I. PENDAHULUAN. Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menilai usia skeletal karena setiap individu berbeda-beda (Bhanat & Patel,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, khususnya pada pertumbuhan gigi desidui anak. Banyak orang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi merupakan jaringan keras pada rongga mulut yang berfungsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. 5-7 Pada manusia

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIOLOGI ORAL. Pengertian :

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

PANJANG AKAR KANINUS PERMANEN MANDIBULA ANAK USIA TAHUN DITINJAU MELALUI RADIOGRAFI PERIAPIKAL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

METABOLISME KALSIUM DAN TULANG Diposkan oleh -UkhtiLina- on Selasa, 03 Maret 2009

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

HISTOLOGI JARINGAN KERAS DAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT BLOK 5: STRUKTUR SISTEM STOMATOGNATIK

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

ABSTRACT PENDAHULUAN. Firdaus, 1 Menik Priaminiarti 2 dan Ria Puspitawati 1 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat

BAB I PENDAHULUAN. kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015).

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

Sistem Ekskresi Manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Estimasi Usia Anak Etnis Tionghoa di Indonesia dengan Menggunakan Metode Willems

Jaringan ikat termineralisasi yang membalut akar gigi dan merupakan tempat tertanamnya serabut gingiva dan ligamen periodontal.

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

ABSTRAK. Kata kunci: hipersensitivitas dentin, strontium chloride hexahydrate 10%, sodium monofluorophosphate, visual analogue scale.

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir proses tumbuh kembang anak, sedangkan faktor lingkungan

STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI PULPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan erupsi gigi permanen pada anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1033ºK, titik lebur 336,8 ºK, dan massa jenis 0,86 gram/cm 3. Kalium

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. gigi anak untuk menentukan diagnosis yang akurat dan strategi terapi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak itu sendiri. Fungsi gigi sangat diperlukan dalam masa kanak-kanak yaitu

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 9. Ciri-Ciri Makhluk Hidup Latihan Soal 9.1

KARIES GIGI PADA ANAK USIA BULAN DENGAN KELAHIRAN PREMATUR DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99%

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asap merupakan dispersi uap asap dalam udara yang dihasilkan dari proses

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi keduanya tergantung pada konsentrasi dalam plasma darah. Metabolisme ion kalsium dan fosfat dalam tubuh dipengaruhi oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid merangsang penyimpanan ion kalsium dan mendorong eliminasi fosfat oleh ginjal selama pembentukan urin, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi kalsium dan ekskresi kalsium melalui urin menjadi lebih sedikit. Pada kondisi normal, peningkatan ekskresi ion kalsium dalam urin tidak selalu disebabkan oleh reabsorbsi yang tidak sesuai oleh ginjal, akan tetapi dapat terjadi karena jumlah asupan kalsium yang tinggi melebihi kebutuhan ion kalsium yang perlu disimpan dalam tubuh serta peningkatan aktivitas tubuh (Sherwood, 2011). Ganong, dkk (2008) menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi reabsorbsi ion kalsium adalah konsentrasi ion fosfat dalam plasma darah, sebab peningkatan ion fosfat plasma darah akan merangsang hormon paratiroid dalam peningkatan reabsorbsi ion kalsium oleh tubulus ginjal sehingga ekskresi ion kalsium melalui urin akan menurun dan ekskresi ion fosfat melalui urin akan meningkat. Foley, dkk (2010) menambahkan bahwa kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin merupakan gambaran dari kadar ion kalsium dan fosfat yang ada di dalam dalam plasma darah. Jumlah kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin adalah 70% dari jumlah kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah. Sejumlah 30% yang tidak diekskresikan melalui urin, diabsorbsi kembali dalam

tubuh dan terlibat dalam metabolisme pembentukan tulang dan gigi serta mengatur sejumlah proses fisiologik dan biokimia dalam tubuh (Murray, 2003). Fong, dkk (2009) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses sementogenesis dipengaruhi oleh kadar fosfat plasma darah. Penyimpangan fenotip sementum berhubungan dengan hipofosfatasia, penurunan kadar ion kalsium plasma darah dapat menyebabkan kelainan dalam proses pembentukan sementum dan penutupan apikal gigi. Jekl, dkk (2011) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah berpengaruh terhadap proses dentinogenesis gigi, baik pada gigi desidui maupun pada gigi permanen. Kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah yang rendah akan menyebabkan enamel hipolasia dan depigmentasi pada mahkota, serta keterlambatan penutupan apikal pada apeks gigi. Bertolakbelakang dengan pernyataan dan hasil penelitian tersebut diatas, Ranggard (1994) dalam hasil penelitiannya mengenai hubungan enamel gigi dengan kalsium terionisasi dalam plasma darah dan hormon paratiroid: penelitian pada gigi desidui manusia dan insisivus maksila pada tikus menyatakan bahwa kadar kalsium plasma yang rendah tidak berhubungan dengan penyimpangan pada proses pembentukan gigi. Hasil penelitian pada sampel tikus serupa dengan hasil penelitian pada sampel manusia. Ogawa, dkk (2005) menambahkan bahwa kegagalan proses dentinogenesis pada gigi tidak dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfat dalam plasma darah tetapi diakibatkan karena kelainan pada odontoblas.

Menurut Suri, dkk (2004) pembentukan gigi merupakan proses yang dinamis yang melibatkan pembentukan mahkota, pembentukan akar sampai dengan terjadinya penutupan apikal gigi. Aldred, dkk (2003) menambahkan bahwa proses pembentukan akar dimulai sesaat setelah mahkota gigi terbentuk, selanjutnya berkembang seiring dengan proses erupsi gigi. Berkovitz, dkk (2009) menyatakan bahwa saat gigi permanen pertama kali erupsi yaitu molar pertama permanen pada usia 6 tahun, panjang akar yang terbentuk baru mencapai dua pertiga panjang akar dan apikal gigi akan menutup sempurna 3 tahun kemudian, atau sekitar usia 9 10 tahun. Penambahan panjang akar sampai terjadi penutupan akar sejak gigi erupsi adalah sebesar 5 10 μm per hari, proses ini melibatkan tiga komponen utama yaitu dental folikel, lapisan epitel akar gigi, dan papila dentalis. Guyton dan Hall (2006) menambahkan bahwa pada proses pembentukan gigi, terdapat invaginasi internal epitel rongga mulut ke dalam dental lamina yang diikuti oleh pertumbuhan organ yang memproduksi gigi. Sel-sel epitel dibagian atas membentuk ameloblas menjadi enamel disisi luar gigi, dan mengaktifkan odontoblas sehingga terjadi sekresi alkali fosfat yang berfungsi sebagai aktivator serat kolagen. Serat kolagen tersebut menyebabkan timbulnya pengendapan garam-garam kalsium pembentuk gigi. Odontoblas berperan secara aktif dalam proses pertukaran ion kalsium dan fosfat dengan mengontrol pertukaran dan pelepasan ion kalsium dan fosfat. Menurut Berkovitz, dkk (2009) prinsip proses dentinogenesis pada akar gigi tidak berbeda dengan yang terjadi pada mahkota gigi. Pada pembentukan akar, proses dentinogenesis berlangsung lebih lambat dibanding dengan pembentukan

mahkota. Epitel enamel internal pembentuk akar tidak mengalami diferensiasi lebih lanjut setelah dimulainya proses dentinogenesis tetapi terpisah menjadi beberapa fragmen. Pembentukan serat kolagen pada akar gigi terpisah dengan lamina basal sel epitel pembentuk sementum. Peritubular dentin membentuk bagian apikal gigi dengan komposisi kalsium fosfat. Bagian ujung apikal gigi tidak terisi dengan endapan garam kalsium fosfat (zona transparan), membentuk foramen apikal menghubungkan pulpa dengan sementum. Zona transparan semakin menyempit (penutupan apikal) seiring dengan pertambahan usia, hal ini tidak dipengaruhi oleh fungsi ataupun iritasi eksternal. Demirjian, dkk (1976) menyatakan bahwa penutupan apikal gigi merupakan hasil akhir dari proses kalsifikasi (pembentukan) gigi. Penilaian tahapan pembentukan gigi pertama kali diperkenalkan oleh Demirjian pada tahun 1973 dengan menggunakan analisa radiografik pada tujuh gigi regio kiri rahang bawah yang dianggap dapat mewakili seluruh gigi rahang bawah. Willems (2001) menyatakan bahwa teknik penilaian tahapan pembentukan gigi dengan menggunakan teknik radiologi lebih sering digunakan dalam melakukan penilaian tahapan pembentukan gigi sebab dengan teknik ini kondisi gigi tidak bisa direkayasa atau diubah. Malina, dkk (2004) menyatakan bahwa suhu udara dan ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan maturasi skeletal. Hastuti (2005) menambahkan bahwa lingkungan tempat tinggal seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain dalam komposisi dan kelembaban udara, suhu udara, tekanan oksigen, cuaca, topografi, jenis dan

komposisi tanah, habitat dan sebagainya yang kesemuanya menuntut jenis dan aktivitas fisik yang berbeda sehingga akan mempengaruhi bentuk badan dan antropometri seseorang. Salah satu kondisi geografis yang mewakili adalah Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, yaitu suatu daerah yang berada didataran tinggi dengan rentang suhu udara 18-32 C, bercuaca sejuk karena berada pada ketinggian 400 meter diatas permukaan air laut. (Wikipedia, 2013). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut: bagaimana pengaruh kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin pada penutupan apikal gigi molar pertama permanen pada anak usia 9-10 tahun. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin pada penutupan apikal gigi molar permanen pertama melalui pendekatan penilaian radiologis. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran gigi anak terutama dalam bidang preventif dan interseptik ortodontik mengenai pengaruh kadar ion

kalsium dan fosfat dalam urin sebagai refleksi kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah terhadap penutupan apikal gigi molar pertama permanen pada anak usia 9-10 tahun. 2. Untuk Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar aplikasi bagi masyarakat tentang pentingnya kalsium dan fosfat khususnya pada masa pembentukan gigi dan kelainan yang mungkin timbul akibat kekurangan asupan makanan yang mengandung kalsium dan fosfat tersebut pada gigi. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma terhadap proses pembentukan gigi pada berbagai etnis sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti lain, antara lain yaitu: 1. Foley, dkk (2010) menyatakan bahwa kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin menggambarkan kadar ion kalsium dan fosfat dalam darah. Kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin adalah 70% dari kadar ion kalsium dan fosfat dalam darah. 2. Fong, dkk (2009) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses sementogenesis dipengaruhi oleh kadar fosfat plasma. Penyimpangan fenotip sementum berhubungan dengan hipofosfatasia, penurunan kadar kalsium plasma dan menyebabkan kelainan dalam proses pembentukan sementum dan penutupan apikal gigi.

3. Jekl, dkk (2011) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa kadar kalsium dan fosfat dalam darah berpengaruh terhadap proses dentinogenesis gigi, baik pada gigi desidui maupun pada gigi permanen. 4. Ranggard (1994) dalam hasil penelitiannya mengenai hubungan enamel gigi dengan kalsium terionisasi dalam plasma dan hormon paratiroid: penelitian pada gigi desidui manusia dan insisif maksila pada tikus menyatakan bahwa kadar kalsium plasma yang rendah tidak berhubungan dengan penyimpangan pada proses pembentukan gigi. Hasil penelitian pada sampel tikus serupa dengan hasil penelitian pada sampel manusia. 5. Ogawa, dkk (2005) menambahkan bahwa kegagalan proses dentinogenesis pada gigi tidak dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfat dalam plasma tetapi diakibatkan karena kelainan pada odontoblas. Sepengetahuan penulis, para peneliti sebelumnya melakukan penelitian mengenai kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah terhadap proses dentinogenesis dan penutupan apikal gigi. Penulis belum menemukan penelitian mengenai penentuan pengaruh kadar kalsium dan fosfat dalam urin pada penutupan apikal gigi molar pertama permanen.