BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan telah terjadi 36,1 juta orang saat ini hidup dengan infeksi HIV diseluruh dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru infeksi menular seksual setiap tahunnya. 1,2 Penularan dari virus HIV melalui beberapa cara yaitu secara horizontal melalui hubungan seksual dan melalui darah yang terinfeksi atau secara vertikal penularannya dari ibu ke bayinya. 2,3 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Utara sampai dengan September 2012 populasi penderita HIV pada laki-laki sebanyak 931 orang sedangkan pada wanita sebanyak 444 orang. 4 Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwasanya angka kejadian penderita HIV pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita. 4 Sedangkan menurut jumlah kumulatif HIV berdasarkan faktor resiko dimana faktor resiko yang paling tinggi adalah kalangan heteroseksual dengan jumlah 764 orang. 4 Angka kejadian infeksi HIV ini ternyata lebih tinggi pada kelompok lakilaki yang tidak sirkumsisi dibandingkan dengan kelompok laki-laki yang disirkumsisi. 5 Sirkumsisi pada laki-laki diketahui dapat memproteksi dan melawan infeksi HIV yang didapat. 6 Sedikitnya ada 9 penelitian dilakukan di Amerika Serikat yang telah dipaparkan dimana dinyatakan bahwa peran
sirkumsisi pada laki-laki sangat bermanfaat menurunkan angka prevalensi infeksi HIV. 3,6,7 Sirkumsisi adalah membuang preputium penis sehingga glans penis menjadi terbuka. 3,6,9 Tindakan ini merupakan tindakan bedah minor yang paling banyak dikerjakan diseluruh dunia, baik dikerjakan oleh dokter, paramedik ataupun oleh dukun sirkumsisi. 3,6 Sirkumsisi secara medis ini dimaksudkan untuk, menjaga higiene penis dari smegma dan sisa-sisa urine, mencegah terjadinya infeksi pada glans atau preputium penis dan mencegah timbulnya karsinoma penis. 5,8 Preputium dapat memproteksi glans dengan aktif bekerja sebagai barrier melawan kontaminasi dan memelihara lingkungan tetap lembab pada daerah glans dan bermanfaat juga dalam hal membantu dalam kenikmatan seksual. 5,6 Pada awal kelahiran preputium selalu tidak dapat ditarik. 5,6 Pertumbuhan dari penis, akumulasi dari epitel dermis dan aktivitas erektil selama awal tahun ketiga sampai empat tahun dari kehidupan preputium akhinya dapat ditarik kebelakang. 8 Prilaku seksual yang tidak aman adalah suatu prilaku hubungan seksual yang sering berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan alat pengaman yang memungkinkan peningkatan kejadian infeksi menular seksual di masyarakat. 2,5,8 Infeksi HIV dimasukkan dalam infeksi menular seksual karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual (95%). 2,3 Resiko ini akan meningkat apabila adanya hubungan seksual yang tidak aman (berganti-ganti pasangan, tidak menggunakan pengaman seperti kondom). 3,7,9,10 Patogenesis dari peningkatan terjadi infeksi HIV pada laki-laki yang tidak sirkumsisi diduga akibat terganggunya mekanisme pertahanan tubuh dari efek
sirkumsisi pada laki-laki, yakni pada permukaan mukosa dari preputium (foreskin) terlihat bahwa didaerah tersebut banyak sekali sel langerhans dan sedikit sekali keratinisasi, yang dapat mempermudah perkembangan virus tersebut. 9,11,12 Beberapa penelitian di negara-negara berkembang yang setiap tahun terjadi peningkatan angka kejadian infeksi HIV menunjukkan adanya kelompok laki-laki yang tidak disirkumsisi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang disirkumsisi. 5,10,11,12 Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh America Academy of Pediatric dengan dilakukannya sirkumsisi pada laki-laki akan menurunkan resiko terjadinya infeksi menular seksual. 13 Hasil penelitian yang menitikberatkan pada kenyataan mendasari bahwa sirkumsisi pada laki-laki dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi menular seksual masih komplek dan bertentangan. 13 Antara tahun 2005 dan 2007, tiga penelitian uji acak terkontrol di Afrika Sub-Sahara menunjukkan bahwa sirkumsisi pada laki-laki melindungi terhadap infeksi HIV selama berhubungan seksual dengan wanita. 14 Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Uganda, Kenya dan Afrika Selatan dimana angka kejadian infeksi HIV pada laki-laki disirkumsisi sekitar 60% lebih rendah dibandingkan kelompok laki-laki tidak sirkumsisi. 15 Temuan ini, yang dilengkapi hasil dari pengamatan sebelumnya, menunjukkan bahwa sirkumsisi memiliki potensi untuk mengurangi angka kejadian infeksi HIV. 15 Ada tiga penelitian dengan desain penelitian uji klinis randomisasi di Amerika Selatan yang menunjukkan bahwasanya sirkumsisi pada pria dapat mengurangi resiko kejadian infeksi HIV berkisar 50-60% pada pria heteroseksual.
16 Penemuan ini sepertinya akan meningkatkan keinginan untuk melakukan sirkumsisi pada daerah yang angka kejadian infeksi HIV tinggi sebagai kegiatan yang rutin. 16 Pada penelitian yang baru-baru ini dilakukan di Amerika Selatan (2008) menunjukkan peningkatan prevalensi laki-laki yang melakukan sirkumsisi sekitar 20% pada wilayah yang angka prevalensi HIV tinggi. 16 Di Republik Dominika Peru pada tahun 2007 berdasarkan Demographic and Health survey (DHS) menemukan rata-rata 86% dari keseluruhan pria yang berusia 15-44 tahun tidak sirkumsisi. 17 Pada daerah Altagracia yang juga dilakukan pengamatan oleh lembaga yang sama ditemukan 94% pria belum sirkumsisi. 17 Pada penelitian longitudinal yang dilakukan selama 25 tahun di New Zealand menunjukkan lebih dari 500 laki-laki yang lahir dimana dilakukan sirkumsisi dengan tujuan untuk melihat hubungan sirkumsisi dengan resiko terjadinya infeksi menular seksual. 18 Dijumpai adanya penurunan kejadian infeksi menular seksual pada laki-laki yang telah sirkumsisi. 18 Pada penelitian di Afrika Sub Saharan dijumpai penurunan yang signifikan prevalensi HIV pada pria yang melakukan sirkumsisi sebagai pencegahan dimana terjadi penurunan angka prevalensi HIV sekitar 6-12%. 19 Pada akhir penelitian dijumpai bahwa sirkumsisi akan menjadi efektif guna pencegahan pada infeksi HIV bila dilakukan pada usia 20-30 tahun. 19 Meta analisis yang terbaru dari 27 penelitian prospektif dan penelitian cross sectional menunjukkan bahwa resiko terjadinya infeksi HIV pada pria yang telah disirkumsisi lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang tidak disirkumsisi. 20
Peningkatan angka kejadian infeksi HIV setiap tahunnya pada kelompok laki-laki yang tidak sirkumsisi khususnya yang melakukan hubungan seksual tidak aman (tanpa kondom) mendorong peneliti untuk mengetahui jumlah proporsi penderita HIV dari kelompok laki-laki yang disirkumsisi dengan tidak disirkumsisi. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana proporsi laki-laki sirkumsisi dengan tidak sirkumsisi yang menderita HIV yang melakukan hubungan seksual yang tidak aman (tanpa kondom) di Pusat Pelayanan Khusus RSUP. H. Adam Malik Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui proporsi antara laki-laki sirkumsisi dengan tidak sirkumsisi yang menderita HIV yang melakukan hubungan seksual tidak aman (tanpa kondom) di Pusat Pelayanan Khusus RSUP.H Adam Malik Medan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Dalam Bidang Akademik Menambah pemahaman mengenai mekanisme terjadinya infeksi HIV terkait dengan laki-laki sirkumsisi dengan tidak sirkumsisi yang melakukan hubungan seksual tidak aman. 1.4.2 Dalam Pelayanan Masyarakat Menjadi masukan bagi masyarakat akan pentingnya sirkumsisi pada pria untuk mencegah terjadinya infeksi HIV yang melakukan hubungan seksual tidak aman
1.4.3 Dalam Pengembangan Penelitian Sebagai masukan data bagi penelitian mengenai HIV dengan lakilaki sirkumsisi dengan yang tidak sirkumsisi dikaitkan dengan hubungan seksual tidak aman. 1.5 Kerangka Konsep Sirkumsisi Laki-laki Hubungan seksual tidak aman(tanpa kondom) INFEKSI VIRUS HIV Tidak sirkumsisi