BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan

dokumen-dokumen yang mirip
Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Sovereign Bond Spread Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus menerbitkan nilai sekuritas sebagai salah satu faktor

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan Amerika pada beberapa tahun terakhir telah membawa dampak runtuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Keberlanjutan fiskal menurut Adams et al. (2010) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana. Pasar modal dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja

BAB I PENDAHULUAN. Objek dari penelitian ini adalah perusahaan multifinance di Indonesia.

Materi 4 Pemilihan Portfolio. Prof. Dr. DEDEN MULYANA, SE.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2010 Japan Credit Rating Agency Ltd. merevisi naik peringkat

BAB I PENDAHULUAN. panjang dalam memperoleh benefitnya. Investasi di Indonesia dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MATERI 5 PEMILIHAN PORTOFOLIO

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. lapangan usaha perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Menurut Mankiw

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang mempunyai

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejarah perkembangan obligasi di Indonesia ini berawal dari Pemerintah Orde

BAB I PENDAHULUAN. bahwa investor pemegang obligasi memberikan pinjaman utang bagi emiten

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, REKOMENDASI, DAN IMPLIKASI. untuk melihat pengaruh antara rasio pengungkit, ukuran perusahaan, cakupan,

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal 2012 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pasar modal merupakan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

PRUlink Quarterly Newsletter

RUANG FISKAL DALAM APBN

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak yang

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa

UTANG PEMERINTAH EKONOMI POLITIK KEBIJAKAN FISKAL

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. negara melalui kekuatan swasta dan mengurangi beban negara (Samsul, 2006:43).

BAB I PENDAHULUAN. lain. Seperti yang terjadi pada saat krisis keuangan Subprime Mortage yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4.

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar keuangan Indonesia telah mengalami pemulihan yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat pada sektor pasar modal syariah. Semakin banyaknya nilai

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas di Asia (ASEAN Free Trade Area) untuk negara-negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih kompleks diperlukan juga dengan tujuan untuk pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang

I. PENDAHULUAN. Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Era globalisasi telah menghapuskan batasan bagi perusahaan dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas)

BAB I PENDAHULUAN. tapak maupun apartemen yang dibangun oleh pengembang. Keputusan Bank Indonesia untuk menaikan Down Payment untuk kredit

LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

DAFTAR ISI. 2.r. vii profil Suku Bunga Surat 25 Utang Negara. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1.

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

1. Tinjauan Umum

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal di Indonesia saat ini semakin berkembang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis keberlanjutan fiskal ( fiscal sustainability) merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (BEI) merupakan satu-satunya pasar modal yang ada di Indonesia

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

BAB II LANDASAN TEORI

profitabilitas, rasio likuiditas, rasio aktivitas, dan rasio solvabilitas. Salah satu indikator penting dalam penilaian prospek sebuah perusahaan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Tingkat inflasi Cina pada Januari 2012 meningkat lebih tinggi menjadi 4,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 4,1 persen.

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

GLOBAL OUTLOOK 1 DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Para investor menanam modal dengan tujuan untuk memperoleh manfaat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana ( issuer). Pasar modal

I. PENDAHULUAN. penting. Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang memiliki. kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana dengan cara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko gagal bayar dari sebuah negara dapat diukur melalui premi risiko dari surat utangnya yang dapat dilihat dari sovereign bond spread 1. Sovereign bond spread merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan menunjukkan perbedaan biaya yang harus ditanggung karena risiko dari surat utang yang diterbitkan. Semakin tinggi kemungkinan gagal bayar maka sebuah negara cenderung memiliki sovereign bond spread yang besar dan sebaliknya, negara dengan kemungkinan gagal bayar rendah akan memiliki sovereign bond spread yang rendah. Sovereign bond spread suatu negara biasanya memiliki tren yang searah dengan harga Credit Default Swap (CDS) dari surat utang negara tersebut, hal ini menandakan bahwa semakin besar risiko dari surat utang negara akan berimplikasi pada semakin besar biaya untuk menanggung risiko. Hubungan sovereign bond spread dan risiko gagal bayar juga tercermin melalui credit rating yang diberikan oleh perusahaan pemeringkat. Obligasi yang memiliki klasifikasi dengan standar tinggi biasanya memiliki sovereign bond spread yang rendah dan sebaliknya obligasi yang memiliki klasifikasi junk bond memiliki sovereign bond spread yang lebih tinggi. 1 Sovereign bond spread adalah premi risiko dari sovereign bond yang dihitung dari selisih antara tingkat pengembalian surat utang dari sebuah negara dan tingkat pengembalian surat utang negara yang dianggap negara bebas risiko. (ECB, 2013) 1

Kondisi fiskal dan keputusan mengenai kebijakan fiskal oleh pemerintah memiliki peran dalam penentuan credit rating dan sovereign bond spread. Negara dengan gagal bayar seperti Yunani obligasinya memperoleh peringkat credit rating yang sangat rendah, Yunani memperoleh Caa3 dari Moody s (Moody s, 2013). Peringkat yang buruk dari obligasi Yunani tersebut akibat dari krisis utang yang menyebabkan berbagai ketidakpastian akan pengembalian dana. Beberapa negara yang kondisi fiskalnya menurun seperti Italia dan Spanyol juga mendapat penurunancredit rating. Pasar cenderung sangat sensitif terhadap perilaku pemerintah dan isu kebijakan fiskal pemerintah, dimana hal tersebut terkait dengan ekspektasi tingkat pengembalian di masa depan. Kebijakan fiskal pemerintah dianggap sebagai salah satu faktor utama sebagai penentu sovereign bond spread. Kemampuan pembayaran dimasa depan erat kaitannya dengan seberapa besar melakukan pembiayaan dengan utang, dan untuk apa utang tersebut digunakan. Semakin besar utang yang dimiliki suatu negara tanpa berbanding lurus dengan pemasukan dan produktifitasnya akan mendorong sovereign bond spread yang besar. Pengalokasian di pos yang produktif yang menjanjikan pengembalian pada perekonomian di masa yang akan datang akan memberikan dorongan untuk sovereign bond spread yang lebih kecil, dan sebaliknya pengalokasian di pos yang konsumtif dengan keadaan defisit fiskal yang besar akan mendorong sovereign bond spread yang lebih besar. Banyak studi yang menghubungkan antara sovereign bond spread dengan fundamental fiskal sebuah negara. Studi sebelumnya Maltriz (2012), Heinemann dkk.(2014), Bernoth dkk.(2012)menemukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel fiskal seperti utang pemerintah dan defisit anggaran terhadap sovereign bond spread di Negara-Negara Eropa. Selanjutnya Oliveira dkk.(2012) yang melakukan 2

penelitian terhadap Negara-Negara Eropa, menemukan bahwa variabel spesifik seperti belanja subsidi, belanja modal juga signifikan mempengaruhi sovereign bond spread. Sedangkan Baldacci dkk. (2008), dengan menggunakan sampel 30 negara berkembang, menemukan bahwa komposisi belanja untuk investasi publik memberikan kontribusi untuk sovereign bond spread lebih rendah selama posisi fiskal tetap berkelanjutan dan defisit fiskal tidak dalam keadaan buruk. Lebih lanjut, menurut Min (1989) dan Baldacci dkk. (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi sovereign bond spread dapat diklasifikasikan secara umum menjadi empat kelompok yaitu: (i) solvabilitas 2 dan likuiditas 3,(ii) fundamental ekonomi, (iii) kondisi keuangan global, dan (iii) fundamental fiskal. Dari studi empiris terdahulu, pemilihan negara dan periode penelitian memberikan temuan yang berbeda terhadap faktor penentu sovereign bond spread, namun variabel utang pemerintah hampir selalu mempengaruhi sovereign bond spread. Tabel 1.1 Credit Rating Indonesia, 2004-2013 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 S&P B B B+ BB- BB- BB- BB BB+ BB+ BB+ Moody s B2 B2 B2 B1 Ba3 Ba3 Ba2 Ba1 Baa3 Baa3 Fitch B B+ BB- BB- BB- BB BB+ BB+ BBB- BBB- Sumber: DJPU (2013) 2 Solvabilitas adalah kemampuan suatu institusi untuk memenuhi seluruh kewajibannya. (Quiry dkk., 2011) 3 Likuiditas adalah kemampuan suatu institusi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. (Quiry dkk., 2011) 3

Setelah terpuruk semenjak krisis 1998, Credit rating Indonesia mengalami perbaikan dari tahun 2004 (lihat tabel 1.1). MenurutS&P credit rating Indonesia tidak mengalami kenaikan peringkat dari 2006 2008 dikarenakan kondisi keuangan global yang kurang baik berpengaruh pada ekspektasi pasar. Hingga 2013 S&P belum memberikan predikat investment grade pada surat utang Pemerintah Indonesia. Meski sempat diam ditempat, pada tahun 2012 Indonesia memperoleh peringkat investment grade dari Fitch dan Moody s. Menurut Laporan Perekonomian Indonesia oleh Bank Indonesia, pada tahun 2005 besarnya subsidi BBM yang harus disediakan pemerintah dengan tingginya harga minyak dunia telah pula menimbulkan sentimen negatif para pelaku pasar terhadap sustainabilitas kondisi fiskal Indonesia ditambah kinerja perekonomian yang buruk membuat sovereign bond spreadterdorong naik pada tahun 2005. Dari grafik 1.1 ditunjukkan sovereign bondspread semakin menurun setelah tahun 2009 setelah sempat mengalami kenaikan yang diakibatkan oleh krisis keuangan global yang mendorong investor untuk memindahkan dananya kepada aset yang lebih tidak berisiko. Menurut Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (DJPU), sovereign bond spread Indonesia yang semakin kecil menunjukkan likuiditas karena ada permintaan global bond yang tinggi (DJPU, 2012). Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap Indonesia yang semakin baik setelah krisis keuangan 2007. 4

Grafik 1.1 Pergerakan Sovereign Bond Spread Indonesia, 2004Q1-2013Q3 12 10 8 6 4 2 0 Sumber: Bloomberg (2013) Dilihat dari ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara dan standar Maastricht Treaty mengenai batas rasio defisit per PDB dan rasio total utang per PDB, yang memberi batas 3 persen dan 60 persen,indonesia masih berada dalam batas aman. Rasio defisit per PDB pada tahun 2010 sebesar0,73 persen, tahun 2011 sebesar 1,14 persen, dan tahun 2012 sebesar 1,86 persen dari PDB. Adapun realisasi sementara defisit APBN 2013 adalah 2,4 persen (DJPU,2013). Sedangkan rasio utang pemerintah terhadap PDB di akhir tahun 2013 adalah sekitar 25.2 persen (dengan outlook PDB tahun 2013 sebesar Rp9.112,4 triliun), turun dari 28,3 persen pada akhir tahun 2009 (DJPU,2013). Rasio utang terhadap PDB sekitar 26 persen itu tidak saja masih jauh lebih rendah daripada batas yang diperkenankan oleh Undang-Undang Keuangan Negara maupun standar Maastricht Treaty, namun juga jauh lebih rendah dibandingkan rasio utang terhadap PDB dari negara-negara lain, misalnya Jepang sekitar 243 persen, Amerika Serikat sekitar 106 persen; Thailand sekitar 47 persen; Malaysia sekitar 57 persen; dan Filipina sekitar 41 persen. 5

Namun posisi defisit dan utang yang dikatakan aman tersebut menjadi dipertanyakan ketika Pemerintah Indonesia terlalu banyak mengalokasikan kepada pos-pos konsumtif seperti subsidi.sejak tahun 2004 belanja subsisdi menjadi belanja terbesar dalam pos belanja pemerintah pusat (lihat pada grafik 1.2).Porsi subsidi yang masih dominan mengurangi diskresi pemerintah dalam melakukan ekspansi untuk mendukung pembangunan infrastuktur dan program prioritas lainnya. Alokasi belanja yang kurang tepat dapat mempengaruhi sentimen pasar mengenai keberlanjutan fiskal dan menyebababkan sentimen negatif terhadap output potensial. Grafik 1.2 Komposisi Belanja Pemerintah Pusat Indonesia, 2004-2013 (%) 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Belanja Subsidi Bantuan Sosial Belanja Lainya Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Sumber: BKF (2013) 1.2. Rumusan Masalah Dari kasus di negara di Kawasan Eropa seperti Yunani, Spanyol dan Italia kondisi fiskal yang kurang baik berimplikasi pada menurunnya credit rating dan melebarnya sovereign bond spread. Dari kasus beberapa negara tersebut, sovereign bond 6

spreadcenderung merespon kebijakan fiskal. Selain itu, studi-studi empiris pada penelitian sebelumnya menangkap adanya hubungan antara variabel fundamental fiskal dengan sovereign bond spread di negara-negara Eropa, seperti Maltriz (2012), Heinemann dkk.(2014), Bernoth dkk.(2012), dan Oliveira dkk.(2012). Baldacci dkk. (2008) juga menemukan adanya pengaruh fundamental fiskal terhadap pergerakan sovereign bond spreadpada tiga puluh negara berkembang. Lebih lanjut kondisi defisit dan utang Indonesia yang masih dibawah batas ketentuan Undang-Undang memerlukan analisis mengenai dampak komposisi belanja Pemerintah Indonesia terhadap dampaknya terhadap sovereign bond spread. Adanya hubungan antara fundamental fiskal yang terbukti dari kasus beberapa negara dan studi empiris sebelumnya dan kondisi fiskal Indonesia menjadi alasan penulis untuk mengetahui respon sovereign bond spread terhadap shock dari variabel fundamental fiskal Indonesia seperti total utang pemerintah, defisit anggaran, belanja subsidi dan belanja modal. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang penulis paparkan sebelumnya, maka terdapat pertanyaan terhadap masalah yang akan diteliti, berupa: 1. Bagaimana respon sovereign bond spread Indonesia terhadap shock dari fundamental fiskal? 2. Bagaimana kontribusi varians fundamental fiskal terhadap variasi yang terjadi dalam sovereign bond spread? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah: 7

1. Menganalisis respon pergerakan sovereign bond spread Indonesia terhadap shock dari fundamental fiskal. 2. Menganalisis kontribusi varians fundamental fiskal terhadap variasi sovereign bond spreadindonesia. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana dampak shock dari fundamental fiskal Indonesia yang meliputi total utang, defisit anggaran dan komposisi pembelajaan utama, terhadap pergerakan sovereign bond spread Indonesia. Lebih lanjut untuk mengetahui faktor manakah yang lebih mempengaruhi sovereign bond spread Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada bidang akademis dan pengambil keputusan sebagai salah satu referensi dalam pengambilan keputusan terkait. 1.6. Sistematika Penelitian Sistematika penyusunan skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan teori yang mendasari penelitian ini dan beberapa penelitian-penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhisovereign bond spread khususnya fundamental fiskal, beserta dengan metode analisis yang digunakan. Bab III merupakan pembahasan eventstudydari sovereign bond spread dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. Bab IV merupakan bagian penutup yang mencakup kesimpulan dan saran. 8