KEPADATAN TULANG PASIEN KUSTA DENGAN REAKSI YANG MENDAPAT TERAPI KOSTIKOSTEROID SISTEMIK DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

GAMBARAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH DAN HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-MEI 2014 ABSTRAK

HUBUNGAN PERBEDAAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN DI ICU DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE BULAN JULI 2014 HINGGA OKTOBER

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

UJI KORELASI NILAI TEKSTUR CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL DIGITAL DENGAN NILAI KEPADATAN MASSA TULANG. Abstract. Intisari

NASKAH PUBLIKASI KEJADIAN REAKSI KUSTA DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

GAMBARAN TEKANAN INTRAOKULAR PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI KORTIKOSTEROID DI POLIKLINIK REUMATOLOGI DAN HEMATOLOGI RSUP H

KARAKTERISTIK PASIEN RADIODERMATITIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN JANUARI AGUSTUS Oleh : MUHAMMAD FACHRUL ROZI LUBIS

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

Terapi Kortikosteroid Oral pada Pasien Baru Kusta dengan Reaksi Tipe 2

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

PREVALENSI ABORTUS DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh : WONG SAI HO

Mamat Lukman*Neti Juniarti*

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT, TEMUAN HISTOPATOLOGIS, DAN TERAPI PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2006).Insidensi LLA di Indonesia 2,5-4 kasus baru per anak sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

peningkatan dukungan anggota keluarga penderita kusta.

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

OSTEOPOROSIS DEFINISI

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

Profil Pasien Kusta Baru pada Anak. (Profil of New Leprosy in Childhood )

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

GAMBARAN BERAT JENIS DAN GLUKOSA PADA URIN PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER NOVEMBER 2014

Penderita Kusta Anak Baru sebagai Tolok Ukur Derajat Endemisitas Penyakit Kusta

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

BAB III METODE PENELITIAN

Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

FAKTOR FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA PASIEN DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk merupakan alasan untuk diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

Kata Kunci : Variasi Makanan, Cara Penyajian Makanan, Ketepatan Waktu Penyajian Makanan, Kepuasan Pasien

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia vii ABSTRAK

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014

NILAI DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS SELF-ASSESMENT TOOL FOR ASIANS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

ABSTRAK EVALUASI HASIL TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS FASE INTENSIF PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN

BAB 5 HASIL Osteoporosis. Proporsi kasus osteoporosis dan osteoporosis berat terlihat pada gambar. berikut:

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

PREVALENSI OBESITAS PADA PASIEN YANG OSTEOARTHRITIS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN Oleh: Noormimi Khatijah Binti Kasim

PENGARUH KONSELING OBAT DALAM HOME CARE TERHADAP KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI HIPERTENSI

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

ABSTRAK TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN HOSPITAL DOTS LINKAGE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL KOTA BANDUNG TAHUN 2012 DALAM UPAYA PENANGANAN TUBERKULOSIS PARU

ABSTRAK. GAMBARAN KEJADIAN STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2010

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN JENIS PENYAKIT REMATIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN PERIODE JULI 2015 OKTOBER 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

Transkripsi:

Artikel Asli KEPADATAN TULANG PASIEN KUSTA DENGAN REAKSI YANG MENDAPAT TERAPI KOSTIKOSTEROID SISTEMIK DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dewi Maryani, Endang Sutedja, Hendra Gunawan Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Padjajaran/RSUP.Dr. Hasan Sadikin, Bandung ABSTRAK Obat pilihan untuk reaksi kusta berat adalah kortikosteroid (KS) sistemik, yang diberikan minimal selama 12 minggu. Efek samping penggunaan KS sistemik jangka panjang terhadap tulang berupa osteopenia atau osteoporosis. Penilaian kepadatan tulang yang paling akurat adalah berdasarkan nilai bone mineral density (BMD). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai BMD pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik di Poliklinik Morbus Hansen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang, dilaksanakan pada periode Oktober-November 2013. Subyek penelitian adalah pasien kusta dengan reaksi, yang mendapat terapi KS sistemik yang didapatkan secara berurutan sesuai kedatangan. Pemeriksaan BMD dilakukan dengan densitometer dual x-ray absorptiometry pada lumbal (L1- L4) dan femur. Sebanyak 24 orang menjadi subyek penelitian pada penelitian ini, dan didapatkan rerata nilai BMD lumbal adalah 0,979 gram/cm2 dan femur adalah 0,895 gram/cm2. Pada lumbal, sebanyak 50% subjek mengalami osteopenia, 12,50% mengalami osteoporosis, dan 37,50% normal. Pada femur, sebanyak 20,83% subjek mengalami osteopenia, 4,17% mengalami osteoporosis, dan 75% normal. Simpulan dari penelitian ini adalah kepadatan tulang berdasarkan nilai BMD, pada lumbal terjadi osteopenia, terjadi pada separuh subjek penelitian dan osteoporosis terjadi pada sebagian kecil subjek penelitian, sedangkan pada femur sebagian besar subjek penelitian dalam batas normal.(mdvi 2015; 42/1: 7-11) Kata kunci:reaksi kusta berat, kortikosteroid sistemik, bone mineral density ABSTRACT Korespondensi : Jl. Pasteur No. 38 - Bandung Telp. 022-2032426 email: drdewimaryanispkk@gmail.com Systemic corticosteroid (CS) is approved as the drug of choice for severe leprosy reaction treatment, which is used at least for 12 weeks. Long term side effect on skeletal including osteopenia or osteoporosis. Bone mineral density (BMD) is the most accurate test to evaluate bone density. The aim of this study was to assess leprosy patient's BMD score, who experiencing reaction under systemic CS treatment in Leprosy Clinic Department of Dermatology and Venereology Hasan Sadikin Hospital. Descriptive study with a cross-sectional method was carried out in Leprosy Clinic Department of Dermatology and Venereology Hasan Sadikin Hospital, from October - November 2013. The leprosy patients with reaction under systemic CS were recruited through consecutive sampling. BMD test on lumbal (L1-L4) and femur with dual x-ray absorptiometry densitometer were evaluated. The 24 patients were included in the study, the mean of lumbar spine and femur BMD were 0,979 gram/cm2 and 0,895 gram/cm2. Study revealed the lumbal BMD 50% subjects experiencing osteopenia, 12,50% osteoporosis, and 37,50% normal, meanwhile 20,83% of patients had osteopenia, 4,17% osteoporosis and 75% normal of the femur. This study concluded half of the patients were suffering from lumbar osteopenia and only a few experiencing osteoporosis, meanwhile femoral was found to be normal in almost all patients.(mdvi 2015; 42/1: 7-11) Key words : Severe leprosy reaction, systemic corticosteroid, bone mineral density 7

MDVI Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 7-11 PENDAHULUAN Hingga saat ini kusta masih menjadi permasalahan kesehatan terutama di Asia, Amerika Latin, dan Afrika. 1,2 Jumlah kasus baru kusta di dunia yang dilaporkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 adalah sebanyak 211.903 kasus. Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien kusta terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah kasus baru kusta di Indonesia pada akhir tahun 2009 adalah sebanyak 17.260 kasus. 1 Penyakit kusta dapat menyebabkan terjadinya kecacatan. 3,4 Berdasarkan satu laporan diketahui bahwa kecacatan pada kusta terjadi pada sekitar 12.000-14.000 orang per tahun. 1 Kecacatan pada kusta umumnya disebabkan neuritis yang terjadi pada saat reaksi kusta. 4 Reaksi kusta merupakan suatu inflamasi akut pada perjalanan penyakit kusta yang kronis akibat perubahan imunitas. 4,5 Reaksi tersebut dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah pengobatan kusta selesai, 5,6 Reaksi kusta dibedakan menjadi reaksi tipe 1, yaitu reaksi reversal dan reaksi tipe 2 yaitu eritema nodosum leprosum (ENL). 3,4 Reaksi reversal maupun ENL dapat berupa reaksi ringan atau berat. 4,7 Kortikosteroid (KS) sistemik menjadi terapi pilihan pada reaksi kusta berat.3,6,7 Beberapa peneliti melaporkan bahwa pemberian KS bersama dengan multidrug therapy (MDT) efektif untuk mengontrol reaksi kusta. 8,9 Berdasarkan pedoman dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2006, pengobatan reaksi kusta berat adalah prednison dengan dosis awal 40 mg per hari selama dua minggu, kemudian diturunkan sebanyak 5-10 mg setiap dua minggu, sampai mencapai dosis 5 mg per hari, sehingga waktu penggunaan prednison minimal selama 12 minggu. 7 Pemberian KS sistemik jangka panjang merupakan salah satu penyebab terjadinya osteoporosis sekunder. 10 Mekanisme KS menimbulkan osteopenia dan osteoporosis terjadi secara langsung maupun tidak langsung. 10,11 Efek langsung KS terhadap tulang adalah dengan menghambat proliferasi, diferensiasi, serta fungsi osteoblas dan osteosit. Selain itu, KS meningkatkan apoptosis kedua sel tersebut sehingga akan menurunkan proses pembentukan tulang. Kortikosteroid juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi serta menurunkan apoptosis osteoklas, sehingga akan meningkatkan proses resorpsi tulang. 10,12 Secara tidak langsung, KS menghambat absorpsi kalsium di usus, meningkatkan eksresi kalsium di ginjal, serta memengaruhi sekresi hormon paratiroid dan hormon gonad yang berperan dalam metabolisme kalsium. 11 Peningkatan resorpsi tulang yang tidak diikuti oleh pembentukan tulang baru akan menyebabkan penurunan nilai bone mineral density (BMD). 13,14 BMD (gram/cm 2 ) adalah jumlah massa tulang (gram) pada luas area tertentu (cm 2 ). Pengukuran BMD merupakan indikator yang paling akurat untuk menentukan kepadatan tulang. 15 Nilai BMD selanjutnya dikonversi menjadi nilai T-score. 14 Berdasarkan T-score, WHO menetapkan kriteria, yaitu osteopenia jika T- score berada antara -1 dan -2,5 standar deviasi (SD), dan osteoporosis jika T-score <-2,5 SD.14,15 Penilaian T-score umumnya dilakukan pada wanita menopause, pria berusia lebih dari 50 tahun, dan pada pasien yang memiliki risiko terjadinya penurunan kepadatan tulang karena penyakit tertentu, 14 sehingga pada pasien kusta penilaiannya juga menggunakan T-score. Pada satu penelitian di Brazil diketahui bahwa penurunan nilai BMD berupa osteopenia atau osteoporosis telah terjadi pada pasien kusta yang baru terdiagnosis. 16 Sehingga, pada pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik dikhawatirkan akan mengalami penurunan kepadatan tulang yang lebih besar. Sampai saat ini belum terdapat data mengenai kepadatan tulang berdasarkan nilai BMD pada pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik di Poliklinik Morbus Hansen RSHS. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan tulang pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik di Poliklinik Morbus Hansen RS. Hasan Sadikin Bandung (RSHS). METODE DAN SUBJEK PENELITIAN Penelitian ini merupakan peneltian deskriptif secara potong lintang, dilakukan selama periode Oktober-November 2013, di Poliklinik Morbus Hansen RSHS Bandung. Subjek penelitian berjumlah 24 orang, yaitu pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi kortikosteroid sistemik minimal selama empat minggu. Subjek penelitian (SP) didapatkan menurut urutan kedatangan. Pada SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan BMD dengan alat densitometer jenis densitometer dual x-ray absorptiometry (DXA). Nilai BMD yang diperoleh selanjutnya dikonversi menjadi T-score untuk dikategorikan menjadi normal, osteopenia, dan osteoporosis berdasarkan klasifikasi WHO. HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan BMD dengan densitometer DXA pada vertebra lumbal (L1-L4) dan femur kiri sesuai dengan standar pemeriksaan WHO pada pasien usia< 50 tahun. Pada penelitian ini didapatkan rerata nilai BMD seluruh SP adalah 0,979 gram/cm 2 (lumbal) dan 0,895 gram/cm 2 (femur) (Tabel 1). Nilai T-score dikategorikan menurut WHO menjadi nor- 8

D Maryani Kepadatan tulang pasien kusta dengan reaksi terapi kostikosteroid sistemik Tabel 1 Nilai BMD dan rerata T-score pasien kusta dengan reaksi yang mendapat kortikosteroid sistemik di RS. Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013 Lokasi Tulang BMD (gram/cm 2 ) dan SD T-score rerata Lumbal (L1-L4) 0,979 dan 0,133-1,617 Femur kiri 0,895 dan 0,115-0,250 Tabel 2 Kepadatan tulang berdasarkan T-score pada pasien kusta dengan reaksi yang mendapat kortikosteroid sistemik di RS. Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013 Kepadatan Tulang Berdasarkan Lumbal (L1 - L4) Femur T-score n=24 % n=24 % Normal 9 37,50 18 75,00 Osteopenia 12 50,00 5 20,83 Osteoporosis 3 12,50 1 4,17 mal, osteopenia, dan osteoporosis. Pada penelitian ini rerata T-score seluruh SP adalah -1,617 (lumbal) dan -0,250 (femur) (Tabel 1). Berdasarkan kategori T-score maka SP yang mengalami osteopenia sebanyak 50% pada lumbal dan 20,83% pada`femur. Osteoporosis terjadi pada 12,50% lumbal dan 4,17% femur (Tabel 2). Berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik, pada penelitian ini nilai BMD terendah ditemukan pada SP yang mengonsumsi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg) yaitu 0,879 gram/cm 2 (lumbal) dan 0,834 gram/cm 2 (femur), dan nilai BMD tertinggi ditemukan pada SP yang mengkonsumsi 4 hingga < 8 minggu (dosis kumulatif 980 hingga < 1.470 mg) yaitu 1,109 gram/cm 2 (lumbal) dan 0,996 gram/cm 2 (femur).(tabel 3). Pada tabel 4 dapat dilihat kepadatan tulang lumbal berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik. Osteopenia dan osteoporosis lumbal sebagian besar dialami oleh SP yang mengkonsumsi prednison >12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg). DISKUSI HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata BMD seluruh SP adalah 0,979 gram/cm 2 (lumbal) dan 0,895 gram/cm 2 (femur). Konversi nilai BMD dapat dikonversi menjadi T-score dan Z-score. Pada pasien usia <50 tahun dan premenopause umumnya digunakan Z-score, tetapi pada penelitian ini dipilih kategori T-score karena peserta merupakan pasien Tabel 3 Nilai rerata BMD berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di RS. Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013 Variabel Lumbal (L1-L4) Rerata BMD (gram/cm2) Femur Lama penggunaan/dosis kumulatif KS - - 4 - < 8 minggu (980- < 1.470 mg) 1,109 0,996 8 - <12 minggu (1.470- < 1.670 mg) 1,024 0,904 > 12 minggu ( >1.670 mg) 0,879 0,834 Tabel 4 Kepadatan tulang lumbal menurut lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013 Lama penggunaan / Normal Osteopenia Osteoporosis dosis kumulatif n=9 % n=12 % n=3 % Lumbal 4 -<8 minggu 6 25,00 0 0,00 0 0,00 (dosis 980 - < 1470 mg) 8- <12 minggu x 2 8,33 5 20,83 0 0,00 (dosis 1.470 - < 1670 mg) >12 minggu 1 4,17 7 29,17 3 12,50 (dosis >1.670 mg) 9

MDVI Vol. 41 No. 4 Tahun 2014; 147-152 Tabel 5 Kepadatan tulang femur menurut lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013 Lama penggunaan / Normal Osteopenia Osteoporosis dosis kumulatif n=18 % n=3 % n=1 % Femur 4 - < 8 minggu 6 25,00 0 0,00 0 0,00 (dosis 980- < 1470 mg) 8 - < 12 minggu 7 29,17 0 0,00 0 0,00 (dosis 1.470 - <1.670 mg) > 12 minggu 5 20,83 5 20,83 1 4,17 (dosis > 1.670 mg) kusta yang memiliki risiko terjadinya osteopenia atau osteoporosis. 17 Nilai T-score dikategorikan menurut WHO menjadi normal, osteopenia, dan osteoporosis. Pada penelitian ini rerata T-score seluruh SP adalah -1,617 (lumbal) dan -0,250 (femur). Berdasarkan kategori T-score maka SP yang mengalami osteopenia sebanyak 50% pada lumbal dan 20,83% pada`femur. Osteoporosis terjadi pada 12,50% lumbal dan 4,17% femur. Ribeirio dkk.(2007) 16 melakukan pengukuran BMD pada pasien kusta tanpa reaksi di Brazil, dan melaporkan bahwa rerata nilai T-score lumbal (LI-L4) adalah -1,8. Ishikawa dkk. (1997)18 melakukan pengukuran BMD pada pasien kusta usia 50-80 tahun di Jepang, dan mendapatkan osteoporosis terjadi pada 30% peserta. Pada penelitian ini didapatkan kejadian osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan penelitian lain kemungkinan karena perbedaan usia peserta penelitian. Osteoporosis yang terjadi pada pasien kusta disebabkan oleh berbagai factor, antara lain hipogonadisme pada lakilaki sebagai akibat invasi langsung M. leprae ke testis, nutrisi yang rendah dihubungkan dengan rendahnya kondisi sosioekonomi, imobilisasi karena kecacatan, dan inflamasi kronik. 16 Berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik, pada penelitian ini nilai BMD terendah terdapat pada SP yang mengonsumsi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg) yaitu 0,879 gram/cm 2 (lumbal) dan 0,834 gram/cm 2 (femur). Osteopenia paling banyak terjadi pada SP yang mendapatkan terapi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg), yaitu sebanyak 29,17% pada lumbal dan 20,83% pada femur. Osteoporosis hanya terjadi pada SP yang mendapat terapi KS sistemik selama > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg) yaitu sebanyak 12,50% pada lumbal dan 4,17% pada femur. Pada penelitian ini didapatkan bahwa osteopenia dan osteoporosis lebih banyak terjadi pada peserta yang mengonsumsi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg). Dubois dkk. (2008) 19 mendapatkan bahwa nilai BMD lebih kecil pada pasien yang mendapatkan KS sistemik lebih lama dengan dosis kumulatif lebih besar ( > 1000 mg). Lesley dkk. (2002) 20 pada tahun 2002 melaporkan bahwa dosis kumulatif KS sebanyak 3.4-175 gram selama enam bulan berhubungan secara bermakna dengan penurunan nilai BMD pada lumbal dan femur. Pemberian KS sistemik jangka lama ( > 6 bulan) walaupun dengan dosis 2-7,5 mg prednison per hari atau yang setara dapat menimbulkan penurunanan BMD. Demikian pula pemberian KS sistemik dengan dosis tinggi yang diberikan dalam waktu singkat akan menyebabkan penurunan BMD.19,21,22 Penelitian Conway dkk. (2000)17 pada pasien kistik fibrosis yang diberikan KS sistemik dengan rerata lama pemberian 17-24 bulan, mendapatkan sebanyak 55% laki-laki dan 43% perempuan mengalami osteopenia, serta sebanyak 25% laki laki dan 13% perempuan mengalami osteoporosis. Kortikosteroid menimbukan osteopenia dan osteoporosis melalui dua fase, yaitu fase cepat (tiga sampai enam bulan pertama) dan fase lambat (lebih dari enam bulan). Pada fase cepat penurunan BMD disebabkan proses resorpsi tulang, sedangkan pada fase kedua atau fase lambat penurunan BMD disebabkan penurunan proses pembentukan tulang. Pada penggunaan KS sistemik jangka panjang, dua fase tersebut akan terlewati dan terjadi penurunan nilai BMD yang lebih besar, sedangkan pada penggunaan jangka pendek proses penurunan BMD yang terjadi akan dikompensasi dengan pembentukan kembali tulang setelah pemberian KS dihentikan. 23,24 Beberapa efek KS sistemik, misalnya peningkatan resorbsi tulang, penghambatan pembentukan tulang, perubahan keseimbangan negatif kalsium, dan hiperparatiroid sekunder ditentukan oleh lama penggunaan dan jumlah dosis kumulatif KS sistemik. 23 KESIMPULAN Sebagai simpulan penelitian ini adalah kepadatan tulang berdasarkan nilai BMD pada lumbal berupa osteopenia terjadi pada separuh SP dan osteoporosis terjadi pada sebagian kecil SP, sedangkan pada femur sebagian besar SP dalam batas normal. 10

D Maryani Kepadatan tulang pasien kusta dengan reaksi terapi kostikosteroid sistemik DAFTAR PUSTAKA 1. Organization WHO. Leprosy-global situation. Weekly epidemiological record. 2010; 85:337-48. 2. Goulart IMB, Ricardo L. Leprosy: diagnostic and control challenges for a worldwide disease. Arch Dermatol Res. 2008;12(3):124-37. 3. Jopling WH. Hand book of leprosy. Edisi ke-2. New York: Sheridan medical book; 1985. h. 99-125. 4. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. London: Churcil Livingstone; 1990. h. 25-54. 5. Katoch VM. Advances in the diagnosis and treatment of leprosy. Expert Rev Mol. 2002; 4(15): 1-14. 6. Walker SL, Lockwood DNJ. Leprosy type-1 (reversal) reactions and their management. Lepr Rev. 2008;79:327-86. 7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku pedoman nasional pemberantasan penyakit kusta. Jakarta: Depkes RI Dit Jen PPM & PLP; 2006. 8. Sugumaran DST. Leprosy reactions-complications of steroid therapy. Int J Lepro. 1997;66(1):32-8. 9. Richardus JH, Withington SG, Anderson AM, Croft RP. Adverse events of standardized regimens of corticosteroids for prophylaxis and treatment of nerve function impairment in leprosy: results from the 'TRIPOD' trials. Lepr Rev. 2003;74:319-27. 10. Yago T, Nanke Y, Kawamoto M, FuruyaT,Kobashigawa T, Ichikawa N, dkk. Roles of osteoblasts, osteoclasts, T cells and cytokines in glucocorticoid-induced osteoporosis. Inflammregen. 2007; 27(3):184-6. 11. Lukert BP, Raiz LG. Glucocorticoid-induced osteoporosis pathogenesis and management. Ann Int Med. 1990;112(5): 352-64. 12. Canalis E, Mazioti G, Giustina A, Bilezekian JP. Glucocorticoids induced osteoporosis: pathophisiology and therapy. Osteoporos Int. 2007;18: 319-28. 13. Clarke BL. Corticosteroid-induced osteoporosis, an update for dermatologist. Am J Clin Dermatol. 2012;13(3):167-90. 14. Tesar R, Caudil J, Colquhoun A, Krueger D. Bone densitometry course. Middletown. The International Society for Clinical Densitometry. 2008. 15. Rittweger J. Can exercise prevent osteoporosis. J Musc Int. 2006;6(2): 162-6. 16. Riberio FB, Pereira A, Muller E, Foss NT. Evaluation of bone and mineral metabolism in patient recently diagnosed with leprosy. Am J med Sci. 2007;334(5):322-6. 17. Conway SP, Morton AM, Oldroyd B, Truscott JG. Osteoporosis and osteopenia in adults andadolescents with cystic?brosis: prevalence andassociated factors. Thorax. 2000;55:798-804. 18. Ishikawa S, Tanaka H, Mizushima M, Hashizume H. Osteoporosis due to testiscular atrophy in male leprosy patients. Acta Med Okayama. 1997; 51(5): 279-83. 19. Dubois EF, Roder E, Dekhujien R. Dual energy x-ray absorptiometry outcomes in male COPD patient after treatment with different glucocorticoid regimens. CHEST. 2008; 121: 1456-63. 20. Lesley J, Sarah A, Lewis A, Conroy A, Wong A. The impact of oral corticosteroid use on bone mineral density and vertebral fracture. Am J Respi Cri Care Med. 2002; 1666: 691-5. 21. Arslan S, Celiker R, Karabudak R. Cumulative corticosteroid doses and osteoporosis in patients with multiple sclerosis. Turk J Rheumatol. 2010; 25: 191-5. 22. Van Staa TP, Leufkens HGM, Abenham L, Zhang B, Cooper. Use of oral corticosteroid and risk of fractures. J Bone Milner Res. 2000;15: 993-1000. 23. Tuck SP, Pearce MS. Differences in bone mineral density and geometry in men and women: the new caslike thousand families study at 50 years. Br J Rad. 2005; 78: 493-8. 24. Hirakawa. Patient after treatment with different glucocorticoid regimens. Chest. 2008; 120: 1457-66. 11