BAB I PENDAHULUAN. investasi. Kegiatan investasi berhubungan dengan pengelolaan aset

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaannya memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan bagi investor atau pemegang saham baik itu individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan. return yang diharapkan. (Tandelilin, 2001 : 3)

BAB I PENDAHULUAN. akan semakin besar juga seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dapat memperoleh dana dengan menerbitkan saham dan dijual dipasar

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pasti menginginkan adanya pertumbuhan laba yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah, 2003:4). Dalam

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. satunya dengan berinvestasi pada pasar modal. Kegiatan investasi merupakan

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertambangan batu bara (PT Bumi Resources Tbk), perkebunan (PT Bakrie

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Tarif Sewa Hotel dan Ritel. Gambar 2 Sewa Apartemen, Kantor dan industri. Sumber : BI (2013)

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah memasuki era globalisasi dimana persaingan

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal investor dapat membentuk portofolio serta melakukan investasi

Laba Bersih AGII Tahun 2017 Naik 52% di atas Rp 90 miliar,

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian global persaingan ekonomi semakin kompetitif. Semua

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipenuhi dengan melakukan go public atau menjual sahamnya kepada

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh

Tabel 1. Ringkasan Laporan Laba Rugi untuk 9 bulan yang berakhir pada 30 September 2012/2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah tempat bertemunya antara pihak yang memiliki

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan dari dalam perusahaan (internal financing) maupun

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu subsektor dari sektor

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Disamping itu, kondisi ekonomi Indonesia yang belum stabil

BAB I PENDAHULUAN. modal dan industri-industri sekuritas yang ada pada suatu negara tersebut. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan dari kenaikan harga saham atau pembayaran sejumlah dividen oleh

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan

BAB I Pendahuluan. Keberhasilan suatu perusahaan sangat bergantung pada keputusan yang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

2018 Rp miliar. Laba bersih** (2) Laba bersih per saham (2) 31 Maret 2018 Rp miliar. Nilai aset bersih per saham***

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 laju investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Tanggal dan Jam 01 Mar :10:03

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. uang dan pengaruhnya terhadap aset investasi. penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi (Husnan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. karena pendanaan melakukan usaha dalam mendapatkan dana. Dana untuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah saja, partisipasi masyarakat sangat diharapkan untuk ikut aktif melalui

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mendorong pembentukan modal dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. harga saham (Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia, 2008).

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut Indeks harga saham. Untuk mengetahui bagaimana kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Resiko adalah sesuatu yang penting untuk diketahui oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

BAB I PENDAHULUAN. sekuritas. Setiap perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia atau go public

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan baik skala kecil maupun besar senantiasa berhadapan

BAB I PENDAHULUAN. Tangga, Dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga. Berdasarkan Sektor Industri Barang Konsumsi merupakan

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan dunia industri menjadi fokus utama negara negara di

BAB I PENDAHULUAN. jangka pendek maupun jangka panjang yang ingin dicapai. Tujuan jangka pendek

BAB I PENDAHULUAN. Langkah awal perkembangan transaksi saham syariah pada pasar modal

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal mempunyai peran penting bagi perekonomian negara. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perusahaan yang Termasuk dalam Industri Pertanian di BEI Pada

BAB I PENDAHULUAN. penawaran asset keuangan jangka panjang (Long-term financial asset).

Laba Bersih Kuartal AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam kegiatan untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan pilar penting dalam suatu perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai jenis sekuritas yang menawarkan tingkat return dengan risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi dunia yang dimulai dari krisis harga minyak global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

juga disertai usaha-usaha penyempumaan fasilitas perdagangan efek di lantai

USD FIXED INCOME FUND

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah pengguna telepon seluler

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemegang saham (investor), yaitu capital gain dan dividend. Kebijakan

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan adalah kegiatan investasi. Kegiatan investasi berhubungan dengan pengelolaan aset finansial terutama sekuritas yang bisa diperdagangkan. Tujuan investor melakukan investasi adalah keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan tercapai apabila tingkat pengembalian atau return yang diinginkan telah tercapai dari dana yang diinvestasikan. Namun return yang diharapkan ini terdapat risiko yang menyertainya juga. Hubungan yang dimiliki return dan risiko adalah hubungan yang searah. Artinya, jika semakin besar return yang diperoleh maka semakin besar pula risiko yang menyertainya dan begitu pula sebaliknya. Return adalah alasan investor untuk melakukan investasi. Investor ketika menginvestasikan dananya akan mengisayaratkan tingkat return yang diharapakannya, tetapi pada akhirnya investor akan selalu dihadapkan pada tingkat return aktual yang diperolehnya. Hasil yang berbeda antara return yang diharapkan dengan return yang diperolehnya adalah risiko yang harus diperhatikan investor dalam melakukan investasi. Berinvestasi membuat investor melakukan pemilihan terhadap berbagai pilihan alternatif aset, baik aset berisiko, tidak berisiko maupun penggabungan keduanya. Aset berisiko merupakan aset yang memiliki

tingkat return aktual di masa depan mengandung ketidakpastian. Aset bebas risiko adalah aset yang memiliki tingkat return aktual telah dapat ditentukan pada saat ini. Risiko merupakan peluang terjadinya perbedaan return aktual dengan return yang diinginkan dari investasi yang dilakukan. Hasil yang tidak diinginkan ini menunjukkan bahwa risiko lebih mengarah kepada kerugian. Investor harus memerhatikan hubungan antara imbal hasil asetaset miliknya dalam menilai risiko portofolionya. Pada tingkat paling dasar, misalnya, kontrak asuransi dapat mengurangi risiko melalui perlindungan nilai pada saat bagian lain dari portofolio dalam kondisi buruk (Bodie, dkk., 2006:226). Risiko dalam investasi dapat dibagi menjadi dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasikan. Risiko ini dikenal juga sebagai risiko pasar. Risiko ini berkaitan dengan perekonomian secara makro. Sedangkan risiko tidak sistematis atau dikenal juga sebagai risiko spesifik merupakan risiko yang dapat didiversifikasi. Risiko ini berkaitan terhadap kondisi mikro perusahaan. Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi memiliki kontribusi utama bagi kemajuan suatu daerah juga bagi kemajuan suatu negara. Investasi infrastruktur sering diasosiasikan dengan investasi yang padat modal (capital intensive) dengan laju pemulihan (rate of recovery) investasi yang lambat dan berjangka panjang. Selama masa pemulihan investor harus siap

menerima risiko dengan profil yang senantiasa berubah mengikuti siklus hidup proyek (Wibowo, 2006:124). Selain itu, perusahaan harus menghadapi obsolescent bargaining ketika pemerintah termotivasi untuk melakukan pelanggaran terhadap kewajiban kontraktualnya karena menyadari investor tidak memiliki banyak pilihan kecuali menerima tindakan tersebut atau meninggalkan sama sekali asetnya setelah negosiasi yang dilakukan gagal. Sektor ini memiliki lima subsektor yaitu subsektor energi, subsektor jalan tol, bandara, pelabuhan dan sejenisnya, subsektor telekomunikasi, subsektor transportasi, subsektor konstruksi nonbangunan. Subsektor energi merupakan sektor terpenting dalam pembangunan ekonomi dan memerlukan perhatian penuh serta berkelanjutan. Pembangunan terhadap subsektor energi diharapkan mampu menarik perhatian investor untuk menggarap potensi dari sektor energi yang masih terbuka cukup lebar ini. Subsektor energi terdapat Perusahaan Gas Negara dan Leyand International. Masa depan Indonesia akan banyak bertumpu kepada penggunaan gas mengingat gas memberikan lebih banyak keuntungan secara ekonomi, keamanan dan lingkungan. Berdasarkan informasi yang disampaikan dalam International Energy Outlook 2009, cadangan terbukti gas bumi dunia per Januari 2009 adalah sebesar 6.254 trillion cubic feet (TCF). Jumlah cadangan terbukti gas bumi Indonesia adalah setara dengan 1,7% dari cadangan gas bumi dunia. Cadangan gas bumi Indonesia terbagi

dalam enam wilayah. Total cadangan gas bumi pada tahun 2008 adalah sebesar 170,07 TSCF, berupa cadangan terbukti sebesar 66% dan cadangan potensial sebesar 34%. Berikut adalah cadangan gas bumi Indonesia berdasarkan wilayah. Tabel 1.1 Cadangan gas bumi berdasarkan wilayah Cadangan Wilayah (TSCF) Sumatera 15,42 Natuna 52,59 Jawa 9,24 Kalimantan 24,96 Pulau Lainnya 23,13 Papua 24,21 Total 170,07 Sumber: Ditjen Migas, status Januari 2008 Natuna dan Sumatera merupakan wilayah penyedia gas yang utama di Indonesia. Pada beberapa tahun ini, terjadi peningkatan jumlah cadangan gas bumi dengan diketemukannya beberapa cadangan gas bumi Donggi di Sulawesi Tengah, Laut Dalam di Selat Makassar dan Masela di Maluku. Penemuan cadangan gas bumi tersebut lebih besar dibandingkan dengan produksinya, sehingga cadangan terbukti gas bumi cenderung meningkat Dua hal yang masih menjadi penghalang bagi bisnis gas, yakni kurangnya infrastruktur dan kebijakan harga yang belum tepat masih terus diupayakan demi meningkatkan konsumsi gas lebih tinggi lagi di masa mendatang. Infrastruktur bagi perusahaan selain dapat meningkatkan kinerja namun dapat memberikan risiko yang cukup tinggi bagi perusahaan. Ketika membangun infrastruktur, perusahaan kemungkinan

tidak memperoleh cost recovery terhadap pembangunan infrastruktur itu serta adanya aturan take or pay dimana gas yang sudah dibeli dari produsen harus dibayar meskipun pasar tidak mampu menyerapnya. Pasokan gas ke domestik juga kurang maksimal karena terkendala infrastruktur yang terbatas. Ketersediaan jaringan pipa transmisi gas bumi Indonesia masih belum dapat mengimbangi permintaan maupun pemerataan distribusi gas di Indonesia. Jika melihat pada negara yang lebih maju seperti Inggris, peran pemerintah merupakan faktor utama untuk pemaksimalan infratruktur gas. Masalah harga juga merupakan masalah utama dalam industri gas. Harga jual gas oleh PGN berkisar US$ 10 per juta british thermal unit (million british thermal unit/ MMBTU). Harga ini mungkin dapat diterima oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero. Namun, perhitungan oleh pihak industri berbeda dengan perhitungan yang dimiliki oleh pihak PLN. PT Leyand International Tbk didirikan dengan nama PT. Lemahabang Perkasa. Pada tahun 2007 berubah menjadi PT. Leyand International Tbk. Bisnis utama Perusahaan adalah bergerak di bidang usaha industri kemasan plastik dan di tahun 2009 perusahaan melakukan divestasi divisi kemasan plastik dan merubah kegiatan usaha utamanya menjadi usaha investasi, pembangkit listrik dan energi. Tujuannya agar Perusahaan dapat lebih memfokuskan pada usaha pembangkit listrik dan energi. Untuk memproduksi energi listrik, terlebih dalam memenuhi kebutuhan PLN yang tertera dalam kontrak bisnis, pasokan bahan bakar

merupakan keharusan bagi PT Leyand International. Kontrol dan perawatan terhadap sistem jaringan distribusi listrik dari pembangkit ke jaringan PLN dilakukan agar gangguan yang berakibat hilangnya daya dapat dihindari. Subsektor jalan tol, bandara, pelabuhan dan sejenisnya terdapat dua perusahaan yaitu PT Citra Marga Nushapala P. Tbk. dan Jasa Marga (Persero) Tbk. Kedua perusahaan ini bergerak dalam proyek penyelenggaraan jalan tol. Perusahaan pada subsektor jalan tol, bandara, pelabuhan, dan sejenisnya dihadapkan pada risiko operasional perusahaan seperti menghadapi risiko pembebasan lahan, pelaksanaan konstruksi yang tertunda dan risiko lainnya dalam membangun jalan tol. Volume lalu lintas yang merupakan basis utama dalam penerimaan pendapatan kedua perusahaan dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan ekonomi, cuaca, harga BBM, kualitas, kenyamanan dan waktu tempuh jalan non tol, ketersediaan moda tansportasi lain seperti jalur kereta api dan transportasi udara dan masa liburan. Rasio kewajiban terhadap ekuitas dan bunga atas hutang dapat berpengaruh secara material terhadap kemampuan perusahaan dalam memperoleh pendanaan untuk akuisisi maupun pembangunan proyek baru. Tidak adanya atau gagalnya asuransi khusus untuk melindungi aset properti atau pendapatan jika terjadi kerusakan pada masing-masing ruas jalan tol yang dioperasikannya saat terjadi kecelakaan lalu lintas, bencana alam, kebakaran, terorisme, pemogokan angkutan umum, demontrasi

maupun kejadian yang tidak diduga lainnya menyebabkan kinerja usaha, prospek, keuntungan serta kinerja keuangan akan terganggu. Subsektor yang ketiga adalah subsektor telekomunikasi. Perusahaan-perusahaan telekomunikasi tersebut yaitu Bakrie Telecom, Excelcomindo Pratama, Indosat, Telekomunikasi Indonesia, dan Smartfren Telecom. Persaingan usaha di antara perusahaan antara lain adalah cakupan jaringan, tarif layanan, kualitas layanan, ketersediaan layanan data, ragam layanan yang ditawarkan serta pelayanan pasca penjualan. Perusahaan juga bersaing dengan layanan produk seluler yang ditawarkan oleh beberapa operator lainnya, baik yang menggunakan teknologi GSM maupun CDMA. Perang tarif yang dilakukan para pelaku industri telekomunikasi membuat pendapatan mereka pun tergerus. Jika tarif terlalu rendah, akan terjadi penurunan profitabilitas dan biaya investasi tidak optimal sehingga memengaruhi kualitas. Teknologi baru akan berdampak negatif terhadap kemampuan kompetitif perusahaan. Industri telekomunikasi seluler dicirikan oleh perubahan yang dinamis dan signifikan di bidang teknologi. Perusahaan dapat menghadapi tingkat persaingan yang tinggi yang berasal dari pengembangan teknologi sekarang maupun di masa yang akan datang. Penyediaan layanan telekomunikasi bersifat padat modal. Perusahaan secara terus-menerus mencari alternatif pendanaan yang efektif baik yang bersumber dari internal berupa hasil kinerja operasional pada saat itu maupun yang bersumber dari eksternal yang berasal dari

lembaga keuangan, pasar modal, vendor financing, dan lain lain. Namun hal ini akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi yang berlaku, tingkat suku bunga, faktor-faktor keuangan, dan usaha lainnya, dimana sebagian besar tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dan bergantung pada akses yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan sumber pembiayaan tersebut. Keterbatasan pendanaan ini akan berdampak pada penurunan kemampuan bersaing sehingga berpengaruh pada kegiatan usaha, kondisi keuangan, hasil operasional, dan prospek usaha perusahaan yang pada akhirnya mengakibatkan menurunnya tingkat keuntungan perusahaan. Instrumen kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Komunikasi dan Informatika, yang merupakan departemen teknis yang berwenang menetapkan kebijakan sektor telekomunikasi, disamping Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang berwenang menetapkan regulasi dan mekanisme bisnis telekomunikasi. Perubahan regulasi dan kebijakan Pemerintah ini tidak selamanya dapat menguntungkan perusahaan, namun sebaliknya dapat juga merugikan perusahaan. Subsektor transportasi adalah subsektor yang berisikan perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa transportasi. Transportasi berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memerlukan berbagai moda transportasi terutama dalam hal distribusi barang produksi. Peraturan dan kebijakan pemerintah seperti kebijakan bea masuk atas kendaraan bermotor yang diimpor sebagai armada transportasi berpengaruh pada pendapatan perusahaan.

Kenaikan harga suku cadang kendaraan armada selalu menjadi perhatian bagi subsektor ini. Suku cadang kendaraan bermotor sebagai suatu alat penunjang kontinuitasoperasional perusahaan transportasi memiliki peran yang sangat penting dalamindustri transportasi. Kenaikan harga suku cadang yang tidak selalu diikuti dengan kenaikan tarif yang ditetapkan pemerintah tentunya berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan. Pemenuhan kebutuhan perusahaan atas alat transportasi sebagai modal usaha berasal dari kegiatan impor. Impor yang dilakukan melibatkan dollar Amerika Serikat sebagai mata uang acuan dalam transaksi mata uang asing. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan mempengaruhi banyaknya dana yang dibutuhkan perusahaan dalam kegiatan impor tersebut. Adanya kenaikan harga minyak dunia juga memberikan kontribusi negatif terhadap kinerja emiten transportasi yang akan memicu kenaikan biaya operasional. Kenaikan biaya operasional akan berpengaruh pada tingkat pendapatan perusahaan transportasi. Subsektor terakhir pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi adalah subsektor konstruksi nonbangunan. Salah satu bidang usaha dalam subsektor konstruksi nonbangunan yaitu perusahaan yang bergerak dalam rekayasa teknik dan konstruksi adalah Indika Energy Tbk dan Petrosea Tbk dengan perusahaan Indika Energy sebagai perusahaan induk dari Petrosea Tbk. Bisnis utama perusahaan pada segmen jasa energi adalah Tripatra dan Petrosea. Melalui Tripatra, perusahaan memberikan jasa teknik, pengadaan material dan pelaksanaan konstruksi, operasi dan

pemeliharaan serta logistik. Melalui Petrosea, perusahaan memberikan jasa engineering, konstruksi dan kontrak pertambangan dengan kemampuan pit-to-port. Perusahaan dalam aktivitasnya memiliki probabilitas menghadapi risiko kredit merujuk pada rekanan yang gagal dalam memenuhi liabilitas kontraktualnya yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Mata uang fungsional perusahaan Indika Energy adalah Dollar Amerika Serikat. Eksposur mata uang asing perusahaan dan sebagian besar berasal dari transaksi-transaksi dalam mata uang selain Dollar Amerika Serikat terutama atas beban administrasi dan operasional. Sehubungan dengan fluktuasi kurs mata uang asing US$ terhadap mata uang asing, perusahaan dan entitas anak mencatat kerugian kurs mata uang asing bersih sebesar US$ 8.842.498 tahun 2012 dan US$ 12.493.113 tahun 2011. Bidang yang kedua dalam subsektor konstruksi nonbangunan yaitu pembangunan dan penyewaaan menara telekomunikasi. Perusahaan yang termasuk dalam bidang ini yaitutower Bersama Infrastructure Tbk, Sarana Menara Nusantara Tbk dan Solusi Tunas Pratama Tbk. Dalam menjalankan bisnisnya perusahaan menghadapi risiko tingkat suku bunga yang disebabkan oleh perubahan tingkat suku bunga pinjaman yang dikenakan bunga. Suku bunga atas pinjaman jangka pendek dan jangka panjang dapat berfluktuasi sepanjang periode pinjaman. Risiko ini timbul karena perusahaan memerlukan modal yang sangat besar seperti

pembangunan menara telekomunikasi dan akuisisi menara dari pihak ketiga. Bagi perusahaan Sarana Menara Nusantara, kelangsungan usaha perusahaan bergantung kepada kegiatan operasional dan kondisi keuangan anak perusahaan, Protelindo karena sebagian besar kegiatan usaha dijalankan oleh Protelindo. Tidak terdapat jaminan bahwa Protelindo akan selalu memberikan kontribusi laba dan pengembalian investasi yang positif kepada Perusahaan. Penurunan kinerja keuangan Protelindo akan dapat mengakibatkan dampak secara material dan negatif pada kinerja dan prospek Perusahaan (Annual Report 2012 Sarana Menara Nusantara Tbk.). Berdasarkan fenomena yang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul penelitian, Analisis Risiko Saham Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi di Bursa Efek Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Berdasar pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka perumusan masalah penelitian yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan risiko sistematis pada setiap subsektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yaitu Energi, Jalan Tol, Bandara, Pelabuhan dan sejenisnya, Telekomunikasi, Transportasi, dan konstruksi nonbangunan. 2. Apakah terdapat perbedaan risiko tidak sistematis pada setiap subsektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yaitu Energi,

Jalan Tol, Bandara, Pelabuhan dan sejenisnya, Telekomunikasi, Transportasi, dan konstruksi nonbangunan. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yaitu: 1. Mengetahui dan menganalisis perbedaan risiko sistematis pada setiap subsektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yaitu Energi, Jalan Tol, Bandara, Pelabuhan dan sejenisnya, Telekomunikasi, Transportasi, dan konstruksi nonbangunan. 2. Mengetahui dan menganalisis perbedaan risiko tidak sistematis pada setiap subsektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yaitu Energi, Jalan Tol, Bandara, Pelabuhan dan sejenisnya, Telekomunikasi, Transportasi, dan konstruksi nonbangunan. 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada saham perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi di Bursa Efek Indonesia.

b. Bagi Penulis Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menganalisis risiko perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi di Bursa Efek Indonesia. c. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau perbandingan bagi peneliti lain dalam penelitian di masa yang akan datang.