1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEPUTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan...

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

Kuesioner Penelitian

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis

BAB 1 PENDAHULUAN. ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang

UPDATE REGULASI KEAMANAN PANGAN DAN MASA KEDALUWARSA PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEKERJA PERIKANAN TERHADAP BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) BERBAHAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting bagi umat manusia. Pangan juga tak lepas dari kaitannya sebagai

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN KIMIA BERBAHAYA PADA MAKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB. Diasuh oleh para Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas. Apakah Pantangan Makanan Ibu Hamil?

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

BAB I PENDAHULUAN. melindungi tubuh dari penyakit (Notoatmodjo, 2003). Sebagai penduduk. untuk makan makanan yang halal dan thayyiban.

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

Jurnal Analis Laboratorium Medik, 30/11 (2016), IDENTIFIKASI FORMALIN PADA IKAN ASIN YANG DIPERJUAL BELKAN DI PUSAT PASAR SAMBU MEDAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer dari manusia selain sandang dan papan. Pangan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu dibutuhkan suatu jaminan bahwa pangan yang dikonsumsi sehari-hari oleh manusia memiliki tingkat keamanan yang tinggi, sehingga manusia dapat bebas dari serangan penyakit atau bahaya yang berasal dari makanan. Pemerintah menyadari pentingnya keamanan pangan yang dikonsumsi oleh manusia sehingga menetapkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 yang mengatur pangan di Indonesia. Disamping itu terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, memberikan wewenang kepada Badan POM untuk melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar. Berbicara masalah pangan yang aman, bermutu dan bergizi seimbang tidak terlepas dari faktor keamanan pangan. Masalah keamanan pangan memang menjadi isu strategis saat ini. Keamanan pangan merupakan sebuah isu yang harus diperhatikan secara seksama untuk menjaga tingkat kesehatan dari masyarakat. Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekayasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium, dan pangan tercemar. Selain hal tersebut,

didalam peraturan yang sama juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. Kasus keamanan yang banyak dijumpai adalah keracunan pangan, dimana salah satu sumber pangan yang menyebabkan keracunan adalah makanan jajanan. Salah satu keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) untuk berbagai keperluan. Penggunan bahan tambahan makanan dilakukan pada industri pengolahan pangan maupun dalam pembuatan, berbagai pengaruh jajanan yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga. Pengguna BTP dalam proses produksi perlu di waspadai bersama baik oleh produsen maupun konsumen. Dampak dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan konsumen Bahan tambahan pangan (BTP) juga biasa disebut dengan zat aditif makanan, food additive,bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033/Menkes/Per/XI/2012 dijelaskan, bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya merupakan ingredient, khas makanan, punya atau tidak punya nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan,untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau memengaruhi sifat makanan tersebut (Murdiati & Amaliah, 2013).

Sedangkan menurut FAO-WHO adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah tertentu, dengan tujuan memperbaiki penampakan, warna, bentuk, cita rasa,tekstur,flavour dan memperpanjang daya simpan (Effendi, 2012). Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan bahan tambahan pangan (BTP) yang disebut zat aditif kimia (Widyaningsih & Murtini, 2006). Penggolongan bahan tambahan pangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 033/Menkes/Per/XI/2012 tentang Bahan Tambahan Makanan yaitu: (1).Antibuih (Antifoaming agent); (2).Antikempal (Anticaking agent); 3.Antioksidan (Antioxidant); (4). Ba-han pengkarbonasi (Carbonating agent); (5). Garam pengemulsi (Emulsifying salt); (6).Gas untuk kema-san (Packaging gas); (7).Humektan (Humectant); (8).Pelapis (Glazing agent); (9).Pemanis (Sweetener); (10).Pembawa (Carrier); (11).Pembentuk gel (Gelling agent); (12).Pembuih (Foaming agent); (13).Pengatur keasaman (Acidity regulator); (14).Pengawet (Preservative); (15).Pengembang (Raising agent);(16).pengemulsi (Emulsifier); (17).Pengental (Thickener); (18).Pengeras (Firming agent); (19).Penguat rasa (Flavour enhancer); (20).Peningkat volume(bulking agent); (21).Penstabil (Stabilizer); (22).Peretensi warna (Colour

retention agent); (23).Perisa (Flavouring ); (24).Perlakuan tepung (Flour treatment agent ); (25).Pewarna (Colour ); (26).Propelan (Propellant ); dan (27).Sekuestran (Sequestrant). Beberapa bahan-bahan yang dilarang penggunaanya dalam makanan menurut Permenkes RI No. 033/Menkes/Per/XI/2012 sebagai berikut: Asam Borat dan seyawanya (Boric acid), formalin (Formaldehyd), minyak nabati yang dirominasi (Brominated vegetable oils), kloramfenikol (Chlorampenicol), Kalium klorat (Potassim chlorate), Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonat, DEPC), Nitofuranzon (Nirtofuranzone), asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid And Its Salt), Dulsin (Dulcin), Kalium karbonat (Potassium carbonat), Dulkamara (Dulcamara), Kokain (Cocaine), Nitrobenzen (Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate), Dihidrosafrol (dihydrosafole), Biji Tonka (Tonka bean), Minyak kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil) dan Minyak sassafras (sassafras oil). Penggunaan bahan tambahan pangan khususnya boraks dalam pangan perlu diwaspadai baik oleh produsen maupun konsumen. Seseorang yang mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak akan langsung mengalami dampak buruk bagi kesehatan, tetapi senyawa tersebut diserap dalam tubuh secara kumulatif. Selain melalui saluran pencernaan, boraks dapat diserap melalui kulit. Dosis yang cukup tinggi dalam tubuh akan menyebabkan munculnya gejala pusing, muntah dan kram perut. Pada anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10 sampai 20 gram (Asteriani et al, 2006).

Boraks merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Boraks atau bleng ini sudah dikenal lama oleh para produsen dimana boraks ini banyak sekali ditambahkan dengan maksud untuk memperbaiki tekstur serta juga untuk mengawetkan. Ada beberapa jenis makanan di pasaran yang biasanya dengan sengaja ditambahkan boraks yaitu misalnya bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Boraks sendiri sangat mudah didapatkan sehingga banyak produsen yang menggunakannya sebagai bahan tambahan untuk produk yang dijualnya,di Bandung sendiri boraks banayak ditemukan di beberapa produk dan beberapa produk yang bersifat gurih dan kenyal seperti lontong, Kerupuk gendar, Bakso Siomay, Mie, dan Tahu. Formalin dan boraks memang berguna jika digunakan sesuai fungsinya, tetapi menjadi sangat berbahaya bila digunakan dalam pembuatan pangan. Di mana pangan itu merupakan segala sesuatu yang menjadi bahan makanan manusia. Akibat dari penggunaan bahan-bahan kimia tersebut bisa jadi sangatlah fatal, dari kanker hingga menyebabkan kematian. Bakso atau baso adalah jenis produk pangan olahan yang berasal dari daging sapi, babi, maupun ayam yang dicampur dengan tepung. Bakso banyak dikonsumsi karena penyajiannya yang praktis dan mudah didapatkan diberbagai tempat seperti swalayan, pasar tradisional, dan warung bakso. Bakso dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang tua (Purnomo,2008). Oleh karena itu, pedagang bakso dapat dijumpai di mana-mana mulai dari pedagang

bakso yang keliling dalam suatu kompleks perumahan hingga di hotel mewah pun menu bakso bisa kita dapatkan. Dalam penyajiannya bakso biasanya disajikan dengan mie atau bihun atau bahan pelengkap lainnya misalnya sayuran ditambah dengan kuah kaldu dari daging yang digunakan sebagai bahan dasar. Hal ini bertujuan agar satu mangkok bakso yang kita konsumsi bisa memenuhi keseimbangan gizi dalam tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan yang layak dari pemerintah melalui pengaturan,pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran dan perdagangan pangan. Oleh karena itu, pelaku usaha dibidang pangan harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan dalam memproduksi pangan atau penjualan pangan. Konsumen memiliki kebebasan dalam memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,tetapi konsumen juga wajib dilindungi dari kegiatan yang mungkin timbul dari mengkonsumsi produk yang dihasilkan dan ditawarkan oleh pelaku usaha. Kenyataan yang beredar dalam masyarakat ada produsen yang melakukan kecurangan usaha yaitu telah menjual makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia, sehingga makanan tersebut tidak memenuhi standar mutu makanan yang seharusnya, salah satu bahan tambahan tersebut adalah boraks.

1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi untuk penelitian yaitu: Apakah terdapat senyawa boraks pada bakso yang dijajakan di Kota Bandung? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat Kota Bandung mengenai bakso yang dikonsumsi apakah mengandung bahaya bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu boraks. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya bahan tambahan pangan berbahaya yaitu boraks yang terkandung dalam bakso yang dijajakan di Kota Bandung serta seberapa besar kandugan boraks yang terdapat pada sampel. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai ada atau tidaknya pengunaan boraks pada produk bakso yang dijajakan di Kota Bandung. 1.5. Kerangka Pemikiran Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena masyarakat memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman, lebih bermutu dan bergizi untuk dikonsumsi. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan

yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dan kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008). Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih dan Murtini, 2006) Winarno (2007), menyatakan bahwa pemakaian pengawet sintetis berisiko terhadap kesehatan manusia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033/Menkes/Per/XI/2012, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan-bahan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia natrium tetrabonat (Na2B4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam borat biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat

antiseptik dan mengurangi kesadahan air. Bahan berbahaya ini haram digunakan untuk makanan (Cahyadi, 2008). Bakso sebagai hasil olahan bahan pangan asal hewan telah mengalami modifikasi dalam proses pembuatannya. Berbagai cara dan metode telah digunakan oleh pedagang dan produsen bakso untuk menciptakan bakso dengan nilai sensorik yang baik sehingga kepuasan konsumen tetap terjaga. Metode pengolahan daging menjadi bakso sering kali tidak memperhatikan aspek kesehatan. Penambahan bahan tambahan berbahaya yang bersifat toksik dengan tujuan meningkatkan nilai sensorik produk bakso diduga banyak dilakukan oleh produsen atau pedagang bakso (Handoko dkk, 2010). Bahan pangan olahan daging umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi ditinjau dari kandungan protein, asam amino, lemak dan mineral.salah satu jenis pangan olahan daging yang sangat populer di Indonesia adalah bakso (Usmiati, 2009). Menurut SNI,bakso merupakan produk makanan berbentuk bulatan atau lainnya, yang diperoleh dari campuran daging ternak, dengan kadar daging tidak kurang dari 50%, sedangkan menurut Wibowo (2009),bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan,dicampur dengan tepung pati,lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Sebagai makanan yang disukai oleh masyarakat pedagang membuat bakso dengan berbagai macam bentuk ada yang berbentuk bulat, kotak, halus, maupun kasar. Hal ini dilakukan untuk menarik minat masyarakat untuk mengkonsumsi bakso. Para pedagang biasanya memproduksi dalam jumlah yang banyak untuk

menekan biaya produksi, sehingga bakso yang dibuat dapat disimpan dan tahan lama. Maka tidak jarang pedagang menambahkan bahan pengawet dalam bakso. Saat ini, banyak pedagang menggunakan bahan pengawet yang sudah dilarang penggunaanya. Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan adalah boraks. Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 033/Menkes/Per/XI/2012 (Cahyadi, 2008). Berdasarkan data BPOM pada tahun 2005 bahwa bahan makanan yang menduduki peringkat teratas mengandung formalin dan boraks adalah ikan laut, mie basah, tahu dan bakso. Menurut penelitian Balai Besar Penelitian Obat dan Makanan (BB POM) Makassar pada tahun 2005 dari 37 sampel bakso yang beredar di Makassar mengandung boraks. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orang yang belum menyadari dampak dari penggunaan bahan pengawet ini (Anonim, 2005). Mujiantol (2005), melaporkan bakso yang mengandung boraks, di temukan di Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, 38% dari 30 sampel ditemukan mengandung boraks. Silalahi dkk, (2012) melaporkan di Kota Medan didapati adanya kandungan boraks pada jajanan bakso, bahwa 80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Kadar boraks yang ditemukan berkisar antara 0,08-0,29% dari berbagai lokasi yang diteliti. Penelitian terhadap bakso dikota Medan dari 10 sampel bakso menunjukkan bahwa 80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks (delapan

sampel dari sepuluh sampel) dan kadar boraks yang di dapat dalam bakso antara 0,08% - 0,29% (Panjaitan, 2010). Penelitian yang serupa dilakukan oleh Hikmawati (2004) terhadap makanan jajanan bakso yang beredar di pasar di wilayah kodya Semarang menunjukkan bahwa dari dari 33 sampel, 22 (66,66%) sampel positif/mengandung boraks dan 11 (33,33%) sampel negatif/tidak mengadung boraks. Juliana (2005) melakukan penelitian terhadap 21 sampel bakso bermerek yang diperoleh dari 12 swalayan di Kota Semarang, hasil penelitian menunjukkan 28,6% sampel bakso sapi bermerek mengandung boraks. Kadar boraks tertinggi (0,345ppm) terdapat pada sampel produk bakso sapi WR yang terdapat di swalayan K. Menurut (Suntaka,dkk.2014) Terdapat 7 kios bakso (21,8%) yang menggunakan pengenyal boraks pada bakso yang siap disajikan dan 25 kios bakso (78,1%) yang tidak menggunakan bahan pengenyal untuk bakso yang siap disajikan. Menurut (Priandini,2015) penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 42 sampel bakso yang diambil dari 14 kecamatan di Kota Makassar ditemukan 31 (73,80%) sampel bakso yang positif mengandung boraks setelah di uji dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom. Kandungan boraks yang terdapat pada sampel positif berkisar antara 0,064-8,919 µg/g. Hasil penelitian mengenai pemeriksaan boraks pada bakso yang dijual di sekolah dasar di 3 Kecamatan Bangkimang, Kabupaten Kampar diketahui bahwa

bakso yang di jual di sekolah tersebut mengandung boraks berkisar dari 0,48 mg/g sampel hingga 2,32 mg/g sampel (Nurkholidah et al,2012). 1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : Diduga terdapat bahan tambahan makanan yang dilarang yaitu boraks didalam produk bakso yang dijajakan di Kota Bandung. 1.7. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016, bertempat di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan Bandung, Jl Setiabudhi No 193 Ban