ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA

dokumen-dokumen yang mirip
Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

PERBANDINGAN METODE SUPERVISED DAN UNSUPERVISED MELALUI ANALISIS CITRA GOOGLE SATELITE UNTUK TATA GUNA LAHAN

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISKTIK BACKSCATTER CITRA ALOS PALSAR POLARISASI HH DAN HV TERHADAP PARAMETER BIOFISIK HUTAN DI SEBAGIAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : DERY RIANSYAH A

III. METODE PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak

PEMANTAUAN POLA PENANAMAN PADI MELALUI ANALISIS HAMBURAN BALIK CITRA ALOS PALSAR SCANSAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN BUDURAN, KABUPATEN SIDOARJO, PROPINSI JAWA TIMUR, DENGAN CITRA TERRASAR-X HIGH RESOLUTION

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN L-BAND SAR BERBASIS TEORI DEKOMPOSISI: STUDI KASUS SUBANG ADI YUDHA PRAMONO A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM KARJONO

ISTILAH DI NEGARA LAIN

SIMULASI PEMANFAATAN DATA LOSAT UNTUK PEMETAAN PADI

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Stella Swastika Putri Projo Danoedoro Abstract

Heru Noviar dan Bambang Trisakti Peneliti Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusfatja, Lapan

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Abstrak

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

DAFTAR ISI. . iii PRAKATA DAFTAR ISI. . vii DAFTAR TABEL. xii DAFTAR GAMBAR. xvii DAFTAR LAMPIRAN. xxii DAFTAR SINGKATAN.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: PiSAR-L2, Berbasis piksel, Berbasis obyek, Band tekstur

ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG. Citra Dewi, Armijon, Fajriyanto, Vanessa Paradais, Renanda Andari, Dan Siti Nurul Khotimah

BAB III METODE PENELITIAN

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA JakartaGreen Open Space Analysis using Dual Polarization ALOS PALSAR Satellite Imagery Wida Nindita, Bambang H. Trisasongko, Dyah R. Panuju Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor Jalan Meranti, Dramaga 16680. Bogor, Indonesia. Email: widanindita@yahoo.com Diterima (received): 3-8-2012, disetujui untuk publikasi (accepted): 7-9-2012 ABSTRAK Sebagai salah satu wilayah perkotaan utama di Indonesia, Jakarta memerlukan ruang terbuka hijau. Keberadaan lahan ruang terbuka hijau sangat penting dalam sistem perkotaan karena berperan sebagai penyangga lingkungan. Namun demikian, wilayah ini sering diabaikan karena pembangunan gedung-gedung yang menunjang aktivitas perkotaan memberikan lebih banyak manfaat secara komersial. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pemantauan lahan ruang terbuka hijau di Jakarta. Pada penelitian ini, pemantauan ruang terbuka hijau dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit ALOS PALSAR, utamanya dengan analisis data polarisasi ganda. Analisis ini memungkinkan ekstraksi informasi lebih detil dibandingkan dengan analisis polarisasi tunggal. Data polarisasi ganda juga saat ini merupakan jenis data yang banyak disediakan oleh vendor data. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa tutupan lahan penting pada wilayah perkotaan seperti ruang terbuka hijau berkayu, ruang terbuka hijau pertanian, badan air, permukiman dan permukaan non vegetatif (beraspal atau beton) lainnya dapat dipisahkan dengan cukup baik. Kata kunci: polarisasi ganda, ruang terbuka hijau, Jakarta Indonesia ABSTRACT As one of the major urban areas in Indonesia, Jakarta needs green open space. The presence of green open space is very important in an urban system because it acts as a buffer for urban environment. However, the region is often overlooked as building construction to support urban activities can provide more benefit. Therefore, a mechanism to monitorgreen open space in Jakarta is necessary. In this study, monitoring of green open space was done by using ALOS PALSAR satellite images, mainly using dual polarization data analysis. This analysis enables the extraction of more detailed information than the single polarization analysis. Besides that, data vendors also provide dual polarization more than the single. This study shows that some important land cover in urban areas such as woody green open space, agricultural green open, water bodies, residential and non-vegetative surface (asphalt or concrete) can be well separated. Keywords: dual polarization, green open space, jakarta Indonesia PENDAHULUAN Pertambahan penduduk merupakan suatu fenomena nyata yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan. Bertambahnya penduduk di Indonesia berbanding lurus dengan berkurangnya ruang terbuka hijau. Masalah ini utamanya terjadi pada wilayah perkotaan akibat perbedaan kepentingan antar pihak dalam alokasi ruang pemanfaatan. Pengaruh lahan terbangun di wilayah perkotaan telah banyak ditelaah di dunia, umumnya dikenal dengan kajian Urban Heat Island (UHI). UHI sendiri merupakan isu lingkungan yang telah cukup lama dikemukakan. Salah satu publikasi awal 183

dari fenomena UHI dikemukakan oleh Oke (1973). Implementasi dengan memanfaatkan data penginderaan jauh untuk penelitian UHI dimulai pada awal dekade 1990an, seperti pada penelitian Kim (1992). Di Indonesia, terutama di Jakarta dan sekitarnya, kajian UHI telah dilakukan dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh optik (Panuju et al. 2003). Untuk mengurangi dampak lebih lanjut wilayah perkotaan terhadap lingkungan, diperlukan suatu pemantauan terhadap keberadaan ruang terbuka hijau, terutama pada wilayah kota besar seperti Jakarta. Pemantauan ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai citra penginderaan jauh. Citra optik, sebagai sumber data terbesar, menjadi perhatian utama. Ridd (1995) misalnya, mengemukakan model analisis Vegetation-Impervious Surface-Soil (V-I- S) berdasarkan data optik untuk mengamati morfologi kawasan urban. Namun demikian, aplikasi data optik di wilayah tropika seringkali terkendala oleh liputan awan yang sangat tinggi. Untuk wilayah tersebut, sensor Synthetic Aperture Radar (SAR) sangat diperlukan. Pada penelitian sebelumnya, ujicoba SAR polarisasi tunggal telah diterapkan (Prasetya, 2012). Namun demikian, penelitian tersebut menggunakan polarisasi tunggal yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan identifikasi obyek dan penyediaan data tematik yang diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemantauan terhadap ruang terbuka hijau dengan menggunakan citra SAR polarisasi ganda sebagai upaya untuk memperbaiki hasil penelitian Prasetya (2012). Penelitian ini secara spesifik menggunakan citra ALOS PALSAR yang memiliki ketelitian yang cukup tinggi sehingga dapat memberikan data tematik dengan skala yang lebih detil. Analisis citra dilakukan dengan menggunakan polarisasi penuh (polarisasi HH dan HV) untuk membedakan ruang terbuka hijau dengan tutupan lahan lainnya. Dalam analisis ini, ruang terbuka hijau dibedakan menjadi ruang terbuka hijau kayu dan ruang terbuka hijau non-kayu. METODOLOGI Penelitian ini mengambil lokasi di kota Jakarta yang merupakan daerah yang paling berkembang dan berpenduduk sangat padat sehingga perbandingan proporsi luas ruang terbuka hijau Jakarta dengan wilayah terbangunnya sangat nyata. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah citra ALOS PALSAR polarisasi ganda (FBD) dengan polarisasi HH dan HV. Citra ALOS PALSAR diperoleh dari JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) melalui Penelitian ALOS Pilot Project Phase-2 (RESTEC- LAPAN). Citra PALSAR FBD diperoleh dalam format standar yaitu format CEOS. Data ini dipra-olah terlebih dahulu menggunakan perangkat lunak MapReady 2.3 dengan proyeksi UTM Zone 48S sehingga mendapatkan citra sigma nought. Koreksi gamma nought atau terrain tidak dilakukan mengingat wilayah Jakarta dan sekitarnya merupakan wilayah dengan topografi datar. Gambar berikut menyajikan tampilan masing-masing polarisasi. Masing-masing data diintegrasikan menjadi suatu citra dengan 2 kanal utama. Dengan data tersebut, sebuah tampilan citra komposit semu (pseudocomposite) dapat dibangun dengan spesifikasi sebagai berikut kanal merah: 184

polarisasi HH, kanal hijau: polarisasi HV, dan kanal biru: polarisasi HH. Gambar 1. Polarisasi HV (atas) dan HH (bawah). Citra (c) JAXA-METI. Gambar 2.Citra Komposit ALOS PALSAR dengan kanal merah = HH, hijau = HV, dan biru = HH. Citra (c) JAXA-METI. Dengan spesifikasi kanal tersebut maka ruang terbuka hijau akan terlihat berwarna hijau pada citra. Data spasial tambahan yang digunakan untuk koreksi citra adalah peta dasar berupa jaringan sungai dan jalan wilayah provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Gambar 2 menyajikan kombinasi polarisasi yang membentuk citra komposit. Kegiatan pra-pengolahan lain yang penting adalah dengan melakukan filtering spekel. Pada penelitian ini, filter spekel yang digunakan adalah filter Enhanced Lee dengan jendela 5x5. Definisi jendela sedang dilakukan untuk menghindari spekel yang masih dominan (bila menggunakan jendela terlalu kecil) dan efek blurring pada jendela yang terlalu besar. Pengambilan contoh training dan testing dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak Google Earth yang memiliki citra resolusi tinggi dengan tanggal perekaman yang bersesuaian dengan citra PALSAR. Data contoh diambil dengan ukuran 100 pixel, untuk masing-masing enam jenis tutupan lahan yang diamati, yaitu RTH kayu, RTH pertanian, air, pemukiman tertata, pemukiman tradisional, dan lahan beraspal (tarmac). Setelah pengambilan contoh, data selanjutnya direkam dalam file ASCII dan dilakukan analisis statistika dengan menggunakan perangkat lunak Statistica. Pola contoh yang diperoleh selanjutnya ditelaah secara kuantitatif menggunakan metode Transformed Divergence. Metode ini merupakan metode yang umum digunakan dan tersedia pada hampir semua perangkat lunak analisis citra penginderaan jauh. Untuk memperoleh peta tematik, penelitian ini menggunakan klasifikasi numerik per piksel dengan pendekatan pohon keputusan (decision trees). Berbagai algoritma pohon keputusan dapat ditemukan di literatur. Penelitian ini menggunakan algoritma QUEST (Quick, Unbiased, Efficient Statistical Trees) 185

untuk memperoleh rule dasar bagi pengkelasan masing-masing piksel. Analisis akhir yang dilakukan adalah penghitungan nilai akurasi akhir menggunakan matriks kesesuaian yang didasarkan pada data testing. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis statistika dari citra yang diekstrak dapat ditunjukkan bahwa permukiman tertata memiliki nilai hamburan balik paling tinggi baik pada band 1 (polarisasi HH) maupun band 2 (polarisasi HV), seperti disajikan pada gambar 3. Gambar tersebut juga mengindikasikan bahwa permukiman tertata memiliki perbedaan hamburan balik dengan RTH pertanian maupun RTH nonpertanian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa RTH secara umum mampu dibedakan pada saat analisis menggunakan data polarisasi ganda. Namun demikian, selang amplitudo RTH nonpertanian dengan pemukiman tradisional hampir mirip sehingga relatif sukar dibedakan jika menggunakan band 1 (polarisasi HH) saja. Kondisi yang lebih baik dapat diperoleh bila digunakan band 2 (polarisasi HV). Kondisi ini dapat dipahami dari teori hamburan balik gelombang elektromagnetik dimana interaksi gelombang dengan polarisasi HV cukup khas, dimana vegetasi akan membaurkan sinyal SAR yang datang. Kelas tutupan lahan air dan RTH pertanian memliki nilai amplitudo yang relatif sama pada band 2 (polarisasi HV). Hal ini disebabkan oleh areal pertanian merupakan lahan yang digenangi sehingga gelombang pantul yang dihasilkan mirip nilai amplitudonya dengan amplitudo gelombang pantul dari air. Hal ini juga dipengaruhi oleh penggunaan L-band yang memiliki penetrasi lebih tinggi terhadap kanopi. Kanopi yang terbatas seperti pada vegetasi semusim menjadikan sebagian kanopi tersebut tertembus oleh sinyal L- band sehingga sebagian informasi yang diekstrak adalah berasal dari kondisi tanah tempat tumbuh tanaman. Analisis keterpisahan dapat dimanfaatkan menunjukkan hasil analisis yang lebih kuantitatif. Pada penelitian ini, analisis keterpisahan dilakukan dengan metode transformed divergence. Pada metode ini, masing-masing kelas dibedakan secara langsung dengan salah satu kelas lainnya. Metode transformed divergence memberikan suatu hasil analisis dalam bentuk indeks (tabel 1). Pada tabel tersebut, dapat ditunjukkan bahwa kelas tutupan lahan air dan tarmac (lahan beraspal) memiliki nilai transformed divergence yang cukup rendah. Hal ini menunjukkan bahwa air dan tarmac tidak dapat dibedakan secara nyata dari data polarisasi ganda.nilai transformed divergence berkisar antara 0-2 sehingga apabila nilai transformed devergence mendekati 2 menunjukkan bahwa kedua kelas tersebut dapat dibedakan secara nyata.apabila nilai transformed divergencenya tinggi, metode klasifikasi apapun yang digunakan dapat membedakan kedua kelas tersebut secara nyata.salah satu contoh yang berbeda nyata adalah kelas tarmac dibandingkan dengan kelas pemukiman tertata maupun pemukiman tradisional. Kedua hasil (tarmac vs pemukiman tertata dan tarmac vs pemukiman tradisional) menunjukkan angka yang 186

mendekati 2, artinya kedua kelas tersebut dapat dibedakan secara nyata. RTH pertanian dapat dibedakan secara nyata apabila dibandingkan dengan kelas pemukiman tertata, pemukiman tradisional, maupun RTH non-pertanian. Kesulitan pembedaan RTH pertanian dengan kelas tarmac maupun air adalah karena amplitudo gelombang ketiganya berada pada selang yang hampir sama. RTH non-pertanian dapat dibedakan secara nyata dengan semua kelas tutupan lahan. Hal ini disebabkan oleh gelombang pantul yang diterima oleh satelit memiliki amplitudo yang selangnya berbeda nyata dengan kelas tutupan lahan lainnya mengingat sifat vegetasi berkayu yang membaurkan gelombang elektromagnetik. Mengingat data penunjang dapat diperoleh, maka penelitian ini memanfaatkan pendekatan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Pemanfaatan metode pohon keputusan sangat menguntungkan mengingat metode ini memberikan visualisasi penetapan rule yang jelas dan dapat ditelaah secara visual. Gambar 3 menyajikan skema pohon keputusan yang dibuat oleh algoritma QUEST. Kompleksitas rule yang dibuat oleh QUEST secara umum mengindikasikan kompleksitas definisi penggunaan lahan yang ditetapkan dalam penelitian ini. Rule yang terlalu panjang, secara umum mengindikasikan kesulitan algoritma ini dalam memilah berbagai jenis tutupan lahan dari data yang ada dan terbatas. Hal ini juga telah ditemukan pada penelitian-penelitian terdahulu. Kondisi ini tercermin juga pada akurasi hasil klasifikasi (tabel 2). Penelitian ini menunjukkan bahwa SAR memiliki kelemahan dalam membedakan dua obyek dengan sifat hamburan balik spekular. Pada kasus ini, terdapat dua obyek dengan penciri hamburan spekular yaitu tarmac dan permukaan air yang relatif tenang (yaitu di perairan dangkal). Dengan demikian, dapat dipahami bila kedua jenis tutupan lahan tersebut memiliki akurasi yang rendah bila dipisahkan menjadi dua tutupan lahan yang berbeda. Tabel 1. Analisis keterpisahan (Transformed Divergence) berbasis data training Tarmac Air Pemukiman Tertata Pemukiman Tradisional RTH pertanian RTH nonpertain Tarmac 0.40961682 1.99983136 1.99996695 0.5939903 1.95432153 Air 0.40961682 1.9994577 1.99947967 0.4862124 1.87045919 Pemukiman Tertata 1.99983136 1.9994577 1.47389789 1.96556877 1.84325251 Pemukiman Tradisional 1.99996695 1.99947967 1.47389789 1.99347129 1.54755956 RTH Pertanian 0.5939903 0.4862124 1.96556877 1.99347129 1.56940484 RTH non-pertanian 1.95432153 1.87045919 1.84325251 1.54755956 1.56940484 187

Gambar 3. Rule yang dibangun oleh algoritma QUEST. Tabel 2.Akurasi klasifikasi berbasis data testing. Tarmac Air Teratur Tidak Teratur RTH Pertanian RTH Non Pertanian Tarmac 2.91 100 0 0 65.74 0 Air 5.83 0 0 0 7.41 0 Teratur 0.97 0 73.55 20.39 0 11.54 Tidak Teratur 3.88 0 11.57 73.79 0 11.54 RTH Pertanian 23.3 0 0 0 26.85 0 RTH Non Pertanian 63.11 0 14.88 5.83 0 76.92 yang memiliki pantulan yang khas yaitu pantulan sudut (corner reflection) memiliki pola yang cukup khas dengan kekuatan sinyal balik yang tinggi. Pantulan ini dicirikan dengan rona yang putih pada berbagai polarisasi yang digunakan.ruang terbuka hijau dengan bentuk lahan pertanian terlihat mirip dengan tarmac yang memiliki pantulan spekular. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang yang digunakan adalah L-band yang memiliki daya tembus yang lebih tinggi. Dengan tinggi dan kanopi tanaman yang terbatas seperti pada tanaman pertanian semusim, maka informasi yang diekstrak sebagian besar adalah tutupan lahan latar belakang (soil background), sehingga informasi yang dapat diekstrak dari vegetasi cukup terbatas. Kondisi yang berbeda terlihat di RTH berkayu yang memiliki jenis pantulan baur (diffuse). Pantulan memiliki ciri yang khas yaitu tingkat keabuan yang berada di tengah, terutama pada polarisasi VH atau HV. Contoh klasifikasi di wilayah utara Jakarta disajikan pada gambar 4. 188

kelebihan dalam ketidaksensitifannya dengan kondisi atmosfer. Hal ini sangat penting pada upaya ekstraksi data pada wilayah tropika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa definisi penutupan lahan yang diujikan pada penelitian ini sangat kompleks dan tidak dapat diakomodasikan secara sempurna oleh data SAR polarisasi ganda. Untuk perolehan yang lebih baik, data polarisasi penuh sangat disarankan, terutama pada data yang masih menyimpan informasi beda fase. PUSTAKA Gambar 4. Contoh klasifikasi. Lokasi Jakarta Utara. Kode warna: tarmac=merah; air=biru; permukiman teratur=cyan; permukiman tidak teratur=marun; RTH pertanian=jingga; RTH non pertanian=cyan muda. Tidak semua kelas terwakili pada sub lokasi yang disajikan. Gambar 4 menunjukkan bahwa kompleksitas jenis penutupan lahan masih sangat tinggi untuk data SAR dengan polarisasi yang terbatas. Semakin tinggi kompleksitas tutupan selayaknya diimbangi dengan data SAR dengan polarisasi yang lebih kompleks seperti polarisasi penuh. KESIMPULAN DAN SARAN Ruang terbuka hijau sangat penting bagi suatu wilayah perkotaan yang sehat dan layak huni. Namun demikian, perhatian terhadap ruang terbuka hijau sangat terbatas di Indonesia. Hal ini terkait dengan land rent-nya yang lebih terbatas dibandingkan dengan penggunaan lain yang berasosiasi dengan industri atau komersial. Penelitian awal ini menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau dapat diidentifikasi dengan citra SAR yang memiliki Kim, HH. 1992. Urban Heat Island. International Journal of Remote Sensing 13(12), 2319-2336. Oke, TR. 1973. City Size and the Urban Heat Island. Atmospheric Environment 7(8), 769-779. Panuju, DR, BH Trisasongko, Y Setiawan. 2003. Variasi Spasio Temporal Temperatur Kawasan Urban sebagai Indikator Kualitas Lingkungan. Laporan Penelitian PPLH. Institut Pertanian Bogor. 32p. Prasetya, RA. 2012. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Wilayah Jakarta Menggunakan Citra Satelit ALOS PALSAR. Skripsi. Departemen Imu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Ridd, MK. 1995. Exploring a V-I-S (Vegetation-Impervious Surface-Soil) Model for Urban Ecosystem Analysis through Remote Sensing: Comparative Anatomy for Cities. International Journal of Remote Sensing 16(2), 2165-2185. 189