JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 PERHITUNGAN PROFIL TEGANGAN PADA SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN MATRIX ADMITANSI DAN MATRIX IMPEDANSI BUS Maula Sukmawidjaja Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti Abstract A very important problem in the design and operation of a distribution system is the calculation of the voltage profile within specified limits at various points in the system. In this text we shall develop methods by which we can calculate the voltage, current, and power at any point in a distribution line provided we know these values at one point, usually at one end of the line. The continued development of large, high-speed digital computers have brought about a change in the relative importance of various techniques in the solution of large distribution networks. One of particular importance is the introduction of bus admittance and bus impedance matrices method which will prove to be very useful in the calculation of the voltage profile in the distribution networks. Keywords: voltage profile, bus admittance, bus impedance, matrices 1. Pendahuluan Ada tiga bagian penting dalam proses penyaluran tenaga listrik, yaitu: Pembangkitan, Penyaluran (transmisi) dan distribusi seperti pada Gambar 1. PUSAT PEMBANGKIT PUSAT PEMBANGKIT Gardu PEMBANGKIT PEMBANGKIT GI Penaik Penaik Tegangan TRANSMISI GI Penurun Tegangan Jaringan Tegangan Menengah Jaringan Tegangan Menengah DISTRIBUSI Gambar 1. Tiga komponen utama dalam Penyaluran Tenaga Listrik
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 Tegangan sistem distribusi dapat dikelompokan menjadi 2 bagian besar, yaitu distribusi primer (20KV) dan distribusi sekunder (380/220V). Jaringan distribusi 20KV sering disebut Sistem Tegangan Menengah dan jaringan distribusi 380/220V sering disebut jaringan distribusi sekunder atau disebut Jaringan Tegangan Rendah 380/220V. 2. Jaringan Pada Sistem Primer Jaringan Pada Sistem tegangan menengah (Primer, 20KV) dapat dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial, Jaringan hantaran penghubung (Tie Line), Jaringan Lingkaran (Loop), Jaringan Spindel dan Sistem Gugus atau Kluster. (Alexander, 2004: 54-80) (Muchamdany, 2008: 6-40). 2.1. Jaringan Radial Sistem distribusi dengan pola Radial seperti Gambar 2. adalah sistem distribusi yang paling sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini terdapat beberapa penyulang yang menyuplai beberapa gardu distribusi secara radial. Daya Gambar 2. Konfigurasi Jaringan Radial Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk konsumen. Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen dipasang. Bisa dalam bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan dari sistem ini adalah sistem ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem yang lain. 22
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran. 2.2. Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line) Sistem distribusi Tie Line seperti Gambar 3. digunakan untuk pelanggan penting yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lainlain). Pemutus tenaga Pemutus tenaga Daya Penyulang Gardu Konsumen (khusus) Gardu Induk Gambar 3. Konfigurasi Jaringan Hantaran Penghubung Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan tambahan Automatic Change Over Switch / Automatic Transfer Switch, setiap penyulang terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah satu penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke penyulang lain 2.3. Jaringan Lingkar (Loop) Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti Gambar 4. dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik. 23
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 Saklar Seksi Otomatis Saklar Seksi Otomatis Saklar Seksi Otomatis Pemutus Beban Gambar 4. Konfigurasi Jaringan Loop 2.4. Jaringan Spindel Sistem Spindel seperti pada Gambar 5. adalah suatu pola kombinasi jaringan dari pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang (feeder) yang tegangannya diberikan dari Gardu Induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH). Pemutus beban Daya Penyulang langsung Gardu Hubung Gambar 5. Konfigurasi Jaringan Spindel 24
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu hubung. Pola Spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang menggunakan kabel tanah/saluran kabel tanah tegangan menengah (SKTM). Namun pada pengoperasiannya, sistem Spindel berfungsi sebagai sistem Radial. Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen tegangan rendah (TR) atau tegangan menengah (TM). 2.5. Sistem Gugus atau Sistem Kluster Konfigurasi Gugus seeperti pada Gambar 6. banyak digunakan untuk kota besar yang mempunyai kerapatan beban yang tinggi. Dalam sistem ini terdapat Saklar Pemutus Beban, dan penyulang cadangan. Daya Pemutus Beban Penyulang Cadangan Gambar 6. Konfigurasi Jaringan kluster Dimana penyulang ini berfungsi bila ada gangguan yang terjadi pada salah satu penyulang konsumen maka penyulang cadangan inilah yang menggantikan fungsi suplai kekonsumen. 25
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 3. Sistem Sekunder (Jaringan Tegangan Rendah 380/220V) Sistem distribusi sekunder seperti pada Gambar 7. merupakan salah satu bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada pemakai akhir atau konsumen. Jaringan Tegangan Menengah Gardu Induk Sekering TM Saklar TR Rel TR Sekering TR Jaringan Tegangan Rendah Gardu Tiang Sambungan Rumah Pelanggan Gambar 7. Hubungan tegangan menengah ke tegangan rendah dan konsumen Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan konsumen, jadi sistem ini selain berfungsi menerima daya listrik dari sumber daya (trafo distribusi), juga akan mengirimkan serta mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. Mengingat bagian ini berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik selayaknya harus sangat diperhatikan. 26
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix Jatuh tegangan pada sistem distribusi mencakup jatuh tegangan pada: 1. Penyulang Tegangan Menengah (TM) 2. Transformator 3. Penyulang Jaringan Tegangan Rendah 4. Sambungan rumah 5. Instalasi rumah. Jatuh tegangan adalah perbedaan tegangan antara tegangan kirim dan tegangan terima karena adanya impedansi pada penghantar. Maka pemilihan penghantar (penampang penghantar) untuk tegangan menengah harus diperhatikan. Jatuh tegangan yang di-ijinkan tidak boleh lebih dari 5% (ΔV 5%). Secara umum ΔV dibatasi sampai dengan 3,5% 4. Diagram Pengganti Untuk memudahkan analisa, baik pada Jaringan Tegangan Menengah maupun Jaringan Tegangan Rendah perlu dibuatkan diagram penggantinya. Gambar 8. merupakan Jaringan Tegangan Menengah 20KV yang disuplai dari sistem 150KV. Diagram pengganti dari Jaringan Tegangan Menengah beserta trafo-trafo distribusinya berupa lingkaranlingkaran kecil pada penyulang. Posisi lingkaran disesuaikan dengan posisi dimana trafo distribusi tersebut diletakan dalam penyulangnya. JTM 1 2 3 4 5 6 7 8 SISTEM SISTEM JTR 380/220V JTR 380/220V JTR 380/220V JTR 380/220V Daya JTM 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 8. Diagram pengganti Jaringan Tegangan Menengah 27
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 Diagram pengganti untuk Jaringan Tegangan Rendah terlihat pada Gambar 9. Lingkaran-lingkaran kecil dan nomor-nomor pada lingkaran tersebu melukiskan nomor-nomor tiang dan beban-beban yang tersambung ketiang tersebu. 1 2 3 n - - - - - Gardu Sambungan Layanan Pelanggan 1 2 3 4 5 6 n Gambar 9. Diagram yang melukiskan Jaringan Tegangan Rendah (220/380V). Pada Jaringan Tegangan Rendah 380/220V ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan (PLN, 1992: NP). Dalam satu tiang dapat disambung maksimum 5 Sambungan Layanan Pelanggan, seperti pada Gambar 10. SLP 5 SLP 1 SLP 2 STR SLP 4 SLP 3 STR = Saluran Tegangan Rendah SLP = Sambungan Layanan Pelanggan Gambar 10. Satu tiang maksimum 5 SLP 28
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix Dalam satu Sambungan Layanan Pelanggan, dapat disambung seri maksimum 5 pelanggan seperti Gambar 11. dengan tetap memperhatikan jatuh tegangan yang di-ijinkan. Jarak sambungan maksimum dari tiang ke rumah terakhir 150m, dan jarak sambungan maksimum dari tiang ke rumah atau dari rumah kerumah, maksimum 30m. STR SLP STR = Saluran Tegangan Rendah SLP = Sambungan Layanan Pelanggan Gambar 11. Dalam satu SLP, maksimum dapat disambung 5 pelanggan secara seri Pada sambungan Satu Tiang Atap, maksimun dapat disambung 3 Sambungan Layanan Pelanggan seperti Gambar 12. STR SLP Max. 3 SLP Gambar 12. Satu Tiang Atap, dapat disambung maksimum 3 SLP 29
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 Perhitungan Matrix Admitansi dan Matrix Impedansi Bus, baik pada Jaringan Tegangan Menengah maupun Jaringan Tegangan Rendah, dalam satu penyulang yang mendapat 1 suplai daya dapat dibuatkan diagram impedansinya seperti Gambar 13. 1 2 3 4 5 6 n 1 Z s1 2 Z s2 3 Z s3 4 Z s4 5 Z s5 6 Z s6 ---- Z sn n Z b1 Z b2 Z b3 Z b4 Z b5 Z b6 --- Z bn Z s1 = Impedansi saluran antara tiang 1 dan 2 Z b1 = Impedansi ekivalen beban total pada tiang 1 Gambar 13. Diagram impedansi. Analisa jaringan tegangan rendah, maka Z b adalah beban ekivalen pada tiang tersebut. Sedangkan untuk jaringan tegangan menengah, Z b adalah impedansi ekivalen beban yang dipikul trafo. Z S adalah impedansi penyulang antara tiang/ gardu dengan tiang/ gardu disebelahnya. 5. Profil Tegangan Jaringan Tegangan Menengah Untuk melihat profil tegangan, diambil data (Peter L Toruan, 2004: 32-80) pada salah satu Gardu Induk di Jakarta Utara. Gardu Induk (GI) tersebut selain melayani beban perumahan dan juga melayani beban perindustrian. GI tersebut memiliki beberapa penyulang distribusi utama/ primer. Jaringan tersebut adalah Spindel dengan masing-masing penyulang bertipe radial. Penyulang yang akan digunakan sebagai contoh adalah penyulang kabel bawah tanah jenis AAAC (All Alumunium Alloy Conductor) dengan diameter 3 150 mm2, resistansi 0,206 Ω/ km, reaktansi 0,104 Ω / km dengan faktor daya 0,8, dan kapasitas maksimum 376 A. 30
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix Beban puncak penyulang tersebut adalah 5,5 MVA. Dengan faktor daya yang ditetapkan sebesar 0,8. Diagram satu garis penyulang seperti Gambar 14. Penyulang mensuplai 16 Gardu trafo distribusi, dengan kapasitas masing-masing trafo 400KVA, 20KV-380/220V. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Gambar 14. Penyulang mensuplai 16 Gardu trafo Untuk memudahkan setiap gardu trafo diberi nomor 1 s/d 16 seperti Gambar 14. Jarak 1 gardu trafo dengan gardu trafo disebelahnya, rata-rata berjarak 1,2 km. Dari data-data diatas, impedansi penyulang antara satu gardu trafo dengan gardu trafo disebelahnya adalah: Z S = 0,2472 + j0,1248 (1) Untuk beban 5,5MVA, cos = 0,8 dan dianggap terdistribusi merata pada ke 16 trafo, maka impedansi ekivalen beban masing-masing gardu adalah (jika tidak merata, maka Z b dihitung dari masing-masing beban pada tiang/gardu sendiri-sendiri, demikian juga Z S harus dihitung sesuai jarak yang sebenarnya ada dilapangan): Z B = 930.909 + j698.182 (2) Dari kedua data diatas, dan rangkaian pengganti yang dibicarakan sebelumnya, dapat disusun Matrix Admitansi dan Matrix Impedansi Bus (2,5,6,9. (Elgerd, 1971: 229-300) (Nagrath, 1980: 200-230) (Paul Anderson, 2004: 25-50) (William D, 1984: 157-180). Karena ada 16 simpul, maka ukuran matrix Z bus dan Y bus adalah 16x16. Arus yang masuk simpul 1 (masuk penyulang) adalah: I 1 = V z nom buss 1,1 (3) I 1 = 125.054-93.178i (4) 31
Tegangan Gardu Antar Fasa JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 I 1 = 155.951 (5) V nom adalah tegangan nominal sistem 20KV, diambil dan dijaga tetap 20KV L-L. Tegangan pada masing-masing gardu trafo dapat diperoleh dari: V tn = z bus <1>.I 1 (6) Dimana Z bus <1> adalah impedansi kolom 1 dari Z bus. Profil tegangan disetiap gardu dilukiskan dalam Gambar 15. 20000 19800 V tni 3 19600 19400 0 5 10 15 20 i Nomor Gardu Gambar 15. Profil Tegang Disetiap Gardu Pada JTM Yang Ditinjau Jika penyulang tersebut merupakan sistem loop, Gambar 16. maka tegangan disetiap gardu dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti perhitungan diatas. Perbedaanya hanya pada data untuk membentuk matrix Z bus atau Y bus. Pada sistem loop, simpul no 16 disambung kesimpul no 1 melalui impedansi penyulang Z s. Jadi ada tambahan satu data dibanding sistem radial diatas. 32
Tegangan Gardu Antar Fasa Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix 3 4 5 6 7 I 1 2 8 1 16 9 10 15 14 13 12 11 Gambar 16. Jaringan Tegangan Menengah tipe Loop. Pada Gambar 17. profil tegangan lebih baik, tegangan pada gardu 1 dan 16 sekarang pada tegangan yang hampir sama (perbedaan tegangan yang kecil terjadi pada jatuh tegangan dari titik 1 ke 16). Profil tegangan untuk tipe loop. 20000 19950 V t4i 3 19900 19850 19800 0 5 10 15 20 i Nomor Gardu Gambar 17. Profil tegangan gardu pada penyulang konfigurasi loop. Jika jaringan loop disuplai dari 3 buah gardu induk 150-20KV seperti Gambar 18. 33
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 I 6 3 4 5 6 7 I 1 2 8 1 9-16 10 15 14 13 12 11 I 12 Gambar 18. Penyulang konfiguasi loop dengan 3 sumber daya Arus I 1, I 6 dan I 12 dapat dihitung dari (Homer E, 1975: 49-80): I I I 1 6 12 = Z Z Z bus1,1 bus1,6 bus1,12 Z Z Z bus1,6 bus6,6 bus6,12 Z Z Z bus1,12 bus6,12 bus12,12 1. 20000 3 20000 3 20000 3 (7) Tegangan pada ke 16 gardu trafo distribusi dapat diperoleh dari teori superposisi, V t5 = z bus <1>.I 1 + z bus <6>.I 6 + z bus <12>.I 2 (8) Dimana Z bus <1> = Z bus <6> = Z bus <12> (9) = matrix kolom Z bus untuk kolom 1, 6 dan kolom 12. 34
Tegangan Gardu Antar Fasa Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix Pada Gambar 19. tegangan gardu no 1, 6 dan 12 dipertahankan tetap 20KV. 20000 20000 V t5i 3 19990 19978.932 19980 19970 0 5 10 15 20 i Nomor Gardu Gambar 19. Profil tegangan tipe loop dengan suplai dari 3 sumber daya 6. Profil Tegangan Jaringan Tegangan Rendah Untuk melihat profil tegangan pada jaringan tegangan rendah seperti Gambar 20. diambil data (Alexander, 2004: 54-80) pada sistem distribusi di Jakarta timur. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 I 1 JTR 220 V - 380 / 220 V Gambar 20. Jaringan Tegangan Rendah 220V 35
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 Gardu trafo yang diamati melayani beban perumahan dengan penyulangnya ditompang oleh 15 tiang. Beban pertiang 3300VA, 220V dengan cos = 0,8. Impedansi saluran antara tiang satu dengan tiang disebelahnya, diambil sama yaitu Z S = 0,01 + j 0,03 (10) Impedansi ekivalen beban per tiang, Z B = 11,733 + j 8,8. (11) Dari kedua data diatas, dan rangkaian pengganti yang dibicarakan sebelumnya, dapat disusun Matrix Admitansi dan Matrix Impedansi Bus. Karena ada 15 simpul, maka ukuran matrix Z bus dan Y bus adalah 15x15. Arus yang masuk simpul 1 (masuk penyulang 220V) dihitung dengan cara yang sama seperti perhitungan pada Jaringan Tegangan Menengah, yaitu: I 1 = V z nom bus 1,1 (12) I 1 = 151.778-131.3867i (13) I 1 = 200.746 (14) I nom = n t.st V nom (15) V nom adalah tegangan nominal 220V. Tegangan pada masing-masing tiang, V tn = z bus <1>.I 1 (16) Dimana Z bus <1> adalah impedansi kolom 1 dari Z bus. Tegangan ini dilukiskan dalam Gambar 21. Jika pada tiang 15 dipasang gardu trafo lain, sehingga penyulang Jaringan Tegangan Rendah tsb mendapat 2 masukan tegangan 220V, seperti terlihat dalam Gambar 22. 36
Tegangan (Volt) Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix 220 210 V tni 200 190 180 0 5 10 15 i Nomor Simpul Gambar 21. Profil tegangan jaringan tegangan rendah konfigurasi radial 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 JTR 380/220V I 1 I 15 20KV-380/220V 20KV-380/220V Gambar 22. Penyulang jaringan tegangan rendah dengan suplai dari 2 gardu trafo Arus I 1 dan I 15 dapat diperoleh dari: V z 1 bus z = V15 1,1 bus1,15 I1. zbus z 1,15 bus15,1 5 I15 (17) 37
Tegangan Tiang (L-N) JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 I I 1 15 = z z bus bus 1,1 1,15 z z bus bus 1,15 15,1 5 1 V1. V15 (18) = z z bus bus 1,1 1,15 z z bus bus 1,15 15,1 5 1 220. 220 I 1 = 86.453-67.282i I 1 = 109.549 I 15 = 86.453-67.282i I 15 = 109.549 Tegangan masing-masing tiang, V t2 = z <1> bus.i 1 + z <15> bus.i 15 (19) Profil tegangannya seperti Gambar 23. 220 218 V tni 216 214 212 210 0 5 i 10 15 Nomor Tiang Gambar 23. Profil tegangan dengan suplai daya dari 2 gardu trafo 38
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Menggunakan Matrix 7. Kesimpulan 1. Dengan menggunakan metoda matrix impedansi Z bus dan matrix admitansi Y bus dapat diketahui profil tegangan pada penyulang distribusi, baik pada jaringan tegangan rendah maupun jaringan tegangan menengah. 2. Perhitungan tidak tergantung dari tipe/ konfigurasi jaringan (radial, loop atau konfigurasi lainnya), maupun jumlah gardu/ tiang. Beban-beban dan impedansi saluran juga tidak harus sama seperti yang diuraikan dalam kasus-kasus diatas, tapi dapat bervariasi. 3. Jika tegangan-tegangan disemua titik telah diperoleh, maka arus dan aliran daya dapat dihitung. Demikian pula rugi-rugi dayanya. 4. Untuk perhitungan yang lebih teliti, impedansi trafo dapat disisipkan pada impedansi ekivalen Z S yang bersesuaian. 5. Matrix Z bus dan Y bus adalah matrix simetris yang luas penggunaanya dalam sistem tenaga listrik baik pada operasi normal maupun kondisi gangguan dan dapat diterapkan baik pada jaringan tegangan rendah, maupun jaringan tegangan menengah, namun biasanya digunakan pada jaringan tegangan tinggi. Daftar Pustaka 1. Alexander Simanjuntak. 2004. Perhitungan Jatuh Tegangan Pada Jaringan Menggunakan Mathcad 2000 Profesional, Disertasi. Jakarta: Tugas Akhir Strata-1, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti. 2. Elgerd, 0.I. 1971. Electric Energy System Theory, An Introduction. New Delhi: Tata Mc Graw-Hill. 3. Homer E. Brown. 1975. Solution Of Large Networks By Matrix Methods. : A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. 4. Muchamdany, 2008: Analisa Koordinasi Penyetelan Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Untuk Mengatasi Simpatetik Trip Pada Gardu Induk Tanggerang PT. PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG AREA JARINGAN TANGERANG. Disertasi. Jakarta: Tugas Akhir Strata-1, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti. 5. Nagrath, I.J., D.P. Kothari. 1980. Modern Power System Analysis. New Delhi: Tata Mc Graw-Hill. 6. Paul Anderson. 1973. Analysis of Faulted Power Systems, USA: The Iowa State University Press, Ames, Iowa. 39
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21-40, ISSN 1412-0372 7. Peter L Toruan. 2004. Menghitung Jatuh Tegangan Pada Penyulang Jaringan, Disertasi. Jakarta: Tugas Akhir Strata-1, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti. 8. PLN. 1992: Standard Konstruksi Jaringan Dilingkungan Perusahaan Listrik Negara, Buku saku. Jakarta: nn. 9. William D. Stevenson, Jr. 1984, edisi ke-4. Analisis Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 40