BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work-Life Balance. pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles, 2006). Gambles

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan tekanan karyawan. Menurut Greenberg dalam Mauladi dan Dihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemasyarakatan di Bali mewajibkan kepada seseorang yang telah berumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, suatu perusahaan akan memiliki peluang yang relatif kecil untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 5. Kesimpulan dan Implikasi

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. individu tersebut. DEPKES RI (1988) Keluarga merupakan unit terkecil dari

BAB I PENDAHULUAN. peran sebagai pekerja. Menurut Undang - Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB V HASIL PENELITIAN. 1. Rekap Tema dan Matriks Antar Tema

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB VII CARA MENGHADAPI MASALAH WORK FAMILY CONFLICT. Walaupun berbagai dampak yang muncul akibat dari masalah work family

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Life Balance. (Clark dalam Fapohunda, 2014), work life balance ini, tentang bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perekonomian keluarga, mengisi waktu luang daripada menganggur,

BAB I PENDAHULUAN. pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Safitri Hamzah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenikmatan dan pelengkap kebahagiaan dalam keluarga. Anak merupakan titipan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selalu mengalami serangkaian perubahan yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut dinamakan perkembangan (Hurlock, 2006). Proses perkembangan terjadi sejak manusia berada di dalam kandungan hingga meninggal. Setiap tahap perkembangan yang dialami manusia memiliki ciri-ciri dan tugas-tugas khusus yang harus dipenuhi. Havighurst (dalam Hurlock, 2006) menyatakan bahwa tugas-tugas perkembangan adalah serangkaian tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan manusia. Keberhasilan dalam memenuhi tugastugas perkembangan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam pelaksanaan tugas berikutnya. Tugas-tugas perkembangan muncul akibat adanya kematangan fisik, tekanan-tekanan budaya dari masyarakat, serta nilai-nilai dan aspirasi individual. Tugas perkembangan yang paling menonjol pada masa dewasa adalah membina rumah tangga dan bekerja. Rumah tangga dan karir sama-sama memiliki nilai yang penting bagi manusia. Kedua tugas perkembangan tersebut terkadang sulit untuk dijalani secara berdampingan sehingga individu terpaksa memilih salah satu dari kedua hal tersebut. Commuter marriage menjadi salah satu solusi bagi permasalahan tersebut. Gerstel dan Gross (dalam Van der Klis, 2009) mendefinisikan commuter marriage sebagai keadaan perkawinan yang terbentuk 1

2 secara sukarela yang mana pasangan sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang berbeda lokasi geografisnya dan mereka terpisah paling tidak tiga malam per minggu selama minimal tiga bulan. Gerstel dan Gross menyatakan bahwa commuter marriage terbagi menjadi dua jenis yaitu, adjusting couple dengan usia pernikahan 0-5 tahun dan established couple dengan usia pernikahan lebih dari 5 tahun. Menurut Gerstel dan Gross adjusting couple cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan established couple. Kepercayaan menjadi masalah terbesar bagi adjusting couple. Sejalan dengan Gerstel dan Gross, McBride dan Bergen (2014) mendefinisikan commuter marriage sebagai suatu keadaan ketika pasangan suami istri tinggal terpisah pada hari kerja (atau lebih dari itu) karena tuntutan karir. Torsina (dalam Margiani, 2013) menyatakan bahwa commuter marriage merupakan pernikahan yang karena alasan khusus menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah, seperti tuntutan pendidikan maupun keadaan ekonomi. Tiga juta enam ratus ribu pasangan menjalani commuter marriage di Amerika Serikat (New York Times) pada tahun 2006. Landesman dan Seward (2013) mengemukakan bahwa pada tahun 2010, 3% dari penduduk dunia yaitu 214 juta orang tinggal di negara berbeda dengan pasangannya. Tiga kali lipat dari jumlah tersebut tinggal di kota yang berbeda dengan pasangannya, namun dalam satu negara. Adanya iklan sebuah produk chatting LINE yang mengangkat tema pernikahan jarak jauh juga menunjukkan bahwa tren commuter marriage saat ini semakin banyak terjadi.

3 Pasangan commuter marriage mulai banyak ditemukan di Indonesia. Semakin banyak pasangan suami istri yang tinggal terpisah sebagai konsekuensi dari pekerjaan mereka. Salah satu dari mereka harus meninggalkan tempat asal mereka demi mengejar karir. Selain karena tuntutan penempatan dari tempat mereka bekerja, ada berbagai faktor lain yang membuat pasangan suami istri tinggal terpisah, seperti penghasilan yang lebih menjanjikan di kota besar. Beberapa pasangan lain tinggal terpisah karena istri yang juga ingin berkarir. Individu harus memiliki keseimbangan antara kehidupan pribadi dan karirnya. Keseimbangan antara kehidupan pribadi dan karir ini biasa disebut dengan work-life balance. Menurut Singh dan Khanna (2011), work-life balance adalah konsep luas yang melibatkan penetapan prioritas yang tepat antara pekerjaan (karir dan ambisi) pada satu sisi dan kehidupan (kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembangan spiritual) di sisi lain. Work-life balance juga dapat diartikan sebagai minimnya konflik atau gangguan antara peran kerja dan non kerja (Frone, 2003). Greenhaus (2003) menyatakan bahwa aspek-aspek dalam work-life balance adalah keseimbangan waktu, keseimbangan peran, dan keseimbangan kepuasan antara perkawinan dan karir. Berbagai penelitian mengenai work-life balance pada karyawan telah dilakukan. Work-life balance berdampak pada berbagai hal, seperti kualitas hidup, stres, intensi untuk meninggalkan pekerjaan, dan well-being. Penelitian yang dilakukan Greenhaus (2003) pada pekerja di bidang akuntansi menunjukkan bahwa work-life balance berhubungan positif dan signifikan dengan kualitas hidup. Semakin tinggi work-life balance seseorang maka semakin tinggi pula

4 kualitas hidup seseorang. Oddle-Dusseau (2011) melakukan penelitian mengenai hubungan antara work-life balance dengan stres, intensi untuk meninggalkan pekerjaan, dan well-being. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara work-life balance dengan stres dan intensi untuk meninggalkan pekerjaan serta adanya hubungan positif antara work-life balance dengan well-being. Semakin tinggi work-life balance maka well-being akan semakin tinggi pula, sedangkan stres dan intensi untuk meninggalkan pekerjaan akan semakin rendah. Work-life balance sulit dicapai oleh pasangan yang menjalani commuter marriage karena adanya jarak secara fisik (Van der Klis, 2009). Karyawan atau pekerja yang menjalani commuter marriage memiliki waktu yang sangat minim bagi keluarganya. Karyawan yang menjalani pernikahan jarak jauh lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk pekerjaan karena mereka umumnya hanya pulang ke tempat tinggal pasangannya pada akhir pekan. Beberapa keluarga yang menjalani commuter marriage bahkan hanya bertemu sekali dalam sebulan atau kurang dari itu. Landesman dan Seward (2013) melakukan penelitian terhadap kepuasan perkawinan pada pasangan commuter mariage di Israel dan Amerika Serikat. Penelitian dilakukan pada beberapa aspek kepuasan perkawinan yaitu kepuasan terhadap pembagian tugas rumah tangga, komunikasi, keterlibatan dengan anak, pendapatan, dan waktu luang dengan pasangan. Secara keseluruhan, pasangan yang tinggal bersama memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan pasangan commuter marriage. Sembilan puluh tiga persen dari pasangan yang tinggal bersama mengaku puas dengan perkawinan mereka,

5 sedangkan 89% dari pasangan commuter marriage merasa puas. Pasangan yang menjalani commuter marriage memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi pada aspek kepuasan terhadap pendapatan dan kepuasan terhadap waktu luang yang dihabiskan dengan pasangan. Jarak yang jauh menyebabkan pasangan suami istri kurang terlibat dan berperan dalam keluarga. Orang tua yang tinggal jauh dari anaknya merasa tidak terlibat dalam mendidik anak mereka. Di samping itu, peran yang berhubungan dengan fisik seperti sentuhan dan pelukan juga tidak bisa dilakukan. Bowlby dan Vornbrock menyatakan bahwa ketidakhadiran secara fisik memunculkan rasa tidak aman (dalam Borelli dkk., 2014). Wawancara dengan tiga orang karyawan yang bekerja di Jakarta dan menjalani commuter marriage menunjukkan bahwa aspek-aspek dalam work-life balance tidak terpenuhi dengan baik. Ketiga orang yang diwawancarai tersebut mengatakan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan mereka. Ketiga karyawan tersebut juga mengatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman dengan keadaan pernikahan jarak jauh yang mereka jalani. Hal ini mengindikasikan rendahnya kepuasan terhadap keadaan pernikahan mereka. Dua dari tiga karyawan merasakan bahwa mereka merasa lebih berperan dalam pekerjaan mereka dibandingkan dalam keluarga. Hal ini dikarenakan jarak secara fisik yang terbentuk dari pernikahan jarak jauh. Perbedaan waktu yang dihabiskan bersama keluarga dibandingkan dengan karir, kepuasan, dan peran antara perkawinan dan karir seperti paparan di atas menunjukkan bahwa pasangan yang menjalani commuter marriage

6 cenderung tidak memiliki keseimbangan antara kehidupan pribadi dan karir atau work-life balance. Meskipun work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage cenderung sulit untuk dicapai, namun ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi work-life balance, baik dari dalam diri sendiri, dari organisasi, maupun dari lingkungan sosial (Polouse, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Malik, dkk. (2010) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan work-life balance. Semakin tinggi dukungan sosial, semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk mencapai work-life balance. Dukungan sosial memiliki pengaruh positif terhadap work-life balance karena dukungan sosial, baik dari atasan maupun dari pasangan, membantu mengurangi konflik dalam keluarga dan pekerjaan (Malik, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Kopp (2013) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang berasal dari rekan kerja dan atasan berhubungan signifikan dengan work-life balance. Semakin tinggi dukungan sosial dari rekan kerja dan atasan, semakin tinggi pula work-life balance karyawan. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut Lee, dkk. (2013) menyatakan bahwa rendahnya dukungan sosial dari keluarga menyebabkan tingginya work-family conflict, yaitu adanya konflik internal seorang individu mengenai perannya dalam keluarga dan pekerjaan. Selain dukungan sosial, faktor dari dalam individu seperti kecerdasan emosi juga dapat meningkatkan work-life balance individu. Sharma (2014) melakukan penelitian terhadap hubungan kecerdasan emosi dengan work-life balance, dengan kecerdasan emosi sebagai variabel bebas dan work-life balance

7 sebagai variabel tergantung. Penelitian yang dilakukan oleh Sharma menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dengan work-life balance. Individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki work-life balance yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Kecerdasan emosi membantu seseorang untuk mengatasi aktivitas sehari-hari secara diplomatis dan dewasa (Akhtarsha, 2014). Seorang karyawan dapat mencapai hasil yang lebih memuaskan dalam karirnya dan dapat memiliki kehidupan rumah tangga yang baik ketika memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan positif dengan work-life balance. Work-life balance adalah hal yang cukup esensial bagi kehidupan seseorang. Work-life balance memiliki dampak pada kehidupan pribadi maupun pada pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Odle-Dusseau, dkk. (2011) menunjukkan bahwa work-life balance memiliki hubungan signifikan dengan kualitas hidup, stres, depresi, dan intensi untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Semakin tinggi work-life balance maka semakin tinggi pula kualitas hidup seseorang, namun semakin tinggi work-life balance, semakin rendah tingkat stres, depresi, dan intensi untuk mengundurkan diri. Work-life balance juga berhubungan dengan kelelahan emosional dan personal learning (Tang, dkk., 2015). Semakin tinggi work-life balance seseorang makan semakin tinggi pula kecenderungan orang untuk mengembangkan dirinya dan semakin rendah tingkat kelelahan emosional individu tersebut. Berbagai dampak yang dihasilkan work-life balance membuat penelitian ini penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk

8 melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kecerdasan Emosi dengan Work-life Balance pada Karyawan yang Menjalani Commuter Marriage. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial dan kecerdasan emosi dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage? 2. Apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage? 3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan kecerdasan emosi dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage. 2. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage. 3. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan masukan dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang sosial dan industri mengenai hubungan antara dukungan sosial dan kecerdasan emosi dengan work-life balance. 2. Manfaat Praktis a. Karyawan yang menjalani commuter marriage Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada karyawan yang menjalani commuter marriage dalam hal meningkatkan work-life balance. b. Peneliti lain Menjadi dasar acuan untuk melakukan kajian atau penelitian dengan tema serupa.