SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

SINERGI DAN PERAN KOMISI PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL (KPPN) DALAM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 10 TAHUN 2010 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

Peraturan...

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 39 TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

BUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

PERAT URAN DAERAH K ABUP AT EN BAT ANG NOMOR

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.21/MEN/2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANJAR. BAB I KETENTUAN UMUM.

SOSIALISASI BADAN KOORDINASI NASIONAL PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

2 yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal dengan anggota dari masingmasing unit kerja eselon I terkait. PUMP, PUGAR, dan PDPT merupakan upaya ke

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 39/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

KKP Gelar FGD Implementasi Blue Economy di Bali

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

Rakernis BPSDM KP dihadiri oleh 162 orang peserta. Bertindak sebagai narasumber antara

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG

MONITORING DAN EVALUASI

KEMENTERIAN PERTANIAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA SEMARANG. 2.1 Profil Singkat Dinas Kelautan Dan Perikanan Kota Semarang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/KEPMEN-KP/SJ/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PERMEN-KP/2017 TENTANG KARTU PELAKU USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

Transkripsi:

2013/11/02 08:31 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN Mendiskusikan sistem penyuluhan perikanan yang membumi dan dapat diimplementasikan di lapangan merupakan hal yang menarik. Berbagai pemikiran agar sistem penyuluhan perikana sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan telah disampaikan dalam berbagai forum penyuluhan, Salah satunya yaitu pemikiran Komisi Penyuluhan Perikanan Nasional (KPPN) pada Seminar Nasional Penyuluhan Perikanan di Surabaya beberapa waktu yang lalu. A. Penyuluhan Perikanan sebagai suatu Sistem Sebagai suatu Sistem, Penyuluhan Perikanan merupakan suatu totalitas dari adanya keterkaitan antara Kelembagaan Penyuluhan, Ketenagaan Penyuluhan, Penyelenggaraan Penyuluhan, Sarana Penyuluhan, serta dukungan Pembiayaan Penyuluhan. Komponen atau unsur-unsur penyuluhan tersebut haruslah saling mengisi dan mendukung satu sama lain, dalam suatu sinergi yang mantap, sehingga tercipta kegiatan Penyuluhan Perikanan yang utuh, tidak timpang pada satu atau lebih dari unsur-unsur Penyuluhan Perikanan tersebut. Hal ini terutama terkait dengan Pasal 1 Undang-undang No. 16/2006 yang menyatakan bahwa Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebut sistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Dengan demikian pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan penyuluhan haruslah menjadikan prinsip dasar tersebut sebagai landasan berpikir dan bertindak. Pemikiran tentang sistem Penyuluhan Perikanan secara langsung maupun tidak langsung juga perlu diintegrasikan dalam hubungannya dengan struktur organisasi yang ada dalam lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya yang terkait dengan organisasi Direktorat Jenderal sebagai institusi operasional. Dengan demikian, kegiatan penyuluhan seyogyanya juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pada Direktorat-direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, P2HP, PSDKP, dan KP3K. Dalam hal-hal tertentu, kegiatan penyuluhan dapat pula diperlukan dalam kegiatan di lingkup Eselon I KKP lainnya.

tentang pentingnya aktivitas perkarantinaan dan jaminan mutu kepada para stakeholders. Dalam hal Badan Litbang KP, keterkaitan dengan kegiatan penyuluhan menjadi penting saat hasil penelitian harus didesiminasikan kepada masyarakat, atau saat para penyuluh memerlukan masukan tentang teknologi terbaru apa saja yang dapat dijadikan sebagai materi penyuluhan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, para Penyuluh Perikanan menghadapi kondisi yang berbeda-beda, baik dari sisi geografis wilayah binaan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang dibina, serta variasi dari komoditas maupun jenis usaha perikanan yang dilakukan masyarakat. Kondisi tersebut memerlukan kesiapan penuh para penyuluh untuk mampu menyesuaikan kegiatan Penyuluhan Perikanan yang dilakukan dengan kondisi yang ada, sehingga kegiatan dapat memberikan hasil yang efektif dan efisien. Dalam pada itu harus juga disadari bahwa pelaksanaan kegiatan Penyuluhan Perikanan tidaklah berada di ruang hampa; keberadaan dan peran sistem pemerintahan setempat akan pula menjadi faktor yang perlu diperhitungkan dalam menyusun strategi pelaksanaan Penyuluhan Perikanan pada masingmasing wilayah kerja para penyuluh. Hal ini terutama terkait dengan kebijakan Otonomi Daerah, baik yang terkait dengan struktur organisasi pemerintahan daerah pada masing-masing wilayah kabupaten/kota, maupun dalam kaitannya dengan kebijakan bahwa kegiatan Penyuluhan Perikanan adalah kegiatan yang pelaksanaan dan tanggungjawabnya telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota (peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007). Terkait dengan hal ini, pandangan secara sistem mencakup juga adanya kelancaran alur kebijakan Penyuluhan Perikanan sejak dari kebijakan di tingkat pusat, propinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. B.Industrialisasi Kelautan dan Perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.27/MEN/2012, Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah integrasi sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Tujuan industrialisasi kelautan dan perikanan adalah terwujudnya percepatan peningkatan pendapatan pembudidaya, nelayan, pengolah, pemasar, dan petambak garam. Sementara itu, sasaran industrialisasi kelautan dan perikanan adalah meningkatnya skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumber daya kelautan dan perikanan. Industrialisasi kelautan dan perikanan dilaksanakan berdasarkan prinsip: (a) peningkatan nilai tambah produk kelautan dan perikanan; (b) peningkatan daya saing produk kelautan dan perikanan; (c) modernisasi sistem produksi hulu dan hilir;

komoditas unggulan; (f) keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan yang berkelanjutan; dan (g) perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat modern (transformasi sosial). Sejumlah strategi yang akan diterapkan dalam melaksanakan kebijakan KKP tentang Industrialisasi Kelautan dan Perikanan ini adalah: (a) pengembangan komoditas dan produk unggulan berorientasi pasar; (b) penataan dan pengembangan kawasan dan sentra produksi secara berkelanjutan; (c) pengembangan konektivitas dan infrastruktur; (d) pengembangan usaha dan investasi; (e) pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia; (f) pengendalian mutu dan keamanan produk; dan (g) penguatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Dalam pelaksanaannya lebih lanjut, Pengembangan industrialisasi kelautan dan perikanan harus selaras dengan rencana Kebijakan Industri Nasional sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 (Rumusan Seminar Nasional Industrialisasi Perikanan Tangkap, DJPT, 2012). Kebijakan Industri Nasional tersebut menetapkan Industri Hasil Perikanan dan Laut sebagai Industri Prioritas yang mengupayakan peningkatan pasokan bahan baku (kualitas dan kuantitas), peningkatan jaminan mutu dan keamanan produk, nilai tambah, utilitas industri, kemitraan dan integrasi industri. C.Analisis deskripsi dan kondisi Penyuluhan Perikanan di Lapangan Komisi Penyuluhan Perikanan Nasional (KPPN) dibentuk dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 42/2011 tanggal 26 Juli 2011. Dalam selang waktu 2011-2013 KPPN telah melakukan berbagai kegiatan, sejak dari Audiensi dengan MKP dan seluruh Jajaran Eselon I lingkup KKP, menjadi nara sumber pertemuan yang terkait dengan Penyuluhan perikanan, melakukan koordinasi kegiatan dengan Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional dan Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional, pembahasan tentang berbagai aspek penyuluhan Perikanan, sampai dengan kunjungan ke beberapa propinsi dan kabupaten/kota untuk mendalami pelaksanaan penyuluhan Perikanan di lapangan. Permasalahan yang teridentifikasi oleh Komisi Penyuluhan Perikanan Nasional (KPPN) dari pengamatan dan kunjungan ke berbagai daerah, antara lain: 1. Rendahnya keberpihakan dan perbedaan persepsi pemegang kebijakan (terutama di Daerah) terhadap sistem penyuluhan perikanan; 2.Keterbatasan jumlah dan kualitas tenaga penyuluh perikanan PNS;

3. Belum selesainya pembuatan peraturan tentang pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyuluhan perikanan; 4. Terbatasnya sarana dan prasarana bagi pelaksanaan tugas penyuluh perikanan di lapangan; Belum optimalnya peran penyuluh perikanan, terutama penyuluh perikanan swadaya dan penyuluh perikanan swasta dalam mendukung pengembangan sistem penyuluhan perikanan. 5.Belum optimalnya peran penyuluh perikanan, terutama penyuluh perikanan swadaya dan penyuluh perikanan swasta dalam mendukung pengembangan sistem penyuluhan perikanan. 6. Terdapat indikasi yang kuat bahwa baik di tingkat Propinsi, dan terutama di tingkat Kabupaten/Kota, koordinasi antara Dinas yang menangani Kelautan dan Perikanan dengan Badan/lembaga yang menangani kegiatan Penyuluhan kurang berjalan dengan baik. 7.Polivalensi Penyuluh; pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pada Kabupaten/Kota yang penanganan kegiatan penyuluhannya dikoordinasikan oleh Badan Penyuluhan, kegiatan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan cenderung berada dalam 1 (satu) koordinasi kegiatan. Hal ini kemudian menjadi salah satu pertimbangan utama adanya kebijakan Polivalensi Penyuluh, yaitu setiap individu penyuluh menangani kegiatan penyuluhan bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam kegiatan penyuluhannya sehari-hari. 8. Terbatasnya kegiatan Diklat bagi para penyuluh, sehingga mereka mengalami hambatan dalam mengembangkan up-date materi penyuluhan maupu dalam mengembangkan metoda dan media penyuluhan. D.Upaya Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan yang diperlukan. Keberhasilan industrialisasi perikanan membutuhkan Sistem Penyuluhan Perikanan Nasional (SPPN) sebagai landasan dan prioritas dalam pelaksanaan setiap program kerja di lingkup KKP. Implementasi SPPN membutuhkan koordinasi dan kontribusi dari seluruh jajaran eselon I lingkup KKP dalam pemanfaatan unit kerja serta sumberdayanya. Dengan demikian KKP sebagai motor penggerak SPPN harus bersinergi dengan sistem industri nasional yang melibatkan para pemangku kepentingan dan Kementerian/Lembaga terkait melalui joint program.

Dengan pemikiran bahwa penyuluh perikanan memiliki peran penting dalam mewujudkan industrialisasi perikanan, maka diperlukan langkah mengatasi masalah yang ada, yaitu: 1. KKP sebagai leading sector, hendaknya mengambil peran utama atau bertindak sebagai koordinator bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam Sistem P enyuluhan Perikanan. Koordinasi kegiatan penyuluhan dengan Eselon I dalam lingkup KKP menjadi salah satu kunci keberhasilan upaya ini; 2.KKP mengusulkan secara formal kepada KemenPAN & Reformasi Birokrasi dan BKN, agar jabatan penyuluh perikanan dimasukkan sebagai jabatan fungsional khusus yang tidak terkena moratorium dan pelaksanaannya didukung oleh KemenDagri dan KemenKeu; 3. Peningkatan Kualitas/Kapasitas dan Pembinaan secara kongkrit mengenai tugas/fungsi penyuluh perikanan yang ada sekarang dengan memanfaatkan kelembagaan yang ada dan melalui sertifikasi kompentensi di lingkup KKP; 4. Percepatan penyelesaian peraturan perundang-undangan yang mencakup sistem penyuluhan perikanan terutama tentang pembinaan dan pengawasan penyuluh perikanan; 5. Pemenuhan kebutuhan sarana, prasarana dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan melalui optimalisasi anggaran yang ada baik di lingkup KKP maupun di lingkup pemerintah daerah; 6. Pengangkatan tenaga penyuluh oleh pihak Pemerintah Kabupaten/kota untuk memenuhi kebutuhan penyuluh perikanan serta mengganti penyuluh yang memasuki usia pensiun. Pada saat yang sama dilakukan upaya peningkatan peran penyuluh perikanan swadaya dan penyuluh perikanan swasta dalam sistem penyuluhan perikanan terutama pada sentra produksi dan industrialisasi perikanan; 7. Diperlukan keterlibatan langsung dari pihak Pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat mengatasi masalah koordinasi kegiatan penyuluhan antara Dinas dengan Bapeluh dalam melakukan sinkronisasi pelaksanaan kegiatannya, sinkronisasi anggaran pendukung kegiatan pada masing-masing instansi, maupun keterbatasan personil yang ada pada masing-masing instansi. Fungsi Koordinasi yang ada pada Sekretariat Daerah dapat menjadi solusi penanganan masalah ini. 8. Seyogyanya kebijakan Polivalensi tidak melekat pada individu penyuluh, melainkan melekat pada institusi Balai Penyuluhan di tingkat Kecamatan;

kehutanan dibahas dan dimatangkan ditingkat Balai Penyuluhan Kecamatan, dan kemudian para penyuluh, sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi di lapangan, menyampaikannya kepada kelompok sasaran dengan bekal yang telah dibahas bersama di Balai Penyuluhan tersebut. 9. Perkembangan teknologi komunikasi memungkinkan para penyuluh untuk langsung akses dengan sumber-sumber ilmu pengetahuan. Namun demikian tetap dirasakan kebutuhan untuk secara reguler menyelenggarakan kegiatan DIKLAT bagi para Penyuluh Perikanan. Diharapkan bahwa dengan kegiatan tersebut para penyuluh dapat terus mengembangkan kemampuan dan rasa percaya diri dalam melakukan kegiatan Penyuluhan Perikanan. 10.Perlu diupayakan pemenuhan sarana dan prasarana penyuluhan yang memadai, terutama terkait dengan perkembangan transportasi dan teknologi komunikasi saat ini: fasilitas telephone/hp/telp. satelit, komputer/laptop dan internet, fax, alat rekam; Sarana Pendukung Penyuluhan: Alat ukur kualitas air (DO meter, ph meter), Salino meter, Bohme meter, dan GPS; basis lokasi penyuluhan Perikanan: Balai atau Kantor Penyuluhan; kelengkapan sarana transformasi teknis perikanan seperti dalam bentuk Dempond, Demplot, Dem Area, Brosur, leaflet. Secara spesifik, perlu dilakukan upaya khusus untuk mendedahkan konsep dasar Industrialisasi Perikanan kepada para penyuluh perikanan. Aspek-aspek yang harus disampaikan terutama terkait dengan definisi dan cakupan kegiatan Industrialisasi Perikanan, Prinsip-prinsip Dasar Industrialisai Perikanan, serta Strategi pelaksanaan Industrialisasi Perikanan. Dengan pemahaman tersebut para penyuluh diharapkan dapat menyesuaikan kegiatan penyuluhannya sejalan dengan pokok-pokok pikiran IndustrialisasiPerikanan tersebut. Hal ini terutama terkait dengan upaya untuk menghindari terjadinya salah persepsi dan salah implementasi terhadap kegiatan Industrialisasi Perikanan, justru ditingkat lapangan. Disadari bahwa rekomendasi pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan yang disebutkan tidaklah sederhana implementasinya. Namun perlu pula ditekankan bahwa tanpa adanya upaya menuju kearah realisasi rekomendasi tersebut, sulit untuk mengharapkan terselenggara kegiatan penyuluhan perikanan yang memadai. Untuk itu memang diperlukan kerja keras dan kerja cerdas berbagai pihak terkait, ditingkat

pusat, propinsi, dan kabupaten/kota, disertai dengan terus dipupuknya semangat Koordinasi kegiatan diantara lembaga/instansi terkait.