2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

2015 KESESUAIAN LAHAN D I TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KIARA PAYUNG UNTUK TANAMAN END EMIK JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB I PENDAHULUAN. dan ekologi. Besarnya peranan dari hutan pantai dan hutan mangrove tersebut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat strategis yaitu berada di antara dua benua dan dua samudera yang dilalui garis khatulistiwa atau ekuator (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2010). Indonesia memiliki sumber daya alam hayati maupun nonhayati yang melimpah di sepanjang garis pantai. Salah satu sumber daya alam yang terdapat di Indonesia adalah ekosistem hutan pantai yang berada hampir di setiap wilayah pesisir dan garis pantai Indonesia (Ilman, dkk. 2011). Pantai Sancang dikelilingi oleh Cagar Alam Leuweung Sancang (BBKSDA, 2013). Hutan Sancang merupakan hutan alami dengan luas sekitar 2.157 ha, dan terletak di bagian selatan Kabupaten Garut (berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya), tepatnya di Desa Sancang, Kecamatan Cibalong. Wilayah ini berada pada ketinggian 0-3 meter di atas permukaan laut (BBKSDA, 2013). Hutan Sancang termasuk ke dalam kawasan konservasi. Jenis konservasi hutan Sancang adalah Cagar Alam (Mulyadi, 2004). Cagar Alam Leuweung Sancang memiliki kekayaan alam berupa berbagai jenis flora dan fauna, ada juga beberapa jenis primata di Cagar Alam ini (BBKSDA, 2013). Jarangnya komunikasi dan sosialisasi mengenai pentingnya keberadaan hutan pantai oleh pemerintah ataupun Dinas Perhutani kepada masyarakat yang tinggal di sekitar pantai, menjadi salah satu penyebab pengelolaan pantai ini kurang berkembang dengan baik (Ayi, 2010). Pantai dan Cagar Alam Leuweung Sancang akan menjadi aset berharga untuk melestarikan berbagi jenis flora dan fauna yang terancam punah populasinya, jika mendapat perhatian lebih dari pemerintah setempat. Sebagian ekosistem di Cagar Alam Leuweung Sancang mengalami kerusakan. Salah satu kerusakan ekosistem di Cagar Alam Leuweung Sancang adalah hutan heterogen dataran rendah. Kerusakan hutan heterogen dataran rendah ini sebagian besar disebabkan oleh penebangan liar dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan karet. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi 1

2 (2004), menyebutkan bahwa faktor krisis ekonomi menjadi penyebab kerusakan hutan Sancang, yaitu dengan melakukan penebangan pohon-pohon untuk dijadikan bahan material bangunan. Pohon yang menjadi sasaran penebangan liar ini adalah pohon Shorea (meranti) dan Dipterocarpus (palahlar) karena pohon ini berkualitas cukup baik yang memiliki batang cukup lurus dan keras. Pohon ini termasuk langka namum masih ditemui di hutan Cagar Alam Leuweung Sancang. Ekosistem hutan pantai terdapat pada daerah kering di garis pasang tertinggi dengan kondisi tanah berbatu atau berpasir (Indriyanto, 2008). Tumbuhan pantai memiliki ciri yang khas. Ciri khas dari tumbuhan pantai ini sebagai salah satu bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Soegianto, 1986). Kadar garam dalam tanah dan intensitas cahaya yang cukup tinggi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan pantai ini. Salah satu dari ciri tumbuhan pantai tersebut adalah daun tumbuhan pantai yang tebal, kaku, mengkilat dan tumbuh tegak ke arah cahaya matahari (Soegianto, 1986). Perkembangan vegetasi tumbuhan pantai akan membentuk suatu formasi vegetasi (Irwan, 1992). Formasi bagian yang lebih dekat dengan air laut akan ditumbuhi rumput-rumput dan biasa dikenal dengan formasi Pes-caprae, di belakang formasi Pes-caprae terdapat juga tumbuhan yang lebih besar dan membentuk formasi pula, yang dikenal dengan formasi Barringtonia (Soegianto, 1986). Formasi Pes-caprae ini tumbuh di wilayah pasang tertinggi dan pantai terbuka pada daerah tropika. Formasi ini ditumbuhi oleh kelompok tumbuhan dengan kerapatan yang rendah dan menjadi formasi perintis (Tuheteru & Mahfudz, 2012). Tumbuhan yang sering dijumpai pada formasi Pes-caprae adalah Canavalia maritima dan Vigna marina (dari jenis kacang-kacangan), Cyperus maritima, Spinifex littoreus, Andropogon zizanioides, Thuarea involuta, dan Ischaemum muticum, serta tumbuhan dominan penyusun formasi ini yaitu Ipomoea pes-caprae (Tuheteru & Mahfudz, 2012). Pada formasi Barringtonia merupakan daerah yang berbatasan dengan ekosistem hutan lainnya. Formasi ini didominasi oleh jenis pepohonan. Species pepohonan yang umumnya terdapat pada formasi Barringtonia adalah Barringtonia asiatica, Terminalia catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tiliaceus, Thespesia populnea, Casuarina equisetifolia, dan Pisonia grandis (Indriyanto, 2008).

3 Beberapa penelitian telah dilakukan di Cagar Alam Leuweung Sancang. Penelitian-penelitian tersebut tentang kelimpahan dan keragaman anggrek di hutan pantai Sancang (Rivaldi, 2013), keanekaragaman laba-laba (ordo Aranae) di hutan mangrove (Witasari, 2013), keanekaragaman dan kelimpahan tumbuhan paku (Pterydophyta) di hutan pantai Sancang (Mulyani, 2012), pemetaan kesesuaian habitat Raflesia patma blume di Cagar Alam Leuweung Sancang (Herdiyanti, 2009), keragaman dan pola distribusi vegetasi pada daerah ekoton Leuweung Sancang (Sartika, 2013), dan penelitian tentang kondisi vegetasi dan populasi Raflesia patma blume di Cagar Alam Leuweung Sancang (Suwartini, 2008). Struktur vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang belum teridentifikasi melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan di Cagar Alam Leuweung Sancang, dengan demikian dilakukan penelitian mengenai struktur vegetasi dan keanekargaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya konservasi tumbuhan pantai, sehingga dapat diketahui tumbuhan apa saja yang masih tumbuh dengan baik di wilayah tersebut. Perlunya dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya tumbuhan pantai dalam ekosistem. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana struktur vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut?. Terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana Indeks Nilai Penting tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang? 2. Bagaimana zonasi vegetasi tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang? 3. Bagaimana keanekaragaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang?

4 C. Batasan Masalah Penelitian Supaya permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah pada: 1. Tumbuhan pantai yang menjadi obyek penelitian ini adalah tumbuhan pantai dengan habitus pohon. 2. Pohon yang dijadikan obyek penelitian ini adalah pohon yang memiliki keliling batang setinggi dada di atas 25 cm. 3. Penentuan plot pengamatan dilakukan di lokasi yang dapat ditembus atau masih bisa dilewati. 4. Struktur vegetasi tumbuhan pantai diketahui dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP) dan melihat zonasi vegetasinya. 5. Faktor edafik yang diukur adalah kelembaban tanah, suhu tanah, ph tanah, aerasi tanah, dan ketebalan serasah serta faktor klimatik yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. E. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya: 1. Dapat membantu Balai Konservasi atau Dinas Kehutanan dalam hal identifikasi tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang. 2. Dapat memberikan informasi tentang tumbuhan pantai yang masih tumbuh di hutan pantai Leuweung Sancang. 3. Dapat memberikan informasi kepada warga setempat khususnya warga kampung nelayan Cikolomberan tentang pentingnya keberadaan hutan pantai Leuweung Sancang.

5 F. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, diantaranya; Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang mengapa penelitian dilakukan. Pada bagian latar belakang juga dijelaskan mengenai lokasi dan obyek penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, Bab I memuat rumusan masalah, pertanyaan penelitian dan batasan masalah yang menjelaskan mengenai permasalahan spesifik yang akan diteliti. Tujuan penelitian merupakan cerminan dari rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Manfaat penelitian memberikan gambaran mengenai nilai lebih atau kontribusi yang diberikan oleh hasil penelitian. Bab II merupakan kajian pustaka atau landasan teori yang memberikan deskripsi yang jelas terhadap topik atau permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Dalam Bab II ini dipaparkan tentang Cagar Alam Leuweung Sancang, struktur vegetasi dan keanekaragaman, analisis vegetasi, pemaparan tentang tumbuhan hutan pantai dan manfaatnya. Bab III merupakan bagian yang berisi tentang tata cara penelitian, terdiri dari jenis penelitian yang merupakan penelitian deskriptif. Selanjutnya terdapat desain penelitian yang merupakan gambaran secara umum tentang penelitian, populasi dan sampel penelitian, waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, prosedur kerja serta analisis data yang digunakan. Bab IV menjelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sehingga struktur vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut telah diperoleh dan diketahui. Selanjutnya dalam bab IV ini juga terdapat pembahasan hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Bab V berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan mencakup semua hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV. Menjelaskan hasil dari penelitian secara ringkas, rinci dan jelas tentang struktur vegetasi dan keanekaragaman tumbuhan pantai di hutan pantai Leuweung Sancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Saran merupakan masukan dari penulis untuk pembaca mencakup rekomendasi dari penulis untuk penelitian selanjutnya.