Penyesuaian Diri Wanita yang Melakukan Konversi Agama Pra Pernikahan Yulia Eka Wati Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Konversi agama yang dilakukan oleh seseorang terutama wanita karena pernikahan bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Hal ini membuat wanita tersebut harus dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan agama dan juga lingkungan agama barunya sehingga wanita tersebut dapat menjalani kehidupan barunya sebagai penganut agama baru (muallaf) dengan baik. Hollander (1981) menyatakan bahwa, penyesuaian diri adalah proses mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi situasisituasi yang baru. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus yang dilakukan untuk mengkonstruksikan fenomena sosial dan makna budaya mengenai suatu kasus yang mempunyai karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang dengan karakteristik wanita yang melakukan konversi agama pra pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan, sedangkan metode observasi yang digunakan adalah metode non partisipan dan berstruktur. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa wanita yang melakukan konversi agama dapat menyesuaikan diri dengan baik yaitu subjek memiliki keinginan dan kemauan untuk memahami dan mendalami agamanya, subjek berusaha untuk memahami agama agar semakin dekat dengan Tuhan, subjek dapat menghadapi kesulitan dalam memahami agama dengan bertanya, membaca buku, mendengarkan ceramah di TV, dan memanggil guru mengaji, subjek dapat mengatasi perasaan sedih, kecewa dan putus asa dalam memahami agama, subjek menerima status barunya sebagai muallaf dan yakin dengan kemampuannya sebagai muallaf, dan subjek mendapatkan dukungan dari suami, keluarga, teman, guru agama, dan tetangganya dalam memahami agama berupa nasehat, bimbingan, saran, perhatian, dan semangat yang mempermudah dalam memahami agama. Sementara itu, dampak konversi agama yang dirasakan subjek bagi dirinya, kehidupannya dan orang yang juga memberi pengaruh yang positif bagi subjek. Kata kunci : Penyesuaian diri, wanita yang melakukan konversi agama pra pernikahan. PENDAHULUAN Individu dewasa sudah memiliki keyakinan dan pendirian untuk dapat menentukan pasangan hidupnya sendiri. Individu dewasa membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang lain. Ketika individu tersebut menemukan kesamaan dalam banyak hal dengan orang lain yang dicintainya, maka individu tersebut akan mengikatnya
dalam suatu hubungan yaitu pernikahan. Pada kenyataannya tidak semua pasangan pernikahan berasal dari latar belakang yang sama, salah satunya adalah perbedaan agama. Perbedaan agama seringkali menjadi penghalang bagi individu untuk dapat mempersatukan cintanya dalam ikatan pernikahan. Konversi agama menjadi pilihan terbaik bagi individu untuk dapat mengatasi perbedaan tersebut. Konversi agama dilakukan dengan cara salah satu dari pasangan itu berpindah ke agama pasangannya yang berbeda dari agama sebelumnya. Perpindahan agama atau konversi agama bukanlah suatu hal yang sederhana. Peristiwa ini bukan hanya melibatkan individu itu sendiri tetapi juga sanak saudara dan lingkungan sekitar. Ullman (dalam Zinnbauer & Pargament, 2000) menyatakan bahwa, berdasarkan hasil penelitiannya bahwa selama dua tahun periode masa konversi, 80 % dari individu yang melakukan konversi agama melaporkan adanya bahaya yang serius termasuk perasaan putus asa, keraguan terhadap nilai diri, takut ditolak dan keterasingan dari orang lain. Konversi agama dapat terjadi pada berbagai agama dengan berbagai alasan yang menyertainya salah satunya karena faktor pernikahan. Konversi agama bisa terjadi pada individu yang beragama Islam yang kemudian berpindah keyakinan ke agama Kristen atau sebaliknya, individu yang beragama Kristen yang berpindah ke Budha atau sebaliknya dan dari agamaagama lainnya yang membuat individu berpindah keyakinan atau melakukan konversi agama. Di dalam kehidupan nyata, seringkali konversi agama menjadi sebuah fenomena yang menimbulkan pro dan kontra dari lingkungan sekitar. Konversi agama yang dilakukan oleh wanita ke dalam Islam yang kemudian disebut sebagai muallaf, dilakukan wanita tersebut untuk dapat menghilangkan perbedaan agama, sehingga wanita tersebut dapat bersatu dalam ikatan pernikahan yang bahagia. Konversi agama yang dilakukan oleh wanita tersebut terjadi sebelum menikah dimana sebelumnya wanita tersebut telah mendalami agama pasangannya. Pada sisi lain wanita tersebut harus siap menerima akibat dari konversi agama tersebut. Banyak individu yang melakukan konversi agama mengalami hal yang tidak menyenangkan dari lingkungannya
baik dari keluarga maupun teman seagamanya dulu. Untuk dapat menghadapi setiap masalah dan kesulitan hidup yang dialaminya, wanita tersebut membutuhkan penyesuaian diri yang baik sehingga terhindar dari stres. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri penyesuaian diri yang dilakukan oleh wanita yang melakukan konversi agama karena pernikahan, faktor-faktor yang menyebabkan penyesuaian diri wanita yang melakukan konversi agama karena pernikahan, proses penyesuaian diri wanita tersebut dan dampak dari konversi agama yang dirasakan oleh wanita yang melakukan konversi agama karena pernikahan. TINJAUAN PUSTAKA Penyesuaian Diri Duffy & Atwater (2005) penyesuaian diri merupakan suatu proses psikososial dengan mengelola tuntutan kehidupan, memodifikasi diri dan lingkungan. Prihartanti (2004) penyesuaian diri adalah perilaku penyesuaian yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi dan mengatasi masalah-masalah peristiwa kehidupanya. Adapun menurut Haber & Runyon (1984) terdapat lima karakteristik dalam penyesuaian diri yang efektif, yaitu: 1) Persepsi yang akurat terhadap realitas Persepsi mengenai realitas yang akurat merupakan salah satu prasyarat untuk dapat menyesuaikan diri yang baik dalam lingkungan. Persepsi dilihat setiap orang sebagai hal yang unik sesuai dengan keinginan dan motivasinya. 2) Kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan stres Seseorang tidak dapat menilai suatu keadaan sebagai suatu hal yang absolut melainkan sebagai suatu yang relatif. Dengan kata lain, seseorang menghargai secara signifikan dirinya dan kejadian yang ada sesuai dengan tempat individu itu berada dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan keadaan lingkungan yang lain. 3) Citra diri yang positif Seseorang harus menyadari dan mengetahui dengan baik
kekurangannya sebaik individu mengetahui kelebihan yang ia miliki. 4) Kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya Orang-orang yang sehat secara mental dapat merasakan dan mengekspresikan emosi dan perasaannya secara menyeluruh. Walaupun demikian, mereka menampilkan emosi secara realistik dan di bawah kontrol dirinya. 5) Hubungan interpersonal yang baik Seseorang yang dapat menyesuaikan dirinya dengan baik mampu untuk mencapai berbagai derajat kedekatan dalam hubungan sosialnya. Mereka mampu dan nyaman dalam berinteraksi dengan orang lain. Konversi Agama Wulff (1997) konversi agama adalah suatu kepastian dan seringkali merubah pandangan atau kesetiaan seseorang yang disertai oleh keyakinan baru atau sikap yang baru yang diyakininya sebagai suatu realitas. Rambo (1993) mengatakan bahwa konversi agama merupakan suatu kekuatan yang dinamis dimana seseorang mengalami suatu peristiwa yang membuatnya merubah ajaran agama, ideologi, institusi atau lembaga keagamaan, harapan dan orientasi agamanya. Spilka dkk., (2003) membagi lima tipe dari konversi agama, yaitu: a. Apostasy Merupakan suatu penghapusan komitmen agama oleh pengikutnya dengan mengangkat kerangka atau nilai-nilai non agama. b. Deconversion Merupakan suatu proses dimana seseorang meninggalkan ajaran agama sebelumnya. c. Intensification Merupakan revitalisasi komitmen terhadap suatu ajaran agama dimana individu mengangkat suatu ajaran agama atau individu menjadi anggota salah satu agama (dalam Rambo, 1993). d. Switching Individu mengganti keanggotaan agama tanpa melakukan perubahan yang radikal dari dalam dirinya. e. Cycling
Menyertai suatu peristiwa dimana banyak yang mengharapkan untuk keluar dari ajaran agama, yang ada Pernikahan Seccombe & Warner (2004) mengungkapkan bahwa pernikahan adalah suatu hubungan di antara seorang wanita dan seorang pria yang telah memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan hubungan seksual, ekonomi dan status sosial yang diakui secara hukum dan sosial. Adapun Prodjodikoro (dalam Jehani, 2008) mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum perkawinan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik yang dilakukan karena ketertarikan terhadap suatu kasus khusus. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang melakukan konversi agama ke Islam karena pernikahan minimal 1-2 tahun. Teknik pengumpulan hanyalah kembalinya berbagai nilai dalam kehidupan. data penelitian menggunakan bentuk observasi non partisipan dan observasi berstruktur dan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara berstruktur. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Penyesuaian Diri Subjek yang Melakukan Konversi Agama karena Pernikahan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara umum penyesuaian diri subjek cukup baik. Subjek mengatasinya dengan menjalani dan menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbayangkan sebelumnya setelah konversi agama dengan tenang, subjek merasa percaya diri dengan statusnya sebagai muallaf karena subjek menganggap statusnya tidak merugikan orang lain. Sebagai muallaf subjek pernah merasa tidak percaya diri dalam menjalankan ibadahnya karena subjek merasa masih banyak yang harus dipelajarinya walaupun begitu subjek
tidak merasa berbeda dengan orang lain. Subjek mengetahui kelemahan dan kelebihannya sebagai muallaf yaitu rasa malas dalam belajar membaca arab dan kurang lancar membaca Al-Qur an tetapi subjek juga mudah mengerti apa yang telah diajarkan padanya. Subjek pernah merasa sedih dan kecewa jika tidak mampu mendalami ajaran agama dengan menangis dan merenung jika belum mampu memahami agama barunya tetapi subjek akan mencoba kembali untuk mempelajarinya. Hubungan subjek dengan orang-orang di sekitarnya cukup baik dimana subjek memiliki banyak teman dan mudah bergaul sehingga memiliki hubungan yang baik dengan teman maupun masyarakat di sekitarnya baik yang seagama dengannya dulu maupun yang seagama dengannya saat ini. Subjek menjalin hubungan dengan orang lain di sekitarnya dengan bersosialisasi, bertanya, dan berbicara baik melalui telepon maupun bertemu secara langsung. 2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyesuaian Diri Subjek yang Melakukan Konversi Agama karena Pernikahan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan penyesuaian diri subjek yaitu keinginan subjek untuk menikah dengan pasangannya dan yakin dengan agamanya karena sebelumnya telah mendalaminya agama buku dan berfikir tentang keputusannya dimana suami subjek membebaskan keputusan subjek untuk melakukan konversi agama, adanya pengalaman yang memotivasi subjek untuk mendalami Islam yaitu ketika mendapat zakat dan melihat keponakannya membaca Al-Qur an dengan baik, subjek memiliki kemauan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan agama barunya dikarenakan keinginan subjek untuk menjadi muslim yang baik karena adanya keseriusan untuk menjadi agama yang terakhir dalam hidupnya sehingga dapat memahami dan menjalankan agamanya dengan nyaman dan terbiasa, adanya keinginan untuk menjadi muslim yang baik dengan adanya bimbingan, bantuan dan dorongan dari suami,
keluarga dan teman untuk mendalami Islam, adanya keinginan untuk sama dengan muslim lainnya serta mengetahui pengetahuan agama dan keinginan untuk tidak mengecewakan orang-orang yang mendukung dan percaya, subjek dapat berfikir positif terhadap dirinya dan menjalani agamanya dengan ikhlas, subjek memiliki keyakinan untuk mempertahankan agamanya karena menginginkan agamanya menjadi agama yang terakhir seumur hidup dengan adanya dukungan selain dari dirinya. Subjek mempertahankan agamanya saat ini karena sudah merasa nyaman, cocok, yakin dengan agamanya dan sesuai dengan niatnya memiliki satu agama dalam keluarga karena memikirkan anaknya, subjek meyakinkan dirinya dengan pilihannya sehingga dapat menjalani ibadah dan tanggung jawabnya sebagai muslim, adanya dukungan yang dirasakan subjek dari suami, keluarga, keluarga mertua, tetangga dan teman yang membuat subjek merasa diperhatikan, diterima, dan dibantu yang mempermudahnya menjalani agama dengan memberikan nasehat, mengajak dalam kegiatan agama dan informasi mengenai kebiasaan yang dilakukan dalam agama, dan suami, keluarga, teman dan tetangga memberikan dukungan, informasi, bimbingan, saran, perhatian, pengetahuan seputar agama dan nasehat dalam mempelajari agama barunya setelah konversi agama yang berpengaruh terhadap pengetahuan agama yang membuat subjek lebih mengetahui agamanya seperti doa setelah makan. 3. Proses Penyesuaian Diri Subjek yang Melakukan Konversi Agama karena Pernikahan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proses penyesuaian diri subjek cukup baik hal ini dapat terlihat dari subjek dapat mengatasi kesulitannya dengan belajar dari buku, mendengarkan ceramah, mencari informasi agama dan bertanya dengan suami, keluarga ibunya dan temannya sebelum maupun setelah menikah mengenai agama dan menjalani agamanya dengan tenang, subjek menyesuaikan diri dengan agama barunya dengan
belajar, rajin menjalankan ibadah, mengikuti perintah agama, kebiasaan dan aturan dalam agama sehingga menjadi terbiasa dan mempermudah memahami agamanya, subjek merasa percaya diri karena orang-orang di lingkungannya baik, tidak membedakan subjek, mengajak mengaji dan membantu dalam agama dan subjek juga suka berbicara dengan tetangga dan teman yang seagama maupun yang sudah berbeda agama. 4. Dampak Konversi Agama yang Dirasakan Subjek Secara umum dampak konversi agama yang dirasakan subjek cukup positif, baik dampak yang dirasakan bagi diri sendiri, kehidupannya dan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari subjek merasakan ketenangan dan kenyamanan setelah melakukan konversi agama karena didasari oleh keyakinan, subjek merasa agamanya saat ini berpengaruh pada dirinya, subjek merasakan bahagia, senang, tenang dan damai setelah konversi agama karena telah seagama dengan suaminya dan tidak salah mengambil keputusan, subjek tidak merasa bersalah dengan keputusannya konversi agama karena telah yakin dengan keputusannya dan subjek merasa tidak merugikan orang lain,, subjek merasa hubungannya berbeda dengan Tuhan termasuk keyakinan dan kedekatan dengan Tuhan. Subjek merasakan perubahan status, semangat dan kebahagiaan setelah melakukan konversi agama karena seagama dengan suaminya, subjek merasakan pengaruh dari agama saat ini bagi kehidupannya seperti kesabaran, kedisiplinan, keteraturan hidup dan nilai-nilai kesucian yang didapatkannya, subjek merasakan perbedaan yang ditunjukkan oleh orang di sekitarnya setelah melakukan konversi seperti perhatian, kasih sayang dan semangat dari orang di sekitarnya terutama keluarga, suami dan teman dekatnya, subjek merasakan pengaruh yang diberikan orang lain di sekitarnya bagi dirinya yang membuat subjek lebih semangat, merasa nyaman dan mempermudah proses belajar dalam menjalani agama barunya.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi maka dapat ditarik kesimpulan yaitu bahwa 1. Gambaran penyesuaian diri yang terlihat pada subjek baik hal ini dapat dilihat berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yaitu persepsi yang akurat terhadap realitas dimana subjek menyadari resiko dari konversi agama yang dilakukannya, percaya diri dengan statusnya sebagai muallaf, tidak merasa malu atau bangga dengan pengetahuan agamanya dan berani mengungkapkan pendapat mengenai agamanya. Kedua yaitu kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan stress dimana subjek tidak merasa cemas dengan konversi agama yang dilakukannya, tidak merasa putus asa dalam memperdalam agamanya. Ketiga yaitu citra diri yang positif dimana subjek yakin dan optimis dengan kemampuannya dalam meperdalam agamanya, menyadari kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya dan dapat mengatasi kelemahan serta mengembangkan kelebihan dalam dirinya dalam memperdalam agamanya. Keempat kemampuan mengekspresikan perasaannya dimana subjek dapat mengatasi perasaan sedih dan kecewa jika belum mampu memperdalam agamanya dengan mencobanya kembali. Kelima hubungan interpersonal yang baik dimana subjek dapat menjalin dan mempertahankan hubungan baik dengan orang di sekitarnya baik yang seagama maupun yang berbeda agama saat ini. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan penyesuaian diri subjek yaitu adanya keinginan dan keyakinan untuk mendalami agamanya, adanya keinginan untuk seagama dengan suaminya, adanya pengalaman yang memotivasi mendalami agama, berusaha menghadapi kesulitan mendalami agama dengan tenang, keinginan untuk menjadi muslim yang baik, keinginan untuk tidak mengecewakan orang-orang yang mendukung dan percaya dengan kemampuannya mendalami agama, subjek berfikir positif terhadap dirinya, subjek berusaha untuk melatih diri agar sesuai dengan agamanya, subjek percaya diri dengan kemampuannya dalam memperdalam
dan memahami agama, subjek dapat memperbaiki kesalahannya dalam beribadah, subjek memiliki keyakinan untuk mempertahankan agamanya, subjek mempertahankan agamanya karena kecocokan dan keyakinan terhadap agamanya, adanya dukungan yang dirasakan subjek dari suami, keluarga, keluarga mertua, tetangga dan teman, subjek menjadikan ayahnya sebagai panutannya dalam menjalankan ajaran agama, dan hubungan subjek dengan saudarasaudara yang sekarang berbeda agama dengannya baik dan tidak ada masalah. 3. Proses penyesuaian diri yang dialami subjek yaitu subjek dapat mengatasi kesulitannya dengan belajar dari buku, mendengarkan ceramah, mencari informasi agama dan bertanya dengan suami, keluarga ibunya dan temannya sebelum maupun setelah menikah mengenai agama dan menjalani agamanya dengan tenang, subjek cukup baik dalam menguasai tata cara ibadah yang diajarkan dalam agama baru, subjek dapat mengatasi kesulitannya belum dapat membaca lafaz Al- Qur an dengan benar dengan meminta diajarkan oleh suami dan guru mengajinya, subjek akan memperbaiki kesalahannya dalam beribadah dengan bertanya dan meminta diajari oleh suaminya, subjek merasa nyaman dengan ritual dan tata cara agamanya, subjek dapat mengatasi rasa putus asa dalam memahami ajaran agama dengan meyakinkan dirinya, subjek merasa menjadi seorang muallaf yang baik dan optimis, subjek menyesuaikan diri dengan agama barunya dengan belajar, rajin menjalankan ibadah, mengikuti perintah agama, kebiasaan dan aturan dalam agama, subjek berusaha ingin lebih baik dan semakin paham dengan agamanya agar lebih dekat dengan Tuhan, orang lain di sekitar subjek memotivasi mendalami ajaran agama saat ini seperti suami, keluarga, saudara, tetangga, temen-temen yang dulu beragama Khatolik, subjek berusaha memperbaiki diri setelah mendapatkan kritik terutama dari suaminya, subjek tidak menyesal meninggalkan agama sebelumnya, subjek dapat mengatasi rasa kecewa
dengan kemampuannya dengan berusaha menjalaninya agar lebih baik, dan subjek merasa percaya diri berada di lingkungan agamanya. 4. Dampak konversi agama yang dirasakan subjek positif yaitu adanya ketenangan dan kenyamanan setelah melakukan konversi agama, perasaan bahagia setelah konversi agama, tidak adanya perasaan bersalah dan stress setelah konversi agama, adanya kedekatan dengan Tuhan, dan adanya perhatian, kasih sayang dan semangat yang mempermudah subjek dalam menjalani agama barunya. DAFTAR PUSTAKA Duffy, G. K & Atwater, E. (2005). Psychology for living : Adjustment, growth, and behavior today. 8 th ed. New Jersey : Prentice Hall, Inc. Haber, A. & Runyon, R. P. (1984). Psychology of adjustment. Illinois : The Dorsey Press. Jehani, L. (2008). Perkawinan, apa resiko hukumnya?. Jakarta : Forum Sahabat. Muhammadiyah Press. University Rambo, L. R. (1993). Understanding religious conversion. London : Yale University Press. Seyal, H. F. (2006). Together forever : Semailah cinta raih bahagia. Jakarta : Pustaka Sanabil. Seccombe, K. & Warner, L. R. (2004). Marriage and families : Relationships in social context. New York : Thomson, Inc. Spilka, B., Ralph, W, H., Bruce, H., & Gorsuch. R. (2003). The psychology of religion. New York : The Guilford Press. Sunarto, H., & Hartono, A, B. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta. Wulff, D. M. (1997). Psychology of religion : Classic and contempory. 2 nd ed. Massachusetts : John Wiley & Sons, Inc.. Prihartanti, N. (2004). Kepribadian sehat menurut konsep suryomentaram. Surakarta: