BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

banyak digunakan dalam pengobatan akut dan jangka panjang dari asma bronkial, bronkitis kronis, emfisema dan penyakit paru obstruktif kronik dengan

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

UJI PELEPASAN SALBUTAMOL SULFAT DALAM SEDIAAN NASAL GEL IN-SITU DENGAN POLIMER CARBOPOL DAN XANTHAN GUM LUKAS ADI PUTRA

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

Penghantaran obat secara transdermal dibuat dalam bentuk patch. Dimana patch terdiri dari berbagai komponen, namun komponen yang paling penting dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

PEMBAHASAN. I. Definisi

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.2 TBC. Bronkitis. Asfiksi. Pneumonia

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Bahan-bahan di dalam ruangan : - Tungau debu rumah - Binatang, kecoa

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN. York Times bahwa etil alkohol akan menjadi bahan bakar masa depan dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu kondisi paru-paru kronis yang ditandai dengan sulit bernafas terjadi saat saluran pernafasan memberikan respon yang berlebihan dengan cara menyempit ketika mengalami rangsangan atau gangguan. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernapas (Warner, 2011). Salbutamol sulfat (albuterol sulfat) merupakan reseptor β2- adrenergik agonis yang digunakan dalam pengobatan penyakit asma dan penyakit paru-paru obstruktif kronis. Salbutamol sulfat lebih selektif untuk reseptor β2 daripada reseptor β1 sehingga memberikan spesifisitas yang lebih tinggi pada reseptor β2 dalam paru-paru dibandingkan respetor β1- adrenergik yang terletak di dalam hati. Salbutamol sulfat diformulasikan sebagai campuran rasemat dari R dan S- isomer memiliki afinitas 150 kali lebih besar untuk reseptor β2 dari S-isomer (Newman et al., 1981). 1

2 Salbutamol sulfat umumnya digunakan pada kondisi bronkospasme kronis yang disebabkan oleh asma bronkial, bronkitis kronis dan gangguan bronko pulmonalis kronis seperti gangguan paru obstruktif kronik (PPOK). Biasanya diberikan melalui rute penghirupan menghasilkan efek langsung pada otot polos bronkus. Bentuk sediaan dapat digunakan melalui inhaler dosis terukur (MDI), nebulizer atau dengan perangkat pengiriman lainnya (misalnya Rothaler atau Autohaler) dalam bentuk pengiriman, dan memberikan efek maksimal dari salbutamol sulfat dapat berlangsung dalam waktu lima sampai dua puluh menit dari dosis yang terlihat pada setiap pemakaian. Hal ini juga dapat diberikan secara oral sebagai inhalansia atau intravena. Salah satu alternatif yang digunakan, bentuk sediaan nasal gel insitu yang memiliki berbagai keunggulan yaitu : 1) Tidak melewati metabolisme di hati, 2) Memberikan efek lebih cepat dan spesifik, 3) Dengan adanya pembentukan polimer yang memiliki sifat bioadhesif dapat meningkatkan penyerapan obat dalam hidung. Sediaan nasal gel harus memenuhi berbagai macam persyaratan. Persyaratan diantaranya yaitu saat pemberian dilakukan pada ph tubuh dapat mengembang membentuk gel, menempel pada membran mukosa hidung akan memberikan efek lokal maupun sistemik, dan polimer beserta obat yang digunakan mempunyai waktu pelepasan yang singkat saat diberikan sediaan nasal gel in-situ (Gonjari, 2007). Sediaan nasal gel in-situ, merupakan sediaan berbentuk cair kemudian diformulasikan menjadi bentuk padat ketika dimasukkan ke hidung membentuk gel ke dalam rongga hidung. Adanya pembentukan gel di hidung dapat menghindari sensasi benda asing yang masuk, diakibatkan dengan adanya polimer bioadhesif gel yang melekat pada membran mukosa hidung. Polimer ini bertindak sebagai pengendalian pelepasan matriks dan bertindak sebagai sistem pengiriman obat yang berkelanjutan.

3 Polimer bioadhesif gel merupakan polimer yang memiliki sifat merekat pada jaringan hidup. Polimer yang dapat digunakan antara lain Carbopol 940 dan Xanthan gum. Dimana Carbopol 940 adalah polimer dari tautan silang asam akrilik dengan eter glikol polyalkenyl atau divinyl. Karakteristik carbopol mudah menyerap air, terhidrasi dan mengembang. Selain sifat hidrofiliknya, pada dasar struktur tautan silang dalam air membuat carbopol sangat potensial untuk digunakan dalam sistem pengiriman pelepasan obat terkontrol (Carnali, 1992). Pengunaan polimer xanthan gum pada sediaan nasal gel in-situ dengan uji in vitro mampu menahan pelepasan obat oxymetazolin secara terkontrol dan mampu merekat dengan baik pada mukosa hidung tanpa menimbulkan iritasi (Eur, 2006). Pada penelitian nasal gel in-situ yang dilakukan oleh Nandgude pada tahun 2008, formulasi dan evaluasi ph nasal gel in-situ salbutamol sulfat dengan menggunakan polimer Carbopol dan HPMC, dimana larutan salbutamol sulfat dibuat untuk meningkatkan bioavailabilitas dan meningkatkan pelepasan obat. Carbopol digunakan sebagai polimer yang peka terhadap ph yang diinduksi pada formulasi tersebut, sedangkan HPMC ditujukan untuk meningkatkan daya mukoadesif dan pengontrol pelepasan obat. Dalam formulasi ini digunakan variasi konsentrasi Carbopol dan HPMC. Pada penelitian ini konsentrasi carbopol terpilih sebagai pembentuk gel 0,4% b/v, sedangkan untuk konsentrasi HPMC terpilih 0,5%. Formulasi harus memiliki viskositas yang optimal, yang memungkinkan penghantaran obat dengan mudah ke dalam rongga hidung, dan membentuk sediaan yang awalnya berbentuk cair kemudian pada ph hidung membentuk gel yang cepat. Hasil penelitian yang menunjukan kemampuan polimer membentuk gel yang dapat mempertahankan pelepasan salbutamol sulfat dalam waktu 8 jam. Formula yang hanya

4 tersusun dari carbopol saja tidak mampu mempertahankan pelepasan obat di bawah 0,5% dan konsentrasi carbopol di atas 0,4% dapat mengiritasi mukosa hidung. Carbopol pada pengembangan matriks sangat dipengaruhi oleh ph lingkungan setempat, yang mengakibatkan lepasnya obat terkontrol. Dimana pelepasan obat dipengaruhi oleh kelarutan obat, tingkat hidrasi jaringan polimer carbopol, tingkat cross-linked dan pengembangan matriks, serta interaksi ionik antara polimer dan obat. Xanthan gum ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan jenis gum yang lainnya, yaitu memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi gum yang rendah, memiliki viskositas yang relatif stabil pada pengaruh ph, suhu, garam, dan bersifat sinergis dengan galaktoman (gum lokus, gum arab, gum guar) dan sifat psodoplastisnya tinggi. Xanthan gum merupakan polisakarida eksoseluler yang dihasilkan terutama oleh bakteri Xanthomonas campestris (Winarno, 1994). Keuntungan penggunaan Xanthan gum sebagai matriks antara lain : pelepasan awal yang terkontrol artinya tidak mendadak, memiliki kemampuan menahan obat yang lebih tinggi, reprodusibel dalam pelepasan obat, kinetika pelepasannya adalah kinetika pelepasan orde nol dan Xanthan gum lebih mudah mengalir. Sedangkan kerugiannya pelepasan obat dipengaruhi oleh kekuatan ion (Bhardwaj et al,. 2005). Pada penelitian ini salbutamol sulfat sebagai bahan aktif dikombinasikan dengan adanya polimer yang dapat merekat pada jaringan hidup tersebut antara lain adalah Carbopol 940 dan Xanthan gum. Evaluasi yang dilakukan yaitu dengan berbagai metode uji daya rekat, uji pengembangan gel pada ph tubuh, uji pelepasan, uji viskositas sediaan gel tersebut.

5 Untuk memperoleh konsentrasi Carbopol 940 dan Xanthan gum yang menghasilkan parameter transpor pelepasan salbutamol sulfat sebagai bahan aktif dan daya rekat polimer dengan nilai yang optimum, dapat digunakan teknik optimasi. Salah satu golongan desain yang sering digunakan ketika sejumlah faktor-faktor dibatasi disebut dengan full factorial design. Jumlah formula yang digunakan dalam faktorial adalah sebanyak 2 n, dengan 2 adalah jumlah tingkat dan n adalah jumlah faktor. Faktor adalah variabel yang ditetapkan, sedangkan tingkat adalah nilai yang ditetapkan untuk faktor (Bolton, 1990). Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Konsentrasi berapa carbopol 940 dan xanthan gum dapat memenuhi persyaratan yang baik meliputi pengembangan, daya mukoadhesif, viskositas, kekuatan gel, dan kestabilan pada ph tubuh apabila diberikan secara pasif pemakaiannya pada mukosa hidung? 2) Bagaimana pengaruh carbopol 940 dan xanthan gum terhadap uji pelepasan dengan penambahan salbutamol sulfat sebagai bahan aktif? Tujuan Penelitian ini 1) untuk mengetahui konsentrasi carbopol 940 dan xanthan gum dapat memenuhi persyaratan yang baik meliputi pengembangan, daya mukoadhesif, viskositas, kekuatan gel, dan kestabilan pada ph tubuh ketika diberikan secara pasif pada mukosa hidung, 2) untuk mengetahui pengaruh carbopol 940 dan xanthan gum terhadap uji pelepasan dengan penambahan salbutamol sulfat sebagai bahan aktif. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam bidang formulasi terutama sediaan nasal gel in-situ untuk menghasilkan formula dengan komposisi yang memberikan hasil lebih baik untuk menghasilkan efektifitas yang lebih baik.