BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Amelia Nur Fauza, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memandang kerja adalah sesuatu yang mulia. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN Nurul Ramadhani Makarao, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

SUMBERDAYA MANUSIA PUSTAKAWAN: SEBAGAI SALAH SATU JENJANG KARIR 1 Oleh: Ir. Abdul Rahman Saleh, Dip.Lib., M.Sc. 2

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumberdaya

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia adalah aset atau unsur yang paling penting diantara

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Faktor penggerak organisasi yang paling utama adalah sumber daya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu upaya untuk membantu kelancaran pembangunan pertanian yaitu

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu adalah pendidikan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

menetapkan profesional kompetensi

Jabatan Fungsional Pustakawan Berdasarkan Permenpan dan RB Nomor 9 Tahun 2014

2015 PENGARUH KINERJA WIDYAISWARA TERHADAP KEPUASAN PARA PESERTA DIKLAT DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI BANDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 101/Permentan/OT.140/10/2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

DALAM PEMBELAJARAN AKTIF STUDENT CREATED CASE STUDIES

2015, No Mengingat : c. bahwa penyesuaian substansi peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga Admi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2017, No Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Nege

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.08/MEN/V/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. yang semakin menglobal menuntut sebuah negara lebih siap dan mampu. untuk bersaing dan sekaligus bekerja sama dengan Negara-negara

I. PENDAHULUAN. rangka meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing di

KEBIJAKAN PEMPROV BALI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KARIER PNS MELALUI JABATAN FUNGSIONAL PENGEMBANG TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. SERTIFIKASI. Widyaiswara. Pedoman.

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam organisasi pemerintah mempunyai andil yang cukup besar dalam menentukan

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

PENGARUH MOTIVASI, POLA KEPEMIMPINAN, DAN PENGEMBANGAN KARIR TERHADAP KINERJA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi adalah Sumber Daya Manusia (SDM) terutama pada. suatu organisasi atau instansi pemerintah maupun swasta.

ANALISIS PENDIDIKAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KANTOR CAMAT SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN WAHYU ROHAYATI*) ALFIAN**)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan senantiasa membutuhkan manajemen yang berkaitan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

PEMBINAAN TEKNIS TIM PENILAI PRANATA KOMPUTER - ADMINISTRASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BUPATI PAKPAK BHARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROSEDUR PENGANGKATAN PERTAMA DALAM JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan suatu aset sehingga perlu dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pegawai negeri sipil atau karyawan sangat dibutuhkan dalam

BAB I PENDAHULUAN alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Tujuan dan Keuntungan. Dasar Hukum Jabatan Fungsional Pranata Komputer

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PENGARUH KEMAMPUAN, MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI KANTOR DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN GROBOGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN POLA PENJENJANGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokrasi

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia merupakan sebuah modal dalam pembangunan, karena kualitas dari sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Menurut data yang diambil dari CIA World Factbook 2004 Indonesia menempati urutan keeempat dengan jumlah penduduk terpadat didunia diperkirakan sekitar 257.516.167 jiwa yang mendiami wilayah Indonesia, banyaknya penduduk di Indonesia tidak menjamin sumber daya mereka dapat bersaing karena terbukti masih banyaknya pengangguran yang ada di Indonesia. Adapun dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang, sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian 1,3 juta orang atau 3,01%. Oleh karena itu dalam upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia pengembangan di segala bidang terus ditingkatkan terutama di bidang pendidikan, dimana pendidikan berperan penting dalam proses perubahan kearah yang lebih baik lagi. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tersebut telah dijelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu upaya persoalan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia, tetapi yang jadi permasalahan dalam era globalisasi seperti sekarang ini, sumber daya manusia yang terampil dan memiliki kinerja tinggi sangat diperlukan, sehingga mampu bersaing dalam tataran internasional. Organisasi pada masa sekarang menyadari bahwa 1

2 produktivitas sumber daya manusia yang berkualitas adalah aset utama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia harus dioptimalkan. Perlu disadari bersama bahwa untuk mengembangkan sumber daya manusia setiap organisasi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu perlu melibatkan pihak lain dalam proses pengembangan sumber daya manusia tersebut. Melalui cara inilah pelatihan dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2001:70) yaitu dengan pengembangan sumber daya manusia, maka diharapkan produktivitas kerja akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill dan managerial skill sumber daya manusia yang semakin baik. Nasution (1982:71) menegaskan pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang. Dimana tujuan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas. Dari pendapat para ahli tersebut pelatihan merupakan langkah yang tepat agar dapat menjalankan tugas serta fungsi dari jabatannya sendiri. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang karyawan yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Melalui sentuhan pelatihan individu akan mampu berperan secara aktif didalam proses belajarnya dan mampu memperbaiki kemampuannya dengan adanya pengarahan yang akan berakibat pada perkembangan, karena pengalaman merupakan guru yang paling berharga yang menunjukan bahwa dari pengalamanlah kita dapat mengambil banyak pelajaran. Dari situlah kita dapat memanfaatkan pengalaman di dunia nyata untuk mencapai tujuan belajar. Pemikiran mengenai pendidikan berbasis pengalaman semakin berkembang, John

3 Dewey (1938) mengungkapkan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman sebagai landasan pendidikan. Metode Experiential learning adalah suatu proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung. Oleh karena itu, metode ini akan bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam melakukan kegiatan. Dalam hal ini, Experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Didalam suatu pelatihan seorang widyaiswara harus lebih kreatif dalam memilih metode yang tepat dalam proses pembelajarannya agar terciptanya situasi dan kondisi yang efektif didalam suatu pelatihan dengan melibatkan langsung peserta pelatihan dalam proses belajarnya berdasarkan kebutuhan dari peserta pelatihan dan lebih mudah diterapkan dalam kehidupannya sehari hari. Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan MENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, serta Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor1 dan 2 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, terlihat jelas bahwa Widyaiswara adalah jabatan karier yang menuntut kompetensi tinggi di masingmasing jenjangnya. Pada Experiential learning, langkah menantang bagi widyaiswara adalah memikirkan atau merancang aktifitas pengalaman belajar seperti apa yang harus terjadi pada diri peserta baik individu maupun kelompok. Aktifitas pembelajaran harus berfokus pada peserta pelatihan (student-centered learning). Dengan demikian, apa yang harus kita lakukan, apa yang harus mereka lakukan, apa yang

4 harus kita katakan atau sampaikan harus secara detail kita sampaikan dengan baik. Begitu pula dengan media dan alat bantu pembelajaran lain yang yang dibutuhkan juga harus benar-benar telah tersedia dan siap untuk digunakan. Experiential learning mendorong peserta dalam aktivitasnya untuk berpikir lebih banyak, mengeksplor, bertanya, membuat keputusan, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme (Kolb, 1984). Experiential learning merupakan salah satu metode yang digunakan dalam sebuah pelatihan, sasaran dari metode ini yaitu orang dewasa karena dalam penerapannya experiential learning berfokus pada pengalaman, hal ini sejalan dengan prinsip orang dewasa bahwasannya orang dewasa belajar dari pengalamannya. Pendidikan orang dewasa atau yang disebut dengan andragogi merupakan salah satu pendekatan dalam pendidikan luar sekolah karena peserta didiknya yaitu orang dewasa yang datang dari berbagai latar belakang yang berbeda serta memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Experiential learning berkaitan dengan pendidikan luar sekolah, karena experiential learning merupakan salah satu metode dari pendidikan orang dewasa. Dewasa ini, Sektor pertanian memegang peranan strategis karena kontribusinya yang sangat nyata dalam pembangunan ekonomi nasional. Untuk terus meningkatkan perannya telah ditetapkan visi pertanian 2010-2014 yaitu pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya local untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan petani. Untuk memberikan motivasi dan penghargaan kepada penyuluh pertanian agar mampu meningkatkan kinerjanya, telah diatur penjenjangan karir penyuluh pertanian melalui Peraturan Menteri Negara pendayagunaan aparatur negara nomor PER/02/MENPAN/2/2008 tentang jabatan fungsional penyuluh pertanian. Berdasarkan PERMENPAN ini, salah satu jenjang jabatan fungsional penyuluh pertanian ini disebut penyuluh pertanian ahli yang diselenggarakan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang.

5 Pembangunan infrastruktur di Indonesia perlu ditindak lebih dalam oleh pemerintah setempat khususnya infrastruktur pertanian karena pertanian memegang peranan penting dalam pertumbuhan pembangunan ekonomi di Indonesia. Menurut data di Badan Pusat Statistik tahun 2013 jumlah tenaga pertanian di Indonesia sebanyak 39,96 juta orang perlu dilatih agar mampu bersaing di era globalisasi ini. Petani di Indonesia dari tahun ke tahun banyak mengalami perubahan, populasi petani di Indonesia telah berubah secara positif. Secara makro populasi petani telah menjadi lebih kecil jumlahnya secara persentil tetapi lebih tinggi kualitasnya, ditandai oleh lebih baiknya tingkat pendidikan mereka, lebih mengenal kemajuan, dan pengetahuan serta ketrampilannya telah meningkat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penyuluhan pembangunan pertanian, para petani telah memiliki pola komunikasi yang terbuka, lebih mampu berkomunikasi dengan orang dari luar sistem sosialnya, petani dalam melakukan usaha tani bahkan telah mampu berorientasi pada pasar. Dalam hal ini penyuluh pertanian dianggap mampu membina petani-petani yang ada di wilayahnya agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pembelajaran yang dilakukan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang menggunakan metode experiential learning, dimana pembelajaran berpusat di peserta belajar dan berorientasi pada pengalamannya masing-masing sehingga dalam penyampaiannya dianggap lebih mudah karena peserta pelatihan ikut terlibat dalam proses belajarnya. Penyuluhan pertanian disini ialah proses aktif yang memerlukan interaksi agar terbangun proses perubahan prilaku individu dari pengetahuan, sikap, dan juga keterampilan yang dimilikinya, sehingga dalam proses penyampaiannya diperlukan komunikasi dua arah agar pesan yang dimaksud dapat tersampaikan dengan baik dan benar. Dari hasil identifikasi, metode experiential learning digunakan dalam pelatihan dasar fungsional penyuluh pertanian ahli di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang yang melibatkan 30 orang peserta pelatihan yang berasal dari instansi pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten yang diusulkan oleh pimpinan unit kerja yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme penyuluh pertanian dan menumbuhkan sikap penyuluh pertanian.

6 Berdasarkan hal tersebut maka penulis bermaksud melakukan penelitian lebih mendalam mengenai Penerapan Metode Experiential Learning Oleh Widyaiswara Dalam Pelatihan Fungsional Dasar Penyuluh Pertanian Ahli Di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Beberapa permasalahan pokok yang berhasil di identifikasi berdasarkan temuan di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Terbiasa dengan pembelajaran peluncuran dan harus berubah menjadi pembelajaran transformatif 2. Peserta yang mengikuti pelatihan merupakan hasil identifikasi kebutuhan lapangan dimana peserta pelatihan merupakan PNS yang menduduki jabatan fungsional penyuluh pertanian untuk tingkat ahli 3. Meningkatnya kebutuhan akan profesionalisme penyuluh pertanian, sehingga diadakannya pelatihan untuk penyuluh pertanian ahli 4. Tingkat umur peserta pelatihan bermacam-macam sehingga dalam penerapannya memiliki pengalaman yang berbeda-beda 5. Metode experiental learning dalam penerapannya dapat memudahkan pelaksanaan pembelajaran bagi orang dewasa, karena dalam proses pembelajarannya diikuti oleh orang dewasa dan juga berdasarkan pengalaman secara langsung penyuluh pertanian ahli 6. Prosedur pembelajaran dalam experiential learning memiliki empat tahapan, yaitu pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi dan penerapan pengalaman Dari uraian yang dipaparkan pada identifikasi masalah, penulis membatasi permasalahan penelitian terkait dengan penerapan metode experiential learning dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli. Untuk memperjelas lingkup penelitian, maka penulis merumuskan ke beberapa bentuk pertanyaan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana perencanaan penerapan metode experiential learning oleh widyaiswara dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli di BBPP Lembang?

7 2. Bagaimana pelaksanaan penerapan metode experiential learning oleh widyaiswara dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli di BBPP Lembang? 3. Bagaimana evaluasi dari penerapan metode experiential learning oleh widyaiswara dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli di BBPP Lembang? C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Memperoleh gambaran perencanaan penerapan metode experiential learning oleh widyaiswara dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli di BBPP Lembang 2. Memperoleh gambaran pelaksanaan penerapan metode experiential learning oleh widyaiswara dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli di BBPP Lembang 3. Memperoleh gambaran evaluasi penerapan metode experiential learning oleh widyaiswara dalam pelatihan fungsional dasar penyuluh pertanian ahli di BBPP Lembang D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu : 1. Secara konsep, Dengan penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan mengenai pelatihan terutama di bidang pertanian khususnya di BBPP dan dapat memperoleh pengetahuan mengenai metode yang tepat dilakukan didalam pelatihan agar tercapainya tujuan yang akan dicapai dan juga bermanfaat bagi penyuluh pertanian agar dapat memperoleh wawasan dari penelitian ini 2. Secara praktis, Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pihak yang berkepentingan dengan metode pelatihan di lembaga pelatihan 3. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian yang sejenis

8 4. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan serta wawasan sebagai pengalaman hidup E. Struktur Organisasi Skripsi Pada penyusunan skripsi ini, peneliti memberikan gambaran sistematika dalam penulisan skripsi untuk mempermudah penyusunan dan pembahasannya yang terdiri dari : BAB I : Pendahuluan yang membahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika organisasi skripsi BAB II : Kajian pustaka mengenai konsep pendidikan luar sekolah, konsep dasar pelatihan, experiential learning, konsep penyuluh pertanian BAB III : Metodologi Penelitian, membahas mengenai lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data. BAB IV : Hasil penelitian meliputi gambaran tentang lembaga penelitian, gambaran umum penyelenggara pelatihan, gambaran responden penelitian, deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : Kesimpulan dan Saran, membahas kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa saran yang dapat direkomendasikan oleh peneliti berdasarkan penelitian.