BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB I I. LANDASAN TEORl

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II TELAAH PUSTAKA

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB II LANDASAN TEORI

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA. dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

BAB II LANDASAN TEORI

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB II TELAAH PUSTAKA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI. II.1.1 Definisi Pajak dan Pajak Pertambahan Nilai. ( Dikutip dari penulis Sukardji,U (2006). Pajak pertambahan nilai (edisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II. Dari pengertian di atas, Pajak memiliki unsur-unsur: tersebut berupa uang (bukan barang).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi, yaitu :

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II LANDASAN TEORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi :

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang secara langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Demikian halnya menurut Brotodiharjo (1991 : 2) menyatakan Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan. 2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut UU No.42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, di dalam daerah pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi. Latar belakang pemerintah mengganti sistem Pajak Penjualan (PPn) dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah : 1. Dalam pelaksanaan undang-undang Pajak Penjualan 1951 telah terjadi banyak perubahan fundamental baik yang bersifat sebagai penyempurnaan maupun tambahan. Sebagai akibatnya hal ini menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya.

2. Mekanisme pemungutan pajak penjualan merupakan sistem pemungutan pajak dualisme, yaitu untuk pengusaha tertentu diterapkan self assessment system. Keadaan ini sangat menyulitkan pengawasan pelaksanaannya. 3. Sebagai akibat dari pengenaan pajak berganda, maka pajak penjualan menjadi tidak netral dapat dihitung dengan pasti baik jumlah beban yang dipikul oleh konsumen maupun beban yang terkandung dalam harga komoditi yang akan diekspor. 4. Variasi tarif yang banyak sampai mencapai sembilan macam tarif, menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya sehingga cukup besar pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. 5. Pengusaha yang menurut undang-undang harus dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak yaitu Produsen termasuk pengusaha real estate, Importir, Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan produsen dan importir, agen utama, dan penyalur utama dari produsen atau importir, pemborong, kontraktor, dan harta tetap lainnya. Pemegang hak paten dan merk dagang. 6. Pengusaha yang dapat dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak yaitu, Eksportir, Pedagang yang menjual Barang Kena Pajak (BKP) kepada Pengusaha Kena Pajak yang biasanya merupakan jalur produksi.

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual atau penggantian atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah : a. Harga Jual Adalah nilai berupa uang termasuk semua yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. b. Penggantian Adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak c. Nilai ekspor Adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. d. Nilai impor Adalah berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan dikenakan berdasarkan ketentuan dalam perundang-

undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Uindang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 4. Sifat Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa sifat pemungutan yaitu: a. Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak objektif artinya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ini berdasarkan objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b. Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak tidak langsung Secara ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan kepada pihak lain. c. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai multi stage tax Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi, pedagang besar sampai dengan pengecer. d. Pajak pertambahan Nilai dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. e. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor, yaitu Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumen barang atau jasa, Pajak Pertambahan Nilai dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan. f. Pajak Pertambahan Nilai tidak menimbulkan pajak berganda

g. Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) dilakukan atas konsumsi dalam negeri. 5. Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai a. Prinsip tempat tujuan (Destination) Pada prinsip ini bahwa Pajak Pertambahan Nilai dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. b. Prinsip tempat asal Pada prinsip ini diartikan Pajak Pertambahan Nilai dipungut ditempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. 6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) undang-undang no. 42 Tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai : a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% Tarif penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah. b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0 %. Konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai. Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. c. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15 % (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan peraturan pemerintah. 7. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Menurut Muljono dan Tunggal (2001 : 14) terdapat 4 mekanisme Pajak Pertambahan Nilai, yaitu : a. Setiap Pengusaha Kena Pajak menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak diwajibkan membuat faktur pajak untuk memungut pajak yang terutang, dinamakan pajak keluaran. b. Pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli barang kena pajak atau menerima jasa kena pajak yang terutang, yang dinamakan pajak masukan. c. Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada akhir masa pajak. Jumlah pajak keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, maka kekurangannya dibayar ke kas negara selambat-lambatnya tangggal 15 bulan berikutnya. d. Setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 setelah akhir masa pajak. 8. Objek Pajak Pertambahan Nilai Objek Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan pasal 4 ayat (1), pasal 16C dan 16D Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha b. Impor Barang Kena Pajak

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak Di dalam Daersh Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. d. PemanfaatanBarang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean di dalam daerah pabean. e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean. f. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. g. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. i. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan. j. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau yang digunakan pihak lakin yang batasan dan tatacaranya diatur dengan keputusan menteri keuangan. 9. Subjek Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.42 tahun 2009 tentang PPN, terdapat 5 subjek Pajak Pajak Pertambahan Nilai. a. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan

sebagai PKP apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto melebihi Rp. 6.000.000.000,. (enam milyar rupiah) dalam satu tahun. b. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) dalam satu tahun. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP. c. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP/JKP. d. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. e. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendaharawan Proyek. 10. Tipe Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan perlakuan terhadap perolehan barang modal, Pajak Pertambahan Nilai dapat dibedakan ke dalam tiga tipe yaitu : a. Consumption type VAT Dalam Consumption type value added tax semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk pembelian barang modal dikurangkan dari penghitungan nilai tambah. Jadi dasar pengenaan pajaknya terbatas pada pembelian untuk keperluan konsumsi, sedangkan pembelian barang-barang produksi dan barang modal

dikeluarkan. Karena pembelian barang modal dikeluarkan dari dasar pengenaan pajak, maka tidak terjadi pengenaan pajak lebih dari satu kali terhadap barang modal. Hal ini memberi sifat netral Pajak Pertambahan Nilai terhadap pola produksi. b. Net Income Type VAT Dalam net income tpe value added tax, pengurangan pembellian barang modal dari dasar pengenaan pajak tidak dimungkinkan. Pemmebelian barang modal hanya boleh dikurangkan sebesar persentase penyusutan yang ditentukan pada waktu menghitung hasil bersih dalam rangka penghitungan pajak penghasilan. Oleh karena itu dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan sama dengan dasar Pengenaan Pajak Penghasilan. Sistem ini disamping akan berakibat pengenaan pajak dua kali terhadap barang modal, walaupun tidak sepenuhnya, juga menuntut pembukuan yang rapi dan teliti dari para pengusaha. Kewajiban ini merupakan beban yang cukup berat bagi pengusaha menengah ke bawah. c. Gross Product Type Dalam Gross Product type value added tax, pembelian barang modal sama sekali tidak boleh dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. Hal ini mengakibatkan barang modal dikenakan pajak dua kali yaitu pada saat dibeli, kemudian pemajakan yang kedua dilakukan melalui hasil produksi yang dijual kepada konsumen. Beberapa segi negatif yang dimiliki oleh gross product type vat seperti barang modal menanggung

beban pajak yang cukup berat karena dipajaki lebih dari satu kali, menghambat minat pengusaha mengadakan regenerasi alat alat produksi. Pengusaha cenderung memanfaatkan alat produksi yang ada semaksimal mungkin sehingga menghambat laju perkembangan produksi, tidak menunjang iklim investasi yang baik, pengusaha berusaha sedapat mungkin mengurangi pembelian barang modal.. B. Jasa 1. Pengertian Jasa Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 pada pasal 1 menyatakan bahwa, Jasa adalah setiap kegiatan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk mengahsilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa memiliki 4 karakteristik utama, yaitu : a. Tidak berwujud (intangibility), jasa bersifat tidak dapat dilihat, dirasa, didengar, atau pun diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi. b. Tidak terpisahkan (inseperability), jasa yang pada umumnya dijual terlebih dahulu baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. c. Keanekaragaman (variability), jasa yang bersifat variabel artinya banyak variasi, bentuk, kualitas, dan jenis karena merupakan non standardizet output.

d. Tidak tahan lama (perishability), merupakan komoditas tak tahan lama dan tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai kemudian. 2. Jasa Kena Pajak Pengertian Jasa Kena Pajak menurut Sukardji (2008 : 58) adalah Setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atas kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang-barang. Berdasarkan undang-undang no.18 tahun 2009 pada pasal 4 angka 5, bahwa Jasa kena pajak adalah semua jasa merupakan jasa kena pajak kecuali yang dinyatakan lain oleh jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak, termasuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari jasa kena pajak. 3. Jasa tidak kena pajak Berdasarkan UU Pajak no. 18 tahun 2009 jenis-jenis jasa tidak kena pajak diatur dalam pasal 4A ayat 3 UU No.42 tahun 2009, yaitu : a. jasa pelayanan kesehatan medis; b. jasa pelayanan sosial; c. jasa pengiriman surat dengan perangko; d. jasa keuangan; e. jasa asuransi; f. jasa keagamaan; g. jasa pendidikan; h. jasa kesenian dan hiburan; i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri. k. jasa tenaga kerja; l. jasa perhotelan; m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.. n. jasa penyediaan tempat parkir. C. Faktur Pajak 1. Pengertian Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh Direkktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean. Orang pribadi dan Badan yang tidak orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat faktur pajak. Larangan membuat faktur pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tak semestinya. Jumlah pajak yang tercantum dalam faktur pajak harus disetorkan ke kas negara. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai dikenal 3 macam faktur pajak, yaitu faktur pajak standar, faktur pajak sederhana, faktur pajak gabungan.

2. Faktur Pajak Standar Faktur pajak standar merupakan faktur pajak yang paling sediikit memuat keterangan tentang : a. nama, alamat, nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak. b. nama, alamat, NPWP pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga. d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. e. PPnBM yang dipungut. f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. h. nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. 3. Faktur Pajak Sederhana Merupakan faktur pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat faktur sederhana, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan a. Penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang dilakukan langsung kepda konsumen akhir.

b. Penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak kepada pembeli dan atau penerima jasa kena pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap. Sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak sepanjang memenuhi persyaratan di atas perlakukan sebagai faktur pajak sederhana, yaitu seperti bon kontan, faktur penjualan, karcis, kuitansi, tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis. 4. Faktur Pajak Gabungan Faktur pajak gabungan menurut Ilyas (2002 :14 ) adalah faktur pajak yang dibuat meliputi semua penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang terjadi selama 1 bulan takwim kepada pembeli barang kena pajak yang sama atau penerima jasa kena pajak yang sama. Bentuk faktur pajak ini sama dengan faktur pajak standar, hanya terdapat perbedaan dalam pengisiannya, yaitu faktur pajak standar dibuat oleh tiap tiap transaksi sedangkan faktur pajak gabungan dibuat untuk transaksi selama 1 bulan kepada pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak yang sama. D. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran 1. Pengertian Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Pajak masukan menurut Muljono (2008 : 61) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak yang berkaitan dengan perolehan BKP, penerimaan JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, dan

impor BKP. Dan pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP. PPN masukan dan PPN keluaran dihitung dengan menggunkan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Undang- Undang No. 18 tahun 2000 dari dasar pengenaan pajak. 2. Pengkreditan Pajak Masukan Menurut Suandy (2003 : 306) terdapat 6 hal yang harus diperhatikan dalam pengkreditan pajak masukan. a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama b. Pajak keluaran yang belum ada dalam suatu masa pajak, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan. c. Setiap PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah pajak keluaran yang berkenaan dengan penyerahan terutang pajak. d. Setiap PKP selain melakukan penyerahan terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan keputusan menteri keuangan. e. Pajak masukan yang dikreditkan oleh pengusaha yang dikenakan pajak pengahasilan dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan yang ditetapkan menteri keuangan. f. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaaan. E. Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Surat pemberitahuan Masa (SPT) menurut Waluyo (2006 : 293) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan un tuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan benar, lengkap, dan jelas serta menandatanganinya. F. Nota Retur Merupakan nota yang dibuat oleh penerima barang kena pajak karena adanya pengembalian barang atau jasa kena pajak yang dibeli atau yang diterima. Pengembalian barang kena pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual. Nota retur tersebut harus dibuat dalam masa pajak yang sama dengan masa pajak terjadinya pengembalian barang kena pajak. G. Kelebihan dan kekurangan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Sebagai suatu sistem ternyata Pajak Pertambahan Nilai tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan. Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan Pajak Pertambahan Nilai. 1. Beberapa Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai : a. Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda b. Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri c. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan barang modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan, sesuai dengan tipe konsumsi dan metode pengurangan tidak langsung. Dengan demikian sangat membantu likuiditas perusahaan.

d. Ditinjau dari sumber pendapatan negara Pajak Pertambahan Nilai mendapat predikat sebagai money maker. Karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya. 2. Beberapa Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai a. Biaya administrasi relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan Pajak tidak langsung lainnya, baik dipihak administrasi pajak maupin dipihak Wajib Pajak. b. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Dampak ini timbul sebagai konsekuensi karakteristik PPN sebagai pajak objektif. c. Pajak Pertambahan Nilai sangat rawan dari upaya penyeludupan pajak. Kerawanan ini ditimbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh pengusaha dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administrasi fiskus. d. Konsekuensi dari kelemahan tersebut di atas, PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

H. Kerangka Konseptual Gambar 1 Kerangka Konseptual PT.MASAJI TATANAN CONTAINER Perolehan jasa kena pajak Penyerahan jasa kena pajak Pajak Masukan Pajak Keluaran Perhitungan / Pelaporan Faktur Pajak UU No.18 Tahun 2000 Keterangan Gambar 1. PT. Masaji Tatanan Container Belawan merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam kegiatan menerima perolehan Jasa Kena Pajak dan melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak. Perolehan JKP tersebut adalah Pajak Masukan sedangkan penyerahan JKP adalah Pajak Keluaran. PT. Masaji Tatanan Container Medan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka dalam melaksanakan kegiatannya tersebut diterbitkan faktur pajak baik Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran dalam faktur pajak disesuaikan dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku.