BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi: 2006). Dalam meningkatkan penerimaan pajak, wajib pajak merupakan salah satu aspek penting dan merupakan tulang punggung penerimaan pajak, semua kegiatan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya telah diatur dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), hal ini tentunya sebagai upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak tentang pajak dan betapa pentingnya pajak bagi suatu Negara dan juga semua masyarakat (Moh Zain: 2005). Sistem perpajakan yang dianut Indonesia saat ini adalah system self assessment, dengan pengertian bahwa wajib pajak bertanggung jawab atas segala pembukuan atau pencatatan yang diperlukan untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang (Diana Sari, 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wajib pajak diberikan keleluasaan untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri pajaknya, dan tidak sedikit wajib pajak yang menyalahgunakan kesempatan ini untuk menyampaikan jumlah pajak yang tidak tepat, atau melaporkan pajaknya dengan terlambat. Oleh karena itu terdapat berbagai peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar wajib pajak dapat melaporkan pajaknya dengan patuh. 1
2 Berikut Tabel 1.1 pendapatan negara tahun 2011 dan 2012 yang diambil dari laporan keuangan Direktorat Jendral Pajak 2012. Uraian Pendapatan Negara dan Hibah Penerimaan Pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak Tabel 1.1 Laporan Realisasi Anggaran, 2011-2012 Sumber : Laporan Keuangan Direktorat Jendral Pajak 2012 2012 2011 Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % Realisasi (Rp) 885.031.926.607.775 835.852.750.133.595 94,44 742.728.412.151.356 885.026.616.511.000 835.827.927.658.775 94,44 742.719.856.032.954 5.310.096.755 24.822.474.820 467,46 8.556.118.402 Belanja Negara 4.997.443.575.000 5.222.442.377.430 104,50 5.395.460.592.226 Belanja Pegawai 1.552.002.135.608 1.487.948.550.530 95,87 1.353.986.657.961 Belanja Barang 3.068.304.026.025 2.825.240.108.329 92,08 2.369.802.073.990 Belanja Modal 377.137.413.367 293.618.971.320 77,85 424.271.988.888 Belanja Pembayaran Bunga Utang 0 615.634.747.251 0 1.247.399.871.387 Tabel 1.1 menunjukan bahwa pendapatan paling besar yang diterima Negara berasal dari penerimaan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa pajak merupakan hal yang sangat penting dalam penerimaan Negara untuk membangun Negara menjadi Negara maju. Jumlah Pendapatan yang diterima dari pajak seharusnya bisa lebih besar jumlahnya. Nyatanya secara nominal jumlah tersebut masih jauh dari potensi yang sebetulnya bisa digali. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak
3 yang dinilai belum baik. Karena Berdasarkan Tabel 1.2 bisa dilihat sebagaimana besar kepatuhan wajib pajak untuk menyampaikan SPT PPh Tahunan dari tahun ke tahun. Tabel 1.2 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT PPh, 2008-2012 Uraian 2012 2011 2010 2009 2008 Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT 17.659.278 17.694.317 14.101.933 9.996.620 6.341.828 SPT Tahunan PPH 9.482.480 9.332.626 8.202.309 5.413.114 2.097.849 Rasio Kepatuhan 53,70% 52,74% 58,16% 54,15% 33,08% Sumber : Laporan Keuangan Direktorat Jendral Pajak 2012 Dari Tabel 1.2 dapat dikatakan bahwa Wajib Pajak terdaftar Wajib SPT yang terdaftar dari tahun 2008 sampai 2012 terus meningkat, tetapi tingkat kepatuhan penyampaian SPT nya mengalami kenaikan di tahun 2008, 2009, 2010, 2012 dan mengalami penurunan tahun 2011. Masih banyak Wajib Pajak yang belum patuh untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh. Pada tahun 2012 Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT berjumlah 17.659.278, tetapi yang patuh untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh hanya 9.482.480 atau 53,70% dari jumlah wajib pajak yang terdaftar, bahkan di tahun 2011 perkembangan rasio kepatuhan cenderung menurun dibandingkan dengan perkembangan rasio dari tahun 2008-2010 yang selalu meningkat. Fenomena tersebut menunjukkan adanya ketidakpatuhan Wajib Pajak. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak merupakan kunci suksesnya mencapai
4 penerimaan pajak. Seorang ahli ekonomi (Sarker: 2003) dalam Buyung Muniriyanto: mengatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dapat diartikan sebagai derajat wajib pajak untuk melaksanakan aturan perpajakan dengan baik dan benar (atau tidak benar). Sehingga semakin tingginya tingkat kepatuhan maka peraturan perpajakan akan dijalankan dengan semakin baik dan benar, begitu juga sebaliknya apabila tingkat kepatuhan rendah. Kepatuhan membayar pajak adalah masalah pola pikir atau paradigma yang mempengaruhi kemauan pembayar pajak. Kepatuhan tersebut timbul karena berbagai faktor, baik yang berasal dari wajib pajak itu sendiri maupun dari luar wajib pajak. Faktor yang berasal dari wajib pajak itu sendiri seperti kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, suasana individual wajib pajak yaitu tidak ada imbalan langsung dari pemerintah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar wajib pajak seperti pendidikan, sistem perpajakan, sosialisasi, informasi tentang perpajakan, kinerja aparatur pajak, penegakan hukum. Rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya antara lain pengetahuan sebagian besar wajib pajak tentang pajak, serta persepsi wajib pajak tentang pajak dan petugas pajak masih rendah, (Gardina dan Haryanto: 2006) dalam Supriyati dan Nur Hidayati. Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan adapula yang diperoleh dari pelatihan pajak. Namun, frekuensi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sering
5 dilakukan. Bahkan, pengetahuan tentang pajak belum secara komprehensif menyentuh dunia pendidikan. Oleh karena itu, pada tataran pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi masih belum tersosialisasi pajak secara menyeluruh, kecuali mereka yang menempuh jurusan perpajakan. Kurangnya sosialisasi mungkin berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat yang pada akhirnya mungkin menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan pajak merupakan fenomena yang sangat kompleks yang dilihat dari banyak perspektif. Kepatuhan atas pajak (tax compliance) adalah melaporkan penghasilan sesuai dengan peraturan pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tepat waktu dan membayar pajaknya dengan tepat waktu. Untuk itu dibutuhkan tindakan preventif agar wajib pajak dapat melaporakan SPT tepat waktu. Diantaranya adalah dengan adanya Sanksi perpajakan yang diberlakukan apabila wajib pajak tersebut telat membayar atau melaporkan surat pemberitahuan (SPT) dan adanya penyuluhan perpajakan. Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar
6 pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku. Tabel 1.3 menunjukan jumlah kasus modus Operandi tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi selama tahun 2012. Tabel 1.3 Modus Operandi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan 2012 Modus Operandi Memungut pajak tetapi tidak menyetor Menerbitkan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebelumnya (faktur pajak fiktif Menggelapkan Omzet Membuat Surat Setoran Pajak Palsu Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan JUMLAH Sumber : Laporan Keuangan Direktorat Jendral Pajak 2012 Jumlah 26 kasus 16 kasus 4 kasus 3 kasus 1 kasus 50 kasus Dari Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa Tindak Pidana di bidang perpajakan masih tinggi. Hal tersebut bisa dilihat dari angka sebesar 50 kasus yang melakukan modus operandi tindak pidana di bidang perpajakan selama tahun 2012. Dengan diterapkannya sanksi perpajakan diharapkan Wajip Pajak tidak melanggar norma, karena penting bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan. Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum
7 yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan. Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak. Dengan demikian, diharapkan agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh para wajib pajak. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelangaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan pidana. Perbedaan di antara keduanya terletak pada konsekuensinya. Pada sanksi administrasi, konsekuensi nya adalah pembayaran kerugian kepada negara berupa bunga dan kenaikan, sedangkan pada sanksi pidana, konsekuensinya adalah siksaan atau penderitaan. Selain sanksi perpajakan, penyuluhan merupakan faktor penting dalam menimbulkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Tabel 1.4 menunjukan seberapa besar kegiatan efektifitas kegiatan Penyuluhuan Tahun 2012
8 Sarana Tabel 1.4 Hasil Survey Efektifitas Kegiatan Penyuluhan 2012 1 2 3 4 5 Sangat Tidak Efektif Tidak Efektif Biasa Saja Efektif Sangat Efektif Buku 0,95 4,65 32,84 49,62 11,94 Sosialisasi Langsung 0,72 2,70 22,27 47,69 26,63 Talkshow di Televisi 0,90 5,05 36,94 46,17 10,94 Talkshow di Radio 2,43 10,15 44,88 35,19 7,35 Rubrik Konsultasi 1,00 5,22 40,91 43,15 9,72 Situs www.pajak.go.id 0,85 2,28 21,21 50,26 25,41 Rata-rata 1,14 10,02 99,52 181,38 76,66 Nilai Efektifitas 73,74 Sumber : Laporan Keuangan Direktorat Jendral Pajak 2012 Berdasarkan Tabel 1.4 diperoleh informasi bahwa penyuluhan perpajakan dinilai sangat efektif. Hal tersebut dilihat dari angka sebesar 73,74% Wajib Pajak menyatakan bahwa penyuluhan perpajakan dinilai sangat efektif. Penyuluhan memiliki peranan yang sangat fundamental karena penyuluhan perpajakan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu membangun suatu masyarakat khususnya masyarakat wajib pajak yang cerdas, jujur, patriotik dan benarbenar menyadari peranannya di dalam pembangunan bangsa dan negara. Untuk itu, penyuluhan secara optimal dibutuhkan dalam rangka menambah pengetahuan masyarakat.
9 Penyuluhan perpajakan sebagai suatu sistem penyampaian informasi dan bimbingan perpajakan merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan sistem self assessment agar masyarakat tergugah dan sadar untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Proses penyuluhan perpajakan dalam jangka waktu panjang diharapkan dapat membuat wajib pajak sadar membayar pajak. Dengan proses sosialisasi yang optimal diharapkan akan membuat masyarakat sadar untuk membayar pajak, serta memiliki kepatuhan dan komitmen moral terhadap kewajiban perpajakannya. Masyarakat Indonesia harus diberi pengertian bahwa pajak yang dipungut dari mereka adalah demi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pajak yang dipungut tersebut akan sangat berguna untuk berbagai sektor, seperti sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Apalagi jika pemerintah dapat mengelola penerimaan pajak tersebut dengan tepat, efektif dan efisien sehingga terjadi pemerataan pembangunan di seluruh daerah Indonesia. Bila seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan penyuluhan perpajakan yang optimal, bukan tidak mungkin masyarakat Indonesia menjadi sadar, patuh, dan taat pajak. Dengan demikian, penerimaan pajak negara Indonesia dapat menjadi maksimal sehingga pembangunan Indonesia dapat berjalan dengan baik yang berimplikasi pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai : PENGARUH PENERAPAN SANKSI DAN
10 PENYULUHAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah disampaikan di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh penerapan sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Soreang? 2. Bagaimana pengaruh penerapan penyuluhan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Soreang? 3. Diantara kedua faktor diatas, yaitu sanksi perpajakan dan penyuluhan perpajakan, faktor manakah yang memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Soreang? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data sebagai bukti empiris dari model penelitian yang dikaji. Pengumpulan data dan informasi yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini adalah Pengaruh Penerapan Sanksi dan Penyuluhan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Soreang.
11 Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Soreang. 2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan penyuluhan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Soreang. 3. Untuk mengetahui, faktor mana, diantara sanksi perpajakan dan penyuluhan perpajakan, yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Soreang. 1.4 Kegunaan Penelitian bagi : Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan 1. Penulis Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan penulis mengenai perpajakan khususnya mengenai sanksi perpajakan dan penyuluhan perpajakan. 2. Pembaca Diharapan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi bagi penelitian sejenis, dan juga dapat meningkatkan pemahaman pembaca mengenai masalah perpajakan, terlebih dalam hal penerapan sanksi pajak dan penyuluhan pajak.
12 3. Instansi Terkait Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai dampak penerapan sanksi perpajakan dan penyuluhan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan faktor manakah yang memiliki dampak signifikan terhadap kepatuhan pajak. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang yang berlokasi di Jalan Raya Cimareme No. 205 Kabupaten Bandung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan selesai.