BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Berkendara sepeda motor sudah menjadi budaya pada masyarakat modern saat ini.kesan bahwa berkendara motor lebih identik dengan kaum adam nampaknya begitu kokoh dan membumi bagi kesadaran masyarakat pada umumnya sebelum masa era modern ini. Status peran dan fungsi sosial sangat mempengaruhi hal ini disamping pengaruh pemahaman kepercayaan seperti keberagamaan juga layak untuk diperhatikan. Wanita terkesan lebih diidentikkan dengan permasalahan domestik dan lebih berperan secara subordinatif dalam struktur sosialnya. Namun realitasnya laki-laki awalnya lebih diidentikkan dengan berkendara motor itu sendiri. Ada beberapa faktor yang mendasari hal ini antara lain: identitas maskulin pada sepeda motor, pandangan tentang tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar dibanding perempuan, adanya stereotip rasa tidak percaya laki-laki untuk diboncengkan perempuan, laki-laki yang memboncengkan perempuan merupakan budaya masyarakat, dan faktor resiko dalam perjalanan. Maskulinitas adalah image kejantanan, ketangkasan, keperkasaan, keberanian untuk menantang bahaya, keuletan, keteguhan hati, hingga

2 keringat yang menetes, otot laki-laki yang menyembul atau bagian tubuh tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki. Maskulinitas sendiri selain merupakan konsep yang terbuka, pada dasarnya bukan merupakan identitas yang tetap dan maskulinitas yang dipisahkan dari pengaruh ras, kelas dan budaya melainkan dalam sebuah jarak (range) identitas yang kontradiktif. Terminologi maskulin sama halnya jika berbicara mengenai feminin. Maskulin merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Laki-laki tidak dilahiran begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh kebudayaan. Hal yang menentukan sifat perempuan dan laki-laki adalah kebudayaan (Barker, Nasir, 2007: l). Awal abad ke-18 dapat disebut sebagai titik awal dalam sejarah feminisme. Walaupun sudah ada wanita yang melakukan debat untuk mendapat posisi yang diakui masyarakat, feminisme belum terlalu banyak berkembang pada saat itu. Pada saat itu yang bermunculan adalah para wanita yang menulis karya yang menunjukkan tuntutan mereka untuk mendapatkan persamaan hak, khususnya di dalam bidang pendidikan. Kemudian, Para wanita mulai tertarik dengan ide-ide baru yang muncul setelah revolusi Perancis. Mereka membayangkan kalau hubungan antar gender yang saat ini berlaku dihapuskan dan muncul dalam bentuk berbagai macam asosiasi yang ingin menghentikan dominasi pria dan menolak anggapan umum bagaimana menjadi seorang wanita saat itu. (Hannam, 2007:6)

3 Sekitar pertengahan abad ke-18, para wanita di Eropa, Amerika Utara, dan para koloninya di Kanada, Selandia Baru dan Australia mengatur bersama pertama kalinya di dalam kelompok dan masyarakat yang bertujuan mancapai perubahan dan perkembangan di dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik wanita. Organisasi-organisasi menjadi pusat dari sejarah gerakan feminisme. Mereka terus mendidik dan membuat para wanita menuangkan isi pikirannya. Mereka ingin ideologi mereka dikenali di masa depan nantinya. Mereka menulis autobiografi, riwayat hidup atau sejarah yang kelak akan kita kenal sebagai karakteristik dari awal munculnya feminisme. (Hannam, 2007:7) Gerakan-gerakan yang terorganisasi inilah yang menjadi pusat di dalam sejarah feminisme. Wanita-wanita yang dididik dan mengeluarkan isi pikirannya ini sadar mereka sedang membuat sejarah. Mereka ingin di masa depan, generasi selanjutnya mengetaui prestasi mereka diketahui dan menceritakannya. Mereka menulis autobiografi, memori, dan sejarah yang nantinya akan membantu terbentuknya karakteristik dan tujuan dari feminisme awal. Hubungan dekat antara politik feminis dan organisasiorganisasi inilah yang menjadi cikal bakal pergerakan wanita di tahun 1960 sampai dengan tahun 70-an. (Hannam, 2007:7) Di dalam masyarakat indonesia bahkan mungkin di dunia, terdapat suatu anggapan yang bahwasanya dunia otomotif adalah tempat para pria bukan tempat bagi perempuan yang lebih identik dengan sifat feminimnya.

4 Sifat feminim yang dimaknai hari ini adalah, dimana perempuan lebih sering mengurusi hal-hal domestik urusan rumah tangga seperti memasak, mengurus anak bahkan untuk urusan bersolek dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan anggapan dunia otomotif yang masyarakat awam ketahui selama ini. Dimana seluruh aktifitas dan tindakannya harus menggunakan keterampilan dan memerlukan tenaga besar untuk dapat bekerja atau berinteraksi serta bersosialisasi dengan orang lain. Oleh karena itulah, dunia otomotif diidentikkan dengan dunia pria bukan dunia bagi perempuan. Namun, sekarang terjadi pergeseran budaya bahwasanya dunia otomotif juga bisa dimasuki oleh perempuan. Hal ini diawali dengan banyaknya perempuan yang bekerja sebagai mekanik atau motir di suatu bengkel, bahkan perempuan yang berprofesi sebagai supir yang sering kita lihat di kota-kota besar hari ini. Lalu berlanjut kepada perempuan yang memiliki ketertarikan atau hobi otomotif hingga bergabung menjadi anggota komunitas otomotif. Dalam komunitas otomotif terdapat banyak bidang yang menjadi konsentrasi dari seorang penghobi. Adapun rencana penelitian ini mengkaji tentang kontruksi sosial dimana pemikiran perempuan sudah bertransformasi pada pandangan bahwa eksistensi perempuan secara personal ataupun kelompok tidaklah jauh berbeda dengan eksistensi laki-laki, baik itu persoalan domestik ataupun dalam ranah sosial, dimana perempuan juga bisa menggambil peran dan sanggup melakukan banyak hal.

5 Kontruksi sosial ini juga lebih mengedepankan fenomena sosial yang terjadi dan berkembang hari ini, dimana identitas diri setiap orang bertalian dengan konsepsi yang setiap individu yakini tentang diri mereka, sementara harapan dan pendapat orang lain membentuk identitas sosial. Sederhananya, penelitian ini ingin mengungkapkan bahwa setiap orang adalah benar-benar apa yang diandaikan tentang diri mereka. Dalam masyarakat seperti itu, setiap identitas mudah dikenal secara obyektif maupun subyektif. Setiap orang tahu siapa tiap orang lain dan siapadirinya. Hal ini jugalah, yang ingin dilihat dan dianalisis lebih jauh, bahwa eksistensi dari seorang perempuan yang berada di dalam sebuah komunitas motor yang kebanyakan orang menyebutnya Lady Bikers, merupakan sebuah kepenting banyak kaum perempuan yang meyakini diri mereka sama atau tidak jauh berbeda dengan kaum laki-laki dalam memahami eksistensi mereka sebagai bagian dari masyarkat atau makhluk sosial. Studi kasus penelitian ini adalah pada komunitas Formasi Labirin (Forum Komunikasi Ladies Bikers Se-Indonesia) Yogyakarta. Komunitas ini pusatnya berada di Jakarta dan untuk wilayah Yogyakarta sendiri merupakan salah satu cabang dari puluhan cabang lainnnya yang tersebar di seluruh Nusantara dengan diketuai oleh seorang Koordinator Wilayah (Korwil).