BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

BAB IV PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN TEKNIK ANALISIS PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RUAS JALAN ANDI MALLOMBASANG DAN JALAN USMAN SALENGKE SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

BAB III KARAKTERISTIK PEMANFAATAN RUANG DAN LALU LINTAS KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

Latar Belakang. Ketidakseimbangan volume lalu lintas dengan kapasitas jalan (timbul masalah kemacetan)

Arahan Intensitas Pemanfaatan Ruang Perdagangan Jasa Berdasarkan Peluang Telecommuting

Kata kunci: Bangkitan Pergerakan, Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan.

PENGARUH INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG TERHADAP KINERJA JALAN PEMUDA KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan

MANAJEMEN LALU LINTAS DI PUSAT KOTA JAYAPURA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PENATAAN PARKIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jakarta sebagai ibukota negara dan sebagai tempat perputaran ekonomi terbesar

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

ARAHAN PENENTUAN JENIS KEGIATAN DI KORIDOR KH.MUKMIN SIDOARJO

BAB 2 TINJAUAN TEORI

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN DE PAPILIO TAMANSARI SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional

PENGARUH PERUBAHAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH TERHADAP KINERJA JARINGAN JALAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain. Transportasi digunakan

BAB III METODOLOGI. Kebijakan penataan lalu lintas. Penataan lalu lintas dan rambu, Pengaturan parkir dan angkutan umum, Sirkulasi lalu lintas,dll.

PERENCANAAN??? MENGAPA DIPERLUKAN. Peningkatan jumlah penduduk. Penambahan beban jaringan jalan. & transportasi

Pengendalian Jenis Kegiatan pada Koridor Jalan Bukit Darmo Boulevard Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

Manajemen Lalu Lintas Akibat Pembangunan Surabaya Organ Transplant Center (SOTC) RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

BAB II TINJAUAN TEORI

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

BAB III METODOLOGI. Mulai. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Pengumpulan Data. Penyajian data. Analisis dan evaluasi

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

3.1. METODOLOGI PENDEKATAN MASALAH

Analisis Dampak Lalu Lintas Akibat Pembangunan Apartemen Puncak Kertajaya

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

Teknik Perencanaan Prasarana, Universitas Hasanuddin. Teknik Transportasi Pascasarjana, Universitas Hasanuddin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan lalu lintas yang sering terjadi khususnya daerah simpang

PENETAPAN TARIF PARKIR SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALI PENGGUNA JASA PARKIR DI KAWASAN SIMPANGLIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS SISTEM TRANSPORTASI JALAN CIHAMPELAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

ARAHAN PENGATURAN LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN SETYABUDI RAYA POTROSARI SEBAGAI DAMPAK MUNCULNYA PUSAT PERBELANJAAN ADA, BANYUMANIK SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

Rekayasa Pergerakan Lalulintas Di Kelurahan Siwalankerto, Kecamatan Wonocolo (Lokasi: Jalan Siwalankerto Surabaya)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

KINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB I PENDAHULUAN I - 1

Pengaruh Keberadaan Apartemen Terhadap Kinerja Jalan Arief Rahman Hakim Surabaya

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan studi ini merupakan beberapa hal yang ditemukan saat melakukan studi, terlepas dari dari sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Temuan studi tersebut antara lain adalah: Jalan Raya Cimahi memiliki peran sebagai jalan arteri primer. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan saat melakukan studi, karakteristik Jalan Raya Cimahi sama sekali tidak mencerminkan perannya sebagai jalan arteri primer. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006, ditetapkan bahwa jalan arteri primer seharusnya memiliki minimal kecepatan kendaraan 60 km/jam, tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal, jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa, dan persimpangan sebidang pada jalan arteri primer harus disertai pengaturan tertentu. Pada kenyataannya, Jalan Raya Cimahi merupakan pusat orientasi Kota Cimahi dimana intensitas kegiatan dan pergerakan lalu lintas lokal di dalamnya sangat tinggi. Dari hasil survey diketahui bahwa kecepatan rata-rata pada Jalan Raya Cimahi selalu berada di bawah 50 km/jam. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Jalan Raya Cimahi tidak bisa mempertahankan perannya sebagai jalan arteri primer. Oleh karena itu, standar tingkat pelayanan jalan (LOS) arteri primer tidak mungkin dipenuhi di Jalan Raya Cimahi. Selain berfungsi sebagai jalan arteri primer, Jalan Raya Cimahi pun memiliki fungsi sebagai jalan propinsi dan jalan skala kota. Dengan begitu, timbul dugaan bahwa tingkat pergerakan menerus (through traffic) di Jalan Raya Cimahi ini cukup tinggi. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa ternyata jumlah pergerakan menerus di Jalan Raya Cimahi tidak begitu tinggi. Pergerakan di Jalan Raya Cimahi masih didominasi oleh kegiatan dan 117

pergerakan lokal. Nilai rata- rata presentase pergerakan through traffic terhadap volume total di Jalan Raya Cimahi adalah 31%. Luas lantai bangunan tidak selamanya dapat menjadi satu-satunya variabel penentu tingkat bangkitan tarikan yang ditimbulkan. Hal tersebut terlihat dari adanya perbedaan volume kendaraan segmen1 yang begitu signifikan antara kondisi eksisting dengan peramalan model trip rate. Rendahnya volume lalu lintas yang didapatkan dengan menggunakan trip rate tersebut dikarenakan luas bangunan segmen 1, sehingga trip attraction yang dihasilkan pun sangat rendah. Pada kenyataanya, volume kendaraan pada segmen 1 tidak serendah hasil perhitungan. Berdasarkan perhitungan traffic counting, diketahui bahwa volume lalu lintas maksimum segemen 1 adalah 2253,6 smp/jam. Sedangkan dari hasil permodelan trip rate, volume lalu lintas maksimum yang didapat adalah 919,59 smp/jam untuk Skenario I dan 832,88 smp/jam untuk Skenario II. Faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan intensitas bangunan adalah aktivitas/fungsi yang dikembangkan dan kemampuan kapasitas jalan. Dari hasil studi dapat terlihat bahwa aktivitas/fungsi yang dikembangkan pada suatu segmen dapat mempengaruhi volume lalu lintas maksimum pada segmen jalan tersebut. Oleh karena itu, untuk membatasi pergerakan kendaraan pada suatu ruas jalan, tidak hanya intensitas bangunannya saja yang perlu diatur, tetapi juga aktivitas/fungsi yang dikembangkan. Pengaturan tersebut tentu harus tetap mempertimbangkan kemampuan kapasitas jalannya. 5.2 Kesimpulan Dari hasil analisis dapat diketahui beberapa hal mengenai penentuan intensitas bangunan. Dalam menentukan ketentuan pemanfaatan ruang, pemerintah kota umumnya tidak mempertimbangkan kemampuan kapasitas jalan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ternyata ketentuan intensitas bangunan yang ditetapkan 118

dalam RTRW Kota Cimahi untuk koridor Jalan Raya Cimahi ternyata tidak dapat ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia. Dari hasil analisis dapat terlihat bahwa apabila ketentuan KLB maksimum dalam RTRW Kota Cimahi diterapkan pada kondisi eksisting Jalan Raya Cimahi saat ini, maka kapasitas jalan tidak akan dapat menampung volume kendaraan di jalan tersebut. Hal tersebut terlihat dari tingginya VCR pada beberapa segmen Jalan Raya Cimahi dalam simulasi penerapan ketentuan KLB maksimum tersebut, terutama segmen Fly Over Cimindi Jl.Kebon Kopi dengan nilai VCR 1,00 dan segmen Jl.Kebon Kopi sampai pertigaan Cibeureum dengan VCR 1,02. Dengan nilai VCR tersebut, maka Jalan Raya Cimahi berapa pada tingkat pelayanan jalan terburuk yaitu LOS F. Kondisi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan mengingat bahwa Jalan Raya Cimahi ini mengemban fungsi sebagai jalan arteri primer di Kota Cimahi. Oleh karena itu, penentuan intensitas bangunan ini dapat dijadikan suatu alternatif Transport Demand Management (TDM) dalam menangani masalah kemacetan yang terjadi. Dengan membatasi intensitas bangunan koridor Jalan Raya Cimahi, maka bangkitan tarikan kendaraan pun dapat ikut dibatasi. Berdasarkan proses penentuan intensitas bangunan koridor Jalan Raya Cimahi, didapatkan bahwa ketentuan intensitas bangunan yang dapat diterapkan di koridor Jalan Raya Cimahi cukup beragam tergantung dari skenario yang dikembangkannya. Akan tetapi, akan lebih baik jika ketentuan KLB maksimum yang digunakan adalah worst scenario yang dapat terjadi. Dengan begitu, maka kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi masih dapat diterima. Skenario terburuk yang digunakan dalam studi ini adalah jika seluruh kapling di koridor Jalan Raya Cimahi berubah fungsi menjadi aktivitas komersial. Berdasarkan analisa skenario terburuk, maka didapatkan ketentuan KLB maksimum yang dapat diterapkan di Koridor Jalan Raya Cimahi untuk mendapatkan VCR di bawah 0,45 (LOS B) dan VCR di bawah 0,7 (LOS C). Akan tetapi, berdasarkan hasil studi dapat terlihat bahwa kondisi Jalan Raya Cimahi saat ini sangat sulit untuk mewujudkan nilai VCR maksimum 0,45 pada setiap segmen jalan. Dari hasil traffic counting dapat terlihat bahwa kondisi Jalan 119

Raya Cimahi pada saat ini pun sudah memiliki tingkat pelayanan yang buruk. Apabila dilihat dari VCR nya, Jalan Raya Cimahi rata-rata berada pada VCR C dan B. Tetapi apabila didasarkan pada kecepatan kendaraannya, seluruh segmen Jalan Raya Cimahi memiliki LOS F, karena kecepatan rata-rata di Jalan Raya Cimahi adalah 29,43 km/jam. Tingkat kecepatan tersebut tergolong sangat rendah untuk ukuran jalan arteri primer. Karena sulitnya mewujudkan VCR 0,45 pada Jalan Raya Cimahi tersebut, maka diberikan satu acceptable worst scenario untuk memberikan kemungkinan lain, yaitu Jalan Raya Cimahi berada pada LOS C (VCR 0,7). Berikut ini adalah ketentuan KLB maksimum yang dapat diterapkan di Jalan Raya Cimahi didasarkan pada kondisi tersebut. KLB maksimum yang ditetapkan ini adalah KLB maksimum yang dibuat untuk aktivitas/fungsi komersial. Tabel V.1 Ketentuan KLB Maksimum berdasarkan Skenario Terburuk (Skenario I-B) SEGMEN Ketentuan KLB Maksimum SEGMEN 1 12,5 SEGMEN 2 6,5 SEGMEN 3 1,7 SEGMEN 4 2,3 SEGMEN 5 1,7 SEGMEN 6 1,9 Sumber: Hasil Analisis, 2007 Selain KLB maksimum tersebut, terdapat alternatif lain yang dapat digunakan di koridor Jalan Raya Cimahi. Skenario ini adalah kemungkinan lain yang dapat diterapkan di Jalan Raya Cimahi dengan alternatif aktivitas/fungsi yang lebih beragam. Aktivitas/fungsi yang dikembangkan pada skenario ini bukan 100% komersial, melainkan aktivitas hunian, perkantoran, dan komersial. Dengan menetapkan proporsi aktivitas/fungsi yang tepat, maka KLB maksimum yang diperbolehkan dapat lebih tinggi untuk nilai VCR yang sama. Berikut ini adalah 120

ketentuan KLB maksimum yang dapat diterapkan pada proporsi aktivitas/fungsi eksisting. Tabel V.2 Alternatif Ketentuan KLB Maksimum yang dapat diterapkan di Koridor Jalan Raya Cimahi (Skenario II-B) SEGMEN KLB Maksimum Hunian KLB Maksimum Komersial KLB Maksimum Perkantoran SEGMEN 1 3,1 8,1 4,7 SEGMEN 2 2,3 5,9 3,5 SEGMEN 3 0,5 1,4 0,8 SEGMEN 4 0,8 2,1 1,2 SEGMEN 5 0,6 1,6 0,9 SEGMEN 6 0,7 1,8 1,0 Sumber: Hasil Analisis, 2007 Seluruh nilai KLB maksimum yang ditentukan dalam studi ini didasarkan pada kondisi eksisting Jalan Raya Cimahi, baik kondisi pemanfaatan ruang maupun kondisi lalu lintasnya. Perhitungan kapasitas jalan pun didasarkan pada sistem transportasi Jalan Raya Cimahi saat ini. Oleh karena itu, nilai KLB maksimum yang ditentukan dapat diterapkan dengan asumsi bahwa tidak adanya perubahan sistem transportasi yang dapat mempengaruhi nilai kapasitas jalannya, baik kondisi geometrik (tipe jalan, jumlah lajur, lebar jalan, dan pembagian arah), kondisi gangguan samping, sistem angkutan dan pemakaian jalannya. 5.3 Rekomendasi Rekomendasi yang dapat diberikan dalam studi ini antara lain: 1. Dalam menentukan intensitas bangunan Jalan Raya Cimahi, pemerintah kota sebaiknya mempertimbangkan kemampuan daya dukung lingkungannya. Berdasarkan Perda Kota Cimahi No.32 Tahun 2003 dapat terlihat bahwa rencana pengelolaan koridor Jalan Raya Cimahi lebih terarah pada pemanfaatan lahan yang potensial bagi pengembangan kegiatan dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Bangunan di sepanjang koridor Jalan Raya Cimahi diarahkan untuk 121

pengembangan bangunan bertingkat dan konversi dari lahan non-komersial menjadi pemanfaatan lahan komersial. Hal tersebut dimaksudkan agar koridor Jalan Raya Cimahi dapat mengemban fungsinya sebagai kawasan pusat kota dan koridor perdagangan dan jasa dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Ada baiknya apabila dalam penetapan fungsi tersebut juga disertai dengan pertimbangan akan dampak yang dihasilkan dari pembangunan tersebut. Secara ekonomi, bangunan-bangunan tersebut dapat memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi namun jika tidak disertai dengan daya dukung lingkungan yang memadai, maka fungsi dari pembangunan tersebut pun tidak akan tercapai. Dalam hal ini, penentuan intensitas bangunan ini dapat menjadi satu rekomendasi untuk menangani permasalahan kemacetan yang terjadi di Kota Cimahi dari sisi permintaan (demand). Walaupun cara ini belum tentu menjadi solusi yang terbaik namun dapat menjadi masukan/alternatif dalam mengurangi masalah kemacetan tersebut. 2. Penentuan intensitas bangunan dalam studi ini merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan untuk menangani masalah kemacetan Jalan Raya Cimahi. Akan tetapi, ketentuan tersebut didasarkan pada kondisi hambatan samping saat ini. Pada kondisi saat ini, dimana Jalan Raya Cimahi belum mencapai 100% komersial, tingkat on street parking di sepanjang Jalan Raya Cimahi sudah cukup tinggi. Bisa dibayangkan bila skenario tersebut benar-benar terjadi. Intensitas kegiatan dan pergerakan di jalan tersebut tentu akan semakin padat. Ditambah lagi, berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa jarang sekali aktivitas/fungsi komersial di koridor Jalan Raya Cimahi yang menyediakan lahan parkir, bahkan hampir tidak ada. Umumnya, bangunan komersial tersebut adalah bangunan berderet yang memiliki GSB=0. Para pengunjung umumnya menggunakan badan jalan sebagai lahan parkir. Apabila setiap bangkitan tarikan kendaraan yang menuju bangunan komersial tersebut mengambil badan jalan sebagai lahan parkir, kemacetan tentu tidak bisa dielakan lagi. Oleh karena itu, dalam penerapan ketentuan KLB maksimum tersebut, kondisi hambatan samping pun perlu dipertimbangkan. Salah 122

satunya adalah dengan penyediaan parkir yang disesuaikan dengan perkiraan bangkitan tarikan yang dapat ditimbulkan. 5.4 Catatan Studi Dalam studi ini, terdapat beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Kurang akuratnya data luas kapling eksisting Jalan Raya Cimahi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya keterbatasan data yang dimiliki oleh instansi terkait, yaitu Dinas Tata Kota. Oleh karena itu, data luas kapling yang digunakan dalam studi ini merupakan hasil perhitungan terhadap overlay peta foto udara Tahun 2002 dan peta pemanfaatan guna lahan Kota Cimahi Tahun 2005. Dalam peta pemanfaatan guna lahan tersebut pun tidak tercantum seluruh kapling yang berada di Jalan Raya Cimahi melainkan hanya kapling-kapling besar, seeprti rumah sakit, industri, dan kantor pemerintahan. Sedangkan bangunan-bangunan komersial dan bangunanbangunan kecil lainnya tidak memiliki batas kapling yang jelas, sehingga dilakukan penyesuaian terhadap overlay peta tersebut dengan foto udara dan pengamatan langsung. 2. Proporsi kendaraan through traffc yang dihitung di sini merupakan proporsi kendaraan through traffic seluruh koridor Jalan Raya Cimahi. Pergerakan kendaraan yang masuk dan keluar melalui jalan kolektor dan jalan lingkungan (persimpangan) tidak diperhitungkan di sini. Asumsi yang digunakan adalah bahwa jalan-jalan kolektor dan lingkungan tersebut tidak memberikan pengaruh yang begitu signifikan, sehingga diabaikan dalam perhitungan. 3. Trip rate yang digunakan dalam studi ini diambil dari beberapa sumber yang digunakan pada kota-kota besar di Indonesia (DKI Jakarta, Kota Semarang dan Cirebon) dan Amerika Serikat (San Diego). Asumsi yang digunakan adalah bahwa standar tersebut dapat juga digunakan di Kota Cimahi walaupun sebenarnya standar tersebut mungkin kurang sesuai dengan karakteristik Kota Cimahi. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa data perkiraan bangkitan tarikan kendaraan Jalan Raya Cimahi yang didapat dari studi ini masih kurang akurat. 123

4. Terdapat kerancuan pada klasifikasi guna lahan yang didapat dari petunjuk teknis RTRW Kota Cimahi. Dalam petunjuk teknis tersebut, pengklasifikasian kategori tidak didasarkan pada wadah dan kegiatannya. Seharusnya klasifikasi kategori komersial, jasa komersial, pelayanan jasa kendaraan bermotor, dan perkantoran dibedakan menjadi perdagangan dan jasa. Namun pada klasifikasi petunjuk teknis RTRW tersebut tidak jelas perbedaan antara fungsi perdagangan dan jasa. Hal tersebut menyulitkan pada saat menentukan aktivitas/fungsi yang dikembangkan pada setiap segmen. 5.5 Saran Studi Lanjutan Sehubungan dengan kelemahan studi tersebut maka terdapat beberapa studi yang dianggap dapat menjadi lanjutan dari studi ini, yaitu: 1. Studi yang mempelajari pola pergerakan (internal maupun eksternal) Kota Cimahi secara keseluruhan dan pengaruh yang diberikan terhadap tingkat pelayanan jalan-jalan utama Kota Cimahi. 2. Studi yang mempelajari lebih rinci mengenai bangkitan tarikan Kota Cimahi. Studi tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan permodelan bangkitan tarikan kendaraan (trip rate) yang lebih akurat, sehingga dapat menjadi masukan yang lebih baik dalam perencanaan transportasi dan guna lahan di Kota Cimahi. 3. Studi mengenai penataan bentuk dan ukuran kapling Jalan Raya Cimahi. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bentuk dan luas kapling eksisting Jalan Raya Cimahi belum menunjukkan keseragaman antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, akan lebih baik jika pembatasan yang dilakukan tidak hanya dari aktivitas/fungsi dan jumlah luas lantainya saja, tetapi juga disertai dengan penyesuaian terhadap bentuk kapling untuk menciptakan suatu sistem blok yang lebih seragam. Dengan begitu, tentu akan lebih mudah dalam menentukan intensitas bangunannya. 124