Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan perkapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk suatu negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori. Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai akuntansi publik di Indonesia sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

ketentuan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maimunah (2006) pengertian flypaper effect adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

Transkripsi:

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada periode tertentu (umumnya satu tahun).pendapatan perkapita dipengaruhi oleh PDRB dan jumlah penduduk, dengan kata lain pendapatan perkapita mencerminkan pendapatan rata-rata yang diperoleh di suatu daerah, sehingga jika pendapatan tersebut besar masyarakat pun cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar untuk kebutuhannya, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya (Kuncoro, 2004). Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feony (2003) dalam Harianto dan Adi (2007) indikator pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk. Hukum Wagner merupakan teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product(GNP). Hukum Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. (Mangkoesoebroto, 2001). 18

Hukum tersebut dirumuskan sebagai berikut : GGGG CCCC GGGG CCCC 1 GGGG CCCC nn > > > YYYY CCCC YYYY CCCC 1 YYYY CCCC nn Keterangan : Gp C = pengeluaran pemerintah perkapita Yp C = produk atau pendapatan nasional perkapita T = indeks waktu (tahun) Dalam hukum Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999).Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi pada suatu saat.hal ini mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross Domestic Product) dan jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan dan jumlah penduduk di pihak lain. Musgrave (1991) menyatakan bahwa pendekatan alternatif penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah antara lain adalah : a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang pribadi dan barang sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan bahwa porsi barang-barang sosial selalu mengalami peningkatan. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang 19

efisien menghendaki adanya peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap gross national product (GNP). b. Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bisa merupakan suatu penentu utama porsi pengeluaran pemerintah. Perubahan tingkat pertumbuhan populasi menyebabkan perubahan distribusi umur dan kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran seperti kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktor-faktor seperti mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota baru dan berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik. 2.1.2.Belanja Modal Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) mendefinisikan belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja, bukan untuk dijual. Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya adalah pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi, sehingga masyarakat juga memiliki manfaat dari pembangunan daerah. Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan, suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila : a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas. b. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah. c. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. 20

Pada Pasal 53 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Dalam PSAP 07/PP/No.71/2010, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi enam akun sebagaimana dirinci dalam penjelasan berikut ini: a. Tanah Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan.tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut. b. Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah peralatan dan mesin yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap yang dapat diklasifikasikan dalam peralatan dan mesin ini mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, 21

dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi. c. Gedung dan Bangunan Gedung dan bangunan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah gedung dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan.termasuk dalam jenis gedung dan bangunan ini antara lain: bangunan gedung, monumen, bangunan menara, dan rambu-rambu. d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan Jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Contoh aset tetap yang termasuk dalam klasifikasi ini mencakup antara lain: jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi, dan jaringan. e. Aset Tetap Lainnya Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, tetapi memenuhi definisi aset tetap.aset tetap lainnya ini dapat meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olah raga. f. Konstruksi dalam Pengerjaan 22

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya. 2.1.3. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus-menerus di pacu pertumbuhannya.dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional. Halim (2001), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri: a. Pajak Daerah. Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: 1) Pajak hotel, 2) Pajak restoran, 3) Pajak hiburan, 4) Pajak reklame, 5) Pajak penerangan jalan, 6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, 7) Pajak Parkir. 23

b. Retribusi Daerah. Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek. c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: 1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd. 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumd. 3) Bagian labapenyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah. Menurut pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah. Saragih (2006) dalam Harianto dan Adi (2007) menyatakan bahwa peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Peningkatan PAD menunjukkan adanya peningkatan partisipasi publik terhadap jalannya pemerintahan di daerah itu BAPPENAS (2003) seperti yang dikutip Adi (2006) 24

melakukan analisis elastisitas PAD terhadap PDRB menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positip dan signifikan terhadap perubahan PAD. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dan membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Saragih (2006) dalam Harianto dan Adi (2007) menyatakan bahwa peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah.peningkatan PAD menunjukkan adanya peningkatan partisipasi publik terhadap jalannya pemerintahan di daerahnya.pemda yang salah satu tugasnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat memerlukan PAD sebagai bentuk kemandirian di era otonomi daerah. 2.1.4 Dana Perimbangan 2.1.4.1 Pengertian Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002). Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah: 25

1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik vertikal maupun horisontal. 2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah. 2.1.4.2. Pembagian Dana Perimbangan 2.1.4.2.1. Dana Alokasi Umum(DAU) Dengan terbitnya Peraturan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan antara pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan perimbangan 26

keuangan antara pusat dan daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang berarti penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai dengan Undangundang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara pusat dan daerah besaran Dana Alokasi Umum (DAU) ini sekurang-kurangnya 26 % dari pendapatan dalam negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Sedangkan proporsi DAU untuk daerah Propinsi dankabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan dan kewenangan antara propinsi dan Kabupaten/kota formula DAU menggunakan pendekatan celah fiskal (fiskal gap) yaitu selisih antara kebutuhandaerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capasity) (Sutedi, 2009).Penyaluran DAU,DAK dan DBH disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Hal ini berkaitan dengan perimbangan antara pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah (Darwanto dan Yustikasari, 2007) lebih lanjut menurut Darwoto dan Yustikasari (2007) hal tersebut menunjukkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana dana tersebut secara leluasa dapat dipergunakan untuk pelaksanaan desentralisasi. Peraturan terkait mengenai dana alokasi umum antara lain : 1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 2.UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 27

2.1.4.2.2. Dana Alokasi Khusus Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) ádalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanaikegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional yang dilaksanakan di tingkat daerah.kegiatan khusus ini sulit untuk diperkirakan dengan rumus alokasi khusus.dak ditujukan untuk daerahkhusus yang terpilih untuk tujuan khusus.karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pernerintah pusat sepenuhnya merupakanwewenang pemerintah pusat untuk tujuan nasional Kebutuhan khusus alokasi DAK meliputi : 1) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak rnempunyai akses yang memadai ke daerah lain. 2) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi. 3) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang rnemadai. 4) Kebutuhan prasarana dansarana fisik di daerah guna mengatasi dampak Kerusakan lingkungan. 5) Pembangunan Jalan, rumah sakit, irigási dan air bersih DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum Daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai adiministrasi kegiatan, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. 28

Pembiayaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ini bisa disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kwalitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasana publik ( Ndadari dan Adi, 2008).Halim dan Abdullah (2006) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintahan daerah.abimanyu (2005) yang dikutip oleh Harianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Jika sarana prasana yang memadai di daerah itu maka masyarakat akandapat melaksanakan aktivitas pekerjaan sehingga akan berdampak positif terhadap roda perekonomian sehingga akan berpengaruh pada produktifitas yang semakin meningkat. Peraturan terkait mengenai dana alokasi khusus antara lain: 1.UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah 2.UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah 3.PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan. 2.1.4.2.3. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004,Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari dua (2) jenis, yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).Pola bagi hasil 29

penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil. Penerimaan DBH pajak bersumber dari: 1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 3) Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh WPOPDN) dan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Sedangkan penerimaan DBH SDA bersumber dari: Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi. Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri dalam hal keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada.demikian halnya dalam sistem DBH yang bersumber dari pajak dan SDA.Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal pusat-daerah.namun, pola bagi hasil tersebut dapat berpotensi mempertajam ketimpangan horisontal yang dialami antara daerah penghasil dan non penghasil.horisontal tersebut disebabkan karena dalam kenyataannya karakteristik daerah di Indonesia sangat beraneka ragam. Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah seperti di Riau,Aceh, Kalimantan Timur dan Papua yang berupa minyak bumi dan gas alam (migas), pertambangan, dan kehutanan.ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena struktur perekonomian mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat dioptimalkan sehingga daerah tersebut menjadi 30

kaya. (Astuti dan Joko, 2005) menyatakan bahwa potensi penerimaan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah saja Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi.Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN).Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula.dbh merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakansalah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan danmemenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Irawan (2009) meneliti mengenai pengaruh PAD, transfer pemerintah pusat, dan belanja modal terhadap pendapatan perkapita masyarakat di kabupaten/kota se-provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan situs BPS dengan tahun amatan 2004 2006. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pendapatan perkapita yang 31

diperoleh dari hasil pembagian PDRB dengan jumlah penduduk. Variabel independen penelitian ini adalah PAD, transfer pemerintah pusat, dan belanja modal. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara individual hanya PAD yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan perkapita sedangkan transfer pemerintah pusat dan belanja modal secara individual berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan perkapita. Kesimpulan berdasarkan uji simultan diperoleh hasil bahwa PAD, transfer pemerintah pusat, dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pendapatan perkapita kabupaten/kota se-sumatera Utara. Walidi (2009) meneliti pengaruh DAU terhadap pendapatan perkapita dengan belanja modal sebagai variabel intervening.populasi yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota yang terdapat di Sumatera Utara dengan rentang waktu tahun 2004 2006.Metode analisis yang digunakan adalah regresi bertingkat.data sekunder diperoleh dari BPS dan situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.Kesimpulan penelitian ini yaitu secara individual DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan perkapita dan belanja modal secara individual berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan perkapita.kesimpulan berdasarkan uji simultan ditemukan bahwa DAU dan belanja modal berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan perkapita kabupaten/kota se-sumatera Utara. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama peneliti dan Tahun penelitian Judul penelitian Variabel penelitian Metode yang digunakan Hasil penelitian 32

1. Irawan (2009) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Transfer Pemerintah Pusat dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat di Kabupaten/ Kota se- Provinsi Sumatera Utara Variabel Dependen : Pendapatan Perkapita Variabel Independen : PAD, Transfer Pemerintah, Belanja Modal Regresi Linier Berganda -Secara parsial PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan perkapita. -Secara parsial Transfer Pemerintah dan Belanja Modal berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan perkapita. 2. Walidi (2009) Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Perkapita, Belanja Modal sebagai Intervening Variabel (Studi Kasus di Propinsi Sumatera Utara) Variabel Dependen : Pendapatan Perkapita Variabel Independen : DAU Variabel Intervening : Belanja Modal Analisis Regresi Bertingkat Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan perkapita di kabupaten/kota se- Sumatera Utara. Sumber : Diolah oleh peneliti. 33

2.3. Kerangka Konseptual Belanja modal H1 (X1) H1 g Pendapatan asli daerah (PAD) (X2) H2 Pendapatan perkapita (Y) Dana perimbangan: DAU DAK DBH (X3) H3 H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dari semua penjelasan tinjauan teoritis peneliti menyusun kerangka konseptual seperti gambar di atas.kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat.kerangka 34

konseptual di atas menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara semua variabel bebas dengan variabel terikat baik secara parsial maupun secara simultan. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1) Hipotesis 1 (H1) : Belanja Modal berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan perkapita. 2) Hipotesis 2 (H2) : Pendapatan asli daerah berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan perkapita 3) Hipotesis 3(H3) : Dana perimbangan berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan perkapita 4) Hipotesis 4 (H4) : Belanja modal, pendapatan asli daerah dan dana perimbangan berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan perkapita. 35