BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara kepulauan (archipelago state) di Asia

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ARAH KEBIJAKAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2019

BAB IV ANALISIS TERHADAP FUNGSI REPRESENTASI ANGGOTA DPD DALAM PENINGKATAN PEMBANGUNAN DI DAERAHNYA (YOGYAKARTA)

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN. Penelitian Individu

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

BAB V P E N U T U P. dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan (Unitary State) sebagai salah satu asas pokok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

Jurnal Panorama Hukum

AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PANDANGAN DAN PENDAPAT ATAS TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan kebudayaan unggulan menjadi salah satu pokok pikir kerangka

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Dasar Pemikiran Perubahan. Sebelum Perubahan. Tuntutan Reformasi. Tujuan Perubahan. Kesepakatan Dasar. Dasar Yuridis. Hasil Perubahan.

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KONSTITUSIONALITAS REGULASI PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

POKOK-POKOK PIKIRAN TERKAIT PENGGUNAAN KONSEP EMPAT PILAR DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN DPD RI. Sudijono Sastroatmodjo

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2008 TENTANG

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN *

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

Kontroversi UU Tanpa Pengesahan Presiden: Tinjauan Hukum dan Politik

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memutuskan untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Rapat Dewan Pengarah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah. Kepulauan Nias, Provinsi Sumut. Jakarta, 3 Mei 2005

Sambutan Presiden RI pada Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, Yogyakarta, 10 Oktober 2012 Rabu, 10 Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK). RUUK tersebut. disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PERBATASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut : Pertama, terkait Penerapan Desentralisasi Asimetris Terhadap Pemerintahan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia : 1. Bahwa sebenarnya penerapan desentralisasi asimetris sudah berlangsung sejak lama, hal ini dapat dilihat dari praktik kenegaraan. Faktanya semenjak Indonesia merdeka Pasal 18 dan penjelasan UUDNRI 1945 sebelum amandemen mengamanatkan bahwa negara mengakui dan menghomati daerah yang bersifat istimewa dan mengakui adanya hak asal-usul. Daerah yang diberikan keistimewaan atau kekhususan melalui UU khusus atau istimewa ialah Provinsi Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta dan DIY; 2. Bentuk penerapan desentralisasi asimetris dalam NKRI yang memiliki dasar hukum dalam UU ada dua macam, yaitu daerah istimewa dan daerah khusus. Hanya saja ketentuan atau parameter dikatakan khusus/istimewa belum diatur secara jelas. Tiap daerah berbeda pemaknaannya; 3. Penerapan desentralisasi asimetris di negara lain dapat menjadi referensi bagi Indonesia, contohnya di negara Tiongkok, Portugal dan Finlandia; 177

4. Prospek dan pengembangan paradigma desentralisasi asimetris harus memperhatikan tantangan dan hambatan dalam NKRI dengan cara pengembangan instrumen pemetaan tantangan, proses deliberatif dan dialogis, serta pertemuan prinsip keberagaman sesuai semboyan NKRI yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Kedua, terkait Kesesuaian Penerapan Desentralisasi Asimetris Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia : 1. Untuk melihat kesesuaian penerapan desentralisasi asimetris bagi NKRI dapat dilihat dari bentuk negara, maksudnya selama daerah yang diberikan kekhususan dan keistimewaan tetap dalam kerangka NKRI, maka penerapan desentralisasi asimetris tersebut sesuai bagi NKRI; 2. Kesesuaian penerapan desentralisasi asimetris bagi NKRI dapat dilihat dan diukur melalui konstitusi dan UU Pemerintahan Daerah. Sejak Indonesia merdeka hingga kini, ruang pemberian kekhususan dan keistimewaan selalu ada dan diatur; 3. UUDNRI Tahun 1945 sebelum amandemen melahirkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tanggal 7 September 1959 tentang Pemerintah Daerah, Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan 178

Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam konstitusi dan UU tersebut diatur mengenai daerah istimewa dan swapraja dalam kerangka NKRI. Sehingga penerapan desentralisasi asimetris terhadap Pemerintahan Daerah sesuai bagi NKRI; 4. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 (periode tahun 1949-1950) dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (periode tahun 1950-1959) Indonesia dalam keadaan sistem parlementer sehingga penerapan desentralisasi asimetris jelas diatur khususnya pada UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah, namun khusus pada periode Konstitusi RIS Tahun 1949, penerapan desentralisasi asimetris tidak sesuai bagi NKRI, karena pada saat itu bentuk negara Republik Indonesia adalah federal dengan sebutan Republik Indonesia Serikat. 5. UUDNRI Tahun 1945 sesudah amandemen memberikan landasan yuridis yang kuat melalui Pasal 18B ayat (1) yang melahirkan UU khusus dan istimewa bagi Provinsi Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta dan DIY. Dalam konstitusi dan UU No. 32 Tahun 2004 diatur mengenai daerah istimewa dan swapraja dalam kerangka NKRI. Sehingga penerapan desentralisasi asimetris terhadap Pemerintahan Daerah sesuai bagi NKRI; 179

Ketiga, terkait Latar Belakang Pengaturan dan Implementasi Urusan Pemerintahan yang dilakukan oleh Pemda DIY dalam NKRI : 1. Latar belakang diberikannya keistimewaan terhadap DIY tidak terlepas dari beberapa alasan, yaitu : alasan filosofis, sosiologis, historis-politis, yuridis. Pada intinya DIY tidak terbantahkan untuk mendapatkan penghormatan dan pengakuan sesuai Pasal 18B ayat (1) dari pemerintah pusat berupa keistimewaan; 2. UU No. 13 Tahun 2012 dalam perumusannya mengalami banyak perdebatan, yang menjadi titik perdebatan ialah masalah pengisian jabatan dan pertanahan; 3. Implementasi urusan pemerintahan yang dilakukan DIY dalam NKRI ialah DIY memiliki dua landasan hukum yaitu UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 38 Tahun 2007 untuk urusan wajib dan pilihan atau aturan umum penyelenggaraan pemerintahan daerah dan UU No. 13 Tahun 2012 untuk melaksanakan urusan keistimewaan DIY; 4. Kewenangan dalam urursan keistimewaan DIY sebagai wujud penerapan desentralisasi asimetris meliputi wewenang mengatur mengenai tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil gubernur, kelembagaaan daerah, pertanahan, kebudayaan, dan tata ruang yang semuanya diatur dalam perdais DIY. Untuk sementara ini, belum ada Perdais yang disahkan oleh Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY mengenai kelima urusan istimewa tersebut, tetapi sudah ada Raperdais yang masih dalam tahap 180

proses penyusunan, utamanya Raperdais mengenai tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil gubernur, serta Raperdais kelembagaaan daerah saat ini sudah dalam tahap penyeberluasan Raperdais kepada masyarakat. 5. Perkembangan DIY pasca berlakunya UU No. 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan DIY cenderung lamban karena baru berjalan ±1 tahun 9 bulan, sehingga masih mencari pola atau bentuk yang ideal, kemudian menggunakan prinsip kehati-hatian mengingat diberikannya kewenangan penuh pada daerah untuk mengurus urusan keistimewaan yang dapat didanai oleh dana istimewa yang bersumber dari APBN. Adanya multitafsir mengenai urusan keistimewaan antara masyarakat DIY itu sendiri. B. Saran Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan-kesimpulan pada penulisan hukum ini, penulis menyampaikan saran-saran terhadap Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dan Pemerintahan Daerah DIY, sebagai berikut: 1. Untuk Pemerintah Pusat, DPR RI, dan DPD RI sebagai pembuat Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang, sebaiknya pengaturan mengenai desentralisasi asimetris diperjelas, dengan membuat blue print yang terarah, dipikirkan secara matang dan terukur mengingat keberagaman dan luasnya wilayah NKRI. Kemudian Pasal 18B ayat (1) dibuat undang-undang turunan mengenai kriteria apa 181

yang menjadikan daerah istimewa dan daerah khusus, mengingat selama ini diberikannya kekhususan dan keistimewaan berdasarkan pertimbangan politis dan sejarah. 2. Untuk Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, sebaiknya daerah diterapkan bertingkat dalam artian, daerah yang sudah baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerahnya patut diberikan desentralisasi asimetris, sementara yang belum baik, perlu dievaluasi dan diberikan perhatian khusus agar tercipta tujuan Negara Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. 3. Untuk Pemerintahan Daerah dalam NKRI, sebaiknya DIY dijadikan contoh bagi daerah lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertujuan mensejahterakan, dan memakmurkan masyarakat. 4. Untuk Pemerintahan Daerah Provinsi Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta dan DIY, sebaiknya daerah yang telah memiliki legal yuridis (UU khusus/istimewa) mampu memanfaatkan sebaik-baiknya potensi daerahnya dan mewujudakan cita-cita bangsa Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hali ini produk hukum yang berupa peraturan khusus sesuai dengan kenyataan daerah yang bersangkutan. 5. Untuk Pemerintahan Daerah DIY, sebaiknya bersinergi dengan baik antara Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY, dalam merumuskan Raperdais kelima urusan istimewa yang belum selesai, segera kelima Raperdais itu di bahas bersama dan melibatkan masyarakat serta komunitas swasta. 182