BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BENCANA MERAPI. SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA BERBASIS SCM BERDASARKAN KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 SKRIPSI

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI BARANG BANTUAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN TRANSPORTASI DARAT MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. respon terhadap penanggulangan bencana sangat berperan penting.

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BENCANA MERAPI DENGAN MIXED INTEGER LINEAR PROGRAMMING

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. ekspedisi. Permasalahan distribusi tersebut mencakup kemudahan untuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1554, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Distribusi. Pedoman.

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Di Kabupaten Malang penerapan manajemen rantai pasok dilaksakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1. PENDAHULUAN. Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN BANTUAN LOGISTIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

IV PENYELESAIAN MASALAH PENDISTRIBUSIAN LOGISTIK BENCANA ALAM

2018, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

PEMETAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN LOGISTIK DALAMPENANGGULANGANBENCANADIINDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BANTUAN DENGAN PEMERATAAN TINGKAT PEMENUHAN DI SETIAP TITIK PERMINTAAN

BAB 5 ANALISIS MODEL

Museum Gempa Bumi Yogyakarta BAB I

DAFTAR ISI. Abstrak... Kata Pengantar. Ucapan Terima Kasih... Daftar Isi... Daftar Gambar.. Daftar Tabel Latar Belakang..

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos.

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan dan struktur penulisan penelitian.

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO

GUIDELINE AKSI TANGGAP BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh alam maupun ulah manusia. Hal ini terbukti telah terjadi berbagai

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN SISTEM KONFIGURASI JARINGAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI TANGGAP DARURAT BENCANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Cincin Api Pasifik/ Ring of Fire. Sumber:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng yaitu, lempeng Asia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Lempeng tersebut bergerak aktif dan bertumbukan sehingga menyebabkan banyak terbentuk gunung berapi di Jawa bagian selatan dan Sumatera bagian barat. Salah satu gunung yang terbentuk di daerah pertemuan lempeng tersebut adalah gunung Merapi. Gunung Merapi terletak di perbatasan Yogyakarta, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten. Gunung Merapi adalah salah satu gunung api yang mempunyai daya rusak tinggi dan paling aktif diantara 75 gunung api yang terletak di Indonesia (Putra, 2009). Letusan gunung Merapi bersifat efusif dan memiliki siklus letusan antara 3-6 tahun sekali. Terakhir kalinya Merapi meletus pada Oktober 2010 dengan skala letusan yang besar dan bencana yang luar biasa. Letusan Merapi ditunjukkan pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Letusan Merapi tahun 2010 Setiap ancaman bencana berpotensi mengancam kehidupan manusia karena dapat menimbulkan kerugian 1

seperti korban jiwa, luka, mengungsi, kelaparan, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan serta menimbulkan dampak psikologis pada masyarakat. Besarnya ancaman bencana meningkat dari waktu ke waktu, sehingga perlu meningkatkan kesiapsiagaan. Agar pada saat terjadi bencana tidak menimbulkan korban besar dan dampak yang berkepanjangan. Meningkatnya ancaman tersebut membuat manajemen logistik bencana merupakan bidang yang penting untuk dikaji (Whybark, 2007). Besarnya ancaman bencana di DIY semakin meningkat dari waktu ke waktu, namun tidak disertai dengan sistem penanggulangan bencana yang berjalan dengan baik (Bintoro, 2012). Hal tersebut ditunjukkan oleh pengalaman kejadian bencana yang mengakibatkan korban dan kerugian yang besar, penanganan yang terkesan lambat dan dampak yang berkepanjangan. Salah satu komponen utama agar suatu aktivitas penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baik dilihat dari pelaksanaan sistem logistik bencananya. Penanganan bencana dalam hal logistik selalu menghadapi permasalahan yang kompleks, namun metode serta penelitian yang ada masih sangat terbatas (Bintoro, 2012). Meskipun sistem logistik bencana menjadi komponen penting dalam keseluruhan aktivitas penanggulangan bencana, namun masih terdapat banyak permasalahan dalam pelaksanaannya terutama di Kabupaten Sleman. Hal ini tampak pada kasus bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 lalu yang menunjukkan lemahnya pelaksanaan logistik bencana, seperti sering terjadinya kelebihan stok barang untuk kebutuhan yang tidak mendesak 2

sementara barang yang mendesak justru mengalami kekurangan, kurangnya profesionalisme dan koordinasi antar pelaku penanganan bencana, pemanfaatan teknologi yang minimalis, kurangnya proses pembelajaran antar pelaku penanganan bencana, serta kurangnya pemahaman akan pentingnya logistik itu sendiri (Patriatama, 2012). Salah satu permasalahan utama yang menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan logistik di Kabupaten Sleman adalah mengenai distribusi logistik. Distribusi logistik merupakan suatu sistem penyaluran atau pembagian bantuan logistik dalam rangka penanggulangan bencana dari daerah asal ke daerah tujuan. Kondisi pada titik pengungsian akan menumbuhkan permintaan bantuan yang ditujukan kepada masyarakat diluar wilayah bencana, sehingga memerlukan adanya sistem distribusi barang bantuan penanggulangan bencana. Bantuan logistik untuk penanggulangan bencana harus dapat diterima oleh korban yang membutuhkan dengan tepat waktu, sasaran, jumlah dan kualitas. Dalam pendistribusian logistik bencana Merapi menghadapi adanya kendala yaitu terbatasnya ketersediaan barang pada gudang penyalur, jarak tempuh, waktu distribusi, kapasitas angkut dan ketersediaan sarana transportasi. Berdasarkan uraian diatas, maka dibutuhkan suatu metode agar pendistribusian logistik dapat dilakukan secara cepat dan tepat pada setiap titik permintaan dengan tujuan meminimasi total rasio permintaan yang tidak terpenuhi untuk seluruh komoditas selama waktu perencanaan. Pemodelan yang dilakukan dapat dijadikan sebagai peramalan untuk mengetahui jumlah ketersediaan 3

barang pada gudang agar semua permintaan dapat terpenuhi selama periode mendatang serta mengetahui optimalitas penggunaan jenis kendaraan berdasarkan banyaknya barang yang akan dikirim. Pemodelan mengenai distribusi dan perancangan jaringan logistik sangatlah dibutuhkan agar ketika terjadi bencana kembali, sudah ada model penanganan logistik yang mumpuni. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang sering timbul pada logistik bencana Gunung Merapi yaitu keterbatasan jumlah logistik pada depot yang akan berpengaruh terhadap tingkat pemenuhan permintaan pada lokasi demand. Belum adanya metode pengalokasian logistik secara cepat dan tepat pada fase tanggap darurat menjadi kendala dalam sistem distribusi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dikembangkan model distribusi untuk menjamin tingkat pemenuhan kebutuhan logistik secara maksimum dilokasi bencana. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu membuat model distribusi logistik pada fase tanggap darurat yang bertujuan untuk meminimasi total rasio permintaan yang tidak terpenuhi pada lokasi demand selama waktu perencanaan. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah : 4

1. Penelitian yang akan dilakukan terbatas pada sistem logistik bencana Merapi tahun 2010 2. Barang bantuan yang akan dibahas pada penelitian ini hanya berupa kebutuhan pokok 3. Pengumpulan data jumlah titik permintaan serta lokasi penampungan bantuan berdasarkan kejadian letusan Gunung Merapi tahun 2010 4. Sarana transportasi yang digunakan dalam distribusi logistik bencana berupa transportasi darat 5. Rute distribusi logistik ke lokasi bencana digunakan rute terpendek tanpa memperhatikan alternatif rute lain yang digunakan. 6. Perhitungan waktu tempuh menggunakan kecepatan rata-rata alat transportasi yang digunakan. 1.5. Metodologi Penelitian Metode yang dilakukan dalam melakukan penelitian mengenai distribusi logistik bencana Gunung Merapi ditunjukkan dengan diagram alir penelitian pada Gambar 1.2, dengan langkah sebagai berikut: 1.5.1.Pemahaman sistem logistik bencana Pemahaman sistem bertujuan untuk memahami gambaran awal mengenai sistem logistik yang diterapkan dalam penanganan bencana. Pemahaman tersebut meliputi gambaran mengenai fase penyelenggaraan bencana, manajemen rantai pasok bencana, prinsip pemenuhan logistik, proses pemberian logistik, komunikasi serta pengambilan keputusan. 5

1.5.2.Studi Literatur Studi literatur berfungsi untuk menambah pemahaman penulis mengenai informasi yang berkaitan dengan logistik bencana serta metode yang digunakan. Studi literatur dilakukan dengan membaca jurnal penelitian, perundangan, peraturan pemerintah, skripsi, serta referensi lain yang mendukung. 1.5.3.Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan untuk menambah gambaran nyata terhadap kejadian di lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan 2 cara yaitu observasi dan interview. Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi pada daerah bencana Merapi. Selain observasi, juga dilakukan interview baik dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY serta Kabupaten Sleman, Dinas Nakersos DIY serta peneliti sebelumnya. Studi lapangan berfungsi agar pemodelan yang dibuat dapat sesuai dengan keadaan dilapangan. 1.5.4.Perumusan masalah dan tujuan Penulis merumuskan masalah dan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi bencana Merapi yang terjadi berdasarkan hasil observasi serta interview. 1.5.5.Karakterisasi sistem Penelitian dilakukan dengan mengambil sudut pandang pelaku distribusi logistik bencana serta pemanfaat logistik pada titik permintaan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pendistribusian logistik adalah waktu, jarak tempuh, jumlah permintaan, kapasitas 6

gudang penyalur, jumlah kendaraan serta kapasitas angkut kendaraan. 1.5.6. Pengambilan data Data-data yang diambil berupa data jarak tempuh dari gudang penyalur ke lokasi demand, data jarak tempuh dari antar lokasi demand, data sarana transportasi logistik beserta kapasitas angkutnya, data berat masing-masing komoditas. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data terdiri dari 2 jenis yaitu studi pustaka dan observasi/interview lanjutan. Studi pustaka berfungsi untuk mencari metode yang sesuai untuk menangani permasalahan yang terjadi melalui jurnal, buku, peraturan perundangan mengenai penyaluran logistik bencana, ataupun dokumen mengenai penanganan kebencanaan. Observasi/interview lanjutan dilakukan berdasarkan hasil observasi di lapangan yang berkaitan dengan model distribusi yang telah dilakukan. 1.5.7.Pemodelan Matematik Model yang dibuat akan digunakan sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan dalam menjamin ketepatan dan tingkat pemenuhan kebutuhan barang bantuan yang diperlukan secara maksimum dilokasi bencana sesuai dengan prinsip: a. Cepat dan tepat Pemberian bantuan kebutuhan dasar dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai keadaan. b. Berdaya guna dan berhasil guna Pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan 7

biaya yang berlebihan serta harus berhasil guna khususnya dalam mengatasi kesulitan korban bencana alam. Penelitian ini lebih memfokuskan pada perancangan model distribusi logistik bantuan bencana Merapi dengan mempertimbangkan banyaknya depot, kapasitas depot, jumlah barang pada depot, jumlah kendaraan, kapasitas kendaraan, jenis komoditas yang akan didistribusikan serta jarak tempuh. 1.5.8 Analisis Model Model yang dikembangkan adalah model matematik yang bertujuan untuk mendapatkan solusi model yang optimal, terdapat 2 jenis model yaitu sederhana dan kompleks. Model yang sederhana akan menggunakan metoda optimasi. Pada prosesnya teorema akan dikembangkan menjadi basis untuk pengembangan metode dan algoritma pemecahan. Sedangkan untuk model yang kompleks dikembangkan metode heuristik untuk mendapatkan solusi yang optimal. Pendekatan ini akan dilakukan jika metode optimasi tidak mungkin diterapkan. 1.5.9.Validasi model Model yang telah dianalisis kemudian divalidasi, jika model yang diperoleh tidak valid/tidak sesuai dengan kondisi nyata maka akan dilakukan perubahan model yang relevan. 8

1.5.10.Solusi permasalahan Solusi didapatkan setelah melakukan percobaan pemodelan yang matematis yang bertujuan mendapatkan model yang valid sesuai dengan kondisi di lapangan. 1.5.11.Kesimpulan Kesimpulan mengenai hasil penelitian dipaparkan dalam menjawab perumusan masalah yang terjadi mengenai pemberian logistik pada titik permintaan. Langkah-langkah dalam penelitian ini ditunjukkan oleh diagram metodologi penelitian pada Gambar 1.2. 9

Gambar 1.2 Langkah-langkah penelitian 10

1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri dari tujuh bab yang disusun sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bagian ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan laporan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini berisi uraian singkat tentang penelitian terdahulu dengan kemiripan bahasan penelitian sebagai pengantar penelitian sekarang. Bab ini memaparkan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang. BAB 3 LANDASAN TEORI Bagian ini berisi uraian teori yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan penelitian. Landasan teori diambil dari sejumlah referensi dan jurnal penelitian yang mendukung. BAB 4 KARAKTERISTIK SISTEM Bagian ini berisi gambaran umum distribusi logistik bencana serta sistem yang terlibat dalam distribusi logistik bencana Merapi. BAB 5 PEMODELAN Bagian ini berisi tentang formulasi model distribusi logistik Merapi pada fase tanggap darurat di Kabupaten Sleman untuk meminimasi total rasio permintaan yang tidak terpenuhi serta menjamin pemenuhan kebutuhan secara cepat dan tepat. 11

BAB 6 DATA DAN ANALISIS Bagian ini berisi uraian tentang formulasi model serta solusi permasalahan berdasarkan data Letusan Merapi tahun 2010. BAB 7 PENUTUP Bagian ini berisi kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 12