BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana dan prasarana perekonomian penting yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

VARIASI TINGKAT PEREKONOMIAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

VARIASI PERKEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI PERKOTAAN YOGYAKARTA. Arif Karunia Putra Lutfi Muta ali

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

KAJIAN KESENJANGAN PENDAPATAN PROVINSI JAMBI. Oleh : PRIMA AUDIA DANIEL Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teoritis kajian mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkapita, dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan juga

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga dikatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

Sumber: Suara Karya Online, 2010 Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah (jiwa) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana dan prasarana perekonomian penting yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi (RPJP Nasional 2 005-2025). Menurut Arsyad (1999:108) pembang unan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Sedangkan menurut (Sukirno,1985), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan. Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk meningkatkan pendapatan riel juga meningkatkan produkstifitas. Selain itu pembangunan ekonomi diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar wilayah, dan memberantas kemiskinan. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan yang pada awal perkembangannya berorientasi pada masalah pertumbuhannya, namun dalam perkembangan selanjutnya tujuan utama pembangunan selain untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi diupayakan pula agar dapat mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan pendapatan dan tingkat pengangguran serta menciptakan upaya kesempatan kerja bagi penduduk (Todaro, 1997: 7 14). Kinerja ekonomi di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami kemajuan yang baik dengan laju pertumbuhan ekonomi mencapai 4,21 persen selama 2005 hingga 2010. laju pertumbuhan ekonomi juga diikuti dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan laju pertumbuhan 4,13 persen per tahun yaitu dari Rp3,9 juta pada 2005 naik menjadi Rp4,6 juta pada 2009. Indikator kemajuan ekonomi tersebut, belum dapat dinikmati oleh penduduk secara merata 1

yang ditunjukkan dengan tingginya angka kemiskinan. Sampai dengan 2009, dengan menggunakan kemiskinan absolut, tingkat kemiskinan mencapai 24,65 persen yang jauh tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan DIY sebesar 17,23 persen dan nasional sebesar 14,15 persen.(beritadaerah, 31 Desember 2011). Dalam melaksanakan pembangunan, ada tiga tujuan yang harus dicapai oleh pemerintah yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan (Todaro, 2000). Kenyataannya dalam pencapaian ketiga tujuan pembangunan masih jauh dari harapan. Di negara berkembang, demi mencapai pertumbuhan terkadang mengesampingkan pemerataan dan keberlanjutan. Proses pembangunan ekonomi melalui peningkatan pertumbuhan, hanya akan menambah tingkat kesenjangan antar wilayah, karena pembangunan ekonomi berjalan dengan sangat lambat. Semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, maka semakin tinggi pula resiko munculnya kesenjangan antar wilayah. Menurut Kuncoro (2002:1) dalam irmansyah (2008) ciri paling menonjol dari aktivitas ekonomi secara geografis adalah konsentrasi dan kesenjangan. Hal ini berhubungan dengan tidak meratanya distribusi sumberdaya dari masing-masing wilayah. Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas adalah 1) Perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam ( resource endowment); 2) Perbedaan demografi; 3) Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia ( human capital); 4) Perbedaan potensi lokasi; 5) Perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) Perbedaan dari aspek potensi pasar. Kabupaten Kulon Progo memiliki bentang lahan yang khas, yakni terdiri dari dataran tinggi, perbukitan, dataran dan pesisir. Perbedaan bentang lahan tersebut sangat berpengaruh dalam jenis, kuantitas serta kualitas dari sumberaya yang dimiliki. Kondisi ekonomi wilayah antar kecamatan sangat beragam, serta potensi sektoral sangat penting untuk dikaji apabila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi, serta perubahan struktur perekonomian yang semula bersifat agraris ke non agraris. Hal ini sesuai dengan konsep perubahan struktur ekonomi menurut Djojohadikusumo (1994) 2

berupa peralihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Mengingat latar belakang tersebut, maka penelitian ini menfokuskan pada kondisi perekonomian dan kondisi sektoral wilayah dengan judul : VARIASI TINGKAT PEREKONOMIAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan mengenai 1. Bagaimana tingkat perekonomian wilayah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo? 2. Bagaimana variasi tingkat perekonomian wilayah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan tipe wilayah? 3. Bagaimana variasi potensi ekonomi sektoral di Kabupaten Kulon Progo? 1.3. Tujuan Berdasarkan pertimbangan dari latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah 1. Mengetahui tingkat perekonomian wilayah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. 2. Mengetahui variasi tingkat perekonomian wilayah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan tipe wilayah. 3. Mengetahui variasi potensi ekonomi sektoral di Kabupaten Kulon Progo. 4. Memberi arahan untuk pengembangan perekonomian Kabupaten Kulon Progo berdasarkan variasi tingkat perekonomian serta potensi sektoral wilayah. 3

1.4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dalam aspek yang sama maupun aspek yang berhubungan 2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan pembangunan daerah untuk menyusun rencana pembangunan dimasa yang akan datang dalam rangka mengatasi ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo. 3. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan penulis selama kuliah. 1.5. Keaslian Penelitian Sebagai perbandingan dan rujukan penelitian ini menggunakan beberapa skripsi dan jurnal dari beberapa multidisiplin ilmu. Secara umum penelitian ini mengambil tema mengenai kondisi perekonomian Kabupaten Kulon Progo berdasarkan tipe wilayahnya. Terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yakni perbedaan lokasi penelitian yang terletak di Kabupaten Kulon Progo. Selain itu metode penelitian yang digunakan merupakan gabungan dari penelitianpenelitian sebelumnya, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi perekonomian yang lebih representatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data terbaru sehingga dapat digunakan sebagai referensi dalam keilmuan ekonomi regional. 4

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul Peneliti/Tahun Tujuan Metode Hasil 1 Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota dan Pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007 2 Variasi Spasial Tingkat Perkembangan Ekonomi Wilayah Propinsi Kalimantan Timur Cholif Prasetio Wicaksono (2010) Fakhrie Wahyudin (2004) Untuk mengetahui sektor-sektor berpotensi di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah Untuk mengklasifikasi kabupaten/kota berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita di Propinsi Jawa Tengah Untuk menganalisis ketimpingan pendapatan antar kabupaten/kota di Popinsi Jawa Tengah Mengetahui dan membandingkan tingkat perkembangan ekonomi wilayah antar Kabupaten /Kota di Propinsi Kalimantan Timur Mengetahui faktor-faktor yang mengetahui tingkat perkembangan ekonomi wilayah di Propinsi Kalimantan Timur. Mengetahui dan menemukan basis pengembangan wilayah Kabupaten /Kota di Propinsi Kalimantan Timur LQ, analisis Shift Share, Tipologi Klassen, Indeks Williamson, indeks Entropy Theil Tipologi Klassen, analisis Distribusi, Indeks Williamson, LQ, shift Share Sektor pertanian merupakan sektor unggulan, dimana 24 kabupaten di Propinsi Jawa Tengah menjadikan sector pertanian sebagai sektor basis Sektor industry merupakan penyumbang terbesar PDRB Propinsi Jawa Tengah Sebanyak 14 kabupaten masuk kedalam klasifikasi daerah relatif tertinggal. Ketimpangan antar wilayah di Propinsi Jawa Tengah masih tergolong tinggi Tingkat perkembangan ekonomi wilayah di daerah penelitian bervariasi sebelum dan sesudah pemekaran Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan perekonomian wilayah meliputi aspek sumberdaya ekonmi, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia Secara umum sektor unggulan tinggi ag menjadi basis pengembangan wilayah di Kabupaten adalah pertanian dan pertambangan, sedangkan di daerah perkotaan adalah jasa. 5

No Judul Peneliti/Tahun Tujuan Metode Hasil 3 Variasi tingkat Ika Prayuni Mengetahui tingkat perekonomian Klassen Typology, Perekonomian (2009) wilayah Kabupaten Kota yang ada di Crosstab, Wilayah Pulau Sumatra Chisquere Test berkembang dan tertinggal Kabupaten/Kota Mendeskripsikan variasi tingkat Indenpendensi, di Pulau perekonomian wilayah Kabupaten/ Kota LQ, Analisis Peta Sumatra di Pulau Sumatra terkait tipologi wilayah dan orientasi geografisnya Mengetahui variasi potensi ekonomi sektoral Kabupaten /kota yang ada di Pulau Sumatra 4 Variasi Tingkat Perekonomian Antar Kecamatan Di Kabupaten Kulon Progo Imanda Nico K (2014) Mengetahui tingkat perekonomian wilayah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. Mengetahui variasi tingkat perekonomian wilayah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan tipe wilayah. Mengetahui variasi potensi ekonomi sektoral di Kabupaten Kulon Progo. Mengetahui implikasi yang ditimbulkan dari variasi tingkat perekonomian serta potensi sektoral wilayah yang ada di Kabupaten Kulon Progo bagi pembangunan wilayah. Tipologi Klassen, LQ, shift Share Variasi tingkat perekonomian di Pulau Sumatra sebagian besar merupakan tipe Variasi tingkat perekonomian dengan tipe I (relatif datar)memiliki perekonomian tinggi dan tumbuh cepat, sedangkan tipe II dan tipe III (berbukit hingga pegunungan) berkembang, tertekan, dan tertinggal tersebar di seluruh wilayah, meskipun tidak ada perbedaan antara tingkat perekonomian dan tipe wilayahnya. Variasi tingkat perekonomian berdasarkan orientasi wilayah Kabupaten/ Kota di sisi barat berkembang, sedangkan di sisi timur hampir merata baik berkembang, tertekan, dan tertinggal Variasi tingkat perekonomian wilayah di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan tipe wilayah menunjukan bahwa, tingkat perekonomian wilayah tersebar di seluruh tipe wilayah baik tahun 2000 maupun 2009. Potensi sektoral Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Serta sektor pertanian untuk wilayah tipe III, hal ini terjadi akibat pertanian lahan pasir yang terus berkembang. Terdapat keterkaitan antara sektor ekonomi unggulan dengan tingkat perekonomian wilayah 6

1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1 Konsep Geografi Geografi merupakan disiplin ilmu yang dapat diterapkan dalam proses analisis dan memperlajari permasalahan pembangunan wilayah. Hal ini berkaitan dengan studi geografi yang dibedakan menjadi obyek formal dan obyek material. Obyek geografi meurut Bintarto (1988) adalah gejala -gejala dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dipermukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, yang dapat dipelajari melalui 3 macam pendekatan yaitu pendekatan keruangan, ekologi dan komplek wilayah. 1. Analisis Keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan kepada tiga unsur geografi, yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement) (Bintarto, 1979). 2. Analisis Ekologi mengkaji mengenai interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan. Organisme hidup meliputi : manusia, hewan, dan tumbuhan, sedagkan aspek lingkungan meliputi : hidrosfer, pedosfer, litosfer dan atmosfer (Bintarto dan Surastopo,1979) 3. Analisis komplek wilayah merupakan kombinasi antara analisis antara analisis keruangan dan analisis ekologi. Dalam pendekatan ini wilayah-wilayah didekati dengan pengertian areal differentiation, yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah yang lain, oleh karena terdapat permintaan atau penawaran antar wilayah tersebut (Bintarto dan surastopo,1979). Pendekatan analisis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis keruangan. Pendekatan keruangan atau analisis spasial banyak diaplikasikan dalam program pembangunan yang berkaitan dengan 3 unsur penting dalam geografi menurut Bintarto (1988) yaitu : 7

1. Integrasi dari fenomena dipermukaan bumi (integration of phenomena on the surface of the earth). Dalam hal ini akan dipelajari unit keruangan seperti region atau area. Selain itu juga menganalisa ruang dilihat dari luas dan sifat wilayah, interaksi antar wilayah, kandungan sumberdaya alam, fungsi ruang dan sebagainya 2. Distribusi atau asosiasi dari berbagai elemen diatas permukaan bumi (distribution or asociation of element on the surface of earth). Dalam hal ini akan dideteksi mana daerah yang berpotensi atau tidak berpotensi untuk dijadikan pusat-pusat wilayah, kemudian akan dibahas keterkaitan antar gejala-gejala dalam suatu ruang yang membentuk fenomena dan fungsi ruang untuk satu kegunaan tertentu. 3. Organisasi dari fenomena dipermukaaan bumi ( the organization of phenomena on the surface of the earth). Pembahasannya ditekankan pada organisasi atau struktur keruangan (tata ruang) proses perubahannya dilihat dari segi hirarki. Geografi sebagai ilmu mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer harus dapat menjawab pertanyaan 5 W dan 1 H yaitu what, where, when, who, why, dan how suatu fenomena tertentu dalam suatu konteks keruangan. Fenomena tersebut tidak akan lepas dari interaksi, interelasi dan interdependensi dari mahkluk hidup yang ada dimuka bumi ini beserta lingkungan yang berada disekitarnya. Interaksi antar mahkluk hidup sering disebut interaksi keruangan yang merupakan suatu sifat atau gejala yang terdapat didalam ruang yang mendorong diperolehnnya jawaban atas pertanyaan mengapa ada disitu atau mengapa ada disana (Dald joeni,1997). Jadi interaksi keruangan merupakan suatu permulaan dari usaha untuk menerangkan lokasi dari gejala-gejala distribusinya (pembagi an sebaran dalam ruang) dan difusinya (perpecaran, perluasan). 8

1.6.2 Wilayah Untuk Kebutuhan Perencanaan/Pembangunan Ruang menurut Blaunt (1961) dalam A lfandi (2001) dibedakan menjadi ruang absolut, ruang relatif dan ruang relasional. Ruang absolut adalah ruang yang merupakan wadah yang berisfat khas. Fisik dan empiris yang ditentukan berdasarkan ukuran geometri, berdimensi tiga yakni panjang, lebar, dan tinggi. Ruang relatif adalah ruang yang daerahnya berlangsung suatu relasi kegiatan yang terkait pada ruang dan waktu. Ruang relasional adalah ruang yang berisi dan mencerminkan dirinya sendiri yang berupa hubungan dengan obyek lain. Bintaro (1991) dalam Alfandi (2001) membedakan ruang menjadi ruang fisik yaitu wadah dari berbagai sistem kehidupan dan komponen alam dan non alam. Kedua adalah ruang sosial, yaitu suatu sintesis dari dimensi persepsi dan dimensi objektif terhadap ruang yang membentuk ragam ruang sosial. Ruang meliputi bentang fisik (pegunungan, gurun, pesisir) bentang sosial (nelayan, masyarakat nomadi), bentang budaya (perdesaan, perkotaan). Beberapa pengertain wilayah berdasarkan konsep klasifikasi yang berbeda menurut Bintaro & Surastopo (1979) antara lain: 1. Wilayah berdasarkan keseragaman atau kesamaan dalam karakteristik tertentu atau disebut dengan uniform region. 2. Wilayah yang dalam banyak hal diatur oleh beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan dengan garis melingkar atau biasa disebut dengan nodal region 3. Klasifikasi wilayah yang yang terutama menekankan pada jenisnya disebut generic region, dalam hal ini fungsi wilayah kurang diperhatikan, contoh wilayah iklim, wilayah vegetasi, dan wilayah fisiografi. Dalam hal ini yang ditekankan adalah jenis pewilayahannya saja. 4. Klasifikasi wilayah menurut kekhususannya merupakan daerah tunggal, mempunyai ciri-ciri geografi yang khas. 9

5. Wilayah yang dalam klasifikasinya menggunakan metode statistik deskriptif, dan metode statistik analisis seperti faktor analisis. Pewilayahan seperti ini masih dalam perkembangan. Menurut Glasson (1997) pada mulanya kriter ia yang digunakan yang bersifat fisik kemudian terjadi peralihan kepada penggunaan kriteria ekonomi. Kriteria ekonomi yang digunakan biasanya adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, dan laju pertumbuhan ekonomi. 1.6.3. Struktur ekonomi wilayah Ferguson (1965) dalam Tarigan (2006) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari kebijakan ekonomi adalah menciptakan full employment atau setidak-tidaknya, tingkat pengangguran yang ada semakin rendah. Adanya pertumbuhan ekonomi dan terciptanya kesetabilan harga untuk menciptakan rasa aman/tentram dalam masyarakat. Menurut Wheeler (1986) terdapat empat elemen umum yang terkait dalam pengembangan ekonomi yakni karakteristik populasi, teknologi, kebudayaan, sumber energi dan sumberdaya. Menurut Randinelli dan Jones (1985) bahwa faktor sumberdaya merupakan salah satu faktor penting dalam melihat wilayah sebagai produksi dan interaksi ekonomi. Randinelli dan Jones berpendapat bahwa perkembangan wilayah terutama terjadi melalui interaksi dan investasi internal, sumberdaya dan kegiatannya. Hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan bruto wilayah serta kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang ada. PDRB memberikan gambaran mengenai keadaan perekonomian, pendapatan perkapita, dan struktur perekonomian suatu daerah (Bendavid (1991) dalam Prayuni (2009). Prof. Simon Kuznetls dalam Jhingan (2007) menunjukan salah satu ciri dari pertumbuhan ekonomi modern adalah meningkatnya produk perkapita serta adanya laju pertumbuhan struktural yang tinggi. Perubahan 10

struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern mencakup perubahan dari kegiatan pertanian ke non pertanian, dari pertanian ke jasa, perubahan skala dari unit-unit produktif, dan perubahan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum serta pembuatan status kerja buruh. 1.6.4. Variasi keruangan dalam pembangunan Kajian keruangan sebagai salah satu kajian geografi dengan penekanan batasan pada lokasi relatif, ukuran aksesibilitas, trend struktur, aglomerasi, interaksi dan relasi. Menurut Alfandi, 2001 meliputi substansi sebagai berikut 1. Lokasi absolut dan relatif, ukuran, morfologi bentang alam fisik. 2. Aksesibilitas (keterjangkauan), distribusi (pembagian sebaran dalam ruang), kepadatan dan pertumbuhan pola gerakan orang, ide dan aglomerasi pangan, hirarki pusat pelayanan dan potensi sumberdaya di permukaan bumi (konsep hubungan dan sumberdaya). 3. Kecenderungan (trend), struktur (pengelompokan dan penyebaran), fungsi (produk mekanisme interelasi gejala), dan proses (perkembangan gejala dari waktu ke waktu), perkembangan objek di permukaan bumi. 4. Relasi, interelasi, interaksi, integrasi ( gerakan, hubungan, se babakibat) gejala hubungan antar mahluk hidup dengan lingkungannya (konsep hubungan dan ketergantungan). 5. Bentuk aplikasinya antara lain : perencanaan pembangunan DAS, perencanaan kota dan penataan ruang. Interaksi keruangan merupakan suatu sifat atau gejala yang terdapat di dalam ruang yang mendorong diperolehnya jawaban atas mengapa ada di situ atau mengapa ada di sana (Daldjoeni, 1997). Myrdal (1952) dalam Mu ta ali (1999) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam suatu wilayah 11

tertentu akan bergantung pada lokasi dari sumberdaya alam dan keuntungankeuntungan lokasi lainnya. 1.6.5. Kesenjangan Antar Wilayah Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004). Kondisi suatu wilayah dan masyarakat selalu memiliki kondisi awal yang berbeda sehingga perkembangannya dimungkinkan akan berbeda-beda, dengan kata lain merata murni hampir mustahil ditemukan. Namun perkembangan antar waktu beserta intervensi kebijakan hendaknya dapat mengarah pada pemerataan (Muta ali, 2005) dalam Prayuni (2009). Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris tahun 1973 (Lincolin Arsyad, 1997) menyatakan bahwa faktor penyebab ketimpangan pendapatan di Negara sedang berkembang adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan turunnya pendapatan perkapita. 2. Inflasi, imana penerimaan pendapatan yang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertumbuhan produksi barang-barang 3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive). 5. Rendahnya mobilitas sosial. 6. Pelaksanaan kebijakan industri subtitusi impor yang menyebabkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi golongan kapitalis. 12

7. Memburuknya nilai tukar bagi mata uang negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara maju sebagai akibat ketidakelastisan barang-barang ekspor dari negara sedang berkembang. 8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain. Tambunan (2001) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan wilayah antara lain : 1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Semakin tinggi konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah. 2. Alokasi Investasi. Berdasarkan teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain bahwa kurangnya investasi disuatu wilayah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif. 3. Tingkat Mobilitas dan faktor-faktor produksi yang rendah antar daerah. Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. 4. Perbedaan Sumberdaya Alam antar daerah. Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alamnya akan lebih cepat maju dibandingkan dengan daerah yang miskin sumberdaya alam. 5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah. Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran. 13

6. Kurang lancarnya perdagangan. Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur-unsur yang turut menciptakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Ketidaklancaran tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi. Asmara (1970) dalam Prayuni (2009) mengungkapkan bahwa kesenjangan antar daerah merupakan akibat langsung dari pola persebaran sumberdaya alam yang tidak seimbang, dimana salah satu daerah memiliki sumberdaya alam yang hampir tidak terbatas, sementar daerah lain tidak diberkahi hal yang sama. 1.7. Kerangka Pemikiran Setiap daerah memiliki karakteristik dan potensi wilayah yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi dari daerah itu sendiri. Perbeadan tersebut terjadi karena potensi masing-masing wilayah berbeda satu sama lain tergantung kondisi wilayah itu sendiri. Kabupaten Kulon Progo memiliki kondisi wilayah yang beragam, mulai dari dataran tinggi, perbukitan, daratan, hingga pesisir. Keberagaman kondisi wilayah berpengaruh terhadap keadaan ekonomi Kabupaten Kulon Progo. Dalam melihat kondisi ekonomi, menggunakan analisis laju pertumbuhan ekonomi dan analisis PDRB per kapita, yang kemudian dibanidngkan dengan kondisi karakterisitik wilayah Kabupaten Kulon Progo melalui tipologi berdasarkan kesamaan kondisi fisik. Model pembangunan ekonomi daerah dapat dilakukan dengan pendekatan sektoral. Pembangunan ekonomi dengan pendekatan sektoral selalu dimulai dengan pertanyaan sektor apa yang harus dikembangkan. Dalam melihat spesialisasi dan keunggulan kompetitif digunakan analisis Shift Share dan untuk melihat keunggulan komparatif suatu sektor digunakan analisis Location Quotient (LQ). 14

Karakteristik Wilayah Karakteristik Regional kecamatan Tipologi wilayah Tipe I Tipe II Tipe III Karakteristik Ekonomi Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB per Kapita Tingkat Perekonomian Variasi Tingkat Perekonomian Wilayah Potensi Sektoral Wilayah LQ Shift Share Tipologi Wilayah Implikasi Terhadap Pembangunan Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran. 15