PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU

Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu. Ringkasan KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, secara otomatis merubah sistem politik di Indonesia. Hal ini dikarenakan

Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU. Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu

SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH GEDUNG PP MUHAMADIYAH. Jl. Menteng Raya No.

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak]

Pembaruan Parpol Lewat UU

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEBUMEN. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 12/Kpts/KPU-Kab /V/2015 TENTANG

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI.

RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

PAKTA INTEGRITAS PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

DAFTAR INFORMASI PUBLIK KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KOTA BANDA ACEH

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI

Muchamad Ali Safa at

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw

: Matriks Kinerja dan Pendanaan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

Peraturan...

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kab /TAHUN 2015 TENTANG

Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

BERITA NEGARA. No.1080, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawasan Pemilu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

Transkripsi:

Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan sukses bila asas luber dan jurdil benar-benar terwujud dalam setiap pelaksanaan tahapan pemilu. Di sini semua peraturan perundang-undang dan prosedur pelaksanaan tahapan benar-benar terimplementasi dengan baik dan benar; setiap terjadi pelanggaran, pelaku mendapatkan sanksi sesuai ketentuan. Sementara itu, hasil pemilu bisa dikatakan baik apabila orang-orang terpilih yang duduk di pemerintahan, legislatif maupun eksekutif, mampu menciptakan pemerintahan yang stabil dan efektif. Di sini, pemerintah bentukan pemilu tidak hanya dapat menjalankan programprogram yang ditawarkan saat kampanye, tetapi juga mampu mengakomodasi tuntutan publik untuk direalisasikan ke dalam berbagai kebijakan. Setiap undang-undang pemilu mengemban misi meningkatkan kualitas proses penyelenggaraan pemilu. Apakah misi tersebut tecapai? Jawabnya, tidak sepenuhnya; meski dari pemilu ke pemilu terjadi peningkatan kualitas. Hal ini ditandai oleh ketidakpuasan banyak pihak, baik yang dimuat media massa dan dilaporkan organisasi pemantau, maupun oleh banyaknya kasus gugatan hasil pemilu di MK. Setiap undang-undang pemilu juga menjanjikan pemerintahan yang efektif. Apakah janji tersebut terpenuhi? Jawabnya, tidak. Bahwa ada anggota legislatif dan pejabat eksekutif hasil pemilu yang berhasil mengemban amanat rakyat, tidak bisa dipungkiri. Namun sebagian besar mereka tidak berintegritas sehingga banyak di antaranya terjerat kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi itu merupakan buah dari politik transaksional antara anggota legislatif dan pejabat eksekutif di semua tingkatan. Dengan demikian pemerintah hasil pemilu tidak hanya tidak efektif, tetapi juga koruptif. Ini bukan sekadar masalah personal dan mental, tetapi juga pengaruh sistem dan format pemilu.

FAKTOR PENYEBAB Jadwal pemilu yang dimulai dari pemilu legislatif, disusul pemilu presiden, lalu diikuti pilkada yang berserakan waktunya, telah menimbulkan berbagai macam masalah dalam proses penyelenggaraan pemilu. Pertama, pemilih sulit bersikap rasional karena harus menghadapi calon yang sangat banyak dalam pemilu legislatif dan menghadapi pola koalisi yang tidak jelas dalam pemilu presiden dan pilkada. Kedua, calon dan kader partai politik harus menanggung biaya politik tinggi karena pemilu berkali-kali. Ketiga, partai politik terjebak konflik internal berkelanjutan akibat politik pencalonan dalam pemilu presiden dan pilkada yang terus menerus. Keempat, penyelenggara menanggung beban tidak seimbang karena dalam pemilu legislatif harus mengadakan 800 juta lebih surat suara di 550 ribu TPS dan petugas TPS harus menghitung perolehan suara calon dan partai politik yang jumlahnya lebih dari 300 entitas, sementara dalam pemilu presiden dan pilkada beban pekerjaan tersebut berkurang drastis. Kelima, negara harus menanggung beban anggaran yang tinggi karena 65% biaya pemilu untuk membayar petugas, dan petugas dibayar berdasarkan event pemilu, bukan volume pekerjaan. Keenam, MK tersita waktu dan tenaganya untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa pilkada yang berdatangan setiap saat. Jadwal pemilu yang dimulai dari pemilu legislatif, disusul pemilu presiden, lalu diikuti pilkada yang berserakan waktunya, juga menimbulkan berbagai macam masalah dalam pemerintahan hasil pemilu. Pertama, terbentuk pemerintahan terbelah (divided government) di mana pejabat eksekutif terpilih tidak mendapat dukungan mayoritas anggota legislatif karena pejabat eksekutif tidak berasal dari partai politik atau koalisi partai politik yang menguasai mayoritas kursi legislatif. Hal ini tidak hanya terjadi pada pemerintahan tingkat nasional, tetapi juga provinsi dan kabupaten/kota. Kedua, terbentuk pemerintahan terputus (unconnected government), di mana pejabat eksekutif tingkat nasional berasal dari partai politik atau koalisi partai politik yang berbeda dengan pejabat eksekutif tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Secara horisontal (hubungan eksekutif dan legislatif), dalam pemerintahan terbelah sangat sulit mengambil keputusan, karena semua rancangan kebijakan eksekutif tidak bisa segera disetujui oleh legislatif. Jika pun keputusan diambil, kebijakan tersebut sudah terdistorsi oleh berbagai transaksi politik. Sementara secara vertikal (hubungan eksekutif nasional, provinsi dan kabupaten/kota), pemerintahan terputus juga membuat pemerintahan secara keseluruhan tidak efektif, karena eksekutif nasional tidak mendapat dukungan eksekutif provinsi dan kabupaten/kota; sebaliknya, kebijakan eksekutif provinsi dan kabupaten/kota tidak mendapat sokongan dari eksekutif nasional. Akibatnya, untuk mendapatkan dana pemerintah pusat misalnya, pejabat pemerintah daerah yang harus melakukan transaksi politik dengan pejabat pemerintah nasional. KONSEP & SOLUSI Sistem parlementer hanya mengenal pemilu legislatif untuk membentuk pemerintahan, sebab partai politik atau koalisi partai politik yang menguasai mayoritas kursi parlemen berhak membentuk eksekutif (perdana menteri dan kabinetnya). Sedangkan sistem 2

presidensial mengenal lebih banyak pemilu, karena anggota legislatif maupun pejabat eksekutif, sama-sama dipilih melalui pemilu. Jika sistem presidensial tersebut juga berlaku pada pemerintahan lokal, maka jumlah pemilu juga menjadi lebih banyak. Inilah yang terjadi di Indonesia. Sistem presidensial yang mematok masa pemerintahan (fixed term) sesungguhnya bertujuan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, karena eksekutif tidak bisa dijatuhkan oleh legislatif setiap saat. Namun kajian Linz (1994) menunjukkan, sistem parlementer justru lebih stabil daripada sistem pemerintahan presidensial. Dalam hal ini terdapat tiga faktor penyebab: pertama, kemunculan fenomena deadlock karena penolakan legislatif kepada eksekutif; kedua, adanya keterpisahan politik sebagai dampak dari mekanisme separation of power antara legislatif dan eksekutif sehingga menjadikan hubungan keduanya tidak harmonis; ketiga, terjadinya personalisasi kekuasaan pada presiden akibat model fixed term. Mainwairing (1999) menyatakan, sistem presidensial berpotensi memunculkan kemandekan pemerintahan karena perseteruan antara presiden dan parlemen akibat tiadanya partai politik besar pendukung presiden, sehingga parlemen menjadi penghalang efektivitas pemerintahan. Sistem pemilu proporsional menjadi sebab banyaknya partai politik di parlemen, sehingga Mainwairing menyimpulkan sistem pemilu proporsional tidak kompatibel dengan sistem presidensial. Namun pengalaman Amerika Serikat yang menggunakan sistem pemilu mayoritarian menunjukkan, bukan sistem pemilu dan sistem kepartaian yang menyebabkan pemerintahan mandek (shutdown), melainkan pemerintahan terbelah, di mana presiden tak mendapat dukungan parlemen. Oleh karena itu Fiorina (1996) menegaskan, bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya pemerintahan terbelah adalah perbedaan waktu penyelenggaraan pemilu parlemen dengan pemilu presiden, bukan sistem pemilu atau sistem kepartaian. Sebelumnya, Lijphart (1992) juga menyebutkan, bahwa pemilu serentak (concurrent elections) adalah solusi untuk mengatasi kelemahan sistem pemerintahan presidensial akibat pemerintahan terbelah. Yang dimaksud pemilu serentak adalah penyelenggaraan pemilu parlemen dan pemilu presiden secara bersama dalam satu hari H pemilihan. Kajian Payne dkk (2002) menunjukkan, pemilu serentak tidak hanya berhasil menyederhanakan sistem kepartaian, tetapi juga cenderung dapat menghindari pemerintahan terbelah, karena dua faktor: pertama, keterpaksaan partai-partai politik melakukan koalisi sebelum pemilu; kedua, terjadinya coattail effect, di mana preferensi calon presiden mengarahkan pemilih pada partai politik yang mengusung calon presiden, sehingga jika Pasangan Calon No 1 menang, maka partai atau koalisi partai politik pendukungnya akan meraih kursi mayoritas parlemen. Coattail effect sendiri terjadi karena partai politik dan pemilih memiliki sikap yang sama dalam pemilu, yakni mendahulukan pejabat eksekutif baru anggota legislatif. 3

DUA KALI PEMILU Dengan demikian pemilu serentak, dalam arti pemilu legislatif dan pemilu eksekutif diselenggarakan dalam waktu bersamaan, merupakan solusi strategis untuk menghindari terbentuknya pemerintahan terbelah. Namun dalam konteks politik Indonesia masalahnya belum selesai, sebab pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga menggunakan sistem presidensial, di mana anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota maupun gubernur dan wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota sama-sama dipilih melalui pemilu. Di sinilah penyelenggaraan pemilu serentak perlu dibagi dua: pertama, pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden; kedua, pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah. Penyelenggaraan pemilu nasional pada tahun pertama dan pemilu daerah pada tahun ketiga dalam siklus lima tahunan, juga dapat menghindari terbentuknya pemerintahan terputus. Mengapa? Pertama, koalisi pemilu nasional dalam mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden cenderung bertahan dalam pemilu daerah. Kedua, jika tidak terjadi skandal besar dalam pemerintahan nasional, maka coattail effect pemilu nasional akan terjadi kembali pada pemilu daerah. Dengan demikian, pemilu nasional dan pemilu daerah bisa mengarahkan pola koalisi yang jelas sehingga efektivitas pemerintahan nasional dan lokal lebih besar kemungkinan berhasilnya. MANAJEMEN PENYELENGGARAAN Dari aspek manajemen, format pemilu nasional dan pemilu daerah, akan berpengaruh positif terhadap aktor-aktor pemilu. Pertama, pemilih terhindar dari kebingungan dalam memberikan suara, karena jumlah calon anggota legislatif dan calon pejabat eksekutif berkurang. Pemilih juga tidak pusing lagi oleh pola koalisi semrawut, karena koalisi pemilu nasional cenderung bertahan dalam pemilu daerah. Pemilih bisa bersikap rasional sehingga mampu menghukum calon-calon yang kinerjanya buruk dengan cara tidak memilihnya kembali. Pemisahan pemilu anggota DPR dalam pemilu nasional dan pemilu anggota DPRD dalam pemilu daerah, memudahkan KPU dalam mengelola pemilu karena pengadaan surat suara dan penghitungan suara, skalanya masih dalam rentang kontrol manajemen. Ini tentu dapat meminimalisasi kesalahan dan pelanggaran dalam pemungutan dan penghitungan suara. Bagi negara, pemilu nasional dan pemilu daerah dapat menghemat biaya secara signifikan karena dalam kurun lima tahun hanya terdapat dua kali pemilu. Bagi partai politik dan calon anggota legislatif dan calon pejabat eksekutif, pemilu nasional dan pemilu daerah akan memudahkan mereka mengelola kaderisasi dan pencalonan. Di satu pihak, partai politik bisa mengatur mana kader yang dimajukan dalam pemilu nasional dan mana yang dimajukan dalam pemilu daerah, di lain pihak kader-kader partai politik punya kesempatan lebih banyak untuk bertarung pemilu. Yang lebih penting lagi, partai politik akan terhindar dari konflik berkepanjangan akibat politik pencalonan, sementara calon anggota legislatif dan calon pejabat eksekutif bisa merancang kanpanye bersama sehingga dapat menekan biaya kampanye. 4

Akhirnya, format pemilu nasional dan pemilu daerah dapat mengatasi berbagai masalah krusial pemilu, baik dari sisi proses penyelenggaraan, maupun pemerintahan yang dihasilkannya. Oleh karena itu, RUU Pemilu yang disusun oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu, pada bagian awal mengatur secara jelas pembagian pemilu nasional dan pemilu daerah (Pasal 4 dan 5). Pentingnya pembagian pemilu nasional dan pemilu daerah ini dalam desain politik nasional, sehingga pengaturannya ditempatkan pada BAB II ASAS TUJUAN DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN. Selengkapnya secara teknis RUU ini mengatur secara rinci bagaimana kampanye (BAB XIII) serta pemungutan dan penghitungan suara (BAB XIV) dilaksanakan. Ini penting karena pemilu nasional dan pemilu daerah masing-masing merupakan pengalaman pertama dalam penyelenggaraan pemilu. Secara teknis, penyelenggaraan pemilu legislatif memang lebih rumit, namun penggabungan pemilu DPR dan DPD serta pemilu presiden dan wakil presiden di satu pihak, dan penggabungan pemilu DPRD dan kepala daerah di lain, pihak mengharuskan penataan yang berbeda, khususnya dalam tahapan kampanye dan pemungutan suara. 5