Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A ALISIS SPASIAL PERUBAHA GARIS PA TAI DI PESISIR KABUPATE SUBA G, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Pasang Surut Analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena pasang surut dilakukan dengan pemetaan daerah berpotensi banjir rob yang di ambil pada pasang tertinggi pada musim barat bulan Desember 2012-Febuari 2013 (Gambar 3). Laut Jawa Blanakan Legonkulon Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut Berdasarkan hasil visualisasi pasang surut pada musim barat bulan Desember 2012-Febuari 2012 dengan ketinggian pasang 0,4256 m. Pada Gambar 3 dapat dilihat daerah yang terendam banjir rob akibat pasang surut tertinggi. 18

19 Daerah yang terendam banjir rob dapat dibedakan dengan warna. Bencana banjir rob terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Anggasari. Sedangkan banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjungtiga, Desa Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa Rawameneng. Warna merah menunjukan daerah yang ketinggian nya <0-0,6 m dpl merupakan daerah yang berpotensi banjir rob karena ketinggian pasang nya mencapai 0,4256 m, daerah yang tidak terkena banjir rob ada pada ketinggian daerah 0,6- >2 m dpl daerah yang tidak berpotensi banjir rob karena ketinggian pasang 0,4256 m sehingga ketinggian pasang nya tidak sampai daerah tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bachtiar dan Novice (2012) besarnya suatu elevasi pasang surut di perairan dengan level tertentu akan memberikan elevasi yang signifikan ketika pasang air tertinggi dari suatu nilai pasang surut diakumulasikan dengan fenomena lain di laut. Daerah yang berpotensi banjir rob mengalami kerugian terbesar yang di akibatkan oleh pasang surut yaitu Desa Legonwetan yang mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak terendam seluas 48,99 Ha, Desa Pangarengan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak seluas 142,97 Ha, Desa Patimban mengalami kerugian pada daerah sawah, pemukiman dan tambak seluas 34,57 Ha, total daerah perdesaan yang berpotensi banjir rob sebesar 1,9% dari luas Kecamatan Legonkulon dan panjang pesisir Kabupaten Subang yang terkena banjir rob mengalami kerugian pada daerah tambak dan pemukiman sepanjang 45,21 km. Dapat dilihat luasan daerah yang berpotensi terkena banjir rob (Tabel 2). Tabel 2. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob karena Pasang Surut air laut di pesisir Kabupaten Subang No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi 1. Legonwetan 789,37 48,99 6,3 2. Pangarengan 2399,95 142,97 6 3. Patimban 1684,41 34,57 2,1

20 Jumlah 4873,73 226,53 Kebanyakan daerah yang mengalami kerugian terbesar pada Kecamatan Legonkulon karena rusak nya dan berubah nya ahli fungsi hutan mangrove menjadi tambak dan pemukiman warga pesisir. Faktor dari daerah Blanakan yang mengalami bencana banjir rob rendah karena hutan mangrove yang berada di pesisir Kecamatan Blanakan masih berfungsi dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Asdak (2004) menyatakan bahwa besarnya banjir tergantung kepada beberapa faktor, diantaranya kondisi-kondisi tanah (kelembaban tanah, vegetasi, perubahan suhu/musim, keadaan permukaan tanah yang tertutup rapat oleh bangunan; batu bata, blok-blok semen, beton, pemukiman/perumahan dan hilangnya kawasan-kawasan tangkapan air/alih fungsi lahan). 4.2 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Gelombang Laut Berdasarkan analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena gelombang laut dilakukan dengan pemetaan daerah berpotensi banjir rob yang di ambil pada gelombang laut tertinggi 1,01 m pada bulan November 2012-Agustus 2013. Pada Gambar 4 menjelaskan bahwa daerah yang berwarna merah menunjukan daerah dengan ketinggian <0-1,0 m dpl merupakan daerah yang berpotensi tinggi terkena banjir rob karena ketinggian gelombang mencapai 1,01 m sehingga daerah yang rendah tergenang banjir rob. Daerah yang tidak terkena banjir rob ada pada ketinggian 1,0- >2 m dpl merupakan daerah tidak berpotensi banjir rob karena ketinggian gelombang mencapai 1,01 m sehingga daerah dengan ketinggian tesebut tidak mengalami bencana banjir rob.

21 Dapat dilihat pada Gambar 4 peta daerah berpotensi banjir rob karena gelombang laut tinggi. Laut Jawa Blanakan Legonkulon Gambar 4. Peta Resiko Banjir Rob Karena Gelombang Laut Pada analisis ini membutikan bahwa faktor penyebab banjir rob karena gelombang laut cukup berpengaruh besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Triatmodjo (1999) bahwa membagi daerah dengan kecepatan angin dapat menimbulkan gelombang yang tinggi dan mampu melintasi daerah yang rendah. Bencana banjir rob terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Legonkulon, Desa Rancadaka, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Anggasari. Sedangkan banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjungtiga, Desa Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa Rawameneng. Hasil dari analisis peta derah berpotensi banjir rob karena

22 Gelombang Tertinggi Daerah Kecamatan Legonkulon mengalami kerugian yang cukup parah seperti terendamnya daerah pemukiman dan tambak milik warga hal tersebut dikarenakan tidak ada nya breakwater atau pemecah gelombang, dan berubah ahli fungsi hutan mangrove menjadi lahan tambak dan pemukiman. Pada Desa Legonwetan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak seluas 58,69 Ha, pada Desa Pangarengan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak seluas 187,49 Ha, pada Desa Patimban mengalami kerugian pada daerah sawah, pemukiman dan tambak seluas 70,94 Ha, pada Desa Anggasari mengalami kerugian pada daerah tambak seluas 4,07 Ha, total daerah perdesaan yang berpotensi banjir rob sebesar 2,8% dari luasan Kecamatan Legonkulon dan pada panjang Pesisir Kabupaten Subang mengalami kerugian pada daerah tambak dan pemukiman sepanjang 46,76 km. Dapat dilihat luasan daerah yang berpotensi terkena banjir rob (Tabel 3). Tabel 3. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob karena Gelombang air laut di pesisir Kabupaten Subang No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi 1. Legonwetan 789,37 58,69 7,5 2. Pangarengan 2399,95 187,49 7,9 3. Patimban 1684,41 70,94 4,2 4. Anggasari 1435,70 4,07 2,9 Jumlah 6309,43 321,19 4.3 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Kenaikan Muka Air Laut Peta pada Gambar 5 merupakan bentuk dari hasil visualisasi peta resiko bencana banjir rob karena muka air laut yang diambil bobot tertinggi pada tahun 2013 dengan kenaikan muka air laut 0,005711 mm/tahun-¹.

23 Laut Jawa Blanakan Legonkulon Gambar 5. Peta Resiko Banjir Rob Karena Kenaikan Muka Air Laut Gambar 5 menjelaskan daerah yang mengalami tejadinya banjir rob sangat sedikit, karena kenaikan muka air laut yang di ambil rata-rata 0,005711 mm/tahun. Sehingga daerah yang berwarna merah dengan ketinggian <0-0,2 m dpl saja yang mengalami tergenangnya banjir rob. Sedangkan daerah yang berada pada ketinggian 0,2- >2 m dpl, merupakan daerah yang aman dari banjir rob atau tidak berpotensi banjir rob. Bencana banjir rob karena kenaikan muka air laut terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Anggasari. Banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjung Tiga, Desa Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa Rawameneng. Hanya ada beberapa kerugian yang di alami oleh warga Kecamatan Blanakan beda hal nya

24 dengan Kecamatan Legonkulon yang mengalami kerugian cukup besar pada Desa Legonwetan mengalami kerugian pada daerah tambak dan pemukiman warga seluas 29,96 Ha, pada Desa Pangarengan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak milik warga seluas 111,68 Ha, pada Desa Patimban mengalami kerugian pada daerah sawah, pemukiman, dan tambak seluas 22,19 Ha, total daerah perdesaan yang berpotensi banjir rob sebesar 1,4% dari luas Kecamatan Legonkulon dan sepanjang pesisir Kabupaten Subang mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak milik warga sepanjang 42,68 km (Tabel 4). Tabel 4. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob karena kenaikan muka air laut di pesisir Kabupaten Subang No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi 1. Legonwetan 789,37 29,96 3,7 2. Pangarengan 2399,95 111,68 4,6 3. Patimban 1684,41 22,19 1,4 Jumlah 4873,73 163,83 Salah satu faktor yang membuat Kecamatan Legonkulon mengalami banjir rob cukup parah yaitu berubah nya fungsi hutan mangrove yang menjadi tambak milik warga dan terjadinya abrasi di sebagian daerah yang berada di Desa Patimban dan Desa Pangarengan. Salah satu faktor yang mengakibat kan daerah Blanakan mengalami kerugian yang rendah adanya hutan mangrove yang masih berfungsi dengan baik dan terjadi nya akresi di daerah yang berada di pesisir Kecamatan Blanakan. Hal tersebut sesuai dengan kenaikan muka air laut dan kenaikan temperatur laut melebihi batas normal dari kemampuan biota laut untuk beradaptasi maka dampak dari kenaikan tersebut dapat merusak ekosistem laut dan ekosistem pantai sehingga muka air laut dapat menggenangi daerah pesisir (Latief, 2007).

25 4.4 Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Dari Pasang Surut, Gelombang, dan Kenaikan Muka Air Laut Gambar 6 merupakan analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena 3 variabel yaitu pasang surut, gelombang, muka air laut. Dapat dilihat pada Gambar 6 hasil dari penggabungan data pasang surut tertinggi 0,4256 m pada musim barat bulan Desember 2012-Febuari 2013, gelombang diambil dari gelombang tertinggi 1,01 m pada November 2012-Agustus 2013, muka air laut di ambil nilai tertinggi 0,005711 mm/tahun-¹. Laut Jawa BLANAKAN LEGONKULON Gambar 6. Peta Resiko Banjir Rob Kabupaten Subang Jawa Barat Pada warna dapat membedakan daerah yang berpotensi terkena banjir rob dan daerah yang tidak berpotensi terkena banjir rob akibat 3 variabel yang terjadi secara bersamaan. Pada warna merah ketinggian <0-1,6 m dpl menunjukan bahwa daerah tersebut berpotensi banjir rob. Pada daerah yang tidak berpotensi banjir rob

26 berada pada ketinggian daerah nya 1,6- >2 m dpl, sehingga daerah ini cukup aman. Bencana banjir rob di pesisir Kabupaten Subang bisa terjadi karena 3 variabel yaitu pasang surut tertinggi, gelombang tertinggi, kenaikan muka air laut tertinggi terjadi di Kecamatan Legonkulon antara lain Desa Patimban, Desa Pangarengan, Desa Legonwetan, Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Anggasari. Banjir rob yang terjadi di Kecamatan Blanakan antara lain Desa Tanjung Tiga, Desa Muara, Desa Langensari, Desa Blanakan, Desa Jayamukti, dan Desa Rawameneng. Daerah yang mengalami kerugian terkena banjir rob antara lain Desa Legonwetan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak seluas 63,38 Ha, pada Desa Pangarengan mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak milik warga seluas 237,67 Ha, pada Desa Patimban mengalami kerugian pada daerah sawah, pemukiman dan tambak milik warga seluas 81,07 Ha, pada Desa Anggasari mengalami kerugian pada daerah tambak milik warga seluas 5,751 Ha, total daerah perdesaan yan berpotensi banjir rob sebesar 3,4% dari luas Kecamatan Legonkulon dan panjang daerah pesisir Kabupaten Subang yang mengalami kerugian pada daerah pemukiman dan tambak sepanjang 48,20 km. Dapat dilihat luasan daerah yang berpotensi terkena banjir rob (Tabel 5). Tabel 5. Luas Daerah yang berpotensi Banjir rob di pesisir Kabupaten Subang No. Desa Luas Desa (Ha) Luas Rob (Ha) % Berpotensi 1. Legonwetan 789,37 63,38 8,1 2. Pangarengan 2399,95 237,67 10 3. Patimban 1684,41 81,07 4,8 4. Anggasari 1435,70 5,751 0,5 Jumlah 6309,43 387,88 Hal ini membuktikan bahwa hasil dari pemantauan berdasarkan penginderaan jarak jauh dapat dipatokan daerah yang ketinggiannya <0 m dpl-1,6 m dpl berpotensi banjir dan daerah dengan ketinggian 1,6 m dpl- >2 m dpl tidak

27 berpotensi banjir rob. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Sugiyanto (2002) yang menyatakan citra-citra satelit ditafsirkan, kemudian dipakai sebagai patokan pemetaan daerah-daerah rawan banjir dan daerah-dearah jalur banjir. 4.5 Evaluasi Tata Guna Lahan Kaitannya Dengan Banjir Rob Pada Gambar 7 memperlihatkan daerah yang mengalami kerugian di Pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat. Laut Jawa Blanakan Legonkulon Gambar 7. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Subang Jawa Barat

28 Daerah berpotensi banjir rob di Kabupaten Subang tidak lepas dari wilayah Peta Tata Guna Lahan untuk mengetahui daerah apa saja yang mengalami kerugian saat terjadi bencana banjir rob seperti pada Gambar 7 yang membedakan dengan warna biru sungai, warna hijau sawah, warna orange pemukiman, warna hijau muda ladang tegalan, warna cream rawa dan tambak, warna garis ungu akresi, warna garis kuning abrasi, warna merupakan daerah yang berpotensi terkena banjir rob, dan warna hijau merupakan daerah tidak berpotensi terena banjir rob. Pada peta Gambar 7 dapat terlihat daerah yang mengalami kerugian seperti daerah pemukiman, tambak, rawa, sawah, dan sungai merupakan daerah yang mengalami kerugian yang cukup signifikan pada daerah kecamatan legonkulon, sedangkan pada kecamatan blanakan hanya mengalami kerugian lebih sedikit dari kecamatan legonkulon, dapat dilihat dengan tanda garis merah bahwa daerah blanakan mengalami kerugian hanya di sebagian pemukiman, rawa, dan tambak. Hal ini dikarenakan pesisir kecamatan blanakan tutupan mangrove nya masih tinggi dan Kecamatan Blanakan berada di teluk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ankiq dan Furqon (2010) akibat kemajuan garis pantai paling besar terjadi oleh karena pada bagian tersebut merupakan sisi bagian dalam dari teluk dipesisir Kecamatan Blanakan dan terdapat anak sungai Ciasem, sehingga memperparah terjadinya sedimentasi. Hal mengindikasikan pada penandaan daerah tata guna lahan yang banyak mengalami kerugian dan risiko bencana terkena genangan banjir rob, daerah yang semakin tinggi tutupan lahannya, maka semakin rentan daerah yang mengalami genangan banjir rob sampai ke pemukiman dan lahan tambak milik warga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irianto (2006) dalam tujuan pengaturan tata guna lahan melalui undang-undang agraria dan peraturan-peraturan lainnya adalah untuk menekan risiko terhadap nyawa, harta benda dan pembangunan di kawasankawasan rawan bencana.

Luas Mangrove (Ha) 29 4.6 Kondisi Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Blanakan Pada analisis dari hasil penelitian Soraya (2012) membuktikan bahwa Ekosistem Mangrove di Kecamatan Blanakan dikelola oleh Komisi Pengelolaan Hutan (KPH) Tegal Tangkil, Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem. Data Luasan mangrove yang terlihat pada potensi sumberdaya mangrove Kecamatan Blanakan adalah data mangrove tahun 1996, 2002 dan 2011. Fluktuasi luas lahan mangrove berkaitan erat dengan besarnya konversi lahan mangrove yang telah terdegradasi karena berubah alih fungsi menjadi tambak dan pemukiman warga. 700 600 500 400 300 200 100 0 1996 2002 2011 Gambar 8. Grafik Luasan Hutan Mangrove Kecamatan Blanakan. Pada Gambar 8 menunjukan bahwa konversi lahan mangrove tertinggi terjadi di desa Tanjungtiga dengan 533 Ha pada tahun 2011, sehingga pengamanan hutan mangrove terjamin dan berlangsung secara kontinyu. Dapat dilihat dari Grafik Gambar 8 membuktikan bahwa luasan hutan mangrove di Kecamatan Blanakan hanya mengalami penurunan sedikit dan masih berfungsi dengan baik harus dijaga kelestarian hutan mangrove yang berada di Kecamatan Blanakan, sehingga daerah Pesisir Kecamatan Blanakan luasan hutan mangrove

Luas Mangrove (Ha) 30 nya masih berfungsi dengan baik dan dapat mengurangi limpasan banjir rob yang berasal dari laut. 4.7 Kondisi Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Legonkulon Kondisi Ekosistem mangrove yang berada di kecamatan Legonkulon dikelola oleh KPH Poponcol, Perum Perhutani BKPH Ciasem Pamanukan. Data Luasan mangrove yang terlihat pada potensi sumber daya mangrove kecamatan Legonkulon adalah data mangrove tahun 1996, 2002 dan 2011, dan ditampilkan dalam gambar 9. 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Tegalurung Mayangan Legon wetan Pangarengan 1996 2002 2011 Gambar 9. Grafik Luasan Mangrove Kecamatan Legonkulon Terlihat pada Gambar 9 rata-rata luasan mangrove di kecamatan Legonkulon yang mengalami penurunan. terjadi penurunan luas hutan mangrove di tahun 2011 yang diakibatkan oleh konversi lahan mangrove menjadi tambak serta penebangan pohon mangrove secara berlebihan sehingga mengakibatkan abrasi di wilayah tersebut. Penurunan tersebut karena tidak adanya pelestarian hutan mangrove yang secara baik dan berkontinyu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soraya (2012) Pengikisan kawasan pesisir terlampau tinggi sehingga terjadi abrasi yang berakhir tanpa hasil disebabkan oleh gelombang yang masuk ke dalam kawasan ekosistem mangrove

31 cukup tinggi. Ombak menggerus kawasan mangrove yang mengakibatkan propagul mangrove yang disemai tidak dapat bertahan lama. Kurang baiknya pelestarian hutan mangrove di pesisir Kecamatan Legonkulon dapat mengurangi fungsi dari mangrove sebagai penahan air limpasan dari laut.