Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

dokumen-dokumen yang mirip
III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Gambar 18. Kondisi Jalan Menuju Tapak

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA KARST DI LEMBAH MULO YOGYAKARTA FATHIIN MUHTADI PRIYATAMA

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

III METODOLOGI. Desa Ketep. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Tanpa Skala

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

ARSITEKTUR LANSKAP ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL 9/7/2014 ARL 200. Departemen Arsitektur Lanskap CONTOH ANALISIS TAPAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu 3. 2 Alat dan Bahan 3. 3 Metode dan Pendekatan Perancangan 3. 4 Proses Perancangan

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

Gambar 2. Lokasi Studi

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI Waktu dan Tempat

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

Gambar 4. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ± LEMBAR PENGESAHAN ±± LEMBAR PERSEMBAHAN LEMBAR MOTTO ABSTRAKSI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang

BAB III METODOLOGI. Gambar 2. Peta Jakarta Timur Gambar 3. Pata Lokasi Taman Mini Indonesia (Anonim, 2010b) Indah (Anonim, 2011)

BAB III METODOLOGI. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Bappeda, 2004 dan 2010)

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN OLEH: SITTI WARDININGSIH

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

Gambar 12. Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

V. KONSEP PENGEMBANGAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 2 Tahapan Studi

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

BAB III METODE PENELITIAN. kawasan wisata yang dikelola dibawah Perum Perhutani, dan memiliki luas

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan tersebut berada di pinggir jalan arteri kabupaten dan dapat ditempuh selama,5 jam dari pusat kota Yogyakarta dengan jarak tempuh sekitar 60 km dan 7 km dari Kecamatan Wonosari (Gambar 2). Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 202 dan dilanjutkan dengan kegiatan penyusunan laporan (Tabel 2). Provinsi D. I. Yogyakarta Desa Mulo Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

9 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari lima tahap mengacu pada tahapan yang dikemukakan oleh Gold (980), yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan (Gambar 3). Persiapan Perumusan masalah, penetapan tujuan, pengumpulan informasi terkait permasalahan, dan perizinan dinas terkait Pengumpulan data. Umum Luas tapak, batas administrasi, dan tata guna lahan 2. Tapak Topografi, tanah dan geologi, hidrologi, iklim, dan hayati 3. Aspek ekowisata Ketersediaan objek dan atraksi wisata, nilai visual tapak, ketergantungan masyarakat pada tapak, dan potensi pengunjung Analisis Analisis kesesuaian kawasan karst utk pengembangan ekowisata Analisis ketersediaan objek dan atraksi wisata Sintesis Zonasi ekowisata tapak Jalur ekowisata Perencanaan lanskap Rencana lanskap Gambar 3. Tahapan Perencanaan Lanskap Ekowisata Karst

20 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah perencanaan kawasan ekowisata berbasis kualitas dan kepekaan lingkungan. Pengolahan data didahului dengan menganalisis kesesuaian kawasan karst untuk ekowisata. Selanjutnya dilakukan analisis keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak Lembah Mulo. Tahap pertama dilakukan analisis kesesuaian kawasan karst untuk ekowisata pada tapak. Kriteria dibuat untuk menilai sensitifitas kawasan karst. Area sensitif dimanfaatkan untuk kepentingan konservasi dan area yang kurang sensitif dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata. Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi ketersediaan objek dan atraksi wisata pada tapak. Aspek yang dipertimbangkan dalam penilaian adalah keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonality, sensitifitas, aksesibilitas, dan fungsi sosial (Avenzora 2007). Persiapan Tahap ini merupakan tahapan awal yang dilakukan dengan usulan penelitian, perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pengumpulan informasi yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, dan perizinan penelitian pada dinas terkait. Kemudian dilanjutkan dengan perumusan konsep awal dari kegiatan perencanaan yang dilakukan sebelum diadakan turun lapang, yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan data yang dibutuhkan sesuai konsep dan tujuan yang telah dikembangkan. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret 202 selama kurang lebih dua minggu dan feel of the land pada tapak. Data yang diambil adalah data aspek bio-fisik, sosial, dan budaya serta potensi wisata keadaan awal tapak. Data terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh dari survey lapang, studi pustaka, dan wawancara. Data yang diambil terdapat pada Tabel 3. Bentuk data pada tahapan ini adalah berupa data tabular, peta kondisi tapak, dan foto untuk merekam visual tapak.

2 Data primer didapatkan dengan cara melakukan survey lapang dan pengamatan langsung keadaan lokasi penelitian untuk memperoleh potensi, hambatan, dan peluang pengembangan lanskap kawasan ekowisata karst. Sementara data sekunder berasal dari studi pustaka yang dilakukan untuk memperoleh data fasilitas standar yang digunakan, peraturan dan kebijakan yang mengikat dan membatasi pengembangan tapak, dan data keadaan fisik dan biofisik serta sosial ekonomi (Tabel 2). Data persepsi masyarakat sekitar diambil dengan melakukan wawancara kepada 40 responden yang tersebar secara acak disekitar kawasan Lembah Mulo berdasarkan pertanyaan yang telah disusun. Wawancara juga dilakukan terhadap instansi terkait untuk mendapatkan data dan informasi lebih dalam mengenai tapak. Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber, dan Cara Pengambilan Data Aspek No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Cara Pengambilan Fisik Letak, luas, batas Primer, Bakosurtanal Survey, Studi pustaka 2 Tanah dan geologi Primer, Bappeda Survey, Studi pustaka 3 Topografi Bakosurtanal Studi pustaka 4 Hidrologi Primer, Bakosurtanal Survey, Studi pustaka 5 Tata guna lahan Bappeda Studi pustaka 6 Vegetasi dan satwa Primer, Tapak Survey, Studi pustaka 7 Iklim BMG Studi pustaka 8 View Primer Tapak Survey Sosial Karakter, persepsi, Primer Tapak Survey Budaya dan preferensi masyarakat 2 Aktivitas dan Primer, Tapak Survey Potensi Wisata Keterangan: perilaku Atraksi/objek Primer, Tapak Survey wisata 2 Aksesibilitas Primer Tapak Survey 3 Potensi tapak Primer Tapak Survey 4 Potensi pengunjung Primer, Tapak Survey Bakosurtanal : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Bappeda BMG : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah : Badan Meteorologi dan Geofisika

22 Analisis Analisis dilakukan untuk menilai keberadaan suatu objek dan atraksi serta kesesuaiannya apabila dikembangkan sebagai kawasan ekowisata pada tapak. Selanjutnya data identifikasi didapatkan dengan survey lapang dan wawancara. Analisis sumberdaya wisata dilakukan dengan mendata potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan sebagai atraksi. Dalam menganalisis dan identifikasi keberadaan atraksi atau objek wisata dinilai berdasarkan peluang kegiatan wisata yang dapat dilakukan pada objek wisata. Tahap pertama dilakukan analisis kepekaan kawasan karst pada tapak. Kriteria dibuat dengan mengkombinasikan aspek fisik, yaitu geologi, tanah, dan topografi pada tapak seperti yang tersaji pada Gambar 4, Tabel 3, dan Tabel 4. Untuk pengamatan penelitian, Lembah Mulo dibagi menjadi segmen berdasarkan penutupan lahan. Penutupan lahan dipilih menjadi unit analisis karena merupakan penampakan nyata lahan yang ada saat ini dan memiliki atribut seperti kemiringan, jenis tanah, geologi, vegetasi, dan visual yang dapat dianalisis. Gambar 4. Peta Pembagian Segmen pada Kawasan lembah Mulo

23 Tabel 3. Klasifikasi Kepekaan Kawasan Karst Kelas Kesesuaian No. Aspek Kurang peka (3) Cukup peka (2) Peka (). Geologi Bentukan alam karst masih terlihat (sedikit) meskipun sabagian hilang atau rusak Bentukan alam karst tidak terlalu terlihat dan ketebalan batu gamping tipis Terdapat bentukan alam karst yang unik, spesifik, dan langka: conical hill, dolina, uvala, polce, sinkhole, atau goa 2. Tanah Aluvial, planosol, hidromorf kelabu, Brown forest soil, mediteran Regosol, litosol, organosol, rendzina latosol 3. Topografi 0-5% 5-25% >25% Sumber: Hidayat (2002), SK Menteri Pertanian No. 837/K pts/um//980, dan modifikasi Jumlah nilai = peka: 3-4 cukup peka: 5-7 kurang peka: 8-9 Tabel 4. Luas dan Persentase Segmen pada Lembah Mulo Segmen Luas (Ha) (%) Tutupan Lahan Dominan,70 0,35 Tegalan 2 0,7,04 Tegalan 3 5,0 3,04 Tegalan 4 4,93 30,00 Perkebunan 5 0,4 2,49 Perkebunan 6 0,32,95 Perkebunan 7,30 7,9 Telaga 8 0,62 3,77 Pemukiman 9 0,73 4,44 Tegalan 0,5 7,0 Tegalan Total 6,43 00 Masing-masing aspek yang dinilai kemudian di-overlay sehingga menghasilkan kategori kurang peka, cukup peka, dan peka. Zona peka memiliki skor 8-9, cukup peka 5-7, dan kurang peka 3-4. Dalam perencanaan kawasan daerah peka merupakan area yang harus dikonservasi, daerah cukup peka merupakan area yang pemanfaatannya terbatas, dan daerah yang kurang peka merupakan area yang dapat dikembangkan menjadi kawasan untuk aktivitas ekowisata. Analisis selanjutnya adalah penilaian terhadap keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak. Menurut Avenzora (2005), dalam penilaian objek wisata setidaknya perlu untuk menilai tujuh aspek nilai yang terkait dan berasosiasi dalam potensi suatu objek wisata, yaitu keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, aksesibilitas, sensitifitas, dan fungsi sosial (Tabel 5).

24 Lima aspek pertama merupakan aspek-aspek penting dalam ranah kepariwisataan, sedangkan dua aspek yang terakhir adalah aspek penting dalam ranah sustainable development. Objek yang potensial dinilai dengan menggunakan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan. Setiap potensi objek dan atraksi yang terdapat dalam tapak dinilai berdasarkan kriteria yang telah dibuat (Tabel 5). Objek mendapatkan skor pada tiap poin yang tertera pada aspek yang dinilai. Tiap objek dinilai berdasarkan 7 aspek pada kriteria yang telah dibuat. Selanjutnya skor tiap objek diakumulasi sehingga menghasilkan skor total. Objek bernilai rendah apabila memiliki skor 7-8, sedang 9-30, dan tinggi 3-42. Hasil dari analisis ini berupa data tabular dan spasial. Tabel 5. Kriteria Penilaian Objek dan Atraksi Ekowisata No Aspek Indikator Skor Keunikan Bentuk gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya Warna-warna gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya Manfaat dan fungsi gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya Tempat dan ruang gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya Waktu gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya Ukuran dimensi gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya 2 Kelangkaan Gejala alam tersebut telah masuk dalam daftar kelangkaan internasional Gejala alam masuk dalam daftar kelangkaan nasional Gejala alam tersebut tidak ada di provinsi lain Gejala alam tersebut tidak ada di kabupaten lain Gejala alam tersebut tidak ada di kecamatan lain Pengulangan proses kejadian gejala alam tersebut sangat langka dalam kurun waktu tertentu 3 Keindahan Keindahan komposisi dan nuansa bentuk dari gejala alam tersebut Keindahan komposisi dan nuansa warna dari gejala alam tersebut Keindahan komposisi dan nuansa dimensi ukuran dari gejala alam tersebut Keindahan komposisi dan nuansa gejala alam dari gejala alam tersebut Keindahan komposisi dan nuansa visual secara totalitas dari gejala alam tersebut Kepuasan psikologi pengunjung dari komposisi dan nuansa yang dihasilkan gejala alam tersebut

25 4 Seasonality Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung beberapa saat saja pada hari tertentu Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada hari tertentu dalam periode minggu tertentu Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada minggu tertentu dalam periode bulan tertentu Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada bulan tertentu dalam periode tahun tertentu Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada bulan tertentu dalam periode kondisi tahun tertentu Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada kelompok umur, fisik, dan status sosial tertentu. 5 Sensitifitas Peristiwa kejadian alam tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran sedikit/banyak pengunjung Kualitas kejadian alam tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran sedikit/banyak pengunjung Kuantitas kejadian alam tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran sedikit/banyak pengunjung Kehadiran pengunjung untuk menikmati gejala alam tersebut tidak mempengaruhi terjadinya kejadian fenomena alam lain disekitarnya Dalam bentuk kontak fisik tidak akan menyebabkan berubahnya secara permanen kualitas dan kuantitas gejala alam tersebut dan gejala alam lainnya. Daya dukung fisik, ekologis, dan psikologis tidak terganggu 6 Aksesibilitas Lokasi gejala alam tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan umum dalam waktu maksimal dua jam dari ibukota kabupaten Lokasi gejala alam tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan umum dalam waktu maksimal satu jam dari ibukota kecamatan Lokasi gejala alam tersebut dapat dijangkau oleh semua jenis kendaraan roda empat Pengunjung dapat menjangkau lokasi gejala alam tersebut tanpa harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melebihi 2 km Untuk mencapai lokasi tersebut tersedia kendaraan umum yang beroperasi setidaknya 6 jam per hari Lokasi tersebut dapat dicapai dalam segala kondisi cuaca 7 Fungsi Sosial Gejala alam tersebut diyakini masyarakat sekitar mempunyai sejarah yang sangat kuat dengan cikal bakal komunitas yang tinggal di kawasan tersebut Gejala alam tersebut hingga saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber elemen kehidupan sosial/budaya keseharian masyarakat sekitar Gejala alam tersebut hingga saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber elemen budaya pada berbagai upacara budaya dalam dinamika budaya masyarakat setempat Gejala alam tersebut hingga saat ini hanya digunakan sebagai salah satu sumber elemen budaya pada upacara

26 budaya tertentu saja dalam dinamika sosial budaya masyarakat setempat Gejala alam tersebut hingga saat ini digunakan sebagai salah satu sumber elemen ekonomi utama bagi kehidupan sosial ekonomi keseharian masyarakat setempat Gejala alam tersebut hingga saat ini hanya digunakan sebagai salah satu identitas regional bagi masyarakat setempat Sumber: Avenzora 2008 rendah: 7-8 sedang: 9-30 tinggi: 3-42 Sintesis Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dari suatu tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Setelah dilakukan pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi akan diperoleh alternatif-alternatif perencanaan yang selanjutnya ditentukan alternatif terpilih yang merupakan satu alternatif atau modifikasi dan kombinasi dari beberapa alternatif perencanaan. Pada tahap ini ditentukan objek dan atraksi yang potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan ekowisata yang akan direncanakan. Sensitifitas area yang telah diketahui membantu dalam menentukan area yang harus dikonservasi, dimanfaatkan terbatas, dan area utama untuk kegiatan ekowisata. Pada tahap ini juga ditentukan konsep pengembangan tapak yang mengacu pada fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan dan perhitungan daya dukungnya. Daya dukung lahan dihitung untuk mengetahui kapasitas tampung dan aktivitas pada area wisata maupun konservasi di Lembah Mulo agar dalam pengembangan wisata tidak merusak dan tetap menjaga kelestarian tapak. Pendugaan nilai daya dukung wisata berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam m2/orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 992 dalam Siti Nurisjah et. al., 2003): DD = A/S DD = Daya dukung tapak A = Area yang digunakan untuk wisata T = DD x K S = Standar rata-rata individu T = Total hari kunjungan K = N/R K = Koefisien rotasi N R = Jam kunjungan per-hari = Rata-rata waktu kunjungan

27 Rencana Lanskap. Pada proses ini konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk rencana tata ruang, tata letak aktifitas dan fasilitas rekreasi. Hasil dari tahap ini berupa rencana tapak (site plan) yang menggambarkan aktifitas dan fasilitas yang dapat dikembangkan, jalur sirkulasi yang direncanakan, tata letak elemen lanskap dan fasilitas yang pendukung.