BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat bertemunya tiga lempeng

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruliani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian khusus dalam hal perlindungan terhadap bencana karena

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. alam seperti gempa bumi adalah bencana yang terjadi secara tiba-tiba, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB I PENDAHULUAN. karena itu Indonesia memiliki potensi bencana gempa bumi dan dapat menimbulkan ancaman bencana yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. 30 Januari

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN. kanan Kota Palu terdapat jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I P E N D A H U L U A N

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Makalah bencana alam gempa bumi di indonesia. Makalah bencana alam gempa bumi di indonesia.zip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

Museum Gempa Bumi Yogyakarta BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELATIHAN TEKNIK PENYELAMATAN DIRI DARI DAMPAK BENCANA ALAM GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SLB B KARNNA MANOHARA YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan tempat bertemunya tiga lempeng besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempabumian yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi longsor yang tinggi, wilayah yang landai sepanjang pantai menjadi potensi ancaman banjir, penurunan tanah, dan tsunami. Permasalahannya adalah sudahkah masyarakat mengenal dengan baik berbagai jenis dan karakter bahaya alam tersebut dan siapkah mereka mengantisipasinya. Berbagai bentuk gejala alam yang terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, banjir, lumpur panas,kebakaran hutan dan gunung meletus. Potensi bencana alam yang tinggi yang dimiliki wilayah-wilayah di Indonesia pada dasarnya merupakan refleksi dari kondisi geografis yang sangat khas untuk wilayah tanah Indonesia. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat

2 menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Selama kurun waktu 1600 2000, tercatat 105 kejadian tsunami yang 90 persen diantaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung api, dan 1 persen oleh tanah longsor (Sumber: Pusat Mitigasi Bencana-ITB, 2008). Gempabumi yang terjadi dengan skala besar kadang disertai dengan tsunami (gelombang laut yang masuk ke wilayah daratan). Tabel 1.1 Peristiwa gempabumi di Indonesia pada tahun 2004-2009 Waktu terjadi gempa Lokasi gempa Kekuatan (Richter) Korban tewas (jiwa) 26 Desember 2004 Nanggroe Aceh Darusalam 9,1 220.000 28 Maret 2005 Sumatera 8,2 685 17 Juli Pantai Pangandaran 6,8 586 12 September Bengkulu 7,9 15 17 November 2008 Sulawesi Tengah 7,7 4 30 September 2009 Pariaman (Sumatera Barat) 7,6 739 tewas 296 hilang Sumber : Data BNPB per 9 Oktober 2009 (Litbang Kompas) Sumatera Barat termasuk salah satu wilayah yang memiliki kerawanan bencana yang tinggi, kondisi ini dipengaruhi oleh tatanan geologi yang kompleks sehingga rawan dengan bencana geologi gempabumi. Berdasarkan catatan data sejarah kegempaan, daerah Sumatera Barat memang sudah beberapa kali mengalami gempabumi merusak. Sebuah kesaksian terbitan Media Informasi Kebencanaan dan Lingkungan (2011) menceritakan tentang peristiwa gempa di Sumatera Barat : Beberapa hari setelah gempa 7,9 SR 30 September 2009 lalu, seorang prajurit Marinir TNI Angkatan Laut tercenung di pinggiran Danau Maninjau, Kabupaten Agam. Di hadapannya, sebuah rumah gadang telah lapuk di makan usia. Lapuk dinding, tak menggoyahkan struktur. Gempa besar ternyata tak mempengaruhi rumah tua tersebut. Kepulangannya ke Maninjau untuk membantu orang kampungnya yang sedang dilanda musibah, juga membawa pelajaran baru. Ia bertanya, bagaimana nenek moyang dahulu membangun rumah hingga kuat seperti itu? Sementara,

3 di sepanjang jalan dari Padang ke Agam, di depan matanya, ribuan rumah beton sujud ke tanah termasuk yang baru dibangun, takhluk dengan getaran bumi. Apa yang disaksikan sang prajurit adalah bukti kearifan nenek moyang Minangkabau. Struktur dan arsitektur rumah gadang ternyata bukan sekedar punya arti dalam tatanan adat. Lebih dari itu, rumah gadang merupakan produk dialog panjang dengan ranah. Rumah gadang adalah kesimpulan yang mengarifi alam. Bukti rumah gadang yang juga selamat saat terjadi gempa adalah Museum Adityawarman. Bangunan ini adalah Rumah Gadang dengan tipe gajah maharam, diumpamakan seperti seekor gajah yang mendekam, berasal dari kelarasan Budi Chaniago. Menurut Armus penjaga dari Museum Adityawarman. Museum ini dibangun tahun 1974 dan diresmikan tahun 1977. Dari tahun 1977 sampai sekarang, kayunya tidak masalah dan masih kuat. Beberapa kali digoncang gempa tidak terjadi apa-apa. Gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat memunculkan fakta betapa rapuhnya keamanan bangunan rumah tinggal dan bangunan publik di Ranah Minang ini. Jumlah bangunan yang rusak berat juga tidak sedikit. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, 181.995 unit rumah rusak berat dan sedang, 67.838 rumah lainnya rusak ringan. Diantara korban jiwa tersebut, paling banyak adalah wanita dan anak-anak. Sebagian besar dari 1.119 korban jiwa yang meninggal, diakibatkan terkena reruntuhan bangunan. Beberapa faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bencana dan kurangnya kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana tersebut. Khusus untuk gempa bumi korban yang meninggal banyak terjadi karena tertimpa reruntuhan akibat bangunan yang roboh.

4 Semenjak terjadinya gempa bumi di Sumatera Barat yang meluluhlantakkan sebagian daerahnya khususnya Padang dan Pariaman, masyarakat diingatkan kembali akan kemampuan beberapa rumah adat Minangkabau ini untuk bertahan dari sifat destruktif gempa. Ironi ini menurut Watson (ISDR, 2009:32) memperlihatkan bahwa satu praktek kearifan lokal saja tidak dapat berperan banyak dalam mengurangi risiko bencana. Kedua, terbukti bahwa ketika yang tradisional digeser oleh yang modern, masyarakat dapat menjadi lebih rentan terhadap risiko bencana. Modernisasi merupakan faktor penting yang menyebabkan makin berkurangnya arsitektur tradisional Minangkabau. Salah satu simbol status di masyarakat adalah menganut desain dan gaya hidup modern, yang menyebabkan banyak orang memilih membangun rumah dengan gaya modern yang sebetulnya lebih rentan terhadap gempa. Deforestasi juga membuat keadaan makin parah. Kayu keras yang diperlukan untuk membangun rumah tradisional sekarang makin sulit didapatkan. Akibatnya, pelbagai metode dan teknik pembangunan rumah tradisional secara perlahan mulai dilupakan orang karena beton dan batu bata telah menggantikan kayu sebagai bahan bangunan. Alesyanti (2003;335) dalam disertasinya juga menyatakan sebagian masyarakat Minangkabau dalam kenyataannya mengalami proses pelapukan identitas dan jati diri. Terdapat suatu gambaran yang menyedihkan, dimana spirit dan ruh ke-minang-an anak nagari semakin lama semakin memudar. Proses sosialisasi di dalam keseharian masyarakat, semakin diwarnai oleh nilai-nilai asing. Dalam khasanah pustaka pengurangan risiko bencana yang dipaparkan dalam Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana (International Strategy for

5 Disaster Reduction/ISDR), ada empat argumen dasar yang mendukung pentingnya kearifan lokal yaitu 1. Berbagai praktik dan strategi spesifik masyarakat asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, yang telah terbukti sangat berharga dalam menghadapi bencana-bencana alam, dapat ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas-komunitas lain yang menghadapi situasi serupa. 2. Pemaduan kearifan lokal ke dalam praktik-praktik dan kebijakankebijakan yang ada akan mendorong partisipasi masyarakat yang terkena bencana dan memberdayakan para anggota masyarakat untuk mengambil peran utama dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana. 3. Informasi yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat membantu meningkatkan pelaksanaan proyek dengan memberikan informasi yang berharga tentang konteks setempat. 4. Cara penyebarluasan kearifan lokal yang bersifat non-formal memberi sebuah contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain dalam hal pengurangan risiko bencana. Berdasarkan asumsi ISDR tersebut maka program pendidikan mitigasi bencana alam akan berjalan dengan sendirinya walaupun tanpa proyek dari pemerintah. Dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana didefinisikan sebagai sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sebagaimana yang dikutip dari USGS (2002:5), memahami mekanisme kejadian-kejadian alam seperti gempa bumi, erupsi vulkanik, longsor, banjir, kekeringan, angin topan, tsunami sangat penting bagi masyarakat. Dengan pemahaman yang baik mengenai mekanisme kejadiankejadian alam, manusia dapat merencanakan dan mengelola cara yang dapat mengurangi akibat yang disebabkan oleh kehebatan bencana alam. Pemahaman mengenai bencana alam kebumian dan keterampilan mitigasi bencana alam tentu harus dapat bertahan lama pada benak siswa karena pemanfaatan

6 pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat sewaktu-waktu dan sepanjang hidup. Oleh karena itu pembelajarannya harus dapat meninggalkan kesan yang mendalam pada siswa. Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal disarankan dibangun sejak dini dalam diri setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi dibangun bukan pula hanya sebagai sistem peringatan dini tetapi menjadi sebuah budaya dalam perilaku masyarakat. Langkah efektif yang bisa dilakukan antara lain adalah melalui pembekalan kepada masyarakat baik melalui pendidikan di bangku sekolah maupun pelatihan kepada masyarakat umum. Pengetahuan tentang kebencanaan seyogianya menjadi muatan lokal di wilayah yang paling rawan gempa. Pemahaman mitigasi melalui pembelajaran IPS di Sekolah Dasar bagi siswa sangat strategis untuk menanamkan pengetahuan tentang kebencanaan sejak usia dini dan sosialisasi tentang kearifan lokal yang dimiliki daerah tersebut. Sekolah adalah sarana yang efektif, di mana dengan peran guru terhadap murid mampu mendorong terbangunnya budaya mitigasi dalam lingkup sekolah dan keluarga. Melihat kondisi sosial dan budaya masyarakat Minangkabau sekarang yang sudah dan sedang proses perubahan yang tidak mungkin dihindari, maka diupayakan melalui pembelajaran di Sekolah Dasar untuk meningkatkan kesadaran akan kearifan lokal arsitektur rumah gadang untuk meningkatkan pemahaman mitigasi gempabumi. Upaya tersebut dapat dilaksanakan salah satunya sebagai sumber

7 pembelajaran IPS di kelas VI, yaitu pada Kompetensi dasar mendeskripsikan gejala alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga serta memberikan contoh cara-cara menghadapi gejala alam yang terdapat di kelas VI semester dua kurikulum dengan memfokuskan gejala alam pada gempa dan mengintegrasikan melalui materi kearifan lokal. Pemanfaatan kearifan lokal akan membawa peserta didik pada pembelajaran yang kontekstual. Mereka diajak untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menarik dan penuh makna. Pada pendidikan Sekolah Dasar, kearifan lokal arsitektur rumah gadang yang memiliki nilai mitigasi bencana gempabumi yang bertahan dengan perkembangan zaman tidak diperkenalkan sebagai materi pembelajaran IPS Sekolah Dasar di Kota Padang. Padahal Kota Padang sebagai wilayah rawan bencana gempabumi harusnya mempunyai materi lokal untuk mendekatkan peserta didik dengan mitigasi gempabumi. Hal ini diperparah lagi dengan minimnya sumber belajar tentang Rumah Gadang dan mitigasi bencana gempabumi di sekolah dasar Kota Padang. Ada tapi sedikit buku yang memaparkan gempabumi dan hanya berupa bentuk rumah gadang dalam sebuah artikel di internet ( wawancara prapenelitian dengan guru IPS dan pengamatan tanggal 1 Agustus 2011 ). Akibatnya peserta didik di Sekolah Dasar kota Padang hanya mengetahui apa itu gempabumi dan bentuk rumah gadang. Juga kemampuan peserta didik dalam memahami mitigasi bencana khususnya mitigasi gempa sangat rendah (wawancara dan prapenelitian dengan peserta didik tanggal 2 Agustus 2011). Jika dikaitkan dengn pembelajaran IPS yang ideal yaitu peserta

8 didik harus mengetahui lingkungan terdekatnya kemudian baru meluas yaitu makna kearifan lokal sampai makna dari kearifan arsitektur rumah gadang dalam meningkatkan pemahaman mitigasi gempa. Berdasarkan uraian diatas kemudian diangkat dalam sebuah penelitian yang berjudul Pemanfaatan Kearifan Arsitektur Rumah Gadang Minangkabau Sebagai Sumber Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan Pemahaman Mitigasi Bencana. Penelitian ini diawali dengan menggali kearifan arsitektur rumah gadang itu sendiri kemudian diimplementasikan di SDN 27 Padang sebagai salah satu sekolah yang terdapat di daerah rawan bencana gempa, melihat sejauhmana pemanfaatan kearifan lokal Arsitektur Rumah Gadang Minangkabau sebagai sumber pembelajaran IPS dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana. B. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kearifan arsitektur rumah gadang Minangkabau ditinjau dari mitigasi bencana gempabumi dan sumber pembelajaran IPS, dengan judul Pemanfaatan Kearifan Arsitektur Rumah Gadang Minangkabau Sebagai Sumber Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan Pemahaman Mitigasi Bencana. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah : 1. Kearifan arsitektur rumah gadang dan prilaku masyarakat dalam mitigasi gempabumi 2. Pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pemanfaatan kearifan arsitektur Rumah Gadang dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana gempabumi.

9 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian maka permasalahn umum pada penelitian ini adalah Bagaimana Pemanfaatan Kearifan Arsitektur Rumah Gadang sebagai Sumber Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan Pemahaman Mitigasi Bencana. Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi pertanyaanpertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah arsitektur Rumah Gadang Minangkabau dan perilaku penghuni sebagai kearifan lokal dalam mitigasi bencana? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pemanfaatan kearifan arsitektur Rumah Gadang Minangkabau dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan arsitektur Rumah Gadang Minangkabau dan perilaku penghuni sebagai kearifan lokal dalam mitigasi bencana? 2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pemanfaatan kearifan arsitektur Rumah Gadang Minangkabau dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana E. Klarifikasi Konsep Klarifikasi konsep dalam penelitian ini adalah terdiri atas kearifan lokal, pemahaman, mitigasi bencana. Pertama, kearifan lokal, kearifan secara etimologi (Ridwan, 2007) adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian. Sedangkan lokal adalah menunjukkan ruang interaksi dimana

10 peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal secara substansial merupakan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Oleh karena itu, menurut Geertz (Ernawi, 2010:1) kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Kearifan lokal dalam penelitian ini adalah kearifan arsitektur Rumah Gadang Minangkabau yang secara administratif terletak di propinsi Sumatera Barat dan mendeskripsikan kearifan lokal tersebut dalam mitigasi bencana. Kedua, pemahaman dalam Anderson (2010;100) adalah mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambarkan oleh guru. Ketiga, mitigasi bencana, mitigasi adalah suatu bentuk tindakan dalam mengurangi pengaruh bahaya. Coburn dkk (1994:14) menekankan bahwa bahaya-bahaya dari bencana harus dipahami, pemahaman bahaya-bahaya mencakup memahai tentang bagaimana bahaya itu muncul, kemungkinan terjadinya dan besarnya, mekanisme fisik kerusakan, elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya, konsekuensi-konsekuensi kerusakan. F. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS untuk memanfaatkan

11 kearifan arsitektur Rumah Gadang Minangkabau dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana gempabumi dikalangan peserta didik di Kota Padang. Dengan demikian pembelajaran IPS akan lebih kontekstual yaitu lebih mendahulukan lingkungan terdekat sebagai sumber dan materi pembelajaran dapat dilaksanakan. b. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru kelas khususnya pada pelajaran IPS pada Sekolah Dasar di Sumatera Barat, untuk lebih mengembangkan materi pembelajaran untuk pendidikan dalam IPS. Dan mendorong motivasi peserta didik untuk terus memanfaatkan Kearifan lokal arsitektur rumah gadang dalam meningkatkan pemahaman mitigasi bencana agar selalu hidup dan bermakna.