lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

dokumen-dokumen yang mirip
RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WAJIB PAJAK DALAM NEGERI / BENTUK USAHA TETAP

BAB II LANDASAN TEORI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PENERAPAN METODE GROSS UP

BAB II LANDASAN TEORI

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1):

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daftar Kuesioner. Peranan Perencanaan Pajak. ( Variabel X ) Menerapkan Peraturan Perpajakan. Dengan Benar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Pengertian Laporan Keuangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

By Afifudin PSP FE Unisma 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer akan merespon

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB II LANDASAN TEORI. dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

Transkripsi:

1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Dari beberapa point diatas, implementasi yang paling relevan dilakukan oleh PT. X adalah point nomor 6. Karena hanya penghasilan dari dividen saja yang diperoleh oleh PT. X sebagai holding company, selain penghasilan dari core business perusahaan. Dengan penyertaan modal kepada perusahaan dalam negeri dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba ditahan dan memiliki paling 51

sedikit 25% saham dari perusahaan yang memberikan dividen tersebut. Strategi ini sudah dilakukan oleh PT. X namun belum maksimal, karena dividen dari anak perusahaan tahun 2011 hanya Rp.123.519.000.000. Sehingga perusahaan harus mengevaluasi kembali strategi investasi serta menambah kepemilikan saham pada anak perusahaan yang kinerja keuangannya baik. Berikut simulasi bila dividen dari anak perusaahaan meningkat menjadi Rp. 200.000.000.000, maka PPh badan yang harus dibayar sebagai berikut : Tabel 4.1 Simulasi PPh Badan Untuk Peningkatan Dividen Deskripsi (Perkiraan) Tanpa Manajemen Pajak Dengan Manajemen Pajak Pendapatan Usaha 208.141.342.000.000,00 208.141.342.000.000,00 Penghasilan Dikecualikan (123.519.000.000,00) (200.000.000.000,00) Pendapatan Bersih 208.017.823.000.000,00 207.941.342.000.000,00 Beban Usaha (193.397.299.000.000,00) (193.397.299.000.000,00) Beban Lain-lain (6.748.114.000.000,00) (6.748.114.000.000,00) Beban Pajak (678.784.000.000,00) (678.784.000.000,00) Laba Bersih 7.193.626.000.000,00 7.117.145.000.000,00 Kompensasi Rugi Sebelumnya (6.369.942.716.104,00) (6.369.942.716.104,00) Penghasilan Kena Pajak 823.683.283.896,00 747.202.283.896,00 PPh Badan 205.920.820.974,00 186.800.570.974,00 Penghematan PPh Badan 19.120.250.000,00 Sehingga dengan kebijakan mendirikan anak perusahaan baru atau meningkatkan kepemilikan saham pada anak perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik, maka akan dapat menghemat pembayaran PPh Badan sebesar Rp. 19.120.250.000. 52

Selain keuntungan dari sisi perpajakan, dengan memiliki anak perusahaan PT. X akan mendapatkan keuntungan lain yaitu : 1. Mendapatkan bisnis yang sinergi antar anak perusahaan, antara lain kerjasama yang saling menguntungkan dan melakukan perluasan usaha. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara lain memanfaatkan keunggulan masing-masing anak perusahaan seperti dalam produksi, teknologi, distribusi dan lainnya. 2. Dengan mendirikan anak perusahaan, maka tujuan perusahaan akan mudah dicapai terutama dalam tujuan-tujuan strategis dalam bidang penguasaan sumber bahan baku, proses produksi, transportasi dan penguasaan pangsa pasar. 3. Sejalan dengan strategi perencanaan pajak, dengan mendirikan anak perusahaan maka PT. X akan lebih mudah melakukan penanaman modal. Karena semakin banyak anak perusahaan yang dikuasai, dengan penanaman modal yang besar hingga 51% maka PT. X sebagai holding akan dapat mengambil alih suatu perusahaan. 4.2.2. Manajemen Pajak Maksimalisasi Beban-beban Fiskal Yang Diperbolehkan Strategi ini merupakan tindakan yang dapat dilakukan dengan meningkatkan beban-beban yang dapat dikurangkan atau menekan beban yang tidak dapat dikurangkan/dialihkan ke beban-beban yang dapat dikurangkan. Sesuai pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha 53

tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk : 1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1.1. Biaya pembelian bahan; 1.2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 1.3. Bunga, sewa, dan royalti; 1.4. Biaya perjalanan; 1.5. Biaya pengolahan limbah; 1.6. Premi asuransi; 1.7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 1.8. Biaya administrasi; dan 1.9. Pajak kecuali Pajak Penghasilan; 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 54

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 5. Kerugian selisih kurs mata uang asing; 6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 55

9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan 13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Diantara beban-beban yang dijelaskan diatas, perusahaan harus mampu mengklasifikasikan beban-beban yang apabila ditingkatkan akan memberi keuntungan bagi pihak luar (eksternal) dan beban-beban yang apabila ditingkatkan akan memberikan manfaat serta keuntungan bagi perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung selain penghematan beban pajak itu sendiri. Berikut pengelompokkan beban-beban yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak dilihat dari yang menikmati dan manfaatnya bagi perusahaan : 56

Tabel 4. 3 Pengelompokkan Beban-Beban Yang Dapat Mengurangi Penghasilan Kena Pajak Beban-beban yang dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak dan tidak memberikan manfaat langsung terhadap perusahaan (manfaat kepada pihak eksternal) Beban yang dinikmati oleh pihak ekstern dan tidak memberikan manfaat bagi perusahaan biaya pembelian bahan; Beban-beban yang dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak dan memberikan manfaat langsung atau tidak langsung terhadap internal perusahaan Beban yang dinikmati oleh pihak intern/ekstern dan memberikan manfaat secara langsung/tidak langsung bagi perusahaan biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; bunga, sewa, dan royalti; biaya administrasi; iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; kerugian karena penjualan atau biaya promosi dan penjualan yang diatur pengalihan harta yang dimiliki dan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri digunakan dalam perusahaan atau Keuangan; yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; kerugian selisih kurs mata uang asing; pajak kecuali Pajak Penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; 57

Tabel 4.2, Lanjutan Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 58

Dari tabel diatas, fokus manajemen pajak yang dilakukan hanya pada kolom ke-2 yaitu beban yang dinikmati oleh pihak intern/ekstern dan memberikan manfaat secara langsung/tidak langsung bagi perusahaan. Kebalikan dari kolom ke-1, beban yang dikeluarkan perusahaan apabila ditingkatkan akan menambah pengeluaran perusahaan namun tidak memberikan manfaat secara langsung/tidak langsung kepada perusahaan. 1. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; Dari biaya ini ada beberapa peluang manajemen pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan, antara lain ; membiayai pajak penghasilan karyawan dengan menggunakan metode gross-up. Hal ini dapat disimulasikan sebagai berikut : Tabel 4. 3 Tabel Simulasi dengan Metoda Gross Up Dipotong dari Gaji Karyawan Ditanggung perusahaan Di Gross Up Penghasilan 1.500.000.000.000 1.500.000.000.000 1.500.000.000.000 Biaya Operasi - Gaji 1.000.000.000.000 1.000.000.000.000 1.000.000.000.000 - Biaya Pajak - - - - Tunjangan Pajak (Igross Up) - - 52.632.000.000 Jumlah Biaya 1.000.000.000.000 1.000.000.000.000 1.052.632.000.000 Penghasilan Netto 500.000.000.000 500.000.000.000 447.368.000.000 PPh yang dibayar - PPh Badan (25%) oleh perusahaan 125.000.000.000 125.000.000.000 111.842.000.000 - PPh Pasal 21 oleh perusahaan - 50.000.000.000 - - PPh Pasal 21 (5%) oleh karyawan 50.000.000.000-52.632.000.000 Jumlah 175.000.000.000 175.000.000.000 164.474.000.000 * Take Home Pay Karyawan 950.000.000.000 1.000.000.000.000 1.000.000.000.000 59

Dari simulasi diatas dapat terlihat bahwa metode gross up dapat mengurangi PPh badan yang ditanggung perusahaan dan tidak mengurangi take home pay yang diterima oleh karyawan. Penghematan pajak yang diperoleh perusahaan adalah sebesar Rp.10.526.000.000 (pengurangan dari Rp.175.000.000.000 Rp.164.474.000.000) Sebelumnya perusahaan banyak memberikan natura (benefit in kind) kepada karyawan salah satu contoh adalah pakaian seragam, hal ini akan menambah biaya kepegawaian bagi perusahaan namun biaya tersebut tidak dapat mengurangi penghasilan (non deductible expenses). Untuk itu perusahaan selanjutnya dapat memberikan tunjangan pakaian seragam kepada karyawan dalam bentuk uang tunai dengan cara yang di gross up juga, agar tunjangan pakaian dinas tidak memberatkan karyawan dalam hal pajak penghasilan pasal 21. Peluang manajemen pajak lainnya adalah memanfaatkan ketentuan dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1.e dimana pemberian natura atau makanan (konsumsi) untuk seluruh karyawan dapat dijadikan biaya yang mengurangi penghasilan perusahaan (deductible expense) dan bukan objek PPh pasal 21. Manajemen pajak yang dilakukan pada tahap ini juga dapat memberikan kesejahteraan bagi karyawan dan secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan. PT. X pada tahun 2012 membayarkan bonus kepada karyawan berdasarkan kinerja (laba) pada tahun 2011. Dengan mengacu kepada proyeksi laba tahun 2011, sebaiknya PT. X dapat membayarkan sebagian dari bonus tersebut pada akhir tahun 2011. Hal ini sesuai dengan teknik tax planning yaitu mempercepat 60

biaya dan menghindari koreksi dari fiskus terhadap bonus yang dibebankan pada tahun berjalan. Dengan asumsi bonus dibayarkan sebagian pada akhir tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 62.878.440.000, maka penghematan PPh badan yang diterima PT. X adalah sebagai berikut : Tabel 4. 4 Simulasi dengan Penghematan Pajak dengan Bonus Karyawan Deskripsi (Perkiraan) Tanpa Manajemen Pajak Dengan Manajemen Pajak Pendapatan Usaha 208.141.342.000.000,00 208.141.342.000.000,00 Beban Usaha (193.397.299.000.000,00) (193.397.299.000.000,00) Beban Lain-lain (6.748.114.000.000,00) (6.748.114.000.000,00) Beban Pajak (678.784.000.000,00) (678.784.000.000,00) Beban Bonus Karyawan - (62.878.440.000,00) Laba Bersih 7.193.626.000.000,00 7.130.747.560.000,00 Kompensasi Kerugian Sebelumnya (6.369.942.716.104,00) (6.369.942.716.104,00) Penghasilan Kena Pajak 823.683.283.896,00 760.804.843.896,00 PPh Badan 205.920.820.974,00 190.201.210.974,00 Penghematan PPh Badan 15.719.610.000,00 2. Biaya perjalanan; Biaya perjalanan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan perusahaan. Tapi biaya ini juga harus dapat dikendalikan oleh perusahaan, karena biaya perjalanan bagi karyawan harus dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan secara langsung/tidak langsung. Selain itu biaya perjalanan dinas yang diberikan perusahaan harus dalam bentuk penggantian, yang mana seluruh biaya transportasi, akomodasi, penginapan dan lainnya ditanggung oleh 61

perusahaan. Untuk menghindari potensi pemotongan pajak pada karyawan, biaya perjalanan ini tidak diberikan dalam bentuk uang tunai. Hal ini berlaku juga untuk membiayai pemeliharaan kesehatan karyawan, dengan cara melakukan penggantian (reimbursement) terhadap biaya yang dikeluarkan oleh karyawan dalam menjalani rawat jalan dan rawat inap. 3. Biaya pengolahan limbah; biaya pengolahan limbah merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Tujuan lain yang diterima oleh perusahaan dalam mengeluarkan biaya ini adalah limbah yang dihasilkan oleh perusahaan dapat diterima dengan baik oleh lingkungan dan tidak mencemari. Hal ini akan meningkatkan image perusahaan dimata masyarakat sekitar. Kondusifitas dari masyarakat dilingkungan perusahaan akan mampu meningkatkan kinerja dan kelancaran operasional perusahaan. 4. Premi asuransi; Biaya premi asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat mengurangi penghasilan kena pajak, salah satu peluang manajemen pajak adalah mengasuransikan aset-aset perusahaan yang penting dan bernilai tinggi. Hal ini akan memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap asset perusahaan apabila dikemudian hari mengalami kendala atau kerusakan. Selain premi atas aset, perusahaan juga dapat mengikutsertakan karyawan dan keluarga ke dalam program asuransi kesehatan dimana preminya ditambahkan ke penghasilan 62

karyawan sehingga merupakan penghasilan bagi karyawan namun bagi perusahaan dapat dibiayakan (deductible expenses). 5. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; Sesuai PMK Nomor 02/PMK.03/2010 pasal 2 menyatakan biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah : 1. biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya; 2. biaya pameran produk; 3. biaya pengenalan produk baru; dan/atau 4. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan harus sesuai dengan ketentuan diatas. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan promosi yang tidak tercakup dari biaya-biaya diatas harus dikurangi atau dialihkan agar dapat dibiayakan. 6. Pajak kecuali Pajak Penghasilan; Beban pajak yang dikeluarkan oleh perusahaan selain pajak penghasilan dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Beban pajak tersebut antara lain PBB, materai, retribusi, pajak daerah, PPN dan pajak lainnya yang tidak bersifat final. Manfaat lain dari pembayaran pajak oleh perusahaan adalah dapat memberikan kontribusi kepada negara dan dianggap sebagai wajib pajak patuh. 63

7. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; Perencanaan pajak yang berkaitan dengan penyusutan aktiva tetap atau amortisasi terhadap aktiva tidak berwujud mempunyai karakteristik yang sama. Namun PT. X sebagai perusahaan padat modal memiliki asset yang besar yaitu Rp. 261.226.207.000.000. Untuk itu yang menjadi fokus adalah penyusutan aktiva tetap pada PT. X dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus. Dalam ketentuan perpajakan metode penyusutan yang boleh digunakan adalah garis lurus (straight line method) dan saldo menurun (double declining method). PT. X menggunakan metode garis lurus untuk menghitung beban penyusutannya. Penggunaan metode ini menghasilkan beban penyusutan yang sama setiap tahunnya, dengan tarif yang lebih kecil jika dibanding menggunakan metode saldo menurun. Namun apabila perusahaan menggunakan metode saldo menurun akan terjadi biaya penyusutan yang lebih besar pada awal tahun dan pada tahun-tahun berikutnya biaya penyusutan akan lebih kecil dibanding menggunakan metode garis lurus. Kenyataan yang terjadi adalah PT. X membeli aktiva tetapnya secara tunai, maka sebaiknya menggunakan metode saldo menurun. Hal ini berdampak baik pada kekuatan keuangan perusahaan yang terganggu saat melakukan pembelian aktiva tetap. Ini disebabkan pada tahun-tahun awal biaya penyusutan akan 64

menjadi tinggi, terutama jika dengan adanya aktiva tetap tersebut diperkirakan perusahaan akan memperoleh laba yang cukup tinggi pada tahun-tahun awal penggunaan aktiva tetap. Salah satu contoh aktiva tetap di PT. X adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Perbedaan Metode Penyusutan Untuk Aktiva Tetap Menurut Perusahaan dan Perpajakan Keterangan Menurut Perusahaan (Komersial) Menurut Perpajakan ( UU PPh Nomor 36 Pasal 11 ayat 6 dan PMK No.96/PMK.03/2009) Jenis Aktiva Power Transformer 60MVA Power Transformer 60MVA Tahun Perolehan 2011 2011 Harga Perolehan Rp. 9.664.738.400 Rp. 9.664.738.400 Nilai Sisa Rp. 1.000.000.000 Rp. 1.000.000.000 Umur Ekonomis 37 tahun 16 tahun Berikut perbedaan perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun : 65

Tabel 4.6 Perbedaan Perhitungan Penyusutan Menurut Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun Metode Penyusutan Metode Penyusutan Tahun Saldo Tahun Saldo Garis Lurus Garis Lurus Menurun Menurun 1 234.182.119 1.208.092.300 20 234.182.119 2 234.182.119 1.057.080.763 21 234.182.119 3 234.182.119 924.945.667 22 234.182.119 4 234.182.119 809.327.459 23 234.182.119 5 234.182.119 708.161.526 24 234.182.119 6 234.182.119 619.641.336 25 234.182.119 7 234.182.119 542.186.169 26 234.182.119 8 234.182.119 474.412.898 27 234.182.119 9 234.182.119 415.111.285 28 234.182.119 10 234.182.119 363.222.375 29 234.182.119 11 234.182.119 317.819.578 30 234.182.119 12 234.182.119 278.092.131 31 234.182.119 13 234.182.119 243.330.614 32 234.182.119 14 234.182.119 212.914.288 33 234.182.119 15 234.182.119 186.300.002 34 234.182.119 16 234.182.119 304.100.011 35 234.182.119 17 234.182.119 36 234.182.119 18 234.182.119 37 234.182.119 19 234.182.119 Jumlah 8.664.738.400 8.664.738.400 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya penyusutan antara kedua metode diatas berbeda setiap tahunnya. Namun pada akhir periode (umur ekonomisnya), jumlah akumulasi penyusutan adalah sama. Dalam perpajakan hal ini dikenal dengan istilah beda waktu/beda sementara. Walaupun dilihat dari nilai nominal akhir masa manfaatnya sama, namun terdapat perbedaan nilai pada penyusutan tahun-tahun awal. Apabila dinilai dari nilai tunai (present value) akan terlihat jumlah nilai yang berbeda. Dengan discount factor 15%, kita dapat melihat perbedaan tersebut. 66

Tabel 4.7 Perhitungan Present Value dari Penyusutan dengan Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun (DF = 15%) Tahun Metode Penyusutan Nominal DF Garis Lurus Saldo Menurun Garis Lurus Saldo Menurun 1 234.182.119 1.208.092.300 0,8696 203.644.771 1.050.557.064 2 234.182.119 1.057.080.763 0,7561 177.065.100 799.258.765 3 234.182.119 924.945.667 0,6575 153.974.743 608.151.776 4 234.182.119 809.327.459 0,5718 133.905.336 462.773.441 5 234.182.119 708.161.526 0,4972 116.435.350 352.097.911 6 234.182.119 619.641.336 0,4323 101.236.930 267.870.949 7 234.182.119 542.186.169 0,3759 88.029.059 203.807.781 8 234.182.119 474.412.898 0,3269 76.554.135 155.085.576 9 234.182.119 415.111.285 0,2843 66.577.976 118.016.138 10 234.182.119 363.222.375 0,2472 57.889.820 89.788.571 11 234.182.119 317.819.578 0,2149 50.325.737 68.299.427 12 234.182.119 278.092.131 0,1869 43.768.638 51.975.419 13 234.182.119 243.330.614 0,1625 38.054.594 39.541.225 14 234.182.119 212.914.288 0,1413 33.089.933 30.084.789 15 234.182.119 186.300.002 0,1229 28.780.982 22.896.270 16 234.182.119 304.100.011 0,1069 25.034.069 32.508.291 17 234.182.119 0,0929 21.755.519-18 234.182.119 0,8080 189.219.152-19 234.182.119 0,0703 16.463.003-20 234.182.119 0,6110 143.085.275-21 234.182.119 0,6110 143.085.275-22 234.182.119 0,6110 143.085.275-23 234.182.119 0,6110 143.085.275-24 234.182.119 0,6110 143.085.275-25 234.182.119 0,3040 71.191.364-26 234.182.119 0,3040 71.191.364-27 234.182.119 0,3040 71.191.364-28 234.182.119 0,3040 71.191.364-29 234.182.119 0,3040 71.191.364-30 234.182.119 0,1510 35.361.500-31 234.182.119 0,1510 35.361.500-32 234.182.119 0,1510 35.361.500-33 234.182.119 0,1510 35.361.500-34 234.182.119 0,1510 35.361.500-35 234.182.119 0,1510 35.361.500-36 234.182.119 0,1510 35.361.500-37 234.182.119 0,1510 35.361.500 - Jumlah 8.664.738.400 8.664.738.400 2.976.080.040 4.352.713.394 67

Dapat dilihat diatas Power Transformer yang nilai perolehannya Rp.9.664.738.400, pada akhir masa manfaatnya dengan discount factor (DF) 15% jumlah tunai sekarang dari akumulasi biaya penyusutan kendaraan dengan metode garis lurus adalah Rp. 2.976.080.040 dan saldo menurun Rp.4.352.713.394. Dengan begitu, berdasarkan tarif PPh badan tahun 2011 yang sebesar 25%, maka pajak yang harus dibayarkan untuk metode garis lurus adalah Rp.1.422.164.590 (25% dari 9.664.738.400-1.000.000.000-2.976.080.040) dan untuk saldo menurun Rp.1.078.006.252 (25% dari 9.664.738.400-1.000.000.000-4.352.713.394). Sehingga terjadi penghematan pajak sebesar Rp.344.158.339 (dihitung dari pengurangan Rp.1.422.164.590 - Rp.1.078.006.252). Penghematan ini terjadi hanya dari satu aktiva tetap yang dimiliki oleh PT. X, sementara untuk jenis aktiva tetap yang sama saja PT. X memiliki 37 unit power transformer. Dengan menggunakan metode saldo menurun maka akan lebih besar lagi penghematan pajak yang akan diperoleh oleh PT. X. Selanjutnya penerapan metode saldo menurun ini harus ditetapkan secara konsisten terhadap aktiva tetap yang dimiliki oleh PT. X sesuai dengan peraturan perpajakan. 8. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; Biaya pada point ini mempunyai karakteristik yang sama, yaitu memberikan kontribusi langsung kepada perusahaan baik dalam kualitas produk yang 68

dihasilkan dan juga meningkatkan keahlian serta kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Perhatian perusahaan terhadap kriteria ini selain bermanfaat seperti penjelasan diatas, perusahaan juga dapat membiayakan pengeluarannya sehingga dapat mengurangi penghasilan kena pajak (beban pajak yang harus dibayarkan). 9. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih; Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.03/2010 memberikan definisi tentang piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak. Selain pengertian diatas persyaratan lainnya adalah memuat penagihan piutang tersebut melalui penerbitan umum atau khusus meliputi ; surat kabar/majalah atau media massa cetak berskala nasional (umum) atau pengumuman pada penerbitan Himbara/Perbanas, pengumuman khusus Bank Indonesia dan atau penerbitan oleh asosiasi yang terdaftar sebagai wajib pajak (khusus). Persyaratan mutlak lainnya yang bersifat kumulatif dan tidak dapat terpisahkan adalah sebagai berikut : 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang baik dalam hardcopy dan softcopy yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 69

3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. Pada tahap ini perusahaan sudah melakukan penyisihan piutang ragu-ragunya terhadap penghasilan bruto, namun perusahaan harus mampu memenuhi persyaratan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.03/2010 tersebut diatas. Apabila persyaratan tersebut tidak dapat dipenuhi maka fiskus akan melakukan koreksi positif yang menyebabkan penghasilan kita bertambah dan beban pajak yang dibayarkan akan semakin besar. 10. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan sumbangan dalam rangka 70

pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jenis biaya-biaya yang tersebut diatas mempunyai karakteristik yang sama, yang intinya adalah pengeluaran (biaya) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam aspek sosial dan kemasyarakatan. Program yang dikenal luas oleh dunia usaha dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Dasar hukum pelaksanaanya adalah UU PT No.40/2007 dan Peraturan Menteri Negara BUMN No. : Per-50/MBU/2007. Namun dalam pelaksanaannya ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap lingkungan. Demi asas keadilan pengeluaran terhadap kegiatan-kegiatan tersebut diatas dapat dibiayakan dan menjadi pengurang pajak penghasilan perusahaan. Untuk lebih tepat dalam melakukan pengeluaran terkait kegiatan-kegiatan diatas, maka PT. X harus berpedoman terhadap ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 76/PMK.03/2011 tentang tata cara pencatatan dan pelaporan sumbangan penanggulangan bencana nasional, sumbangan penelitian dan pengembangan, sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur pada PMK Nomor : 76/PMK.03/2011 akan dilakukan koreksi positif dan tidak dapat dibiayakan oleh perusahaan. 71

4.2.3. Manajemen Pajak Minimalisasi Beban - beban Fiskal Yang Dikecualikan Selain untuk mengoptimalkan biaya-biaya yang diperkenankan tersebut diatas, maka perusahaan harus dapat menekan dan meminimalisir pengeluaran (biaya) yang dikategorikan sebagai beban yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Sesuai pasal 9 undang-undang Nomor 36 tahun 2008 beban-beban tersebut antara lain : 1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; 3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1.1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 1.2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 1.3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 1.4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 1.5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 72

1.6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; 5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; 7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh 73

pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; 8. Pajak Penghasilan; 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. 4.2.4. Manajemen Pajak Lainnya Strategi manajemen pajak yang dijelaskan diatas berkaitan langsung dengan pendapatan dan biaya perusahaan. Hasilnya dapat dilihat setelah dihitung laba perusahaan dan PPh badan yang terutang yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Namun ada beberapa strategi manajemen pajak lainnya yang secara langsung dapat meminimalkan pajak yang harus dibayar, dengan kata lain potensi pajak yang diterima dapat diminimalisir atau dihilangkan sama sekali. Strategi-strategi tersebut antara lain : 1. Optimalisasi Kredit Pajak Kredit pajak yang diperoleh perusahaan merupakan pajak yang dibayar di muka oleh perusahaan. Pajak dibayar dimuka ini timbul dari pemungutan 74

atau pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh perusahaan. Dalam rangka optimalisasi kredit pajak ini, PT. X harus dapat melakukan rekonsiliasi tiap bulan antara bukti fisik pemotongan atau pemungutan pajak dengan pencatatan perkiraan pajak dibayar dimuka pada laporan keuangan. Jenis jenis kredit pajak yang dapat dikreditkan oleh perusahaan antara lain : 1.1. PPh Pasal 22, kredit pajak ini diterima oleh karena transaksi perusahaan terkait impor barang dan pemungut pajak atas kegiatan impor barang adalah Direktorat Bea dan Cukai, yang mana perusahaan dikenakan tarif 2,5% karena PT. X memiliki Angka Pengenal Impor (API). Pengenaan pajak penghasilan 22 impor ini dapat dihindari juga dengan mekanisme pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pada masa perusahaan mengalami rugi fiskal, PT. X dapat memanfaatkan fasilitas ini dalam proses impornya. Namun sejalan dengan membaiknya kinerja keuangan perusahaan, fasilitas SKB ini tidak dapat digunakan lagi dan perusahaan harus mampu mengoptimalkan kredit pajak atas PPh Pasal 22 impor yang dibayarkan. 1.2. PPh Pasal 23, kredit pajak ini diterima oleh karena transaksi perusahaan terkait penyerahan jasa-jasa yang dilakukan kepada pemberi penghasilan. Oleh karena PT. X memiliki beberapa divisi yang berfungsi sebagai jasa konsultansi dan supervisi, maka kredit pajak PT. X terkait PPh Pasal 23 cukup material. Jasa-jasa yang 75

dipotong PPh Pasal 23 dijelaskan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. 1.3. PPh Pasal 24, kredit pajak ini diterima oleh karena penghasilan perusahaan yang diterima diluar negeri. Sehingga PPh Pasal 24 dibayar dan terutang diluar negeri. Namun untuk menghindari pengenaan pajak berganda, maka PPh Pasal 24 dapat dikreditkan PPh badan yang terutang di Indonesia. Syarat yang harus dipenuhi dalam mengkreditkan PPh Pasal 24 adalah maksimal sama atau lebih kecil dari PPh badan yang terhitung di Indonesia. PT. X yang memiliki anak perusahaan di luar negeri dapat mengkreditkan PPh Pasal 24 yang telah dibayarkannya atas penghasilan di luar negeri. Untuk dapat melakukan pengkreditan atas pajak tersebut diatas, maka harus dapat memenuhi syarat formal dan material. Untuk syarat formal adalah bukti potong, pungut atau pembayaran harus diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Waktu pengkreditan atas bukti potong, pungut atau pembayaran tersebut harus sesuai dengan tahun pajak yang dikreditkan. Sedangkan syarat material adalah pemotongan, pemungutan atau pembayaran harus benar-benar terjadi. Dengan kata lain, PT. X harus mengkonfirmasi bahwa pajak yang dipotong atau dipungut oleh lawan transaksi tersebut benar-benar sudah disetorkan ke kas Negara. 76

2. Penurunan Angsuran Pajak (PPh Pasal 25) Setelah kita dapat menghitung estimasi dari PPh Badan yang kita bayarkan akan cenderung menurun setelah strategi manajemen pajak kita rencanakan, maka perusahaan dapat mengajukan secara tertulis permohonan penurunan pembayaran angsuran PPh pasal 25. Hal ini bertujuan selain untuk menjaga cash flow perusahaan dan meminimalkan adanya pajak lebih bayar yang dilakukan oleh pembayaran. Pajak lebih bayar dapat dimintakan kembali dengan mekanisme restitusi, namun potensi perusahaan diperiksa terlebih dahulu dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan sebelum mengajukan permohonan penurunan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 antara lain : 2.1. Diajukan 4 (empat) bulan atau lebih dimana dalam suatu tahun pajak wajib pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25. 2.2. Menyampaikan perhitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang diterima atau diperoleh, dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang masih tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. 2.3. Keputusan dari diterima permohonan penurunan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 ini adalah 1 (satu) bulan setelah permohonan diterima secara lengkap. Apabila setelah 1 (satu) bulan Kepala KPP belum memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan. 77

Berdasarkan perencanaan pajak yang telah disusun oleh peneliti, maka perusahaan dapat menurunkan beban pajak atau melakukan penghematan pajak yang nilainya cukup signifikan. Hal itu dilakukan dengan menambahkan biayabiaya yang diperkenankan oleh pajak (deductible expenses) sebagaimana terlihat pada tabel berikut : Tabel 4. 8 Tambahan Biaya-biaya Untuk Penghematan Pajak PT. X Nama Perkiraan Tambahan Biaya yang Diperkenankan oleh Pajak Tunjangan PPh 21 Rp. 52.632.000.000,00,- Biaya Penyusutan Rp. 973.910.181,00,- Biaya Bonus Karyawan Rp. 62.878.440.000,00,- Total Rp. 116.484.350.181,00,- Atas dasar perhitungan penambahan biaya yang diperoleh karena adanya perencanaan pajak, maka PT. X mendapatkan tambahan biaya yang dapat mengurangi beban pajak sebesar Rp. 116.484.350.181,00,-. Ditambah dengan adanya asumsi tambahan penghasilan dari dividen anak perusahaan yang dikecualikan dari penghasilan kena pajak menjadi sebesar Rp. 200.000.000.000,00. Perhitungan jumlah pajak penghasilan setelah penerapan manajemen pajak dapat dihitung sebagai berikut : 78

Tabel 4.9 Perhitungan PPh Badan Dengan Manajemen Pajak dan Tanpa Manajemen Pajak Deskripsi (Perkiraan) Tanpa Manajemen Pajak Dengan Manajemen Pajak Pendapatan Usaha 208.141.342.000.000,00 208.141.342.000.000,00 Penghasilan Dikecualikan (123.519.000.000,00) (200.000.000.000,00) Pendapatan Bersih 208.017.823.000.000,00 207.941.342.000.000,00 Beban Usaha (193.397.299.000.000,00) (193.397.299.000.000,00) Beban Lain-lain (6.748.114.000.000,00) (6.748.114.000.000,00) Beban Pajak (678.784.000.000,00) (678.784.000.000,00) Tunjangan PPh Pasal 21 - (52.632.000.000,00) Biaya Penyusutan - (973.910.181,00) Biaya Bonus Karyawan - (62.878.440.000,00) Laba Bersih 7.193.626.000.000,00 7.000.660.649.819,00 Kompensasi Kerugian Sebelumnya (6.369.942.716.104,00) (6.369.942.716.104,00) Penghasilan Kena Pajak 823.683.283.896,00 630.717.933.715,00 PPh Badan 205.920.820.974,00 157.679.483.429,00 Penghematan PPh Badan 48.241.337.545,00 Berdasarkan perhitungan di atas, maka penghematan pembayaran pajak jika perusahaan melaksanakan manajemen pajak adalah sebagai berikut : Tabel 4. 10 Penghematan PPh Badan PT. X Dengan Manajemen Pajak PPh terhutang sebelum manajemen pajak PPh terhutang setelah manajemen pajak Penghematan PPh Badan Rp. 205.920.820.974,00,- Rp. 157.679.483.429,00,- Rp. 48.241.337.545,00,- 79

B 5 SILAN DAN SAR AN Dari hasil perhitungan pada Tabel 4.6 di atas terlihat bahwa dengan adanya manajemen pajak yang baik perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp. 48.241.337.545,00,-. Penghematan ini tentu sangat bermanfaat baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan. Bagi perusahaan, penghematan pajak tersebut bermanfaat untuk memperkuat likuiditas perusahaan, sedangkan bagi karyawan dapat memperoleh fasilitas-fasilitas tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya untuk dapat melaksanakan manajemen pajak yang optimal diperlukan dukungan dari semua pihak terkait, khususnya manajemen dan pemegang saham. Hal ini dikarenakan akan menimbulkan potensi konflik kepentingan, dimana keuntungan yang besar menentukan besarnya bonus bagi manajemen dan berarti besarnya pajak akan selaras dengan besarnya keuntungan, sebaliknya apabila keuntungan menjadi kecil akan berpengaruh kepada pendistribusian bonus sebagai imbal hasil manajemen meskipun dapat dikatakan bahwa tujuan manajemen pajak berhasil. Namun disisi lain, menurut Tambunan (2012), perencanaan PPh Badan yang menghasilkan pajak terutang lebih kecil juga menguntungkan dari sisi time value of money karena terdapat penundaan pembayaran pajak secara riil. 80

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada Bab IV maka kesimpulan penelitian ini adalah : 1. PT. X belum mengimplementasikan manajemen pajak secara optimal. Hal ini disebabkan karena PT. X masih berharap dengan adanya kompensasi atas kerugian fiskal yang diterimanya beberapa tahun sebelumnya. Hasil ini mencerminkan pula bahwa secara administrasi perpajakan, PT. X belum mampu mengkalkulasi berapa kerugian fiskal yang diterimanya dan sampai kapan kompensasi sudah tidak dapat lagi digunakan. 2. Berdasarkan Laporan Laba Rugi tahun 2011, terdapat beberapa aspek manajemen pajak yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh PT. X, khususnya yang berkaitan dengan PPh badan. Berdasarkan Laporan Laba Rugi Tahun 2011, terdapat beberapa perkiraan-perkiraan biaya yang dapat dioptimalkan untuk mengurangi kewajiban pajak adalah biaya tunjangan PPh Pasal 21 dan Biaya Penyusutan. Hasil simulasi terhadap biaya tersebut sudah membuktikan bahwa manajemen pajak efektif untuk mengurangi PPh badan yang harus dibayar oleh perusahaan. 3. Dengan melaksanakan manajemen pajak PT. X dapat melakukan penghematan PPh badan sebesar Rp. 48.241.337.545,00,-. Penghematan 81

ini berasal dari pengurangan PPh badan yang diperoleh dari perhitungan PPh badan berdasarkan laba komersial dikurangi dengan PPh badan berdasarkan laba fiskal yang tentu saja sudah dilakukan koreksi fiskal berdasarkan manajemen pajak yang dilakukan oleh PT. X. 5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran-saran yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan hendaknya mengoptimalkan pendapatannya dari penerimaan dividen dari anak perusahaan. Dengan melibatkan anak perusahaan dalam bisnis perusahaan akan memberikan kesempatan mereka untuk menghasilkan keuntungan yang berdampak pada penerimaan dividen bagi perusahaan. 2. Biaya gaji yang diberikan perusahaan kepada karyawan sebaiknya sudah mencakup tunjangan PPh pasal 21, sehingga dapat meningkatkan motivasi bagi karyawan karena pajak penghasilan mereka sudah ditanggung perusahaan secara penuh. 3. Metode penyusutan yang dilakukan oleh perusahaan sebaiknya dialihkan ke Metode Saldo Menurun dan ini diterapkan secara konsisten agar dapat memberikan manfaat bagi perusahaan terkait perolehan aktiva tetap dan penyusutan yang bermuara kepada peningkatan biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. 4. Perusahaan harus mampu menganalisis lebih dalam terkait keadaan keuangan perusahaan dan memanfaatkan peluang-peluang pengurangan 82

pajak yang terdapat dalam aturan perpajakan. Selanjutnya perusahaan akan dapat menerapkan manajemen dan perencanaan pajak menjadi lebih baik. 5. Manajemen pajak perlu dilakukan oleh perusahaan supaya jumlah pajak yang dibayar adalah yang memang seharusnya dibayar. Hal ini untuk menghindari terjadinya lebih bayar dan apabila lebih bayar tersebut dimintakan kembali sebagai restitusi pajak, maka potensi pemeriksaan pajak terhadap perusahaan akan semakin meningkat pula. 83