IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

III. BAHAN DAN METODE

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan

J u r n a l A g r o h i t a V o l u m e 1 N o m o r 2 T a h u n

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

: Kasar pada sebelah bawah daun

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

TATA CARA PENELITIAN

III. TATA CARA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI

I. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (ph) optimum untuk pertumbuhan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. KEBERADAAN OPT PADI

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m) memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan petak berjarak pematang lebar (8 m), baik itu pada tanah sawah ataupun pada tanah pematang (Gambar 3). Gambar 3. Populasi total fauna tanah (mesofauna dan makrofauna) di petak dan pematang sawah dengan jarak pematang 4 m dan 8 m. Hasil tersebut disebabkan karena saat petakan sawah berada dalam kondisi tergenang fauna tanah akan bermigrasi ke pematang dan pada saat kondisinya kering fauna tanah cenderung untuk kembali ke petakan sawah. Petak berjarak pematang sempit mempermudah fauna tanah untuk berpindah dari petakan ke pematang dan sebaliknya, sedangkan fauna tanah pada petak berjarak pematang lebar akan mendapatkan kesulitan untuk bermigrasi karena jarak tempuh yang lebih panjang. Kondisi yang tidak nyaman ini membuat populasi fauna tanah menjadi berkurang pada petak berjarak pematang lebar.

26 Hasil yang disajikan pada Gambar 3, menunjukkan bahwa total fauna tanah banyak terdapat pada pematang sawah. Hal demikian terjadi karena pematang sawah menjadi lingkungan yang lebih disukai oleh fauna tanah karena kondisinya yang lebih aerob dibanding lahan yang tergenang sehingga banyak fauna tanah yang bermigrasi ke lingkungan yang lebih kering seperti pematang sawah tersebut. Saat kondisi tergenang mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen dalam tanah (anaerob) yang dapat membatasi keberadaan dan pergerakkan fauna tanah dalam lingkungan tersebut. Kandungan oksigen dapat mempengaruhi pergerakkan fauna tanah secara horizontal maupun vertikal (Szujecki, 1987 dalam Lantifah, 2002). Hal ini pun sesuai dengan pernyataan Widyastuti (2002) bahwa pada kondisi yang tidak tergenang (aerob) akan memiliki jumlah fauna tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang tergenang (anaerob). Dalam penelitian ini, tanaman kedelai yang ditanam pada setiap pematang di sekitar petakan berperan dalam memberikan naungan bagi fauna tanah. Kondisi ini berpengaruh dalam meningkatkan jumlah fauna tanah karena tanaman kedelai terutama akarnya merupakan sumber bahan organik bagi fauna tanah, sehingga banyak fauna tanah yang berada di pematang tersebut. Alasan lain adalah karena permukaan tanah dengan penutupan yang baik berupa vegetasi (seperti tanaman kedelai pada penelitian ini) memberikan efek positif pada peningkatan kandungan hara tanah sehingga tanah akan lebih produktif, memperbaiki dan menstabilkan struktur tanah, mempertahankan kondisi tanah dan air serta menyediakan cadangan air tanah sehingga cara tersebut mampu meningkatkan jumlah fauna tanah pada pematang. Selain itu, penutupan permukaan tanah pada pematang dengan tanaman kedelai mampu menambah penghasilan petani selain padi sebagai hasil utama sehinga mampu memperbaiki ekonomi petani. Total fauna tanah pada kedua level perlakuan tersebut cenderung mengalami peningkatan dari waktu satu ke waktu lainnya, yaitu hari ke-0 (H-0), hari ke-30 (H-30), hari ke-60 (H-60), dan hari ke-90 (H-90), (Tabel 1). Total fauna tanah pada petak sawah pematang 8 m, pematang sawah 4 m, dan pematang sawah 8 m memiliki jumlah yang semakin meningkat dari H-0 sampai H-90. Namun, total fauna tanah pada petak sawah pematang 4 m tidak seperti yang lain yaitu mengalami penurunan jumlah pada H-90. Jumlahnya pada H-0 sebesar

27 301 individu/m 2, H-30 sebesar 2241 individu/m 2, pada H-60 sebesar 16206 individu/m 2, namun pada H-90 jumlahnya turun menjadi 7511 individu/m 2 (Tabel 1). Hal tersebut mungkin disebabkan karena sifat dari fauna tanah (mesofauna dan makrofauna) yang dinamis yang mampu bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan tidak selamanya kelompok fauna tanah tertentu hanya terkonsentrasi pada satu tempat (titik). Tabel 1. Jumlah total fauna tanah (individu/m 2 ) di petak sawah dengan jarak pematang 4 m dan 8 m pada hari ke-0, 30, 60, dan 90. Lokasi Jarak Pematang (m) Waktu Pengamatan (hari) 0 30 60 90 Petakan Sawah 4 301 2241 16206 7511 8 344 1636 2371 4051 Pematang Sawah 4 431 862 5344 18706 8 431 2198 6164 10818 Pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa jumlah fauna tanah tertinggi terdapat pada pematang sawah di sekitar petak 4 m pada periode H-90 yaitu sebesar 18706 individu/m 2. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hal ini disebabkan karena fauna tanah lebih menyukai kondisi tanah yang lebih aerob dibandingkan anaerob, selain itu disebabkan juga karena pematang ditumbuhi oleh tanaman kedelai dimana tanaman ini dapat memberikan naungan bagi fauna tanah sehingga jumlahnya akan lebih berlimpah. Kelompok mesofauna dan makrofauna yang didapat pada penelitian ini memiliki hasil yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Kelompok mesofauna pada petak berjarak pematang sempit sebesar 10215 individu/m 2, nilai tersebut lebih tinggi dari petak berjarak pematang lebar, yaitu sebesar 4052 individu/m 2. Namun, kelompok mesofauna pada pematang sawah 4 m memiliki nilai yang lebih rendah dari pematang sawah 8 m, dimana masing-masing bernilai 5086 individu/m 2 dan 8061 individu/m 2. Berbeda dengan kelompok mesofauna, kelompok makrofauna memiliki hasil yang seragam untuk kedua level perlakuan. Petak berjarak pematang lebar (8 m) memiliki total makrofauna tanah yang lebih rendah dari petak berjarak pematang sempit (4 m), baik pada petak sawah ataupun pematang di sekitar petak

28 sawah tersebut. Kelompok makrofauna tanah pada petak berjarak pematang 4 m sebesar 16044 individu/m 2, sedangkan petak berjarak pematang 8 m sebesar 4350 individu/m 2. Sementara kelompok makrofauna tanah pada pematang sawah 4 m sebesar 20257 individu/m 2, dan pematang sawah 8 m memiliki total makrofauna tanah sebesar 11550 individu/m 2. Secara keseluruhan kelompok makrofauna tanah pada kedua level perlakuan memiliki nilai yang lebih tinggi dari kelompok mesofauna, baik pada petak sawah ataupun pematang sawah (Gambar 4). Makrofauna tanah tersebut didominasi oleh kelompok fauna tanah dengan ordo Hymenoptera dan Coleoptera. Rendahnya jumlah total mesofauna dan makrofauna tanah pada petak sawah berjarak pematang 8 m, diduga disebabkan karena fauna tanah sedang bermigrasi ke pematang sawah. Hal tersebut dapat dibuktikan dari tingginya jumlah total mesofauna dan makrofauna tanah pada pematang sawah 8 m (Gambar 4). (a) Gambar 4. Populasi total fauna tanah di petak dan pematang sawah dengan jarak pematang 4 m dan 8 m : (a) kelompok mesofauna, (b) kelompok makrofauna. 4.1.2. Keragaman Fauna Tanah Penelitian ini mendapatkan 25 kelompok fauna tanah yaitu Acari, Collembola, Symphyla, Hymenoptera, Coleoptera, larva Coleoptera, Psocoptera, Pauropoda, Diptera, larva Diptera, Diplura, Araneae, Apaincridhum, Plecoptera, Lepidoptera, Odonata, Zoraptera, Ceratopogonidae, Pseudoscorpione, Scorpiones, Hemiptera, Shiponaptera, Trichoptora, Orthoptera, dan Oligochaeta. (b)

29 Secara keseluruhan nilai indeks keragaman pada masing-masing level perlakuan yang dihitung dengan Shannon s Diversity Index yang menggambarkan banyaknya taksa/kelompok dalam suatu habitat, memiliki nilai keragaman rendah (<1.5) menurut Magurran (1987). Petak sawah berjarak pematang 8 m memiliki nilai indeks keragaman tertinggi (1.34) dan pematang sawah 4 m memiliki nilai indeks keragaman terendah (1.07), (Tabel 2). Rendahnya nilai indeks keragaman fauna tanah yang didapat pada penelitian ini, diduga disebabkan karena rendahnya variasi jenis bahan organik yang tersedia sehingga jenis fauna tanah yang ditemukan menjadi kurang beragam. Selain itu, Wallwork (1976) menyatakan bahwa pertanian monokultur akan menyebabkan menurunnya keragaman fauna tanah pada lahan tersebut. Tabel 2. Nilai indeks keragaman fauna tanah pada budidaya padi di petak sawah dan pematangnya Lokasi Jarak Pematang (m) Indeks Keragaman (H ) Petak Sawah 4 1.33 8 1.34 Pematang Sawah 4 1.07 8 1.15 Pada Gambar 3 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi fauna tanah pada petak sawah berjarak pematang 4 m paling tinggi (26259 individu/m 2 ) namun memilki indeks keragaman yang lebih rendah (1.33) dibandingkan petak sawah berjarak pematang 8 m (1.34) dengan populasi hanya sebesar 8402 individu/m 2. Begitu juga dengan indeks keragaman fauna tanah pada pematang sawah 4 m yang memiliki nilai paling kecil (1.07) padahal populasinya jelas lebih tinggi (25343 individu/m 2 ) dari petak sawah berjarak pematang lebar, sama halnya dengan indeks keragaman pematang sawah 8 m (1.15) yang lebih rendah dengan populasi sebesar 19611 individu/m 2. Hal tersebut (populasi tinggi namun indeks keragaman rendah) dapat disebabkan oleh adanya dominasi fauna tanah tertentu dalam suatu habitat. Menurut Cover and Thomas (1991), nilai indeks keragaman akan maksimal ketika semua individu yang ada dalam suatu habitat terwakili secara merata. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diperkirakan bahwa individu fauna tanah pada petak sawah berjarak pematang 8 m tersebar secara merata di

30 habitatnya, sehingga indeks keragamannya pun menjadi yang paling besar dibanding yang lainnya. Pada penelitian ini didapatkan juga hasil taksa dengan individu fauna tanah yang dominan (N 1 ) dan sangat dominan (N 2 ) yang dihitung dengan Hill s Diversity number. Taksa dengan individu fauna tanah yang dominan (N 1 ) tertinggi terdapat pada petak sawah berjarak pematang 4 m yaitu sebanyak 4 taksa dan terendah terdapat pada pematang sawah 4 m yaitu sebanyak 2 taksa (Tabel 3). Tabel 3. Taksa fauna tanah dominan (N 1 ) di petak sawah dan pematangnya Lokasi Jarak Pematang (m) Taksa Petak 4 Collembola, larva Diptera, Hymenoptera, Coleoptera Sawah 8 Collembola, Acari, larva Coleoptera Pematang 4 Hymenoptera, Acari Sawah 8 Hymenoptera, Acari, Collembola Sementara untuk taksa dengan jumlah individu sangat dominan (N 2 ) didapat hasil yang berbeda antara petak sawah dan pematangnya. Pada kedua petak sawah, taksa yang sangat dominan adalah Collembola dengan populasinya masing-masing 9957 individu/m 2 (petak sawah dengan pematang sempit) dan 3103 individu/m 2 (petak sawah dengan pematang lebar), (Tabel 4). Wallwork (1976) menyebutkan bahwa pada areal pertanian akan ada beberapa jenis fauna tanah yang menghilang dan terjadi reduksi pada jumlah Acari dan Collembola. Fauna tanah yang menghilang pada lahan pertanian akan mempengaruhi rantai dan jaringan makanan pada lingkungan tanah. Makrofauna tanah yang ditemukan didominasi oleh fauna tanah yang bersifat predator meskipun ada juga yang merupakan pemakan serasah, fungi, dan humus. Sedangkan pada kedua pematang sawah, taksa yang sangat dominan adalah Hymenoptera dengan populasinya masing-masing 17802 individu/m 2 (pematang sawah 4 m) dan 7112 individu/m 2 (pematang sawah 8 m), (Tabel 4). Hymenoptera merupakan makrofauna tanah yang muncul pada hampir setiap sampel dan termasuk predator bagi fauna tanah lain yang berukuran lebih kecil (Coleman et al., 2004). Dominannya makrofauna tanah yang berperan sebagai predator dapat disebabkan oleh adanya perakaran tanaman yang berkembang

31 dengan baik, dimana perakaran yang baik menjadi sumber bahan organik bagi mikrob yang pada akhirnya akan merangsang perkembangan fauna tanah yang bersifat predator. Tabel 4. Taksa fauna tanah yang sangat dominan (N 2 ) di petak sawah dan pematangya Lokasi Jarak Pematang (m) Taksa Jumlah (individu/m2) Petak Sawah 4 Collembola 9957 Pematang Sawah 8 Collembola 3103 4 Hymenoptera 17802 8 Hymenoptera 7112 Taksa Oligochaeta sangat jarang ditemui pada penelitian ini. Padahal menurut Richards (1974), cacing tanah (Oligochaeta) termasuk fauna tanah yang menyukai habitat yang basah. Tidak ditemukannya baik cacing tanah (Oligochaeta) pada lahan penelitian diduga disebabkan oleh jenis bahan organik yang tersedia kurang disukai oleh jenis fauna tanah tersebut. Selain itu, bisa disebabkan juga oleh sifat dari Oligochaeta yang sangat dinamis dalam tanah dan sangat peka oleh adanya sedikit pergerakkan di tempat mereka berada. Menurut Wulandini (1997) dalam Lantifah (2002), hakikatnya masing-masing fauna tanah memiliki karakteristik lingkungan hidup yang berbeda-beda satu sama lain sehingga mempengaruhi kelimpahannya di dalam tanah. Berdasarkan pendapat tersebut, mungkin kelimpahan Oligochaeta pada lahan penelitian ini memang sedikit karena karakteristik lingkungan di dalam tanah yang kurang sesuai sebagai habitat mereka. 4.1.3. Biomassa Fauna Tanah Biomassa adalah ukuran berat (massa) seluruh organisme (materi hidup) di suatu habitat pada waktu tertentu yang diukur dalam satuan gram (g). Biasanya hanya diambil sedikit sampel dengan tujuan menghindari kerusakan habitat, selanjutnya sampel tersebut diukur, kemudian dihitung total seluruh biomassa. Biomassa total fauna tanah yang didapat dari penelitian ini berurut dari yang tertinggi sampai terendah yaitu pada petak sawah berjarak pematang sempit (4 m) sebesar 11.7 g, pematang sawah 4 m sebesar 10.8 g, pematang sawah 8 m sebesar 6.4 g, dan petak sawah berjarak pematang lebar (8 m) sebesar 2.3 g (Gambar 5).

32 Petak sawah berjarak pematang 4 m mempunyai nilai biomassa yang paling besar, ini sesuai karena populasi totalnya (mesofauna dan makrofauna tanah) juga yang paling besar diantara perlakuan yang lain. Biomassa fauna tanah akan semakin besar jika jumlah fauna tanahnya pun semakin banyak. Gambar 5. Total biomassa fauna tanah di petak dan pematang sawah dengan jarak pematang 4 m dan 8 m.

33 (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) Gambar 6. Beberapa contoh fauna tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian : (i) Araneae (Spiders); (ii) Symphyla; (iii) Symphyla dengan berbagai ukuran; (iv) Collembola (Entomobryidae); (v) larva Coleoptera; (vi) Diplura; (vii) Acari; (viii) Collembola (Neelidae); dan (ix) Coleoptera.

34 4.2. Produktivitas Padi Produktivitas tanaman dapat diukur dari beberapa komponen diantaranya hasil panen (ton/ha), persentase gabah isi dan hampa, dan bobot gabah 1000 butir. Secara umum hasil produksi padi pada penelitian ini adalah 5.08 ton/ha untuk petak sawah berjarak pematang 4 m dan 4.96 ton/ha untuk petak sawah berjarak pematang 8 m. Bila dilihat perbandingan hasil kedua perlakuan tersebut memang tidak terlalu berbeda jauh namun pengaruh modifikasi jarak pematang sawah yang dibuat terhadap hasil yang didapat cukup berpengaruh karena hasil pada petak sawah berjarak pematang sempit terbukti lebih tinggi dibandingkan petak sawah berjarak pematang lebar (Gambar 7). Gambar 7. Produktivitas padi (ton/ha) pada petak sawah berjarak pematang 4 m dan 8 m. Produktivitas tanaman dapat juga dilihat dari persentase gabah isi dan hampa serta bobot dari 1000 butir gabah. Persentase gabah isi pada petak sawah berjarak pematang 4 m sebesar 82.64%, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan petak sawah berjarak pematang 8 m yaitu sebesar 76.39 %. Sebaliknya, persentase gabah hampa pada petak sawah berjarak pematang 8 m lebih tinggi dibandingkan petak sawah berjarak pematang 4 m yaitu masing-masing sebesar 23.61 % dan 17.36% (Gambar 8). Tingginya jumlah gabah hampa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Siregar (1981), kekurangan air pada waktu tanaman padi mulai berbulir bisa menimbulkan matinya primordia ataupun jika primordia

35 tidak mati, bakal bulir gabah akan banyak mengalami kekurangan zat hara sebagai sumber makanan yang menyebabkan bulir gabah menjadi hampa. Selain itu, tingginya jumlah gabah hampa dapat juga disebabkan oleh serangan hama walang sangit pada lahan penelitian saat fase keluar malai sampai matang susu. Sementara untuk bobot dari 1000 butir gabah pada petak sawah berjarak pematang 4 m lebih tinggi dari petak sawah berjarak pematang 8 m yaitu masingmasing sebesar 26.87 gram dan 26.29 gram (Gambar 9). Suplai hara N, P, dan K bagi tanaman padi dapat mempengaruhi bobot 1000 butir gabah yang dihasilkannya. Unsur N pada pertanaman dibutuhkan untuk menaikkan jumlah bulir tiap malai dan meningkatkan bobot gabah, sedangkan unsur P berperan dalam suplai dan transfer energi seluruh proses biokimia tanaman padi, salah satunya yaitu mempercepat proses pemasakan dan mendorong perkembangan gabah sehingga memberi nilai yang tinggi terhadap kualitas dan bobot gabah (De Datta, 1981). Sementara unsur K dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukkan gula, zat tepung, dan protein sehingga akan dihasilkan bobot 1000 butir gabah yang lebih tinggi apabila unsur tersebut tersedia secara berimbang pada tanaman (Taslim et al., 1993). Hasil yang telah dipaparkan tersebut, dapat membuktikan kembali bahwa produktivitas hasil produksi pada petak dengan jarak pematang 4 m lebih baik dibandingkan petak dengan jarak pematang 8 m. Gambar 8. Rata-rata gabah isi dan hampa (%) pada petak sawah berjarak pematang 4 m dan 8 m.

36 Gambar 9. Bobot gabah 1000 butir di petak sawah berjarak pematang 4 m dan 8 m. 4.3. Hama Tanaman Padi Hasil produksi tanaman padi pada penelitian ini tergolong kurang maksimal, karena GKG (gabah Kering Giling) yang dihasilkan kurang dari rata-rata hasil varietas Ciherang yaitu sebesar 6.0 ton/ha. Selain itu, bobot gabah 1000 butir yang diperoleh pada peneitian ini lebih rendah dari bobot 1000 butir varietas Ciherang yang sebesar 28 gram. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya hama pada lahan penelitian. Hama-hama tersebut antara lain belalang, keong emas, penggerek batang, dan walang sangit. Belalang menyerang tanaman padi saat umur tanaman relatif masih muda, pada saat itu tanaman sangat rentan akan serangan hama belalang. Belalang merusak tanaman padi pada bagian daunnya dan berdampak pada terganggunya proses fotosintesis. Akibatnya daun tanaman menjadi rusak dan batang tanaman banyak yang mati sehingga pertumbuhan tanaman pun menjadi sangat terhambat. Kondisi ini dikendalikan dengan aplikasi pestisida nabati secara berkala dan mengambilnya satu per satu secara manual. Pemberian pestisida nabati ini mampu mengurangi jumlah hama belalang yang menyerang pada lahan tanam. Keong mas merupakan hama yang menyerang tanaman padi sejak awal tanam yaitu saat tanaman baru dipindahkan dari persemaian ke petak percobaan sampai dengan umur tanaman 3 MST, saat itu batang padi masih sangat muda.

37 Setelah itu serangan keong mas mulai menurun. Keong mas bersifat aktif pada air yang mengggenang. Hama ini memakan pangkal batang padi dengan cara memotongnya, sehingga menyebabkan tanaman rusak dan hilangnya bibit yang sudah ditanam. Kondisi ini dikendalikan dengan cara manual, yaitu dengan mengambil keong mas dan menghancurkan telur-telurnya yang berwarna merah muda dan suka menempel pada batang tanaman padi. Hama penggerek batang adalah hama yang ulatnya hidup di dalam batang padi. Sistem kerja hama ini adalah dengan memutuskan organ batang padi dari dalam sehingga aliran hara dari tanah berhenti dan tidak sampai ke pucuk daun. Ini menyebabkan batang padi yang terinfeksi tersebut menjadi mati. Hama ini menyerang tanaman padi pada semua fase. Pada fase vegetatif berakibat pada anakan padi yang menjadi coklat dan kemudian mati. Sedangkan pada fase generatif mengakibatkan malai menjadi kosong dan berwarna putih. Namun serangan hama ini cukup sedikit. Kondisi lahan pada padi budidaya S.R.I. yang tidak tergenang air menyebabkan hama ini dapat hidup dengan baik pada batang padi yang dekat dengan tanah. Kondisi ini dikendalikan dengan penggenangan lahan selama beberapa saat untuk mematikan ulat hama penggerek batang. Walang sangit menyerang tanaman padi dengan cara menghisap cairan bulir padi yang masih masak susu. Hal ini berakibat bulir padi menjadi hampa dan berwarna coklat. Pengendalian dilakukan dengan cara manual yaitu mengambilnya satu per satu. Serangan hama-hama tersebut berakibat terhadap kurang sesuainya hasil produksi yang diharapkan karena mampu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.