III. METODE PENELITIAN. B. Materi Penelitian Alat dan bahan yang digunakan terlampir (Lampiran 1 dan 2). bio.unsoed.ac.id

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Sokaraja dengan kondisi lingkungan dominan pemukiman penduduk

II. METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian Bahan

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. untuk mengambil sampel air dan plankton; ember, plankton-net No.

III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat

DAFTAR LAMPIRAN. No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat 1. Batu Didih - Sebagai pengaduk larutan. 2. Botol Sampel - Untuk wadah sampel air

DAFTAR LAMPIRAN SPESIFIKASI BAHAN DAN PERALATAN. No Nama alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. stasiun pengambilan terlampir pada Lampiran 1. Proses identifikasi pada sampel

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai September 2011,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) (Suin, 2002) Sampel Air. Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H 2

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

Lampiran 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini yaitu di industri tahu yang ada di Kecamatan Kota

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODA

Stasiun I Padang Lamun, Pulau Tarahan. Stasiun II Karang, Pulau Tarahan. Stasiun III Dermaga, Pulau Panjang. Stasiun IV Pemukiman, Pulau Panjang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dari bulan Juni Juli 2015.

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB 2 BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

Lampiran 1. Prosedur Analisis Nitrogen Organik, N-NH 3, N-NO 3, Ortofosfat, TSS, Kerapatan Sel, COD.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

Pupuk super fosfat tunggal

3. METODE PENELITIAN

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) 1 ml MnSO 4 1 ml KOH KI dikocok didiamkan

METODE PENELITIAN. penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6 Gambar 12. dengan bulan Juli 2016, dapat dilihat Lampiran 6 Tabel 5.

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

BAB III BAHAN DAN METODE

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian. menentukan kualitas air berdasarkan faktor fisika kimia.

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

Lampiran 1. Perhitungan komposisi pencampuran air

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November Februari 2014.

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

LAMPIRAN I PROSEDUR ANALISA TSS

PENGAMBILAN SAMPEL AIR

PENGUJIAN AMDK. Disampaikan dalam Pelatihan AIR MINUM

BAB IV METODE PENELITIAN. menggunakan suatu kolompok eksperimental dengan kondisi perlakuan tertentu

BAB III METODE PENELITIAN. data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar

Oleh : Putri Paramita ( )

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

LAMPIRAN. 200 mg / L Minyak dan lemak 25 mg/l. Amoniak (N-NH.-,) 0,5 nig/l

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi. oleh: Yulfiperius

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlokasi di Waduk Penjalin, Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dengan koordinat 6 o 44 56 LS - 7 o 20 51,48 LS dan 108 o 41 37 BT - 109 o 11 29 BT (Google Earth, 2014). Tujuan dibangunnya Waduk Penjalin adalah untuk menampung air di musim hujan dan dikeluarkan pada musim kemarau untuk suplesi Bendung Notog yang mengairi Irigasi Pemali Bawah seluas 28.300 ha, serta berfungsi sebagai pengendali banjir (Istanto, 2010). Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan di lokasi penelitian, serta di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Biologi Akuatik, Fakultas Biologi, Unsoed. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. B. Materi Penelitian Alat dan bahan yang digunakan terlampir (Lampiran 1 dan 2). C. Teknik Pengambilan Sampel Metode yang digunakan adalah survei dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling berdasarkan rona lingkungan. Sampel diambil dari perairan Waduk Penjalin yang dibagi menjadi tujuh stasiun (Gambar 3.1.) dan diulang sebanyak tiga kali dengan interval waktu dua minggu. D. Variabel dan Parameter yang Diukur Variabel yang diamati adalah kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta sebagai variabel terikat serta faktor fisika dan kimia perairan waduk sebagai variabel bebas. Parameter kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta yang diukur adalah jumlah spesies dan jumlah individu Chrysophyta. Parameter fisika dan kimia perairan waduk yang diukur adalah tingkat penetrasi cahaya, suhu, kedalaman, kandungan TSS, ph, kandungan DO, kandungan BOD5, kandungan ortofosfat, kandungan nitrat, dan kandungan silika. 12

Gambar 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel Sumber : Google Earth, tahun 2014 ST 1 = Percobaan Keramba terletak di 07 19 53,9 LS, dan 109 3 13,2 BT ST 2 = Tengah terletak di 07 19 43,8 LS, dan 109 2 58,3 BT ST 3 = Inlet dari Kali Garung terletak di 07 20 00,7 LS, dan 109 2 50,4 BT ST 4 = Inlet dari Kali Penjalin terletak di 07 20 11,3 LS, dan 109 2 36,1 BT ST 5 = Inlet dari Kali Soka terletak di 07 19 39,2 LS, dan 109 2 28,8 BT ST 6 = Outlet terletak di 07 19 30,9 LS, dan 109 3 12,3 BT ST 7 = Dermaga terletak di 07 19 40 LS, dan 109 3 18,5 BT 13

E. Bagan Alir Penelitian Persiapan penelitian Penentuan topik dan metode penelitian Ekosistem Waduk Penjalin berdasarkan rona lingkungan ST 1. Percobaan Keramba ST 2. Tengah ST 3. Inlet dari Kali Garung ST 4. Inlet dari Kali Penjalin ST 5. Inlet dari Kali Soka ST 6. Outlet ST 7. Dermaga Pelaksanan penelitian Pengukuran Chrysophyta Pengukuran fisika dan kimia perairan Penghitungan dengan Metode Lackey Drop Microtransect Counting Chamber Penghitungan dengan Indeks Morisita Pengukuran di Laboratorium Pengukuran di Lokasi Kelimpahan Pola Distribusi Pengukuran TSS, BOD 5, ortofosfat, nitrat, dan silika Pengukuran sampel air untuk penetrasi cahaya, suhu, kedalaman, ph, dan DO Analisis Cluster dan Simper Kesamaan dan Ketidaksamaan Parameter Waduk Penjalin Berdasarkan Kelimpahan, Distribusi Horizontal Chrysophyta, serta Faktor Fisika dan Kimia Perairan Analisis korelasi regresi linier berganda Kekuatan Korelasi dan Persamaan Regresi Kelimpahan dan Distribusi Horizontal Chrysophyta dengan Faktor Fisika dan Kima Perairan Kajian kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta serta korelasinya dengan faktor fisika dan kimia perairan di Waduk Penjalin 14

F. Cara Kerja a. Pengambilan Sampel Chrysophyta Menggunakan Metode Penyaringan Greenberg et al. (1992) Pengambilan sampel Chrysophyta dilakukan dengan cara menyaring 100 liter air waduk menggunakan plankton-net No. 25. Air yang tertampung dalam botol plankton-net dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah diberi label. Kemudian ditambahkan 3-4 tetes lugol dan formalin 40% sampai konsentrasinya menjadi 4%. Formalin yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : C1. V1 = C2. V2... (3-1) C 1 = Konsentrasi formalin yang dikehendaki C 2 = Konsentrasi formalin yang tersedia V 1 = Volume air yang terkonsentrasi dalam botol sampel V 2 = Volume formalin yang dibutuhkan b. Pengukuran Penetrasi Cahaya Menggunakan Metode Secchi (Wetzel & Likens, 1995) Penetrasi cahaya diukur menggunakan keping Secchi. Keping Secchi dimasukkan ke dalam air sampai batas yang tidak terlihat, kemudian diukur jaraknya (x). Keping Secchi diturunkan kembali kemudian diangkat perlahan-lahan sampai pertama kali terlihat oleh mata, kemudian diukur jaraknya (y). Penetrasi cahaya dapat dihitung dengan rumus : x + y Penetrasi cahaya = cm... (3-2) 2 c. Pengukuran Suhu Air dan Udara Menggunakan Metode Pemuaian dari APHA (1985) Suhu air permukaan diukur menggunakan termometer Celcius ( o C). Termometer dicelupkan ke dalam air sampai menunjukkan angka yang konstan, lalu dicatat. Pengukuran suhu udara dengan cara termometer dibiarkan pada udara terbuka dan menunjukkan angka yang konstan, lalu dicatat. 15

d. Pengukuran Kedalaman Pengukuran kedalaman diukur dengan menggunakan alat yaitu depth sounder. Depth sounder ditempelkan ke permukaan air, lalu tombol on ditekan. Angka yang nampak pada alat menunjukkan kedalaman perairan di lokasi tersebut, angka yang tertera (m) kemudian dicatat. e. Pengukuran Derajad Keasaman (ph) Menggunakan Metode Kolorimetri Menurut Alaerts & Santika (1987) Satu stik (lembar) kertas indikator ph diambil dan dicelupkan ke dalam air. Perubahan warna yang terjadi pada kertas ph dicocokkan dengan warna standar pada kemasan dan dicatat hasilnya. f. Pengukuran Dissolved Oxygen (DO) Menggunakan Metode Winkler Menurut SNI 06-6989.14 : 2004 Sampel air diambil (secara hati-hati supaya tidak terdapat gelembung udara) dengan menggunakan botol Winkler bervolume 250 ml, botol kemudian ditutup. Sampel air yang telah diambil ditambahkan MnSO4 dan KOH-KI masing-masing 1 ml, kemudian dikocok sampai homogen, dan didiamkan sampai timbul endapan. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan dihomogenkan sampai semua endapan menjadi larut. Selanjutnya 100 ml sampel air diambil dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 3-5 tetes indikator amilum hingga berwarna biru tua. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N hingga warna menjadi jernih. Volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukkan ke dalam rumus : 1000 p q 8 ml.l -1 DO =... (3-3) 100 1000 : 100 ml sampel air yang digunakan per 1000 ml 100 p : Jumlah Na 2S 2O 3 0,025 N yang digunakan untuk titrasi (ml) q : Normalitas larutan Na 2S 2O 3 8 : Bobot setara dengan oksigen 16

g. Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan Chrysophyta Identifikasi dan penghitungan kelimpahan Chrysophyta dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik, Fakultas Biologi Unsoed. Identifikasi Chrysophyta secara kualitatif dilakukan dengan cara membolak-balikan botol sampel sampai homogen, diambil satu tetes menggunakan pipet tetes, kemudian diletakkan di atas object glass, dan ditutup dengan cover glass. Sampel Chrysophyta diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler yang dibantu Opti Lab, sebanyak 20 lapang pandang, dan setiap sampel diulang 10 kali. Chrysophyta yang ditemukan diidentifikasi menggunakan buku identifikasi yaitu Sachlan (1982) dan Davis (1955). Chrysophyta yang telah diidentifikasi kemudian dihitung kelimpahannya dengan metode modifikasi Lackey Drop Microtransect Counting Chamber (APHA, 1992) : Q1 x V1 x 1 x 1 F =... (3-4) Q2 V2 P W Rumus Kelimpahan (ind.l -1 ) = F N F = Jumlah individu per liter Q 1 = Luas cover glass (484 mm 2 ) Q 2 = Luas lapang pandang (1,11279 mm) V 1 = Volume air dalam botol penampung (93 ml) V 2 = Volume air di bawah cover glass (0,04 ml) P = Jumlah lapang pandang yang diamati (20 kali) W = Volume air yang disaring (100 liter) N = Jumlah Chrysophyta yang dihitung dari seluruh lapang pandang yang diamati. h. Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) Menggunakan Metode Gravimetri Menurut SNI 06-6989. 27 : 2005 a Kertas milipore 0,45 µm, dibilas dengan akuades, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator kabinet selama 15 menit dan ditimbang sebagai berat awal (x g). Sampel air sebanyak 500 ml disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 dan disaring kembali dengan kertas milipore 0,45 µm yang telah ditimbang. Filtrat yang tersaring beserta kertas milipore 0,45 µm dioven selama 1 jam pada suhu 105 C. Kertas milipore 0,45 µm dimasukkan ke 17

dalam desikator kabinet selama 15 menit dan ditimbang sebagai berat akhir (y g ). Kandungan TSS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : y x TSS = x 10 6 mg.l -1... (3-5) Volume sampel y = berat kertas milipore + zat tersuspensi x = berat kertas milipore awal i. Pengukuran Biochemical Oxygen Demand (BOD) Menggunakan Metode Kolorimetri Menurut SNI 06-2503 : 1991 b 250 ml sampel air diencerkan dengan 250 ml larutan pengencer (larutan buffer fosfat, magnesium sulfat, kalsium klorida feriklorida dan bubuk inhibitor nitrifikasi). Sampel air yang sudah diencerkan dimasukkan ke dalam 2 botol Winkler volume 250 ml. Sampel air dalam botol Winkler pertama (X0) langsung diberi perlakuan, sedangkan sampel air dalam botol Winkler kedua diinkubasi di dalam inkubator dan diberi perlakuan setelah lima hari (X5). Sampel air pertama ditambahkan MnSO4 dan KOH-KI masing-masing 1 ml, kemudian dikocok sampai homogen dan didiamkan sampai timbul endapan. Setelah itu ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan dihomogenkan sampai semua endapan menjadi larut. Kemudian 100 ml sampel air dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan indikator amilum sebanyak 3-5 tetes hingga berwarna biru tua. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru tersebut hilang atau jernih. Blanko BOD dibuat (B0 dan B5) dengan larutan pengencer ( perlakuan sama seperti cara kerja untuk sampel air). Setelah itu, kandungan BOD5 dihitung dengan menggunakan rumus : (X0 X5) (B0 B5) (1 P) BOD5 = mg.l -1... (3-6) P X 0 : Kandungan O 2 terlarut sampel hari ke-0 X 5 : Kandungan O 2 terlarut sampel hari ke-5 18

B 0 : Kandungan O 2 terlarut blanko hari ke-0 B 2 : Kandungan O 2 terlarut blanko hari ke-5 P : Faktor pengencer j. Pengukuran Ortofosfat Menggunakan Metode Pararosanilin Menurut SNI 06-6989. 31 : 2005 b Sampel air sebanyak 50 ml yang telah disaring dengan kertas Whatman No. 41 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 1 tetes indikator PP. Ditambahkan NaOH sampai larutan berwarna merah muda. Ditambahkan 8 ml reagen campuran (AMM-Molibdate, K-Antimonil, H2SO4, Asam Askorbat). Kemudian ditunggu 5 menit. Diabsorbansi pada λ 880 nm menggunakan spektrofotometer, setelah itu hasilnya dicatat (mg.l -1 ). k. Pengukuran Nitrat (NO 3) Menggunakan Metode Ultraviolet Spectrofotometric Menurut APHA (1992) Sampel air sebanyak 50 ml yang telah disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 1 ml HCl 1N, kemudian dihomogenkan. Diabsorbansi pada λ 220 nm menggunakan spektrofotometer, setelah itu hasilnya dicatat (mg.l -1 ). l. Pengukuran Silika dengan Menggunakan Metode Ultraviolet Spectrofotometric Menurut SNI 06-2477 : 1991 a 5 ml sampel air yang telah disaring ditambahkan akuades hingga volumenya 50 ml. Kemudian ditambahkan Amonium Molibdate dan Asam Oksalat masing-masing 2 ml. Ditunggu beberapa menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ 410 nm menggunakan spektrofotometer, setelah itu hasil yang didapat dicatat (mg.l -1 ). C. Metode Analisis Data 1. Kelimpahan Chrysophyta serta faktor fisika dan kimia perairan dianalisis secara deskriptif. Pola distribusi horizontal Chrysophyta dianalisis menggunakan Indeks Morisita. Adapun rumus yang digunakan menurut Michael (1994) sebagai berikut : n [ i = 1 Xi 2 - i = 1 Xi ] Id =... (3-7) N (N - 1) Id = Indeks Morisita Xi = Jumlah individu spesies ke-i pada tiap stasiun 19

i = 1,2,3,,n n = jumlah total stasiun N = Jumlah total individu Hasil dari perhitungan selanjutnya akan dicocokkan dengan kriteria yaitu Id = 1 berarti pola penyebaran acak, Id < 1,0 berarti pola penyebaran seragam, dan 1994). Id > 1,0 berarti pola penyebaran mengelompok (Michael, 2. Tingkat kesamaan berdasarkan kelimpahan, distribusi horizontal Chrysophyta, serta faktor fisika dan kimia dianalisis dengan Cluster dan dilanjutkan dengan Simper. Analisis tersebut dibantu dengan software PRIMER-E ver.6.1.6. Analisis Cluster digunakan untuk menentukan tingkat kesamaan antarstasiun berdasarkan kelimpahan, distribusi Chrysophyta, serta faktor fisika dan kimia perairan Waduk Penjalin. Analisis Simper digunakan untuk menentukan tingkat kontribusi spesies Chrysophyta terhadap pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta, serta faktor fisika dan kimia perairan yang berkontribusi terhadap pengelompokan stasiun. 3. Korelasi antara kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta dengan faktor fisika dan kimia dianalisis dengan regresi linier berganda yang dibantu software SPSS. Sugiyono (2010) menyebutkan bahwa analisis regresi linier berganda bertujuan untuk menerangkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dalam analisis regresi linier berganda dilakukan dengan menentukan nilai koefisien korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi (R 2 ), yang ditentukan dengan rumus : β1 X1Y + β2 X2Y R =... (3-8) Y 2 R 2 = (R) 2 x 100%... (3-9) Koefisien korelasi berganda (R) digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel bebas (X 1, X2, Xn) terhadap variabel terikat (Y) secara serentak. Nilai R berkisar 0 sampai 1. Nilai R semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. 20

Menurut Sugiyono (2010) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi berganda sebagai berikut : 0,00-0,199 = Sangat rendah 0,20-0,399 = Rendah 0,40-0,599 = Sedang 0,60-0,799 = Kuat 0,80-1,000 = Sangat kuat Koefisien determinasi disebut koefisien penentu karena varian yang terjadi pada variabel terikat dapat dijelaskan melalui varian yang terjadi pada variabel bebas, misal nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0,83, hal ini berarti varian yang terjadi pada variabel terikat 83% dapat ditentukan melalui varian yang terjadi pada variabel bebas, dan 17% ditentukan oleh faktor lain (Sugiyono, 2004). Kriteria koefisien determinasi menurut Supranto (2001) dapat ditentukan sebagai berikut : >4% = Pengaruh rendah sekali 5-16% = Pengaruh rendah tapi pasti 17-49% = Pengaruh sedang 50-81% = Pengaruh kuat >80% = Pengaruh sangat kuat Setelah diketahui koefisien korelasi dan koefisien determinasi, dapat ditentukan persamaan regresi linier berganda. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut : Y = a + β1x1 + β2x2 +... + ε... (3-10) Y a β 1 β 2 X 1 X 2 ε = Variabel terikat = Konstanta = Konstanta, merupakan nilai terikat yang dalam hal ini adalah Y pada saat variabel bebasnya adalah 0 (X 1 dan X 2 = 0) = Koefisien regresi berganda variabel bebas X 1 terhadap variabel terikat Y, bila variabel bebas lainnya dianggap konstan = Variabel bebas = Variabel bebas = Faktor pengganggu di luar model Arti koefisien β adalah jika nilai β positif (+), hal tersebut menunjukkan peningkatan atau penurunan besarnya variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan besarnya variabel terikat, sedangkan jika nilai β negatif ( -), menunjukkan setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan diikuti oleh penurunan besarnya nilai variabel terikat, dan sebaliknya (Sugiyono, 2010). 21