LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

dokumen-dokumen yang mirip
beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

BAB I PENDAHULUAN. Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

BAB I PENDAHULUAN. kacang tanah. Ketela pohon merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pola Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Tahun Sumber : Susenas ; BPS diolah BKP Kementan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan di

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

PERENCANAAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KRIPIK SINGKONG PRESTO DI CASSAVA GEDONGAN, KELURAHAN LEDOK, SALATIGA

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODEL AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI MALUKU UTARA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

I. PENDAHULUAN. pembuatan makanan dapat menghemat devisa negara (Herlina, 2002).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TANAMAN PENGHASIL PATI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bersama masyarakat. Dalam hal ini pemerintah menyelenggarakan pengaturan,

I. PENDAHULUAN. Agroindustri merupakan kegiatan pemanfaatan hasil pertanian menjadi produk

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

RINGKASAN Upaya Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Di Desa Salam, Patuk, Gunung Kidul

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

HASIL HUTAN YANG DIABAIKAN : SAGU NASIBMU KINI

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman Supriadi Ening Ariningsih Bambang Rahmanto Andi Askin PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PETANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2005

RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang dan Masalah 1. Kebijakan di bidang pangan yang ditetapkan pemerintah selama ini bias pada komoditas beras, sehingga terjadi pergeseran pola pangan pokok masyarakat dari pangan lokal seperti umbi-umbian dan jagung sesuai potensi dan budaya lokal ke komoditas beras. Di sisi lain pemerintah dituntut untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat karena pangan merupakan hak asasi bagi setiap orang. Salah satu cara untuk mewujudkan ketahanan pangan adalah menciptakan product development yang beraneka ragam. Aneka umbi-umbian dan jagung mempunyai prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai subsitusi beras dan untuk diolah menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan dukungan pengembangan teknologi pengolahan serta strategi pemasaran. Tujuan Penelitian 2. Tujuan penelitian ini adalah: (i) Menganalisis perkembangan produksi dan situasi konsumsi ubikayu, jagung dan sagu, (ii) Menganalisis bentuk-bentuk bahan pangan dan produk pangan olahan dari ubikayu, jagung dan sagu, (iii) Menganalisis ketersediaan dan kebutuhan teknologi pengolahan bahan pangan dan produk pangan di wilayah pedesaan berbasis ubikayu, jagung dan sagu, dan (iv) Melakukan sintesis peluang, kendala dan kebijakan pengembangan agroindustri di pedesaan berbasis ubikayu, jagung dan sagu. Sumber Data 3. Sumber data berasal dari data sekunder (SUSENAS tahun 2002 dan 1999, harga ubikayu, jagung, sagu dan beras) dan data primer di tingkat rumah tangga, petani dan industri rumah tangga serta lembaga pemerintah di pusat dan di daerah. Penelitian dilakukan di tiga provinsi yaitu Jawa Timur (Kabupaten Trenggalek), mewakili komoditas ubikayu, Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kupang) mewakili jagung dan Papua (Kabupaten Jayapura) mewakili sagu. Total responden di tiga lokasi adalah 197 responden. Data dianalisis secara kualitatif dalam bentuk tabel-tabel dan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat), juga dianalisis secara kuantitatif dengan Indeks Enthropy dan koefisien variasi. RE-1

Produksi dan Konsumsi Pangan 4. Produksi ubikayu, jagung dan sagu tersedia dalam jumlah yang cukup untuk bahan baku agroindustri, dan cenderung bertambah produksinya ubikayu dan jagung. Laju peningkatan produksi ubikayu selama tahun 1999-2004 di provinsi Jawa Timur sekitar 3,7 persen per tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan bukan luas panen. Sementara itu laju pertumbuhan produksi jagung di provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar 4,6 persen per tahun sebagai akibat peningkatan produktivitas sebesar 2,4 persen per tahun dan luas panen sebesar 2,2 persen per tahun. Khusus untuk sagu tidak diperoleh data secara lengkap hanya produksi tahun 2004 sebesar 4,1 ribu ton. Keterbatasan data ini hendaknya mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah setempat, mengingat salah satu komoditas unggulan di provinsi Papua adalah sagu. 5. Usahatani ubikayu, jagung dan sagu yang dilakukan oleh petani masih menguntungkan. Pendapatan petani dari usahatani ubikayu dengan memperhitungkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga di provinsi Jawa Timur sebesar Rp 1,2 juta/ha/musim, sedangkan dari usahatani jagung di provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp 236 ribu/ha/musim dan menebang sagu di provinsi Papua sebesar Rp 1,0 juta per panen. 6. Sebagian besar rumah tangga terutama di pedesaan mengkonsumsi makanan pokok seperti ubikayu, jagung, dan sagu sesuai dengan yang dihasilkan oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam setempat. Sementara itu, sumber perolehan beras yang dikonsumsi oleh rumah tangga termasuk rumah tangga di pedesaan berasal dari pembelian. Jenis pangan lokal yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga untuk ubikayu berupa ubikayu segar, untuk jagung berupa jagung pipilan dan sagu berupa tepung sagu. Pola konsumsi pangan rumah tangga masih bias pada pangan sumber karbohidrat, belum beragam seperti dalam Pola Pangan Harapan, demikian pula untuk konsumsi pangan pokoknya. Konsumsi pangan pokok di pedesaan lebih beragam dibandingkan di perkotaan. 7. Sebagian besar rumah tangga mengkonsumsi ubikayu dan jagung sebagai makanan pokok dalam bentuk campuran dengan mencampur beras untuk konsumsi ubikayu, dengan ubikayu/ubijalar untuk konsumsi jagung. Sementara itu, sagu dikonsumsi dalam bentuk tunggal. Jenis makanan olahan yang menggunakan bahan baku ubikayu, jagung dan sagu yang dimasak oleh rumah tangga sebagai makanan selingan relatif banyak, namun cara memasaknya masih bersifat tradisional (dikukus, direbus, dan digoreng) dan tidak ada jenis makanan baru yang diolah. Rumah tangga juga jarang membeli makanan olahan yang menggunakan bahan baku ketiga komoditas tersebut. Pada rumah tangga perkotaan telah terjadi perubahan RE-2

konsumsi pangan pokok dari pangan lokal (ubikayu, jagung dan sagu) ke beras melalui mekanisme RASKIN, dan tunjangan beras PNS. Bentuk Produk Pangan dan Teknologi Pengolahan Pangan 8. Jenis bahan pangan dari ubikayu umumnya dalam bentuk ubikayu segar, gaplek, tepung gaplek dan tapioka, sedangkan untuk jagung dalam bentuk jagung glondongan, jagung pipilan, jagung titi (beras jagung) dan tepung jagung. Bahan pangan dari sagu yang biasa dikonsumsi adalah dalam bentuk sagu basah dan tepung sagu. Secara nasional, ragam produk olahan dari ubikayu, jagung dan sagu cukup banyak baik berasal dari industri skala kecil/rumah tangga maupun industri skala menengah/besar. Namun jenis olahan pangan lokal di wilayah penelitian sangat sedikit dibandingkan dengan potensi yang ada secara nasional dan hanya diproduksi oleh industri skala rumah tangga. 9. Produk agroindustri yang bisa langsung digunakan untuk membuat makanan pokok adalah tiwul instan dan tepung sagu untuk membuat papeda. Agroindustri berbasis pangan lokal relatif menguntungkan tetapi sulit untuk berkembang karena keterbatasan permintaan pasar. Masalah lain yang dihadapi pengusaha agroindustri adalah persaingan dengan produsen dari kabupaten lain untuk agroindustri di kabupaten Trenggalek serta mahalnya biaya transportasi untuk produk olahan dari provinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua. 10. Keuntungan agroindustri gatot instan dan tiwul instan masing-masing sebesar Rp 531.000 dan Rp 423.000, dengan R/C ratio 1,55 dan 1,29 per siklus produksi. Keuntungan agroindustri emping jagung Rp 5.085.000 dengan R/C ratio 1,48. Keuntungan agroindustri tepung sagu dan kue sagu masing-masing Rp 618.000 dan Rp 620.000, dengan R/C ratio 1,7. 11. Teknologi pengolahan pangan dan produk pangan berbasis ubikayu, jagung dan sagu secara nasional telah tersedia baik untuk industri skala kecil maupun industri menengah/besar. Namun teknologi yang digunakan oleh rumah tangga dan agroindustri skala kecil di pedesaan masih bersifat tradisional, manual dan hanya sedikit yang menggunakan peralatan mekanis. Peralatan mekanis yang digunakan sebagian dibuat sendiri. Bantuan peralatan untuk agroindustri skala kecil umumnya tidak gunakan karena tidak praktis, yaitu kapasitasnya terlalu besar dan biaya pengoperasiannya relatif mahal. RE-3

Prospek Pengembangan Agroindustri Berbasis Ubikayu, Jagung dan Sagu 12. Fluktuasi harga ubikayu, jagung dan sagu lebih besar dibandingkan dengan harga beras. Di Kabupaten Trenggalek pada periode 2001-2004, koefisien variasi harga jagung sebesar 15,6 dan ubikayu sebesar 25,8, sedangkan untuk beras hanya 9,2. Di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua, koefisien variasi harga beras berkisar 3,1-5,6; sedangkan untuk jagung di Nusa Tenggara Timur mencapai 22,9 dan sagu di Papua mencapai 26,3. Situasi ini tidak menguntungkan bagi pengembangan pangan lokal baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri pangan. 13. Agroindustri ubikayu berada dalam posisi putar haluan (mengatasi kelemahan yang ada untuk memanfaatkan peluang yang tersedia), sedangkan agroindustri jagung dan sagu berada dalam posisi defensif (mengatasi kelemahan dan ancaman untuk bisa bertahan). Implikasi Kebijakan 14. Produksi ubikayu dan jagung masih dapat ditingkatkan antara lain dengan perbaikan teknik budidaya, misalnya menggunakan bibit unggul dan pemupukan. Areal tanam sagu di provinsi Papua perlu dipertahankan bahkan sudah perlu untuk dibudidayakan. Setiap penebangan pohon sagu perlu penanaman kembali dengan memperhatikan aspek teknik budidaya. Hutan sagu di Jayapura dilindungi dengan Perturan Daerah. Juga Peraturan Pemerintah Daerah yang mengharuskan seseorang menaman lima pohon sagu setiap menebang satu pohon sagu supaya ditegakkan kembali untuk mencegah kepunahan pohon sagu mengingat tanaman ini merupakan sumber pendapatan, bahan pangan pokok dan juga bahan baku industri pangan. Peningkatan jumlah bahan baku, tidak hanya mempermudah pengusaha industri untuk memperoleh bahan baku tetapi juga membuka peluang untuk mengembangkan jumlah dan jenis industri yang menggunakan bahan baku tersebut. Kebijakan tersebut dengan melibatkan pihak agraria, kehutanan, perkebunan, dan pertanian. 15. Pemerintah harus mempunyai kemauan politik untuk terus mempromosikan pangan lokal sebagai pangan pokok masyarakat setempat seperti yang telah terjadi sebelumnya. Pemerintah Daerah harus terus berupaya mensosialisasi pangan lokal dan mendorong keikutsertaan swasta, LSM dan masyarakat agar memiliki kesempatan berperan seluas-luasnya untuk mempromosikan pangan lokal yang ada di daerah. Pemberian beras kepada rakyat miskin pada semua wilayah di Indonesia perlu ditinjau kembali. Daerah yang makanan pokoknya bukan beras sebaiknya diberikan bantuan pangan lokal sesuai dengan kebiasaannya, misalnya rumah tangga di provinsi RE-4

Nusa Tenggara Timur dapat diberikan bantuan pangan berupa jagung titi (beras jagung), di provinsi Papua diberikan dalam bentuk tepung sagu. 16. Kegiatan agroindustri berbasis ubikayu, jagung dan sagu dapat berperan sebagai sumber pendapatan rumah tangga dan pemerintah daerah, penyerapan tenaga kerja setempat dan sekaligus juga sumber pendapatan petani sebagai pemasok bahan baku. Pengembangan agroindustri tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan skala usaha industri dari skala industri rumah tangga ke industri kecil dan menengah atau meningkatkan jumlah agroindustri yang ada yang tetap berlokasi di wilayah pedesaan. 17. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendorong pertumbuhan agroindustri adalah (i) Peningkatan penyediaan bahan baku dan kontinuitasnya terjamin. Meningkatkan produksi dengan memanfaatkan daya dukung lahan yang masih luas. Antisipasi ancaman kekeringan dapat dilakukan dengan pengadaan atau peningkatan jumlah embung, bendungan, sumur pompa. (ii) Perbaikan sarana transportasi antar daerah terutama di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua agar jangkauan pemasaran lebih luas dan jauh (iii) Pemerintah Daerah memberikan fasilitas untuk pengembangan industri pangan lokal seperti kebijakan ekspor, promosi pasar, pembinaan yang intensif seperti kewirausahaan, kualitas produk, membuka akses kredit permodalan, dan penyediaan teknologi pengolahan, (iv) Pemerintah mendorong ekspor produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan oleh wilayahnya ke negara lain, misalnya ke Papua New Guinea karena produk pertanian dan olahan pangan yang dihasilkan di Provinsi Papua masih memiliki keuntungan komparatif. Kewaspadaan pemerintah terhadap persaingan industri dan pemasaran dari negara-negara pesaing seperti Malaysia, Singapura, Jepang yang sudah mengarahkan kepada pembangunan sentra-sentra industri sagu, sedangkan Indonesia masih skala industri rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setempat, dan (v) Perlu pola kemitraan antara pengusaha industri rumah tangga dengan pengusaha yang berskala lebih besar dengan prinsip saling menguntungkan. Perkiraan Dampak 18. Peningkatan produksi bahan pangan lokal terutama ubikayu dan jagung jika tidak diikuti perluasan usaha atau penambahan jumlah agroindustri akan membuat harga bahan baku agroindustri di tingkat petani semakin rendah. Hal ini berarti bisa meningkatkan keuntungan agroindustri, tetapi keuntungan petani berkurang. Budidaya sagu dalam jangka panjang akan memberikan bahan baku yang cukup bagi agroindustri dan bahan pangan untuk makan pokok penduduk setempat. Sementara itu promosi secara kontinyu oleh pemerintah RE-5

dapat meningkatkan penggunaan bahan pangan lokal sebagai makanan pokok. Peningkatan jenis dan bentuk makanan berbasis pangan lokal di lokasi penelitian dapat meningkatkan konsumsi penduduk setempat terhadap produk pangan lokal dan mendorong perkembangan agroindustri. Tekonologi agroindustri jika bisa diaplikasikan secara layak dan mampu meningkatkan nilai sosial, nilai guna, nilai tambah, dan nilai estetika produk pangan lokal dapat mendorong minat penduduk setempat bahkan secara nasional untuk mengkonsumsi pangan lokal sebagai makanan tambahan maupun makanan pokok. Petani akan lebih terdorong menanam bahan pangan non padi jika fluktuasi harganya relatif stabil seperti harga beras. Interensi pemerintah berupa kebijakan yang kondisif akan mendorong agroindustri untuk lebih mampu bersaing. RE-6