BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KUTUKAN SEBAGAI BENTUK OPRESI ATAS PEREMPUAN. Sleeping Beauty dan Ella Enchanted merupakan dua buah fairy tale yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

KUTUKAN SEBAGAI BENTUK OPRESI ATAS PEREMPUAN DAN IDEOLOGI GENDER DALAM FILM SLEEPING BEAUTY DAN ELLA ENCHANTED

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB V PENUTUP. Karya-karya Suparto Brata yang berjudul Ser! Ser! Plong!, Mbok Randha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SUAMI IBU, SUAMI SAYA FIKSI PATRIARKIS DJENAR MAESA AYU OLEH: MARIA ULFAH NIM: A1B102019

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Penggambaran Karakter pada Tokoh Utama dalam Film Maleficent

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

MISTIFIKASI MITOS PSIKOLOGIS PEREMPUAN DALAM CERITA KECIL- KECIL PUNYA KARYA (KKPK) KARYA PENULIS PEREMPUAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ibunya, dan sekaligus menjadi inti cerita dalam film dari Arab Saudi berjudul

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB 6 PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Kritik ekofeminisme..., Ketty Stefani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

Nasib dan Takdir Manusia, Apa Bedanya?

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

[95] Ketika Peran Ibu Diperangi Friday, 18 January :09

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran atau moral atau bahkan sindiran (James Danandjaja, 1984:83).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

Gender dalam Persfektif Nilai Lokal Indonesia

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melihat perkembangan dan kemajuan ilmu teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi kehidupan manusia.secara etimologi, sastra sendiri diartikan sebagai

REPRESENTASI KULTURAL TOKOH SITI DALAM FILM OPERA JAWA: SEBUAH ANALISIS SEMIOTIKA SKRIPSI

BAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

Ha??? Serius kita mau ngambil jurusan itu??? Mau jadi apa ke depannya??? Mau makan apa kita???

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

FEMINISME DALAM DONGENG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Usulan Penelitian B. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Perfilman No.8 tahun 1992 film adalah karya cipta seni dan budaya

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN. lebih baik dari femininitas (Tong, 2006:190). Sedangkan Muted Group Theory melihat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia lekat dengan cerita rakyat. Salah satu cerita rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Renungan untuk Hari Kartini MEMBANGUN KONSEP DIRI PEREMPUAN YANG ADIL GENDER Oleh Nenden Lilis A.

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

Transkripsi:

BAB IV KESIMPULAN Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat perempuan mengalami opresi di berbagai aspek kehidupan. Ideologi patriarki tersebar begitu luas dan kekuatannya pun begitu besar. Hal ini membuat opresi yang terjadi kepada perempuan terlihat seolah-olah sebagai sesuatu hal yang wajar dan normal dan telah menjadi bagian dari kehidupan perempuan. Tanpa disadari, perempuan telah diatur dan dibentuk menjadi sosok yang pasif, patuh, dan takluk. Melalui berbagai aspek kehidupan perempuan telah diajarkan untuk memenuhi kualitas feminin di dalam dirinya. Perempuan dibuat menerima begitu saja kehidupan yang ditawarkan kepada mereka tanpa pernah tahu bahwa sesungguhnya mereka memiliki pilihan dan kebebasan dalam menentukan dan menjalani kehidupan mereka. Hal ini terjadi bagaikan sebuah kutukan yang menimpa para perempuan.

72 Fenomena ini dikemukakan oleh Betty Friedan dalam The Feminine Mystique (1974) yang mengangkat kehidupan para perempuan Amerika pasca Perang Dunia II. Feminine mystique telah membuat perempuan pada masa itu percaya bahwa eksistensi perempuan di dunia laki-laki diidentikkan dengan wilayah domestik. Perempuan dituntut untuk secara pasif menerima dan menjalani hidupnya tanpa pernah tahu akan adanya pilihan-pilihan yang dapat mereka ambil. Hal ini kemudian membuat perempuan menekan perasaan, keinginan dan jati diri mereka, dan inilah yang dinilai menjadi sebuah bentuk opresi di dalam kehidupan para perempuan. Dengan melihat pandangan Betty Friedan tadi penulis menilai kedua tokoh utama perempuan dalam Sleeping Beauty dan Ella Enchanted dua buah film yang memasukkan kutukan sebagai elemen penting di dalam alur ceritanya memiliki kesamaan dengan nasib yang dialami oleh perempuan di dalam lingkup budaya patriarki. Hadirnya kutukan di dalam kehidupan dua tokoh utama dalam Sleeping Beauty dan Ella Enchanted seakan menjadi sebuah konstruksi yang mengopresi kedua tokoh perempuan dan menjadikannya makhluk yang pasif, patuh, tunduk, dan tidak berdaya. Sleeping Beauty menghadirkan sosok perempuan yang sempurna, sesuai dengan idealisasi perempuan dalam kaca mata patriarki. Batasan hitam dan putih menjadi jelas ketika mengontraskan tokoh Aurora yang pasrah, takluk dan lemah lembut dengan Maleficent, seorang perempuan penyihir yang demonik. Dalam menghadapi kutukan yang terjadi pun Aurora seolah tidak diberi kesempatan untuk dapat bertindak sendiri atas nasib yang terjadi padanya. Tanpa mengetahui perihal

73 kutukan yang menimpanya, nasib Aurora kemudian ditentukan oleh ketiga peri baik. Pengisolasian Aurora di dalam hutan dan diubahnya kutukan kematian menjadi tidur panjang yang dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan, pada akhirnya menjadikannya sebagai pihak yang pasif dan lemah. Aurora kemudian harus menunggu seorang pangeran untuk datang menyelamatkan dan membebaskannya yang sekali lagi mengindikasikan dirinya sebagai sosok yang tidak berdaya. Kutukan yang beroperasi pada Aurora dalam Sleeping Beauty memposisikan perempuan sebagai sosok yang tunduk dan takluk. Perempuan dibuat untuk tidak dapat memperjuangkan nasibnya sendiri dan pasrah atas nasib yang ditawarkan kepadanya. Sementara itu, kutukan yang muncul dalam Ella Enchanted kemudian hadir untuk membatasi gerak dan aktifitas Ella serta menekan keinginan-keinginannya. Ella yang terlihat bebas dan mandiri menjadi perempuan yang takluk dan tidak berdaya di bawah kutukan yang beroperasi padanya. Hal ini berlaku layaknya opresi patriarki terhadap perempuan dengan menentukan dan membatasi apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh perempuan dalam hidupnya. Penulis kemudian melihat ideologi gender yang terkandung di dalam teks melalui pergerakan para tokoh demi mendapatkan kebebasannya. Aurora dalam Sleeping Beauty versi Disney ternyata memiliki ideologi gender yang sama dengan yang ada di masyarakat yang patriarkis. Ideologi gender tersebut masih dengan jelas memperlihatkan adanya oposisi biner yang kental dengan menggambarkan perempuan sebagai pihak yang pasif dan inferior, sedangkan laki-laki adalah tokoh yang aktif dan superior. Sebagai sebuah produk dari Walt Disney, kutukan yang hadir

74 dalam Sleeping Beauty menjadi sebuah konstruksi patriarki yang telah terinternalisasi begitu dalam dan memposisikan Aurora sebagai perempuan ideal menurut pandangan patriarki, yaitu perempuan yang patuh, pasif dan bergantung pada laki-laki untuk akhirnya memperoleh kebebasan bagi dirinya. Pada Ella Enchanted sekilas terlihat ada perbedaan karakter tokoh utama perempuan. Ella menjadi tokoh yang mandiri, memiliki inisiatif dan daya juang untuk mencapai kebebasannya. Hal ini didukung dengan penokohan yang memperlihatkan Ella sebagai karakter yang vokal dan aktif di ruang publik. Pada akhirnya, Ella pun dapat meraih kebebasannya dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri. Di sini terlihat Ella Enchanted melakukan sedikit perubahan dengan mencoba menghadirkan sosok perempuan yang aktif dan mandiri dalam mengatasi masalah yang muncul (baca:opresi). Akan tetapi, dalam upaya yang dilakukan untuk bisa mendapatkan kebebasan dari kutukan itu masih terdapat banyak ambivalensi di dalam teks Ella Enchanted. Kemandirian dan daya juang yang dimiliki Ella untuk menangani masalahnya yang terjadi akibat kutukan dipatahkan dengan menghadirkan tokoh laki-laki, Benny (talking book), yang kemudian banyak membantu Ella dalam perjalanannya menemukan Lucinda. Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan untuk membantu masih menjadi kualitas milik laki-laki. Adegan penyelamatan terhadap Slennan juga menunjukkan adanya ambivalensi. Penyelamatan tersebut sesungguhnya dilakukan atas perintah Slennan sendiri yang kemudian mengoperasikan kutukan terhadap Ella. Kutukan yang

75 beroperasi pada Ella, di satu sisi, dianggap telah membuat dirinya menjadi patuh dan pasif karena ia begitu saja menuruti perintah orang lain pada dirinya. Namun di sisi yang lain, adegan perkelahian antara Ella dan para penjahat yang terjadi atas beroperasinya kutukan menjadikan Ella sebagai sosok yang aktif dengan melakukan tindakan penyelamatan diri baginya dan juga Slennan. Melalui hal ini juga terlihat bahwa beroperasinya kutukan pada Ella tidak selalu berdampak buruk melainkan dapat menjadi sebuah bentuk penyelamatan diri. Selain itu, Ella yang merasa bahwa kutukan telah menyengsarakan dirinya, justru terlihat menikmati adegan bernyanyi dan menari di Giantville yang sesungguhnya adalah hasil dari beroperasinya kutukan pada dirinya. Pada bagian ini terlihat bagaimana kutukan (baca: opresi) yang ada tampak telah terinternalisasi dengan dalam sehingga membuat penderitanya sendiri (perempuan) tidak lagi sadar akan hal tersebut dan mengaburkan antara paksaan dan kehendak. Melalui upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh perempuan dalam Ella Enchanted dapat dilihat memang ada usaha yang berusaha dilakukan untuk merubah ideologi gender yang ada pada Sleeping Beauty dengan menampilkan tokoh Ella sebagai perempuan yang berkehendak, mandiri, dan memiliki daya juang untuk meraih kebebasan dirinya. Akan tetapi, dalam upaya yang dilakukan demi mencapai kebebasan itu banyak terjadi ambivalensi yang pada akhirnya membuat teks ini belum berhasil membawa sebuah ideologi gender yang benar-benar baru dan berbeda dari fairy tale milik Disney. Namun demikian, yang cukup penting untuk dinilai adalah

76 Ella Enchanted telah menunjukkan bahwa perempuan mempunyai kesadaran dan kemauan untuk membuat dan melakukan pilihan-pilihan bagi dirinya sendiri.