ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR RESIKO PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: MISYKA NADZIRATUL HAQ NIM: PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M

2 i

3 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juni 2014 MISYKA NADZIRATUL HAQ, NIM: Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada Bakso Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014 (XIII halaman, 13 tabel, 6 lampiran) ABSTRAK Boraks merupakan salah satu bahan tambahan pangan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam makanan. Penggunaannya pada makanan dapat merusak otak serta dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan hingga kematian. Namun penggunaannya masih ditemukan di beberapa makanan salah satunya pada bakso. Kegunaannya adalah untuk memperbaiki tekstur serta dapat mengawetkan bakso. Jika ditemukan adanya kandungan boraks pada suatu makanan, maka dapat dikatakan makanan tersebut telah tercemar dengan boraks. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor resiko yang dapat menyebabkan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Desain studi pada penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan kuesioner serta pemeriksaan laboratorium secara kualitatif. Populasi adalah semua pedagang bakso yang menetap di Kelurahan Ciputat. Metode penarikan sampel adalah sampel jenuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14 responden (41,2%) yang tingkat pengetahuannya rendah selain itu terdapat 7 responden (20,6%) yang memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahan toksik boraks, dan terdapat 7 responden (20,6%) yang melakukan praktik pembuatan bakso yang tidak baik. Dari hasil uji laboratorium dengan menggunakan food security kit didapatkan 10 bakso (29,4%) yang positif tercemar bahan toksik boraks. Dari hasil analisis dengan menggunakan Chi-square ditemukan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola bakso dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat dengan p value 0,467. Ada hubungan antara sikap pengelola bakso dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat (p value = 0,014). Ada hubungan antara praktik pengelola bakso dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat (p value 0,009) Untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi pada makanan ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pengawasan terhadap bahan tambahan pangan yang dijual di pasaran dan masyarakat dapat lebih teliti dalam membeli bahan pangan agar terhindar dari dampak negatif yang akan dihasilkan. ii

4 Kata Kunci: Faktor resiko, Pengetahuan, Sikap, Praktek, Boraks Daftar Bacaan: FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCINCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate thesis, June 2014 MISYKA NADZIRATUL HAQ, NIM: Risk Factor Analysis of Borax Toxic Compound in Meatballs in Ciputat Village 2014 (XIII pages, 13 tables, 6 attachments) ABSTRACT Borax is one of harmfulfood additives that is forbidden to be used. Its use in food can damage brain and digestive system and may even lead to death. However, we still found borax compound in food, such as in meatballs. It is usedto add a firm rubbery texture to meatballs, or as a preservative. The aim of this research was to analyze risk factor of borax contamination in meatballs in Ciputat Village. This research used cross sectional study with quetionnaire and qualitative laboratory test. Population was all of the meatballs producers who located. Samples were taken by saturated sampling. The results showed that there are 14 respondents (41,2%) who have poor knowledge, 7 respondents (20,6%) who have positive attitude toward borax uses, and 7 respondents (20,6%) who have bad practice toward borax uses. Laboratory examination by food security kit showed that there are 10 samples (29,4%) positively contaminated by borax. The results of Chi-square analysis indicates that there is no signifficant relation between knowledge levels and borax contamination of meatballs in Ciputat Village (pvalue = 0,467). There is relation between posistve attitude and borax contamination of meatballs in Ciputat Village (pvalue = 0,014). There is relation between meatball producer practice and borax contamination of meatballs in Ciputat Village (pvalue = 0,009). To overcome the food contamination, government is expected to improve supervision of food additives product which is sold in market. People could be more selective whenever they want to buy food product so that they would be spared from its negative effect. Key word: Risk Factor, Knowledge, Attitude, Practice, Borax Reference: iii

5 iv

6 v

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Jenis Kelamin : Misyka Nadziratul Haq : Perempuan Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Oktober 1992 Warganegara Agama : Indonesia : Islam Alamat : Komplek Pelni Blok H2 No. 13 RT 04/019 Cimanggis Depok Telepon : miskanh@gmail.com Pendidikan Formal: 1. SDI PB Soedirman ( ) 2. SMPIT Nurul Fikri ( ) 3. SMAIT Nurul Fikri ( ) 4. Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ( ) vi

8 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat-nya serta dorongan yang kuat, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Shalawat serta salam selalu terjunjung kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan akan iman dan pengetahuan ke zaman terang benderang akan ilmu pengetahuan. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan jenjang pendidikan S-1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu penulis. Baik itu bantuan moril, amteri, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ibu Febrianti, SP, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat 3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes dan Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mendukung penulis di tengah kesibukannya untuk menyelesaikan skripsi ini vii

9 4. Seluruh pengelola bakso di Kelurahan Ciputat yang telah bekerja sama dengan baik untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Keluarga yang paling penulis sayangi (Mama, Sarah, Afi, Caca) atas dukungan dan kasih sayang yang tidak ada habisnya kepada penulis. 6. Teman - teman penulis, Jeni, Hani, Huna, Nurin, Indun, Amel, Upid, Indun, Cesi, Mardi, Ilham, Agung, Supri, Rizka, Tuti, Bayu, Sofda, jama ah Kesling 2010 & 2011 serta kesmas 2010 atas semangat dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Rekan - rekan yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam penulisan skripsi ini. Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan-, oleh karna itu penulis mengharapkan saran, kritik dan bimbingan yang bisa membangun sehingga dapat mempebaiki skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Ciputat, 5 Juni 2014 Penulis viii

10 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Manfaat Bagi Pemerintah Manfaat Bagi Masyarakat Manfaat Bagi Peneliti Ruang Lingkup... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9 ix

11 2.1 Pangan Keamanan Pangan Foodborne Disease Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan Bahan Tambahan Pangan Definisi Bahan Tambahan Pangan Fungsi Bahan Tambahan Pangan Jenis Bahan Tambahan Pangan Golongan Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan Zat Pengawet Boraks Kegunaan Boraks Pengawet Boraks pada Makanan Dampak Boraks Terhadap Kesehatan Bakso Komposisi Bakso Zat kimia yang ditambahkan pada bakso Pembuatan Bakso Boraks pada Bakso Perilaku Pengetahuan x

12 Sikap Tindakan Pedagang Definisi Pedagang Kerangka Teori BAB III KERANGKA KONSEP Kerangka Konsep Hipotesis Definisi Operasional BAB IV METODE PENELITIAN Desain Studi Lokasi Penelitian Populasi Sampel Jenis Data Pengumpulan Data Teknik Sampling Boraks pada Bakso Pengolahan Data Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas BAB V HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden xi

13 5.1.1 Jenis Kelamin Usia Pendidikan Analisis Univariat Gambaran Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Gambaran Pengetahuan Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks Gambaran Sikap Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks Gambaran Praktik Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks Analisis Bivariat Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Hubungan Antara Praktik Penggunaan Bahan Toksik Boraks dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso BAB VI PEMBAHASAN Keterbatasan Penelitian Analisis Univariat Pengetahuan Pengelola Bakso Mengenai Penggunaan Bahan Toksik Boraks Sikap Pengelola Bakso Mengenai Boraks xii

14 6.2.3 Praktik Pengelolaan Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Analisis Bivariat Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Hubungan Antara Praktik Penggunaan Boraks dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran Saran Bagi Masyarakat Saran Bagi Pemerintah Saran Bagi Penelitian Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA xiii

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Sifat Kimia Boraks Tabel 2.2 Syarat Mutu Bakso Tabel 3.1 Definisi Operasional Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.2 Distribusi Usia Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.3 Distribusi Pendidikan Pengelola Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.4 Gambaran Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.5 Distribusi Pengetahuan Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.6 Gambaran Sikap Pengelola Bakso Pada Beberapa Pernyataan Tabel 5.7 Distribusi Sikap Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.8 Distribusi Praktik Pengelola Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks Di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.9 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso Tabel 5.10 Hubungan Antara Sikap Pengelola dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun Tabel 5.11 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Bahan Toksik Boraks dengan Pencemaran Bahan Toksik Boraks pada Bakso di Kelurahan Ciputat Tahun xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data Kuesioner Form Hasil Uji Kualitatif Boraks Output Uji Validitas dan Reliabilitas Output Analisis Data Dokumentasi xv

17 BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) dikatakan bahwa salah satu zat aditif yang dilarang digunakan dalam makanan adalah asam borat dan senyawanya (termasuk boraks), dan makanan yang mengandung bahan tersebut dinyatakan sebagai makanan berbahaya. Namun pada kenyataannya boraks masih digunakan sebagai bahan tambahan pangan salah satunya di Kanada. Canadian Food Inspection Agent (CFIA) menemukan bahwa boraks telah dijual sebagai bahan tambahan pangan. CFIA menyatakan bahwa boraks dapat menimbulkan penyakit bawaan makanan. Oleh karena itu, CFIA melarang boraks untuk digunakan pada makanan (CFIA, 2004). Hal ini didukung dengan pernyataan The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang memperkirakan bahwa terdapat warga Amerika Serikat menjalani perawatan rumah sakit dan 3000 orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit bawaan makanan. Penyakit bawaan makanan merupakan indikasi dari adanya masalah pada keamanan pangan. Salah satu yang menyebabkan suatu makanan dikatakan tidak aman adalah karena adanya kandungan bahan toksik (CDC, 2013). 1

18 2 Salah satu makanan yang sering ditambahkan boraks adalah bakso. Bakso adalah jenis makanan yang sangat populer dan sangat digemari masyarakat. Bakso dapat ditemui mulai dari restoran hingga pedagang keliling (Deptan, 2009). Keberadaan boraks pada bakso berfungsi untuk memperbaiki tekstur bakso serta dapat meningkatkan daya simpan. Dengan adanya keberadaan boraks pada bakso perlu dikhawatirkan dampak yang akan dihasilkan dari hal tersebut seperti gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma, bahkan kematian. Dari dampak yang dihasilkan, boraks dapat dikatakan sebagai bahan toksik dikarenakan efek racunnya terhadap kesehatan (Windayani, 2010). Dengan demikian makanan yang telah terkontaminasi boraks dapat disebut makanan yang telah tercemar oleh bahan toksik (Nurmaini, 2001). Terdapat dosis dimana tidak akan terjadi dampak negatif yang membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung boraks atau No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) adalah sebesar 8,8 mg/kg berat badan per-hari (EPA, 2006). Walaupun demikian, mengingat dampaknya yang bersifat kumulatif dan berbahaya, maka penggunaan boraks tidak sama sekali dianjurkan dan diperbolehkan pada makanan. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam SNI menyatakan bahwa boraks tidak boleh ada sama sekali dalam makanan.

19 3 Penggunaan boraks juga ditemukan di Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Surveilan Keamanan Pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI tahun 2009 bahwa penggunaan bahan toksik boraks pada makanan di Indonesia telah mencapai 8,80%. Selain itu, di Tangerang ditemukan sebanyak 25 sampel bakso positif mengandung boraks (25%) dan rata-rata kandungan boraksnya adalah 806,86 mg/kg (Windayani, 2010). Penggunaan boraks pada makanan dapat mengakibatkan pencemaran makanan. Pencemaran makanan perlu dicegah dengan cara mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pencemaran tersebut. Usaha untuk mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi pengolahan makanan dapat mencegah terjadinya pencemaran makanan. Hal ini sesuai dengan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). HACCP adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen (IPB, 2005) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sugiyatmi (2006) yang dilakukan terhadap pedagang makanan tradisional di Semarang, faktor resiko terjadinya pencemaran pada makanan antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, dan praktik pembuat makanan. Didapatkan hasil yang signifikan dari variabel variabel tersebut jika dihubungkan dengan

20 4 pencemaran pada makanan. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku merupakan faktor resiko dari terjadinya pencemaran pada makanan jajanan. Pencemaran pada makanan ditemukan pula di Pasar Ciputat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rusli (2009) ditemukan 4 dari 5 sampel mie mengandung boraks, dengan adanya kandungan boraks pada mie tersebut dapat dikatakan bahwa telah terjadi pencemaran pada makanan di Pasar Ciputat. Hal ini tidak menutup kemungkinan meluasnya pencemaran pada makanan ke wilayah Kelurahan Ciputat, mengingat Pasar Ciputat ini terletak di Kelurahan Ciputat. Berdasarkan paparan tersebut, timbul ketertarikan dari peneliti untuk melakukan penelitian terhadap faktor resiko yang dalam hal ini adalah pengetahuan, sikap dan praktik pada pengelola bakso terhadap pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat tahun Perumusan Masalah Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung berakibat buruk terhadap kesehatan, tetapi senyawa tersebut diserap dalam tubuh secara kumulatif, disamping melalui saluran pencemaran boraks dapat diserap melalui kulit. Konsumsi boraks yang tinggi dalam makanan dan diserap dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati otak dan

21 5 testis serta akan menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, mencret dan kram perut. Boraks dapat mempengaruhi alat reproduksi, selain itu juga dapat mempengaruhi metabolisme enzim (BPOM,2004). Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, boraks memiliki dampak yang berbahaya bagi kesehatan. Namun penggunaannya masih dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya di Tangerang ditemukan sebanyak 25 sampel bakso positif mengandung boraks (25%) dan rata-rata kandungan boraksnya adalah 806,86 mg/kg (Windayani, 2010). Kemudian selain itu ditemukan pula di Kota Tangerang Selatan, lebih tepatnya di Kelurahan Ciputat, ditemukan 4 dari 5 sampel mie mengandung boraks (Rusli, 2009). Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa penggunaan bahan toksik boraks pada makanan semakin meluas, padahal sebenarnya sudah terdapat peraturan yang melarang penggunaan boraks pada makanan sebagai bahan tambahan. Tentunya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat masih menggunakan bahan berbahaya tersebut pada makanan yang berakibat pada pencemaran makanan. Penelitian sebelumnya telah dilakukan terhadap mie, namun tidak menutup kemungkinan dapat ditemukannya bahan berbahaya tersebut pada makanan lain. Sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktor resiko yang berasal dari perilaku atas terjadinya pencemaran bahan toksik boraks yang pada penelitian ini adalah pada bakso yang dijajakan di Kelurahan Ciputat tahun 2014.

22 6 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat? 2. Bagaimana tingkat pengetahuan pengelola bakso di Kelurahan Ciputat mengenai bahaya boraks dalam penggunaannya pada bakso terhadap kesehatan? 3. Bagaimana sikap pengelola bakso di Kelurahan Ciputat terhadap penggunaan bahan toksik boraks pada dalam pengolahan bakso? 4. Bagaimana praktik penggunaan bahan toksik boraks pada pengelola bakso di Kelurahan Ciputat? 5. Bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat? 6. Bagaimana hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat? 7. Bagaimana hubungan antara praktik penggunaan bahan toksik boraks dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat? 1.4 Tujuan Tujuan Umum Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor resiko pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

23 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi adanya pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat 2. Mengetahui tingkat pengetahuan pengelola terhadap penggunaan bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. 3. Mengetahui sikap pengelola terhadap penggunaan bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. 4. Mengetahui praktik pengelola terhadap penggunaan bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. 5. Mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. 6. Mengetahui adanya hubungan antara sikap pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. 7. Mengetahui adanya hubungan antara praktik penggunaan bahan toksik boraks dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat. 1.5 Manfaat Manfaat Bagi Pemerintah Sebagai masukan bagi BPOM untuk memperbaiki upaya monitoring terhadap BTP yang kemudian dijadikan sebagai acuan

24 8 melakukan intervensi kepada para pedagang khususnya pedagang bakso yang beredar di pasaran Manfaat Bagi Masyarakat Sebagai informasi agar masyarakat lebih berhati-hati dan lebih cermat dalam memilih dan mengonsumsi makanan yang beredar di pasaran serta meningkatkan proteksi terhadap keberadaan boraks pada makanan yang dikonsumsi Manfaat Bagi Peneliti Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama di perkuliahan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor resiko pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di Kelurahan Ciputat yang dilaksanakan pada bulan April - Mei 2014 dengan sasaran penelitian adalah pedagang bakso di wilayah Kelurahan Ciputat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional atau potong lintang. Dalam pengumpulan data primer pencemaran toksik boraks, peneliti menggunakan alat Food Security Kit dari Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKIK untuk menguji kandungan boraks yang ada pada bakso, sedangkan untuk pengetahuan, sikap serta praktik penggunaan bahan toksik boraks yang dilakukan pengelola bakso didapatkan melalui kuesioner.

25 BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan atau minuman (Saparinto et al, 2006). Kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna, bau, rasa dan tekstur) dan kandungan gizinya. Pangan yang tersedia secara alamiah tidak selalu bebas dari senyawa yang tidak diperlukan oleh tubuh, bahkan dapat mengandung senyawa yang merugikan kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa yang dapat merugikan kesehatan dan tidak seharusnya terdapat di dalam suatu bahan pangan dapat dihasilkan melalui reaksi kimia dan biokimia yang terjadi selama pengolahan maupun penyimpanan, baik karena kontaminasi ataupun terdapat secara alamiah. Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur, warna dan komponen mutu lainnya ke dalam proses pengolahan pangan (Hardinsyah et al, 2001). 9

26 10 Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 (Saparinto et al, 2006) : 1. Pangan Segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung. 2. Pangan Olahan Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi, pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak siap saji. 3. Pangan Olahan Tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh: ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet rendah lemak dan sebagainya. 2.2 Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya bagi

27 11 pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008). Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001). Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan, pembinaan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peranannya sampai siap dikonsumsi manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan produksi pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku (Saparinto et al, 2006). Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker

28 12 akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang berbahaya (Syah, 2005). 2.3 Foodborne Disease Foodborne disease adalah penyakit bawaan makanan. Makanan dapat membuat orang menjadi sehat atau sakit. Makanan yang sehat membuat tubuh menjadi sehat namun, makanan yang sudah tecemar dapat menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi haruslah terjamin baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Penyakit bawaan makanan ini terdiri dari tiga kategori yaitu, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk parasit yang menginvasi dan bermultiplikasi dalam tubuh, penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berkembang biak di saluran pencernaan dan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bahan kimiawi yang beracun atau mengandungi toksin alami atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi (Sockett, 2001). 2.4 Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan Pencemaran pada makanan adalah pencemaran yang disebabkan oleh masuknya suatu bahan baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang akan mempengaruhi kualitas makanan itu sendiri (Nurmaini, 2001). Salah satu penyebab pencemaran pada makanan adalah adanya penambahan zat atau bahan toksik dengan tujuan ingin meningkatkan kualitas makanan. Bahan

29 13 toksik adalah bahan beracun dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup (New York Health, 2013). Pencemaran bahan toksik pada makanan dapat terjadi dengan cara sengaja atau tidak sengaja. Pencemaran bahan toksik pada makanan yang terjadi dengan cara sengaja, terjadi karena bahan pencemar secara sengaja diberikan kepada makanan sebagai bahan tambahan. Pencemaran boraks yang dilarang pada makanan merupakan contoh pencemaran bahan toksik pada makanan yang terjadi dengan sengaja. Pada kejadian itu pembuat makanan dengan tujuan tertentu sengaja menambahkan boraks pada makanan yang dibuatnya. Pencemaran bahan toksik pada makanan yang terjadi dengan tidak sengaja, terjadinya pencemaran karena adanya bahan pencemar pada makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan. Sebagai contoh, pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini pembuat makanan tidak sengaja memberikan pestisida kepada makanan yang dibuatnya. Pencemaran dapat terjadi mungkin karena air atau alat-alat yang digunakan untuk mengolahnya mengandung pestisida (Sugiyatmi, 2006) Dalam Permenkes RI No. 33 tahun 2012 disebutkan ada 19 bahan yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya dalam makanan. Di antara bahan-bahan tersebut adalah asam borat dan senyawa-senyawanya (Kemenkes RI, 2012).

30 Bahan Tambahan Pangan Definisi Bahan Tambahan Pangan BTP adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih et al, 2006). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.33 Tahun 2012, bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan

31 15 nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008) Fungsi Bahan Tambahan Pangan Fungsi dasar bahan tambahan pangan yaitu (Hughes, 1987): 1. Untuk mengembangkan nilai gizi suatu makanan. Biasanya untuk makanan diet dengan jumlah secukupnya. Di banyak negara, termasuk Amerika dan Inggris, nutrisi tertentu harus ditambahkan ke dalam makanan pokok berdasarkan peraturan mereka. 2. Untuk mengawetkan dan memproduksi makanan. Demi kesehatan kita dan untuk mencegah penggunaan bumbu dengan masa singkat dan fluktuasi harga, sangatlah penting makanan itu dibuat mampu menahan pengaruh racun dalam jangka waktu selama mungkin. 3. Menolong produksi Fungsi ini memiliki peranan yang penting untuk menjamin bahwa makanan diproses seefisien mungkin dan juga dapat menjaga keadaan makanan selama penyimpanan. 4. Untuk memodifikasi pandangan kita. Bahan tambahan ini mengubah cara kita memandang, mengecap, mencium, merasa dan bahkan mendengar bunyi makanan yang kita makan (kerenyahan). Ada dua alasan utama mengapa menggunakan bahan tambahan ini, pertama karena ekonomi,

32 16 misalnya makanan dengan bahan dan bentuk yang kurang bagus dapat dibuat lebih menarik dengan meniru produksi yang lebih berkualitas. Kedua, adalah karena permintaan publik, misalnya dalam masakan modern dimana bahan makanan dasar dimodifikasi Jenis Bahan Tambahan Pangan Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu (Winarno, 1992): 1. Aditif sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk atau rupa dan lain sebagainya. 2. Aditif tidak sengaja yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan

33 17 yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadi kanker pada hewan atau manusia Golongan Bahan Tambahan Pangan Menurut PERMENKES RI No. 33 tahun 2012, bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut: 1. Antibuih (Antifoaming agent); 2. Antikempal (Anticaking agent); 3. Antioksidan (Antioxidant); 4. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent); 5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt); 6. Gas untuk kemasan (Packaging gas) 7. Humektan (Humectant); 8. Pelapis (Glazing agent); 9. Pemanis (Sweetener); 10. Pembawa (Carrier); 11. Pembentuk gel (Gelling agent); 12. Pembuih (Foaming agent); 13. Pengatur keasaman (Acidity regulator); 14. Pengawet (Preservative);

34 Pengembang (Raising agent); 16. Pengemulsi (Emulsifier); 17. Pengental (Thickener); 18. Pengeras (Firming agent); 19. Penguat rasa (Flavour enhancer); 20. Peningkat volume (Bulking agent); 21. Penstabil (Stabilizer); 22. Peretensi warna (Colour retention agent); 23. Perisa (Flavouring); 24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent); 25. Pewarna (Colour); 26. Propelan (Propellant); dan 27. Sekuestran (Sequestrant) Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan menurut PERMENKES RI No. 33 tahun 2012: 1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid) 2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 4. Dulsin (Dulcin) 5. Formalin (Formaldehyde) 6. Kalium bromat (Potassium bromate)

35 19 7. Kalium klorat (Potassium chlorate) 8. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 10. Nitrofurazon (Nitrofurazone) 11. Dulkamara (Dulcamara) 12. Kokain (Cocaine) 13. Nitrobenzen (Nitrobenzene) 14. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate) 15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole) 16. Biji tonka (Tonka bean) 17. Minyak kalamus (Calamus oil) 18. Minyak tansi (Tansy oil) 19. Minyak sasafras (Sasafras oil) 2.6 Zat Pengawet Zat pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat tumbuhnya bakteri, sehingga tidak terjadi fermentasi (pembusukan), pengasaman atau penguraian makanan karena aktifitas jasadjasad renik (bakteri) (Fardiaz, 2007). Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. 1. Pengawet Organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada zat pengawet anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat

36 20 terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Bahan pengawet organik yang sering digunakan adalah: asam sorbat, asam propianat, dan asam benzoat. 2. Pengawet Anorganik Pengawet anorganik yang masih sering dipakai dalam bahan makanan adalah: nitrit, nitrat dan sulfit (Rohman dan Sumantri, 2007). Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan, misalnya pengalengan makanan, pengawetan (asinan/manisan) dalam botol, pendinginan, pemanasan, pengeringan dan penggaraman. Dalam melakukan pengawetan biasanya digunakan bahan kimia dan dewasa ini penggunaannya semakin bertambah karena merupakan salah satu pilihan yang menguntungkan bagi produsen makanan olahan. Alasan produsen dalam penggunaan bahan pengawet adalah (Fardiaz, 2007): 1. Kebutuhan teknis. Dewasa ini banyak perubahan yang terjadi, misalnya pengawet pada mentega, banyak digunakan asam sitrat dan vitamin E dari pada butil hidroksi anisol (BHA) dan butil hidroksi toluen (BHT). 2. Memperpanjang masa simpan. Hal ini merupakan masalah yang sukar. Produsen dan konsumen sama-sama berkepentingan, artinya konsumen

37 21 menginginkan produk lebih awet supaya tidak belanja setiap hari dan produsen pun ingin makanan cukup waktu untuk pendisribusian dan penjualannya. 3. Melengkapi teknik pengawetan. Adanya pengawet membuat warna tetap selama masa distribusi. Teknik pengawetan misalnya dengan pemanasan menjadi lebih sempurna. Artinya untuk mengawetkan suatu bahan tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi lagi. 4. Mengganti kehilangan antioksidan dan pengawet alami secara proses. Pengawet juga berfungsi untuk menambah antioksidan yang ada pada bahan makanan secara alami dan oleh karena perlakuan pada prosesnya menjadi hilang atau berkurang. 5. Menanggulangi masalah higienis. Segi higienis dalam pabrik, jauh dari memadai. Bahan pengawet dapat membantu membuat makanan tidak cepat rusak, akibat sanitasi pabrik yang kurang baik. 6. Kebutuhan ekonomi Bahan pengawet yang digunakan adalah sangat sedikit. Tetapi untungnya sangat besar karena makanan menjadi awet dan dapat disimpan dalam waktu lama. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau

38 22 memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Syah, 2005). Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008). 2.7 Boraks Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraboratedecahydrate (Na 2 B 4 O 7 10H 2 O) merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa.

39 23 Tabel 2.1 Sifat Kimia Boraks Sifat Kimia Titik didih Titik lebur Keterangan 320 o C 75 o C ph 9,5 Kelarutan 6 g/100 ml air Sumber: BPOM, 2002 Dalam pasaran boraks biasa disebut dengan air bleng, garam bleng, pijer atau cetitet. Masyarakat umumnya menggunakan boraks sebagai pengawet pada mie, bakso, lontong, kerupuk uli, makaroni, ketupat. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi (Bambang, 2008). Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na 2 B 4 O 7 10H 2 O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan

40 24 normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 33 Tahun 2012, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Mujianto, 2003). Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008): 1. Warna adalah jelas bersih 2. Kilau seperti kaca 3. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya 4. Sistem hablur adalah monoklin 5. Perpecahan sempurna di satu arah 6. Warna lapisan putih 7. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor yang lain. 8. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.

41 Kegunaan Boraks Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Aminah dan Himawan, 2009). Boraks juga dapat digunakan sebagai algaesida, fungisida, herbisida dan insektisida. Boraks sering digunakan untuk mengendalikan insekta seperti semut atau kecoa (EPA, 2006) Pengawet Boraks pada Makanan Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Selain sebagai pengawet, bahan ini berfungsi pula mengenyalkan makanan. Makanan yang sering ditambahkan boraks diantaranya adalah bakso, lontong, mie basah, kerupuk, dan berbagai makanan tradisional seperti lempeng dan alen-alen (Yuliarti, 2007).

42 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung berakibat buruk terhadap kesehatan, tetapi senyawa tersebut diserap dalam tubuh secara kumulatif, disamping melalui saluran pencernaan boraks dapat diserap melalui kulit. Konsumsi boraks yang tinggi dalam makanan dan diserap dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati otak dan testis serta akan menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, mencret dan kram perut. Boraks dapat mempengaruhi alat reproduksi, selain itu juga dapat mempengaruhi metabolisme enzim (BPOM,2004). Menurut standar internasional WHO, dosis fatal boraks berkisar 3-6 gram perhari untuk anak kecil dan bayi, untuk dewasa sebanyak 15-20g per-hari dapat menyebabkan kematian. Tidak adanya dampak negatif yang membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung boraks atau No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) adalah sebesar 8,8 mg/kg berat badan per-hari (EPA, 2006).

43 27 Menurut PERMENKES No.33 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, boraks merupakan bahan tambahan yang dilarang karena 50% dari yang terabsorbsi diekresikan lewat urin, sedangkan sisanya dieksresikan 3-7 hari/lebih. Efek negatif dari penggunaan bahan toksik boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia. Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan bahan toksik boraks apabila dikonsumsi secara terusmenerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto et al, 2006). Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis

44 28 toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan halhal berikut (Saparinto et al, 2006): 1. Sakit perut sebelah atas, muntah dan mencret 2. Sakit kepala dan gelisah 3. Penyakit kulit berat 4. Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan 5. Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah 6. Hilangnya cairan dalam tubuh 7. Degenerasi lemak hati dan ginjal 8. Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-kejang 9. Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning 10. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala 2.8 Bakso Bakso adalah makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan (BSN, 1995). Biasanya istilah bakso tersebut diikuti dengan nama jenis dagingnya seperti bakso ikan, bakso ayam, bakso sapi. Berdasarkan bahan bakunya terutama ditinjau dari jenis daging dan jumlah tepung yang digunakan dibedakan atas 3 yaitu: bakso daging yang dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging penutup, pendasar gandik dengan penambahan tepung lebih sedikit daripada berat daging yang digunakan;

45 29 bakso urat adalah bakso yang dibuat dari daging yang banyak mengandung jaringan ikat atau urat misalnya daging iga. Penambahan tepung pada bakso urat lebih sedikit daripada jumlah daging yang digunakan; sedangkan bakso aci adalah bakso yang jumlah penambahan jumlah tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan. Bakso sebagai salah satu produk industri pangan, memiliki standar mutu yang telah ditetapkan. Adapun standar mutu bakso menurut SNI , dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Syarat Mutu Bakso No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan: 1.1 Bau Normal, khas daging 1.2 Rasa Gurih 1.3 Warna Normal 1.4 Tekstur Kenyal 2. Air % b/b Maks 70,0 3. Abu (dihitung atas dasar % b/b Maks. 3,0 bahan kering) 4. Protein (N x 6,25) % b/b Min. 9,0 dihitung atas dasar bahan kering

46 30 Tabel 2.2 Lanjutan 5. Lemak % b/b Min. 2,0 6. Boraks - Tidak boleh ada sesuai 7. Bahan tambahan makanan 8. Cemaran logam - dengan SNI 8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks Tembaga (Cu) mg/kg Maks Seng (Zn) mg/kg Maks Timah mg/kg Maks Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 9. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 10. Cemaran mikroba: 10.1 Angka lempeng Koloni/g Maks. 1.0 x 10 5 total 10.2 Bakteri bentuk coli APM/g Maks E.coli APM/g Maks. 1.0 x Enterococci Koloni/g Maks. 1 x C.perfingens Koloni/g Maks. 1 x Salmonella - Negatif 10.7 S.aureus Koloni/g Maks. 1 x 10 2 Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1995

47 Komposisi Bakso Dalam pembuatan bakso disamping daging diperlukan bahan-bahan lain seperti: 1. Daging, daging dicuci bersih kemudian digiling sebagai campuran pada saat pengulenan dengan tepung terigu 2. Tepung, yang digunakan umumnya tepung tapioka, gandum, atau tepung aren, dapat digunakan secara sendiri sendiri maupun campuran, dalam jumlah % atau lebih dari berat daging. 3. Pati, semakin tinggi kandungan patinya semakin rendah mutu serta murah harganya. 4. Garam dapur dan bumbu, digunakan sebagai adonan penyedap untuk mendapatkan rasa yang enak. 5. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu rendah untuk menghasilkan emulsi yang baik Zat kimia yang ditambahkan pada bakso Pada pembuatan bakso zat kimia yang biasa ditambahkan oleh pedagang seperti: 1. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak melebihi kadar yang ditentukan 2. Boraks, biasanya boraks dengan dosis ppm atau 0,5 1 % (dari berat adonan) dicampur ke dalam adonan,

48 32 untuk mendapatkan produk bakso yang kering, kesat atau kenyal teksturnya. 3. Tawas, digunakan untuk mengeringkan sekaligus mengeraskan permukaan 4. Titanium dioksida (TiO 2 ), penambahan zat ini dalam adonan bakso umumnya sekitar 0,5-1,0% dari berat adonan, digunakan sebagai bahan pemutih untuk menghindarkan terjadinya bakso berwarna gelap 5. STPP (Sodium Tri-polyphosphate), STPP secara umum diijinkan dan telah banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan meningkatkan daya cengkram air (Pratomo, 2009) Pembuatan Bakso Pembuatan bakso terdiri dari persiapan bahan, penghancuran daging, pencampuran bahan dan pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan. Berikut penjelasan setiap tahapnya: 1. Persiapan Persiapan bahan meliputi pemilihan daging dan penyiangan bahan tambahan lainnya. Daging bisa dipilih yang segar, bersih atau dibersihkan dari lemak permukaan dan jaringan ikat atau urat. 2. Penghancuran daging Penghancuran daging bertujuan untuk memecah serabut

49 33 daging, sehingga protein yang larut dalam larutan garam akan mudah keluar. Penghancuran daging untuk bakso dapat dilakukan dengan cara mencacah, menggiling atau mencincang sampai lumat. 3. Pencampuran bahan dan pembuatan adonan. Pembuatan adonan dapat dilakukan dengan mencampur seluruh bagian bahan kemudian menghancurkannya sehingga membentuk adonan. Atau dengan menghancurkan daging bersama-sama garam dan es batu terlebih dulu, baru kemudian dicampurkan bahan-bahan lain dengan alat yang sama atau menggunakan mixer. 4. Pemasakan bakso Pemasakan bakso biasanya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat sekitar 60 0 C sampai 80 0 C, sampai bakso mengeras dan mengambang di permukaan air. Pada tahap selanjutnya bakso dipindahkan ke dalam panci lainnya yang berisi air mendidih, kemudian direbus sampai matang, biasanya sekitar 10 menit. Pemasakan bakso dalam dua tahap tersebut dimaksudkan agar permukaan produk bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat (Menristek, 2006)

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Tabel Daftar Golongan BTP yang Diizinkan Penggunaannya No. Nama Golongan 1 Antibuih (Antifoaming Agent) 2 Antikempal (Anticaking Agent) 3 Antioksidan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian A. Bakso Tusuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Andarwulan, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor bakso adalah produk gel berasal dari protein daging, baik dari daging sapi, ayam ikan, maupun

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Penelitian

1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I. Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H.0604041 UNIVERSITAS SEBELAS MARET I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang

Lebih terperinci

pengolahan pangan (Hardiansyah dan Sumali, 2001)

pengolahan pangan (Hardiansyah dan Sumali, 2001) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pangan Pangan atau makanan adalah kebutuhan pokok manusia sebagai sumber energi untuk mempertahankan kehidupan dan fungsi normal dari makhluk hidup baik jasad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, berbentuk lempengan tipis, bundar atau persegi panjang, yang terbuat dari bahan dasar beras dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat makanan jajanan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Zat Pengawet Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian

Lebih terperinci

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana Resiko Bahan Kimia Pada Makanana Nur Hidayat Macam Bahan Kimia Bahan kimia dalam makanan ada yang sengaja ditambahkan ada yang muncul karena proses pengolahan atau dari bahan bakunya Resiko yang perlu

Lebih terperinci

BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan?

BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan? BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bagaimana Kaitannya dengan Keamanan Pangan? Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, LPPM dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROTEIN SERTA ORGANOLEPTIK PADA BAKSO DAGING SAPI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. Penggemar makanan jajanan ini merata mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga pedagang makanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.757, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Bahan Tambahan. Pangan. Persyaratan. Kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG BAHAN TAMBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan makanan juga semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan muncul berbagai produk makanan dengan berbagai variasi agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk Mie Kerupuk mie yaitu kerupuk yang dicetak seperti mie yang mengalami pengembangan volume (Koswara, 2009). Kerupuk merupakan makanan olahan dari tepung tapioka yang ditambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pasti membutuhkan makanan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Berbagai jenis makanan dikonsumsi agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan karbohidrat, protein,

Lebih terperinci

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan...

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan... KUESIONER Identitas Responden 1. Nama 2. Umur 3. Pendidikan 4. Lama berjualan Pertanyaan 1. Apakah Ikan jualan Anda buatan sendiri? 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja 2.1. Bahan Tambahan Makanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan khususnya produk pangan asalternak seperti daging, susu, dan telur serta produk olahannya memiliki nilai gizi yang tinggi (Irzamiyati, 2014). Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan endosperm (makanan cadangan yang terdapat di dalam biji tumbuhan) biji buah aren yang masih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Bakso tusuk yang diperiksa adalah sebanyak 34 sampel yang diambil dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 3 dan 4 berikut adalah hasil

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO Prosiding BPTP Karangploso No. - ISSN: - PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Pemeriksaan senyawa boraks pada bakso secara kualitatif dilakukan di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Williem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan selalu terkait

Lebih terperinci

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH CONTOH KARYA TULIS ILMIAH KARYA TULIS ILMIAH BORAKS DAN FORMALIN PADA MAKANAN KATA PENGANTAR Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga

Lebih terperinci

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia berbahaya pada makanan sering kita temui pada berbagai jenis produk seperti makanan yang diawetkan, penyedap rasa, pewarna makanan,

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Formalin (CH 2 O) merupakan senyawa kimia yang terdiri dari hidrogen, oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde, methanal, methylen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk tertinggi. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia menurut provinsi tahun 2011 sekitar 241.182.182

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, definisi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bubur kacang hijau Bubur kacang hijau adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kacang hijau dengan perebusan, penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga didapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan tambahan pangan (BTP) Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 523.927 ton, hasil tersebut meningkat dibandingkan produksi daging sapi pada tahun 2014 yang mencapai 497.670

Lebih terperinci

ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB. Diasuh oleh para Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas. Apakah Pantangan Makanan Ibu Hamil?

ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB. Diasuh oleh para Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas. Apakah Pantangan Makanan Ibu Hamil? ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB Diasuh oleh para Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas Apakah Pantangan Makanan Ibu Hamil? Pertanyaan: Malam. Maaf mengganggu. Saya Linda orang Padang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN

BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pati, 20 Maret 2018 Balai Besar Pengawas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makanan Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan minuman yang dikonsumsi, terutama berasal dari bahan alami. Salah satu minuman yang bermanfaat bagi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas hidup manusia akan meningkat jika kualitas pangan, pendidikan dan ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa kriteria yang harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan BTP adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan ke dalam pangan umtuk mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) saat ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan tambahan pada makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan (street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima 1 bahan tambahan perlu diatur, baik jenis maupun jumlahnya yang digunakan pada pengolahan makanan. Hanya bahan yang telah diuji keamanannya yang diizinkan untuk digunakan, dan mutunya harus memenuhi standar

Lebih terperinci

ABSTRAK UJI SEMIKUANTITATIF FORMALIN DALAM MI BASAH DI PASAR X KOTA BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK UJI SEMIKUANTITATIF FORMALIN DALAM MI BASAH DI PASAR X KOTA BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK UJI SEMIKUANTITATIF FORMALIN DALAM MI BASAH DI PASAR X KOTA BANDUNG TAHUN 2012 Truely Panca Sitorus, 2013 Pembimbing I : dr. Fen Tih, M. Kes. Pembimbing II : dr. Dani, M. Kes. Latar belakang Saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer dan bermasyarakat. Bakso banyak ditemukan di pasar tradisional maupun di supermarket, bahkan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk mie merupakan salah satu makanan ringan yang paling banyak diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan renyah saat dimakan, maka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan bahan makanan yang banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Tahu yang kaya akan protein, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan tambahan pangan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PRODUSEN DENGAN PENGGUNAAN FORMALIN PADA BAKSO SAPI KILOAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA PONTIANAK

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PRODUSEN DENGAN PENGGUNAAN FORMALIN PADA BAKSO SAPI KILOAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA PONTIANAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PRODUSEN DENGAN PENGGUNAAN FORMALIN PADA BAKSO SAPI KILOAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA PONTIANAK Rama Aristiyo,, Nurul Amaliyah dan Salbiah Jurusan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian

I. PENDAHULUAN. secara tradisional (Suryadarma, 2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian 1 I. PENDAHULUAN Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan sehari-hari oleh adat suku bangsa atau etnis tertentu yang masih dilakukan secara tradisional (Suryadarma,

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010 Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN A. Identitas Responden. Nomor Responden :. Inisial Nama : 3. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN BORAKS PADA BAKSO TUSUK MENGGUNAKAN KERTAS TUMERIK DI WILAYAH SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN BORAKS PADA BAKSO TUSUK MENGGUNAKAN KERTAS TUMERIK DI WILAYAH SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN BORAKS PADA BAKSO TUSUK MENGGUNAKAN KERTAS TUMERIK DI WILAYAH SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Qualitative Analysis of The Content Of Borax in Meatballs Skewers Using Tumerik

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang penting dari ilmu sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan menentukan kemajuan suatu bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.722/Menkes/PER/IX/88, Bahan tambahan makanan adalah bahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.722/Menkes/PER/IX/88, Bahan tambahan makanan adalah bahan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan 2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/PER/IX/88, Bahan tambahan makanan adalah bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan, 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah jenis penelitian eksperimen yang didukung dengan studi pustaka. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan. pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan (Mukono, 2000).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan. pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan (Mukono, 2000). 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makanan 2.1.1 Pengertian Makanan Secara umum makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi (mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral). Agar makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena makanan berguna untuk menjaga kelangsungan proses fisiologis tubuh dapat berjalan dengan lancar. Makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan bahan dasar makanan harus mengandung zat gizi untuk memenuhi fungsi

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci