BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No.1 tahun 2006 yang menjelaskan tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Dalam UU tersebut dijelaskan tentang kewenangan daerah di wilayah laut yang terdapat dalam pasal 18. Pasal 18 terdiri atas 7 ayat yaitu: 1. Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. 2. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara 4. Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota; 5
5. Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. 6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. 7. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. II.2. Pedoman Penegasan Batas Daerah Pedoman penetapan batas di daerah mengacu kepada Permendagri No.1/2006. Permendagri ini merupakan tindak lanjut dari UU No. 32.2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Permendagri 1/2006 yang menjelaskan tentang penegasan batas di laut memiliki sepuluh pasal. Pasal 1: 6) Batas daerah di laut adalah pemisah antara daerah yang berbatasan berupa garis khayal (imajiner) di laut dan daftar koordinat di peta yang dalam implementasinya merupakan batas kewenangan pengelolaan sumber daya di wilayah laut. 7) Peta Dasar adalah peta yang memuat unsur topografi/rupabumi atau batimetri dan digunakan sebagai dasar pembuatan peta turunan/tematik. 8) Peta batas daerah adalah peta tematik yang menyajikan unsur-unsur batas dan unsur-unsur topografi/rupabumi atau batimetri yang terkait. 9) Pelacakan batas daerah di laut adalah kegiatan untuk menentukan letak batas di laut berdasarkan kesepakatan dan penentuan lokasi titik acuan. 11) Titik acuan adalah titik yang digunakan sebagai referensi untuk menentukan posisi titik awal. 12) Titik awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai dan ditetapkan sebagai titik untuk menentukan garis dasar. 6
13) Garis pantai adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan. Pasal 2: 1) Penegasan batas daerah dititikberatkan pada upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti, baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan; 2) Penegasan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas secara pasti di lapangan sampai dengan penentuan titik koordinat batas di atas peta. Pasal 10: 1. Penegasan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 diwujudkan melalui tahapan : a. penelitian dokumen; b. pelacakan batas; c. pemasangan pilar di titik acuan; d. penentuan titik awal dan garis dasar; e. pengukuran dan penentuan batas; dan f. pembuatan peta batas. 2. Tahapan penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilakukan dengan prinsip geodesi dan hidrografi. 3. Setiap tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dituangkan dalam berita acara kesepakatan. Pasal 11: Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf a meliputi : a. Peraturan Perundang-undangan tentang Pembentukan Daerah. b. Dokumen lainnya yang disepakati oleh daerah yang bersangkutan. 7
Pasal 12: 1) Pelacakan batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf b dilakukan untuk menentukan titik acuan di lapangan 2) Penentuan titik acuan di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) didasarkan pada peta dasar. Pasal 13: Pemasangan pilar titik acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf c dijadikan acuan dalam penentuan titik awal dan titik batas. Pasal 14: 1) Penentuan titik awal dan garis dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf d diperoleh dari hasil survei hidrografi atau peta laut skala terbesar yang tersedia. 2) Penentuan garis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 1) diperoleh dari dua titik awal yang berdekatan. 3) Garis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 2) terdiri dari garis dasar lurus dengan jarak tidak lebih dari 12 mil laut dan garis dasar normal yang mengikuti bentuk garis pantai. Pasal 15: 1) Pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e menggunakan garis dasar. 2) Pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1) meliputi : a. Batas antara dua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berdampingan, diukur mulai dari titik batas sekutu pada garis pantai antara kedua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota kearah laut yang ditetapkan berdasarkan prinsip sama jarak b. Batas antara dua daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 24 mil laut diukur berdasarkan prinsip garis tengah; 8
c. Batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah; d. Batas wilayah laut pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi dan jaraknya lebih dari dua kali 12 mil laut, diukur secara melingkar dengan lebar 12 mil laut; Hasil pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 2) dilengkapi dengan daftar koordinat titik batas daerah di wilayah laut. Pasal 16: Pembuatan peta batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf f, dilakukan berdasarkan metode: a. kompilasi dan atau penurunan dari peta laut yang telah tersedia; b. pemetaan terestris, atau; c. pemetaan fotogrametris. Pasal 17: a. Peta batas daerah mencakup batas daerah di darat dan di laut. b. Peta batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan skala minimal 1. Provinsi 1 : 500.000; 2. Kabupaten 1 : 100.000; 3. Kota 1 : 50.000. II.3. Generalisasi Generalisasi merupakan salah satu proses abstraksi dalam kartografi. Generalisasi melakukan operasi pada komponen-komponen geografi agar sesuai dengan skala peta dan kebutuhan komunikasi yang efektif. Tujuan utama pada generalisasi adalah untuk meningkatkan fungsi komunikasi pada peta. Tiap-tiap komponen dan atributnya berkontribusi terhadap komunikasi informasi yang efektif, dan tiap komponen harus terlihat pada tempat yang seharusnya dalam desain hierarki visual. 9
Terdapat empat elemen utama dalam generalisasi. Keempat elemen tersebut memiliki fungsi masing-masing. Akan tetapi keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.elemen-elemen yang dimaksud adalah: 1. Klasifikasi: merupakan pengurutan, penyekalaan, dan pengelompokan komponenkomponen oleh atribut dan nilai atributnya. 2. Simplifikasi: menentukan komponen-komponen atribut yang penting dan membuang detail yang tidak diinginkan. 3. Pembesaran (exaggeration): memperbesar atau mengubah komponen geografis untuk mendapatkan intisarinya pada dunia-nyata. 4. Simbolisasi: proses penerjemahan komponen geografis menjadi tanda grafis pada peta. II.3.1 Generalisasi Berdasarkan Permendagri 1/2006 Konsep generalisasi pada Permendagri 1/2006 adalah penggunaan garis dasar lurus. Dari beberapa titik awal yang ada ditentukan garis dasar yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan dapat dilihat pada gambar 2.1. 10
Laut Darat Keterangan: Gambar 2.1 Penerapan Garis Dasar Lurus = Garis pantai = Garis dasar lurus III.3.1 Generalisasi Berdasarkan Algoritma Douglas-Peucker Proses generalisasi yang akan dilakukan adalah garis pantai sehingga tidak semua elemen generalisasi digunakan. Untuk garis, elemen generalisasi yang digunakan adalah simplifikasi dengan kategori eliminasi titik. Ada dua alasan mengapa eliminasi digunakan: - Untuk mengiringi peta yang skalanya direduksi. - Untuk memberikan penekanan terhadap perubahan-perubahan yang sedikit terhadap skala yang tetap. Metode ini melakukan pendekatan terhadap simplifikasi garis dengan cara melihat seluruh garis pada satu waktu sebelum dilakukan generalisasi. Manipulasi yang digunakan untuk melakukan eliminasi adalah algoritma Douglas-Peucker. 11
Algoritma Douglas-Peucker dimulai dengan mendefinisikan toleransi maksimum dalam bentuk segmen garis: 1. Definisikan titik awal dan titik akhir dari suatu garis lurus yang dinamakan garis basis. Garis ini (AB) mengindikasikan perubahan dari garis asli. Garis Deviasi maksimum yaitu jarak antara garis basis dengan garis asli akan dihitung ( lihat gambar 2.2). Setiap deviasi maksimum akan dibandingkan dengan toleransi yang ditentukan. Gambar 2.2 Tahap 1 Algoritma Douglas-Peucker Keterangan: Batas toleransi ditentukan dari ketelitian pengeplotan (standar IHO) sebesar 0.4 mm. 2. Karena deviasi maksimum (FG) lebih besar daripada toleransi, maka dibuat dua garis basis baru (AG dan GB).Deviasi maksimum (HI dan JK) pada garis basis baru dihitung dan dibandingkan dengan toleransi (lihat gambar 2.3). Gambar 2.3 Tahap 2 Algoritma Douglas-Peucker 12
3. Pada contoh ini deviasi maksimum (HI) lebih kecil daripada toleransi, sehingga garis AG menggantikan garis asli dan deviasi maksimum (JK) dihitung (lihat gambar 2.4). Gambar 2.4 Tahap 3 Algoritma Douglas-Peucker 4. Panjang JK lebih besar daripada toleransi sehingga digambar dua garis basis baru (GJ dan JB) dan deviasi maksimumnya (CD dan MN) dihitung (lihat gambar 2.5). Gambar 2.5 Tahap 4 Algoritma Douglas-Peucker 5. Deviasi maksimum keduanya lebih kecil daripada toleransi, sehingga garis basis menggantikan garis aslinya. Gambar di bawah ini menunjukkan hasil dari algoritma Douglas-Peucker (lihat gambar 2.6). 13
Gambar 2.6 Tahap 5 Algoritma Douglas-Peucker II.4 Perhitungan Luas Wilayah Laut Wilayah laut suatu daerah akan dhitung luasnya. Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas (L) suatu area adalah: L= YiXj- XiYj / 2 atau L= XiYj - YiXj /2 dimana: i = titik batas j = titik batas setelah titik i (berikutnya) Cara penerapan dalam hitungan: Susun koordinat titik batas dengan titik akhir harus sama dengan titik awal. Susunan titik batas dapat searah jarum jam ataupun berlawanan. Bila searah jarum jam, gunakan rumus kedua. 14