oleh importir. 16 Berkaitan dengan penerbitan bank garansi tersebut, bank dapat memberikannya baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. Dalam kegiatan pelayanan jasa berupa penerbitan bank garansi, maka bank penerbit akan menerima imbalan jasa dari si terjamin berupa provisi. Di samping pembebanan 15 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/88/KEP/DIR tentang Pemberian Garansi Bank tanggal 18 Maret 1991 16 Hermansyah, Op.cit., hlm. 89

provisi, semua biaya yang timbul akibat pemberian bank garansi menjadi beban pihak yang diberi jaminan. 5. Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box) Kotak pengaman simpanan atau safe deposit box adalah salah satu sistem pelayanan bank kepada masyarakat, dalam bentuk menyewakan kotak (box) dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak (box) pengaman tersebut. Kotak pengaman simpanan atau safe deposit box merupakan simpanan dalam bentuk tertutup, dalam arti, pejabat bank tidak boleh memeriksa/menyaksikan wujud/bentuk barang yang disimpan. Barang-barang yang diizinkan untuk disimpan dalam kotak pengaman adalah terbatas yaitu : a. Mata uang, barang-barang berharga, logam mulia. b. Kertas-kertas berharga, sertifikat, atau dokumen-dokumen penting lainnya. c. Barang-barang lain yang disetujui oleh bank secara tertulis. Atas jasa yang diberikan oleh bank tersebut, maka pihak penyewa kotak pengaman simpanan (safe deposit box) diwajibkan membayar uang sewa dan uang jaminan atas anak kunci yang berupa kunci cadangan yang disimpan oleh bank dan kunci yang disimpan oleh penyewa. Namun tidak setiap bank memiliki kotak pengaman simpanan (safe deposit box) karena biaya pembangunannya (pemasangan pintu besinya khusus dan penjagaan keamanan yang ketat) sangatlah mahal. Harga sewa dan uang jaminan kuncinya juga sangat mahal sehingga hanya nasabah tertentu saja yang berminat untuk menyewanya. Hanya dalam jangka

waktu yang lama bank dapat mengembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan untuk membiayai aktiva tersebut. 17 6. Kartu Kredit (Credit Card) Kartu kredit (credit card) adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek. Menurut Suryohadibroto dan Prakoso, kartu kredit adalah alat pembayaran sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada tempat-tempat yang menerima kartu kredit atau bias digunakan konsumen untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya (cash advance). 18 Pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan kartu kredit adalah pemegang kartu kredit (card holder), penerima pembayaran dengan kartu kredit (merchant), dan penerbit kartu kredit (issuer). Pemegang karu kredit adalah pihak yang telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh penerbit sehingga berhak memegang dan menggunakan kartu kredit tersebut. Penerima pembayaran kartu kredit biasanya pemilik tempat perbelanjaan dan hiburan, seperti swalayan, hotel, restoran, dan perusahaan jasa lainnya. Sedangkan pihak penerbit kartu kredit adalah bank. Menurut Muhammad Djumhana, berdasarkan cara pembayarannya, jenis kartu kredit terdiri dari: 17 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2003, hal 124. 18 Hermansyah, Op.cit. Hlm. 90

a. Charge card atau Kartu Tagihan, yaitu kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang pelunasan tagihannya dilakukan secara keseluruhan saat tagihan itu datang. Pemegang kartu diberi keleluasaan untuk memakainya tidak terbatas (no limit), tetapi ia dibatasi dalam pelunasan tagihannya dengan jangka waktu tertentu sejak ia menggunakannya sampai tagihan datang. Bila pemegang kartu kredit tidak dapat melunasi seluruh tagihan, atas sisa tagihan akan dikenakan denda (penalty), tetapi ia masih tetap diharuskan untuk melunasinya pada jangka waktu tertentu, dan apabila belum dibayar juga, maka kartu akan dibatalkan, dan pemegangnya dicantumkan dalam daftar hitam. b. Credit card atau Kartu Kredit, yaitu kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang pelunasan tagihannya dapat dilakukan secara bertahap atau dicicil, dan kepada pemegang kartu diberikan kredit yang jumlahnya dibatasi. Batas kredit (credit limit) biasanya bervariasi tergantung kepada kemampuan finansial pemegang kartu, dan kepercayaan pihak penerbit. Saat tagihan datang, pemegang kartu diwajibkan membayar jumlah tertentu (minimum payment), dan sisanya akan dikenakan bunga yang besarnya telah ditentukan oleh penerbit. Kartu kredit ini daya lakunya ada yang bersifat internasional, dan ada juga yang hanya bersifat lokal, dalam arti daya lakunya atau penggunaannya terbatas di Negara di mana kartu tersebut diterbitkan. Selain kedua jenis kartu di atas, sekarang juga berkembang yang disebut debit card atau kartu debit, yaitu kartu yang berfungsi sebagai alat pembayaran

yang praktis sebagai pengganti uang tunai, yang dapat dibelanjakan sebatas kredit yang diberikan, di mana setiap transaksi memotong secara otomatis rekening pemegang kartu. Contohnya yaitu kartu debit dari BCA dan kartu dari Mandiri, di mana pemegang kartu tersebut mempunyai rekening misalnya berupa tabungan. 19 7. Perdagangan Valuta Asing (Valas) Pada dasarnya, terjadinya perdagangan valuta asing disebabkan adanya permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran tersebut terjadi sebagai akibat adanya transaksi bisnis internasional. Kegiatan ekspor dan impor yang dilakukan oleh para pihak yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda akan menimbulkan jual-beli valuta asing. Menurut Thomas Suyatno, transaksi dalam perdagangan valuta asing terdiri dari: 1. Transaksi Tunai (Spot), yaitu transaksi jual beli valuta asing yang penyerahan masing-masing valuta yang diperjualbelikan tersebut umumnya dilaksanakan setelah dua hari kerja berikutnya dari saat transaksi terjadi. 2. Transaksi Tunggak (Forward), adalah transaksi yang dilakukan antara suatu mata uang terhadap mata uang terhadap mata uang lainnya dengan penyerahan batas waktu (maturity date)-nya dilaksanakan pada suatu waktu yang akan datang. 19 Muhammad Djumhana. Op.cit. hlm 403.

3. Transaksi Barter (Swap), adalah kombinasi dari membeli dan menjual dua mata uang secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan tunggak, yaitu pembelian dan penjualan suatu mata uang terhadap mata uang lainnya yang dilakukan secara bersamaan/simultan dengan batas waktu yang berbeda. 20 8. Kustodian Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 UU NO 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan kostodian adalah: Pihak yang memberikan jasa penitipan efek atau harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hakhak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabah. 21 Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU NO 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tersebut bahwa Apa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai custodian adalah Lembaga Penyimpana dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam. Dari ketentuan di atas, menunjukkan bahwa sebagai lembaga penunjang pasar modal yang dinamakan kustodian tersebut dalam kegiatannya adalah mewakili pemegang rekening atau penanaman modal yang menjadi nasabahnya dalam kegiatan pasar modal yang bekerja berdasarkan perintah dari nasabahnya 20 Hermansyah. Op.cit. Hlm. 92 21 Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

tersebut. Berkaitan dengan itu, sebagaimana yang ditentukan dalam Undang- Undang bahwa bank umum dapat juga menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Selanjutnya Bank Umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam disebut Bank Kustodian. 9. Letter Of Credit Letter of Credit adalah suatu kontrak, dengan mana suatu bank bertindak atas permintaan dan perintah dari seorang nasabah (pemohon L/C) yang biasanya berkedudukan sebagai importir untuk melakukan pembayaran kepada pihak pengekspor (eksportir) atau pihak ketiga (beneficiary) atau membayar atau mengaksep wesel-wesel yang ditarik oleh pihak ketiga, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran, atau untuk mengaksep atau mengambil alih wesel-wesel tersebut, atas dasar penyerahan dokumen tertentu yang sebelumnya telah ditentukan, asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut Sentosa Sembiring, Letter of Credit (L/C) adalah merupakan suatu perintah dari importir (pembeli) kepada banknya (opening bank) agar melakukan pembayaran kepada penjual (eksportir), dengan ketentuan pihak eksportir harus melengkapi syarat-syarat yang telah disepakati, sebagaimana yang tertuang dalam kontrak penjualan (sales contract). 22 Sedangkan menurut Amir M.S dalam bukunya Letter of Credit dalam Bisnis Ekspor-Impor, mengatakan 22 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm 57.

bahwa Letter of Credit adalah suatu instrumen pembayaran perbankan yang sangat penting (terutama dalam perdagangan ekspor-impor) yang digunakan sebagai sarana untuk memudahkan penyelesaian utang piutang. 23 Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pada dasarnya Letter of Credit adalah suatu instrumen perbankan yang berbentuk suatu surat (kontrak antara importir dan eksportir) yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa tersebut dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Secara umum menurut Amir M.S, suatu Letter of Credit memuat hal-hal pokok sebagai berikut: a. Nomor dan tanggal b. Jenis dan sifat Letter of Credit yang dibuka c. Nama dan alamat eksportir (penerima Letter of Credit) yang biasa disebut sebagai pihak ketiga (beneficiary) d. Jumlah dana yang tersedia e. Uraian mengenai barang dan jumlahnya f. Perincian dokumen pengapalan yang dipersyaratkan g. Batas waktu pengapalan terakhir h. Batas waktu berlakunya Letter of Credit i. Syarat pengapalan j. Ketentuan negosiasi dokumen pengalaman 24 23 Hermansyah. Op.cit. Hlm. 94 24 Ibid. Hlm. 95

Lebih lanjut mengenai proses pembukaan dari Letter of Credit dengan mengacu kepada pendapat Huala Adolf dalam bukunya Hukum Perdagangan Internasional adalah sebagai berikut. 1. Aplikasi (Application) Setelah penjual dan pembeli menandatangani kontrak jual beli, yang mana dalam kontrak itu memuat kesepakatan bahwa transaksi antara mereka akan diselesaikan dengan Letter of Credit, maka pembeli (importir) akan meminta kepada banknya untuk membuka Letter of Credit. Adapun mengenai data-data yang harus dicantumkan dalam formulir aplikasi Letter of Credit adalah sebagai berikut: a. Nama dan alamat eksportir atau pihak ketiga (beneficiary) b. Nama dan alamat pembeli/pemohon (importir) c. Nilai Letter of Credit yang dibuka dengan pengiriman (shipping terms) yang telah disetujui d. Jenis Letter of Credit e. Syarat pembayaran f. Uraian barang g. Dokumen-dokumen yang diperlukan, baik jenis maupun jumlahnya h. Masa berlakunya Letter of Credit dengan menetapkan tanggal berakhirnya i. Tanggal pengapalan terakhir j. Pelabuhan bongkar muat k. Persyaratan barang yang harus dikirim oleh eksportir

l. Ketentuan-ketentuan khusus yang diperlukan (misalnya: boleh tidaknya penggantian kapal, atau boleh tidaknya pengapalan sebagian) m. Cara menyampaikan Letter of Credit lewat surat atau teleks, dan sebagainya 2. Pembukaan/Penerbitan Letter of Credit Atas dasar aplikasi pembukaan Letter of Credit sebagaimana diuraikan di atas yang telah disetujui oleh para pihak, bank penerbit (issuing bank) membuka dan menerbitkan Letter of Credit yang ditujukan kepada penerima (eksportir), yang isinya sesuai benar dengan apa yang tercantum dalam formulir aplikasi. Ketentuan-ketentuan yang ditambahkan oleh bank penerbit (issuing bank) pada umumnya adalah: a. Syarat pengapalan, seperti larangan terhadap penggunaan kapal-kapal berbendera Negara tertentu b. Jangka waktu penyerahan dokumen c. Ketentuan-ketentuan tentang endosement terhadap dokumen-dokumen yang dinegosiasikan (negotiable), seperti bill of leading, konsep (draft), dan sebagainya d. Reimbursement instruction (perintah) kepada negosiasi (negotiating) bank untuk penagihan terhadapnya e. Ketentuan pengiriman dokumen, ke mana dan berapa kali pengiriman. 25 2006, Hlm. 142 25 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Dalam transaksi perdagangan baik di dalam maupun luar negeri, terjadi hubungan jual beli antara penjual (eksportir) dan pembeli (importir). Untuk kelancaran transaksi perdagangan tersebut diperlukan adanya suatu kerja sama yang baik dan saling menguntungkan dengan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Letter of Credit atau L/C dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu bentuk jasa bank yang bertujuan untuk memperlancar transaksi perdagangan atau jual beli barang dari satu tempat ke tempat lainnya, baik yang bersifat lokal maupun internasional. D. Peranan Bank Indonesia Secara umum, peranan Bank Sentral sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya sistem perbankan yang sehat dan efisien itu, karena dunia perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu Negara. Sedangkan secara khusus, Bank Sentral mempunyai peranan penting dalam mencegah timbulnya risiko-risiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, terwujudnya suatu sistem perbankan yang sehat perlu terus dilakukan secara berkesinambungan. Lembaga yang bertanggung jawab dalam mewujudkan sistem perbankan yang sehat itu adalah Bank Sentral. Kewenangan Bank Sentral dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank adalah sebagai alat atau sarana untuk mewujudkan sistem perbankan yang

sehat, yang menjamin dan memastikan dilaksanakannya segala peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyelenggaraan usaha bank oleh bank yang bersangkutan. Dengan demikian, bila ternyata dalam tugas mengatur dan mengawasi bank tersebut Bank Sentral menemukan suatu penyimpangan yang dilakukan oleh bank, akan dapat segera dilakukan tindakan. 1. Tugas Pengaturan dan Pengawasan Bank Menurut UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia Serta UU NO 7 Tahun 1992 jo UU NO 10 Tahun 1998 Pada pokoknya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mempunyai 3 bidang tugas yaitu: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran c. Mengatur dan mengawasi bank Bahwa dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, menurut ketentuan Pasal 24 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat bersifat pengawasan langsung atau pengawasan tidak langsung. Menurut penjelasan ketentuan Pasal 27 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam

bentuk pemeriksaan yang disertai dengan tindakan-tindakan perbaikan. Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, evaluasi laporan bank. Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai: a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana b. Pelaksanaan kebijakan moneter c. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian internasional. 26 2. Wewenang Bank Indonesia Berkaitan dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral berwenang: a. Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian b. Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut izin usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, 26 Ferry N Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel Dan Peraturan Bank Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, Hlm 62.

memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu c. Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung melalui penyampaian laporan, keterangan oleh bank serta hasil pemeriksaan terhadap bank, secara berkala ataupun setiap waktu jika diperlukan d. Menugaskan kepada pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan. Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh e. Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindakan pidana di bidang perbankan f. Melakukan tindakan tertentu sebagai akibat dari penilaian Bank Indonesia terhadap suatu bank atas kegiatan yang dapat membahayakan usaha bank tersebut dan/atau sistem perbankan secara keseluruhan g. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sector jasa keuangan yang independent, dan dibentuk dengan undang-undang h. Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank. Sistem informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia i. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundangundangan

Di Indonesia, berdasarkan UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, ditentukan bahwa Bank Indonesia sebagai otoritas pembina dan pengawas perbankan di Indonesia mempunyai wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan bank. Barkaitan dengan itu, menurut Marulak Pardede, bahwa untuk menciptakan perbankan yang efisien, maka Bank Indonesia perlu mendorong terciptanya sarana yang dapat menunjang kelancaran dalam pemberian jasa perbankan kepada masyarakat. Sarana tersebut berupa sarana penunjang kegiatan operasional bank, yaitu: a. Lembaga kliring, yang memungkinkan bank melayani transaksi pembayaran nasabahnya dengan mudah, cepat dan aman b. Pasar uang antarbank dan pengembangan surat-surat berharga pasar uang, yang memungkinkan bank memperoleh pinjaman jangka pendek secara mudah, efisien, dan aman dalam rangka pengelolaan likuiditas yang lebih baik c. Fasilitas discount window atau kemudahan yang memungkinkan bank mendapatkan dana sementara untuk keperluan likuiditasnya dalam keadaan, di mana bank tersebut sudah tidak mampu memperolehnya dari pasar d. Sistem informasi kredit, yang memungkinkan bank memperoleh dan saling menukar informasi tentang keadaan debiturnya. 27 27 Marulak Pardede. Efektivitas Pengawasan Perbankan (Basle Committee on Banking Supervision) Dalam Perbankan Nasional Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 15. September 2001.

Sejalan dengan UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009, maka UU NO 10 Tahun 1998 memberikan wewenang dan kewajiban bagi Bank Indonesia untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat pencegahan atau preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk dan nasihat, bimbingan dan pengarahan, maupun secara perbaikan atau represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, sehingga pada akhirnya Bank Indonesia dapat menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun secara keseluruhan. Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat pencegahan maupun perbaikan atau preventif maupun represif. Dalam bagian penjelasan dari ketentuan Pasal 29 ayat (5) UU NO 10 Tahun 1998, dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain: a. Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan b. Kriteria penilaian tingkat kesehatan c. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan d. Pedoman pemberian informasi kepada nasabah Kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha bank kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut dibutuhkan untuk memantau keadaan suatu bank. Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka melindungi dana masyarakat dan menjaga

keberadaan lembaga perbankan. Dalam rangka memperoleh kebenaran atas laporan yang disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bank. Menurut ketentuan Pasal 8 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, tugas bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 tersebut di atas mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia, antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur, dan mengawasi bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan. Dalam ketentuan Pasal 8 tersebut juga terkandung arti bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral diberi tugas untuk memajukan dan mengembangkan sistem perbankan yang sehat serta menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan dana atau uangnya kepada bank.

Berdasarkan pada apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat, tepat dan handal, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat. Menurut ketentuan Pasal 24 UU NO 23 Tahun 1999 jo UU NO 3 Tahun 2004 jo UU NO 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa dalam rangka malaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Berkaitan dengan itu, dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian (prudential banking). Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat. Mengingat pentingnya tujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan-peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil. Pengaturan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut disesuiakan pula dengan standar yang berlaku secara internasional. Berkaitan dengan itu, pokok-pokok berbagai ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia, antara lain memuat:

a. Perizinan b. Kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan c. Kegiatan usaha bank pada umumnya d. Kegiatan usaha bank berdasarkan Prinsip Syariah e. Merger, konsolidasi, dan akuisisi bank f. Sistem informasi antarbank g. Tata cara pengawasan bank h. Sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia i. Penyehatan bank j. Pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hokum bank k. Lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan E. Pengawasan Kepemilikan Bank Fungsi pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia terdapat dalam UU NO 10 Tahun 1998. Penjelasan Pasal 29 memberikan pengertian fungsi pembinaan dan pengawasan bank tersebut, sebagai berikut: 1. Pembinaan adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek: a. Kelembagaan bank b. Kepemilikan bank c. Kepengurusan bank d. Kegiatan usaha bank e. Pelaporan bank

f. Lainnya yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank 2. Pengawasan meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan bank dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Jadi, UU NO 10 Tahun 1998 membedakan secara jelas yang dimaksud dengan fungsi pembinaan dan fungsi pengawasan dari bank tersebut. Fungsi pembinaan menitikberatkan pada atau diartikan dengan regulation atau peraturan, sedangkan fungsi pengawasan menitikberatkan pada atau diartikan dengan supervision atau pengawasan. Selanjutnya, pada penjelasan Pasal 29 tersebut, dijelaskan pula tujuan dari pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia tersebut, yaitu: 1. Kedua fungsi ini harus dilakukan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang dismpan pada bank atas dasar kepercayaan, karenanya keadaan suatu bank perlu dipantau oleh Bank Indonesia 2. Tujuannya agar kesehatan bank tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terpelihara, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat 3. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat

pencegahan atau preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjukpetunjuk, nasihat-nasihat, bimbingan dan pengarahan maupun secara perbaikan atau represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan 4. Di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan internal dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatihatian. Pada intinya tujuan pembinaan dan pengawasan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien, sehingga kesehatannya tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadapnya juga terpelihara. 1. Tingkat Kesehatan Bank Penilaian tingkat kesehatan bank tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga di berbagai Negara lain. Tentu saja, meskipun prinsip-prinsip yang digunakan oleh Bank Sentral atau lembaga pengawas dan Pembina perbankan (monetary authority) pada pokoknya sama, cara-cara dan teknik penilaian yang dipergunakan dapat saja berbeda di tiap Negara. Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia sebagai Pembina dan pengawas bank. Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak tersebut perlu mengingatkan diri dan secara bersama-sama berupaya mewujudkan bank yang sehat. Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai:

a. Tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku b. Tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan cara mengkuantifikasikan dua aspek yaitu: a. Aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank dengan pendekatan kualitatif b. Pelaksanaan ketentuan tertentu yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan bank 2. Kewajiban-kewajiban Bank Secara umum dalam menjalankan tugas dan kegiatannya, bank wajib berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan yang sehat dan mematuhi ketentuan yang berlaku serta harus menghindari praktik atau kegiatan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bank atau merugikan kepentingan masyarakat. Kewajiban-kewajiban bank antara lain: a. Bank berkewajiban untuk menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya (Pasal 29 ayat (3) UU NO 10 Tahun 1998)

b. Bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank untuk kepentingan nasabah (Pasal 29 ayat (4) UU NO 10 Tahun 1998) c. Bank wajib untuk menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Pasal 30 UU NO 10 Tahun 1998 d. Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 34 UU NO 10 Tahun 1998 e. Bank wajib menetapkan untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 35 UU NO 10 Tahun 1998) 3. Pemeriksaan Bank Dalam rangka melakukan tugas pengawasan berdasarkan Pasal 31 dan Pasal 33 UU NO 10 Tahun 1998, Bank Indonesia berwenang melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Pada dasarnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktik perbankan yang sehat. Terhadap keuangan

Negara yang dikelola oleh suatu bank, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan pada bank yang bersangkutan. Adapun tujuan pemeriksaan terhadap bank tersebut adalah untuk memperoleh kebenaran atas informasi kegiatan usaha bank yang disampaikannya kepada Bank Indonesia dan untuk mengetahui kepatuhan bank yang bersangkutan terhadap ketentuan yang telah berlaku. Pelaksanaan pemeriksaan bank oleh Bank Indonesia meliputi antara lain buku-buku, berkas-berkas, catatan, dokumen dan data elektronis, termasuk salinan-salinannya. Bank wajib memberikan kepada pemeriksa: a. Keterangan dan data yang diminta, termasuk data elektronis dan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan b. Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya c. Hal-hal yang diperlukan, antara lain adalah penyediaan ruang kerja dan salinan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan 28 Menurut Pasal 31A UU NO 10 Tahun 1998, Bank Indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap bank, dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan. 29 Pemeriksaan oleh Akuntan Publik tersebut dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksa dari Bank Indonesia. Akuntan Publik yang melaksanakan pemeriksaan terhadap bank, berkewajiban merahasiakan 28 Rachmadi Usman. Op.cit. Hlm. 138 29 UU No 10 Tahun 1998

keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan. Segala laporan pemeriksaan terhadap bank, baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri maupun pihak lain dan atas nama Bank Indonesia, bersifat rahasia. Persyaratan dan tata cara pemeriksaan terhadap bank tersebut lebih lanjut diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/1/BPPP masing-masing tanggal 3 Agustus 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank. F. Rahasia Bank Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Pengadilan dari Appeal atau Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendirian dalam kasus Tournier vs National Provicial and Union Bank of England tahun 1924 30, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi pedoman dalam menangani kasus-kasus hukum (leading case law) yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian menjadi pedoman pengadilan Negara yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Fuster v. The Bank of London tahun 1862 31, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu itu, pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya. 30 Tournier vs National Provincial and Union Bank of England (1924) IKB 461. Lihat pula Putusan tahun 1989. Lipkin Gorman v. Karpnale Ltd. (1989) I WLR. 31 Fuster vs Bank of London (1862) 3 F & F 213. Lihat Dennis Campbell (General ED.). Internasional Bank Secrecy. (London: Sweat & Maxwell, 1992),hlm. 243.

Permasalahan rahasia bank sering kali menjadi topik atau tema yang menarik untuk diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik di kalangan akademisi dan praktisi, bahkan para politisi. Menariknya masalah tersebut pada dasarnya disebabkan adanya keingintahuan dari masyarakat, terutama pihak-pihak yang berkepentingan, mengenai keadaan keuangan seorang nasabah debitur yang berada di suatu bank tertentu, sehat atau tidak, bermasalah atau tidak. Tetapi di lain pihak, bank tidak mungkin dapat memberikan keterangan tersebut karena terbentur dengan ketentuan yang mengatur rahasia bank. Adanya ketentuan mengenai rahasia bank itu kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat, bahwa bank sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perseorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat. Dengan kata lain, selama ini timbul kesan bahwa dunia perbankan bersembunyi di balik ketentuan rahasia bank untuk melindungi kepentingan nasabahnya yang belum tentu benar. Tetapi apabila bank sungguh-sungguh melindungi kepentingan nasabahnya yang jujur dan bersih, maka hal itu merupakan suatu keharusan dan kepatutan. Asas kerahasiaan dalam bidang keuangan termasuk rahasia bank ini sudah sejak lama dikenal dalam sejarah keuangan dan financial. Bahkan sejak zaman pertengahan, masalah rahasia di bidang keuangan ini sudah diatur dalam KUHPerdata Negara Jerman dan di kota-kota di Negara Italia bagian utara. 32 Seirama dengan perlindungan kepada hak-hak individu, maka perkembangan 32 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 110.

pemberlakuan prinsip rahasia bank ini juga semakin meluas. Bahkan, menjelang pertengahan abad ke-19, hampir semua bank di Eropa Barat telah menerapkan doktrin rahasia bank ini dengan berbagai variasinya. Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya. 1. Teori Rahasia Bank a. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak (absolutely theory) Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan Negara dan masyarakat sering terabaikan. b. Teori rahasia bank yang bersifat relatif Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau member keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak

dianut oleh bank-bank di banyak Negara di dunia, termasuk Indonesia. Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta keterangan atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Muhammad Djumhana, dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, terdapat 2 teori mengenai rahasia bank yaitu: a. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak, yaitu bank ini mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun, biasa atau dalam keadaan luar biasa b. Teori bank bersifat nisbi, yaitu bahwa bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya, bila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara. 33 2. Pengertian dan Ruang Lingkup Rahasia Bank Menurut Pasal 1 angka 28 UU NO 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Dalam Pasal 40 ayat (1) UU NO 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan 33 Ibid. hlm 172.