UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan Pemilihan Kepala Daerah yang demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu diatur penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; b. bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan sehingga perlu diatur dalam Undang- Undang tersendiri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang- Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia 1

2 sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut DPRD Provinsi atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di Provinsi dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut DPRD Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di Kabupaten/Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 6. Kepala Daerah adalah gubernur untuk provinsi dan bupati/walikota untuk kabupaten/kota. 7. Pemilihan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut/disingkat Pilkada adalah Pemilihan gubernur dan pemilihan bupati/walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih gubernur dan bupati/walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Partai Politik adalah partai politik peserta pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Partai Politik dan termasuk partai politik lokal di Aceh. 9. Fraksi adalah kepanjangan dari partai politik peserta pemilihan umum yang memiliki kursi di DPRD atau sebutan lainnya dan sebagai wahana berhimpunnya anggota DPRD atau sebutan lainnya. 10. Calon Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh Fraksi atau gabungan Fraksi DPRD Provinsi atau sebutan lainnya yang didaftarkan di KPU Provinsi. 11. Calon bupati/walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di KPU Kabupaten/Kota. 12. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah di provinsi dan kabupaten/kota. 13. Panitia Pemilihan di DPRD Provinsi atau sebutan lainnya yang selanjutnya disebut Panlih adalah panitia yang dibentuk dengan keputusan Pimpinan DPRD Provinsi atau 2

3 sebutan lainnya dan bertugas untuk menyusun peraturan tata tertib pemilihan Gubernur serta menyelenggarakan pemilihan. 14. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat kecamatan atau nama lain. 15. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat desa atau nama lain/kelurahan. 16. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 17. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara untuk Pemilihan bupati/walikota. 18. Panitia Pengawas Pemilihan bupati/walikota, selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota. 19. Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut Panwas Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota di wilayah kecamatan. 20. Pengawas Pemilihan Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota di desa atau sebutan lainnya/kelurahan. 21. Pemilih untuk Pemilihan Gubernur adalah Anggota DPRD Provinsi atau sebutan lainnya. 22. Pemilih untuk Pemilihan bupati/walikota adalah penduduk yang berusia sekurangkurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan bupati/walikota. 23. Kampanye Pemilihan bupati/walikota, selanjutnya disebut Kampanye, adalah kegiatan untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon bupati/walikota. 3

4 BAB II PEMILIHAN GUBERNUR Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Gubernur dipilih oleh Anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Bagian Kedua Pelaksanaan Pasal 3 Pemilihan Gubernur dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Pasal 4 (1) Pemilihan gubernur dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan pertama dan tahapan kedua. (2) Tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Pengumuman pendaftaran calon gubernur; b. pendaftaran calon gubernur; c. penelitian persyaratan calon gubernur; dan d. penetapan calon gubernur; (3) Tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai paling lambat 4 (empat) bulan sebelum berakhir masa jabatan Gubernur. (4) Tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari. (5) Tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. penyampaian visi dan misi; b. pemungutan dan penghitungan suara; c. penetapan hasil pemilihan; dan d. penyampaian keberatan. (6) Tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimulai 7 (tujuh) hari setelah tahapan pertama pemilihan selesai. 4

5 Bagian Ketiga Penyelenggara Pemilihan Gubernur Pasal 5 (1) Penyelenggara Pemilihan Gubernur adalah: a. KPU Provinsi; dan b. DPRD Provinsi. (2) KPU Provinsi menyelenggarakan tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (2). (3) DPRD Provinsi menyelenggarakan tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (5). Pasal 6 Dalam melaksanakan tahapan pertama pemilihan, KPU Provinsi mempunyai kewajiban : a. melaksanakan pedoman teknis dari KPU; b. mengumumkan pendaftaran calon gubernur; c. melaksanakan kegiatan pendaftaran; d. melaksanakan kegiatan seleksi persyaratan calon gubernur; e. melaksanakan kegiatan penetapan calon gubernur; dan f. menyampaikan nama-nama calon gubernur beserta dokumen kelengkapan calon gubernur kepada DPRD Provinsi; g. menyampaikan laporan pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud huruf a sampai dengan huruf f kepada KPU. Pasal 7 DPRD Provinsi dalam melaksanakan tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (3) membentuk Panlih. Pasal 8 (1) Panlih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dibentuk paling lambat 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan gubernur. (2) Anggota Panlih terdiri dari unsur-unsur fraksi dan masing-masing fraksi dapat diwakili 3 (tiga) orang, yang ditentukan secara proporsional. (3) Ketua dan para Wakil Ketua DPRD Provinsi karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panlih merangkap anggota. (4) Sekretaris DPRD Provinsi karena jabatannya adalah Sekretaris Panlih, bukan anggota. (5) Apabila seseorang anggota Panlih dicalonkan atau mencalonkan diri menjadi calon gubernur, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari keanggotaan Panlih, dan keanggotaannya dalam Panlih digantikan oleh anggota DPRD Provinsi dari fraksi yang sama. 5

6 (6) Tugas Panlih berakhir setelah penetapan calon gubernur terpilih. (7) Dalam hal terjadi sengketa pemilihan gubernur, tugas Panlih sebagaimana dimaksud ayat (6) berakhir setelah Panlih melaksanakan putusan Mahkamah Agung. (8) Guna menjamin transparansi dan efisiensi, Komisi Pemberantasan Korupsi mengawasi Panlih dalam pelaksanaan tugasnya. Pasal 9 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Panlih menyiapkan tata tertib pemilihan yang dimulai paling lambat 7 (tujuh) hari setelah terbentuknya Panlih. (2) Peraturan tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan DPRD Provinsi yang mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri. (3) Penyusunan tata tertib pemilihan diselesaikan paling lama 14 (empat belas) hari. Pasal 10 Dalam melaksanakan tahapan kedua pemilihan, panlih mempunyai kewajiban : a. menyelenggarakan penyampaian visi dan misi calon gubernur; b. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara; c. menetapkan hasil pemilihan; d. menetapkan calon gubernur terpilih; e. menindaklanjuti Putusan Pengadilan, bilamana terjadi sengketa. Bagian Keempat Pencalonan Paragraf Kesatu Peserta Pemilihan dan Persyaratan Calon Pasal 11 Peserta pemilihan gubernur adalah calon gubernur yang diusulkan oleh fraksi atau gabungan fraksi di DPRD Provinsi. Pasal 12 Warga negara Republik Indonesia yang dapat ditetapkan menjadi calon gubernur adalah yang memenuhi syarat- syarat: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah Pusat; c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat; 6

7 d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; e. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; f. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana lebih dari 5 (lima) tahun dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta tidak akan mengulang tindak pidananya. g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; h. daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; i. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; j. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; k. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan laporan pajak pribadi; l. belum pernah menjabat sebagai gubernur selama 2 (dua) kali masa jabatan; m. Tidak berstatus sebagai Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota; n. Tidak berstatus sebagai Penjabat Gubernur/Penjabat Bupati/Penjabat Walikota; o. memiliki visi, misi dan program strategis mengacu pada RPJPD; p. tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan; q. berhenti sementara dari jabatannya bagi Gubernur/Wakil Gubernur Petahana; r. non aktif bagi Pimpinan DPR, DPD, dan DPRD; s. pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri; t. berhenti dari jabatan organik bagi anggota TNI/Polri, dan PNS; u. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur/Wakil Gubernur yang mencalonkan diri di daerah lain; v. Daftar riwayat hidup setiap calon gubernur; w. Bagi pejabat BUMN dan BUMD mengikuti Peraturan Perundang-undangan; x. Tidak berstatus sebagai anggota Panlih Gubernur. 7

8 Paragraf Kedua Pendaftaran Calon Gubernur Pasal 13 (1) Fraksi atau gabungan fraksi DPRD Provinsi pada saat mendaftarkan calon gubernur kepada KPU Provinsi, wajib menyerahkan: a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan fraksi atau pimpinan gabungan fraksi; b. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon gubernur; c. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai calon gubernur; dan d. kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (2) Fraksi atau gabungan fraksi hanya dapat mengusulkan satu calon gubernur. (3) Pengumuman pendaftaran calon gubernur dilaksanakan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan gubernur. (4) Pengumuman pendaftaran calon gubernur dilaksanakan selama 3 (tiga) hari. (5) Pendaftaran calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari setelah 1 (satu) hari pengumuman pendaftaran calon gubernur berakhir. Paragraf Ketiga Penelitian Persyaratan Calon Gubernur Pasal 14 (1) KPU Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan administrasi calon gubernur serta melakukan klarifikasi kepada instansi terkait yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan calon gubernur. (2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sehari setelah penutupan pendaftaran calon gubernur. (3) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan selama 10 (sepuluh) hari. (4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada fraksi dan calon 3 (tiga) hari setelah penelitian selesai. (5) Apabila calon gubernur dari fraksi belum memenuhi syarat, fraksi diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan calon gubernur paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi. 8

9 (6) Dalam hal calon gubernur yang diajukan fraksi berhalangan tetap pada saat pendaftaran sampai dengan penelitian kelengkapan persyaratan, fraksi diberi kesempatan untuk mengajukan calon gubernur baru paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi. (7) KPU Provinsi melakukan penelitian ulang tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lama 14 (empat belas) hari sejak kelengkapan persyaratan diterima sebagaimana dimaksud ayat (6) kepada pimpinan fraksi yang mengusulkan calon gubernur. (8) Apabila hasil penelitian berkas calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPU Provinsi, fraksi tidak dapat lagi mengajukan calon gubernur. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU. Paragraf Keempat Penetapan Calon Gubernur Pasal 15 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dan ayat (7), KPU provinsi menetapkan calon gubernur sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dalam rapat pleno yang dituangkan dalam Keputusan KPU Provinsi disertai Berita Acara Penetapan calon gubernur. (2) Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara luas selama 3 (tiga) hari setelah ditetapkan. (3) Terhadap penetapan calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon gubernur yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan hasil penetapan calon gubernur kepada Mahkamah Agung paling lambat 3 (tiga) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan oleh calon gubernur yang tidak ditetapkan sebagai calon gubernur. (5) Mahkamah Agung memutus keberatan hasil penetapan calon gubernur paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan keberatan dari calon gubernur. (6) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. (7) Apabila Putusan Mahkamah Agung mengabulkan keberatan terhadap keputusan KPU tentang penetapan calon gubernur, maka KPU Provinsi wajib menindaklanjuti 9

10 putusan Mahkamah Agung dengan memasukkan dan menetapkan nama-nama calon gubernur yang sebelumnya belum ditetapkan dalam daftar nama calon gubernur dalam Keputusan KPU Provinsi paling lambat 3 (tiga) hari setelah menerima Putusan Mahkamah Agung. (8) KPU Provinsi mengumumkan kembali nama-nama calon gubernur yang memenuhi syarat setelah putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (6) selama 3 (tiga) hari setelah ditetapkan. Pasal 16 (1) Calon-calon gubernur yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 setelah ditetapkan KPU Provinsi dilakukan pengundian nomor urut calon gubernur. (2) Pengundian nomor urut calon gubernur dilaksanakan KPU Provinsi disaksikan oleh fraksi-fraksi yang mengusulkan calon gubernur. (3) Nomor urut calon gubernur bersifat tetap dan dijadikan dasar oleh DPRD Provinsi dalam pengadaan surat suara. Pasal 17 (1) Fraksi dilarang menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai calon gubernur oleh KPU Provinsi. (2) Apabila fraksi menarik calonnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fraksi yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon gubernur pengganti. Paragraf Kelima Menyampaikan Nama-Nama Calon Gubernur beserta dokumen kelengkapan calon Gubernur kepada DPRD Provinsi Pasal 18 (1) Nama-nama calon gubernur yang telah ditetapkan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16, diserahkan kepada DPRD provinsi untuk dilakukan pemilihan. (2) Penyerahan nama-nama calon gubernur sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan secara langsung dengan surat Ketua KPU Provinsi disertai kelengkapan dokumen pencalonan dan dibuat berita acara penyerahan. (3) Penyerahan nama-nama dan dokumen sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan calon gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal

11 Pasal 19 (1) Berdasarkan nama-nama calon gubernur yang disampaikan KPU provinsi kepada DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), selanjutnya Pimpinan DPRD paling lama 3 (tiga) hari sejak menerima nama-nama calon gubernur dari KPU Provinsi menyerahkan kepada panlih untuk dilakukan proses pemilihan. (2) Setelah menerima nama-nama dan dokumen calon gubernur, Panlih menyusun program, kegiatan dan jadwal pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari. Bagian Kelima Perlengkapan Pemungutan Suara Pasal 20 (1) Panlih menyusun kebutuhan perlengkapan pemungutan suara. (2) Sekretaris DPRD Provinsi bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 21 (1) Jenis perlengkapan pemungutan suara sekurang-kurangnya : a. kotak suara; b. surat suara; c. tinta; d. bilik pemungutan suara; e. alat untuk memberi tanda pilihan; dan f. papan tulis dan alat tulis untuk penghitungan suara. (2) Surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat foto, nama dan nomor urut calon gubernur. (3) Bentuk, ukuran dan spesifikasi teknis perlengkapan pemungutan suara ditetapkan dengan peraturan Tata Tertib Pemilihan. Pasal 22 (1) Dalam hal salah satu calon gubernur berhalangan tetap sejak penetapan nama-nama calon gubernur sampai pada saat dimulainya penyampaian visi dan misi calon gubernur, fraksi yang calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan calon gubernur pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak calon gubernur berhalangan tetap. (2) KPU provinsi melakukan penelitian persyaratan administrasi calon gubernur pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menetapkannya paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran. 11

12 (3) Dalam hal salah seorang dari calon gubernur berhalangan tetap sejak penetapan calon gubernur sampai pada saat dimulainya penyampaian visi dan misi calon gubernur sehingga jumlah calon gubernur kurang dari 2 (dua), KPU provinsi membuka kembali pendaftaran calon gubernur paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak calon gubernur dinyatakan berhalangan tetap untuk waktu selama 3 (tiga) hari. (4) Pendaftaran calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak menghilangkan hak satu calon gubernur yang sudah memenuhi syarat. (5) Dalam hal terjadi salah satu calon gubernur berhalangan tetap pada saat dimulainya penyampaian visi dan misi calon gubernur sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dilanjutkan dan calon gubernur yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur. (6) Dalam hal calon gubernur berhalangan tetap pada saat dimulainya penyampaian visi dan misi calon gubernur sampai hari pemungutan suara, calon gubernur kurang dari 2 (dua) tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari. (7) KPU provinsi membuka kembali pendaftaran calon gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (8) Fraksi yang calonnya berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengusulkan calon gubernur pengganti. (9) KPU provinsi melakukan penelitian persyaratan administrasi usulan calon gubernur pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menetapkannya paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak pendaftaran calon gubernur pengganti. Bagian Keenam Penyampaian Visi, Misi Dan Program Pasal 23 (1) Penyampaian visi, misi dan program dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan Pemilihan gubernur. (2) Penyelenggara dan penanggung jawab penyampaian visi dan misi adalah Panlih. (3) Penyampaian visi, misi dan program masing-masing calon gubernur dilakukan dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi yang bersifat terbuka untuk umum, dengan acara penyampaian visi, misi, program masing-masing calon gubernur, dan dilakukan tanya jawab/dialog dengan anggota DPRD Provinsi. (4) Dalam tanya jawab/dialog sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Panlih dapat 12

13 menunjuk panelis/pakar untuk mendampingi anggota DPRD. (5) Bentuk serta format visi, misi, dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mempedomani Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi. (6) Jadwal pelaksanaan penyampaian visi, misi dan program ditetapkan oleh Panlih. (7) Penyampaian visi, misi dan program dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif. (8) Penyampaian visi, misi dan program dapat disiarkan melalui Lembaga Penyiaran Publik yang terdiri dari Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia. (9) Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (8), wajib memberikan perlakuan yang sama kepada setiap calon gubernur. (10) Penyampaian visi, misi dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan selama 1 (satu) hari, paling lambat 14 (empat belas) hari setelah DPRD Provinsi menerima nama-nama calon gubernur dari KPU Provinsi. Bagian Ketujuh Pemungutan Suara, Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Paragraf Pertama Pemungutan Suara Pasal 24 (1) Pemungutan suara, penghitungan suara dan penetapan hasil pemilihan, dalam pemilihan gubernur dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD Provinsi. (2) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah penyampaian visi, misi dan program dalam hari yang sama. Pasal 25 (1) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD Provinsi. (2) Apabila pada pembukaan Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum, rapat ditunda paling lama 1 (satu) jam. (3) Apabila setelah ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kuorum tetap belum terpenuhi, Rapat Paripurna ditunda lagi untuk paling lama 1 (satu) jam. (4) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari. 13

14 (5) Setelah penundaan paling lama 3 (tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rapat dilaksanakan kembali sesuai dengan ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). (6) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum terpenuhi, Rapat Paripurna tetap dilaksanakan. (7) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan apabila dihadiri oleh anggota yang berasal lebih dari 1 (satu) fraksi. (8) Apabila Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat dilaksanakan, keputusan dan penyelesaiannya difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri. Pasal 26 (1) Sebelum pemungutan suara dilaksanakan masing-masing fraksi atau gabungan fraksi menunjuk 1 (satu) orang anggota fraksi untuk bertindak sebagai saksi. (2) Saksi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan keputusan pimpinan fraksi atau gabungan fraksi. (3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk mengawasi jalannya pemungutan suara dan penghitungan suara. (4) Dalam hal saksi yang telah ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan, fraksi atau gabungan fraksi menunjuk saksi pengganti. Pasal 27 (1) Setiap anggota DPRD memberikan suaranya hanya kepada 1 (satu) calon gubernur. (2) Pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan tanda khusus pada surat suara yang telah disediakan oleh Panlih. (3) Surat Suara untuk pemilihan gubernur dinyatakan sah apabila : a. Surat suara ditandatangani oleh Panlih; dan b. Pemberian tanda khusus satu kali dalam bentuk tanda silang (x) atau tanda contreng ( ) pada kolom surat suara yang disediakan. Paragraf Kedua Penghitungan Suara Pasal 28 (1) Penghitungan suara dilakukan oleh Panlih setelah pemungutan suara dinyatakan selesai. (2) Penghitungan suara sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi masing-masing calon gubernur dan masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara baik secara langsung maupun melalui layar monitor. 14

15 (3) Calon gubernur melalui saksi dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara, apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, Panlih yang bertugas untuk itu, seketika itu juga mengadakan pembetulan penghitungan suara. Paragraf Ketiga Penetapan Hasil Pemilihan Pasal 29 (1) Apabila hasil perhitungan suara 1 (satu) calon gubernur telah mendapat perolehan suara sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota DPRD yang hadir, pemilihan dinyatakan selesai. (2) Apabila hasil perolehan suara belum mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diambil 2 (dua) calon gubernur yang memperoleh suara urutan terbesar pertama dan kedua. (3) Apabila hasil perolehan suara calon gubernur urutan terbesar pertama terdapat 2 (dua) calon gubernur atau lebih yang memperoleh jumlah suara yang sama, maka dilakukan pemilihan di antara calon gubernur dimaksud untuk menentukan calon gubernur hingga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Apabila hasil perolehan suara calon gubernur pada pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dilakukan pemungutan suara lanjutan dari 2 (dua) calon gubernur yang memperoleh suara terbesar pertama dan kedua, sampai mendapatkan calon gubernur yang mendapatkan dukungan suara terbanyak. (5) Apabila hasil perolehan suara calon urutan terbesar kedua terdapat 2 (dua) calon gubernur atau lebih yang memperoleh jumlah suara yang sama, dilakukan pemilihan di antara calon gubernur dimaksud untuk menentukan calon gubernur yang berhak dipilih bersama-sama dengan calon gubernur urutan pertama. (6) Apabila hasil perolehan suara calon gubernur pada pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dilakukan pemungutan suara lanjutan dari 2 (dua) calon gubernur yang memperoleh suara terbesar pertama dan kedua, sampai mendapatkan calon gubernur yang mendapatkan dukungan suara terbanyak untuk dipilih bersamasama dengan calon gubernur urutan pertama. (7) Terhadap calon gubernur yang memperoleh urutan terbesar pertama dan kedua, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6), dilakukan pemilihan untuk memperoleh calon gubernur yang mendapatkan suara terbanyak. 15

16 (8) Hasil perolehan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (7), dituangkan dalam berita acara pemilihan yang ditandatangani oleh sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) anggota Panlih dan saksi. (9) Apabila berita acara pemilihan tidak ditandatangani sebagaimana ketentuan pada ayat (8), tanpa adanya alasan dan tidak adanya pengajuan keberatan secara jelas, tidak mengurangi keabsahan berita acara pemilihan. (10) Berdasarkan berita acara pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), penetapan calon gubernur terpilih dituangkan dalam Keputusan DPRD Provinsi. Paragraf Keempat Pengajuan Keberatan Pasal 30 (1) Terhadap hasil pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (10), calon gubernur yang merasa dirugikan atau mempunyai bukti awal adanya dugaan politik uang yang terjadi sebelum, selama dan setelah pemilihan dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya calon gubernur. (3) Keberatan oleh calon gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah penetapan hasil pemilihan dalam pemilihan Gubernur, dengan tembusan kepada Panlih. (4) Apabila dalam waktu 3 (tiga) hari kerja setelah penetapan hasil pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (10) tidak ada yang mengajukan keberatan, DPRD Provinsi dapat mengusulkan pengesahan calon gubernur terpilih kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. (5) Mahkamah Agung memutus keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan keberatan calon gubernur oleh Mahkamah Agung. (6) Apabila putusan terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti adanya politik uang dalam pemilihan, Mahkamah Agung dapat membatalkan hasil pemilihan. (7) Terhadap anggota DPRD Provinsi yang terbukti melakukan atau turut serta melakukan politik uang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat dijatuhi sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD Provinsi dengan tidak menghilangkan perbuatan pidananya. (8) Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditindaklanjuti dan diselesaikan melalui Peradilan umum atau Peradilan Tipikor. 16

17 (9) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. (10) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sudah diterima oleh pemohon dan DPRD provinsi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak selesai dibacakan. (11) DPRD Provinsi wajib menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah menerima Putusan Mahkamah Agung. Pasal 31 (1) Apabila Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5) menyatakan gugatan pemohon ditolak atau tidak diterima, DPRD Provinsi menyampaikan usul pengesahan calon gubernur terpilih kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, paling lambat 3 (tiga) hari setelah Putusan Mahkamah Agung diterima oleh DPRD Provinsi. (2) Apabila Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5) menyatakan gugatan pemohon diterima, DPRD Provinsi menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung sesuai Amar Putusan, dan menyampaikan usul pengesahan calon gubernur terpilih sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, paling lambat 3 (tiga) hari setelah Keputusan DPRD Provinsi tentang penetapan calon gubernur terpilih. Bagian Kedelapan Paragraf Kesatu Pemilihan Ulang Pasal 32 (1) Apabila berdasarkan putusan Mahkamah Agung menyatakan pemilihan diulang, maka DPRD Provinsi paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah putusan Mahkamah Agung dibacakan, melaksanakan pemilihan ulang. (2) Pemilihan ulang diikuti oleh calon gubernur yang ditetapkan KPU Provinsi sesuai Putusan Mahkamah Agung. Paragraf Kedua Pencalonan, Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Ulang Pasal 33 (1) Dalam hal untuk melaksanakan pemilihan ulang, KPU Provinsi membuka pendaftaran calon gubernur yang mekanismenya sesuai ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1). 17

18 (2) Terhadap calon gubernur yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penelitian persyaratan administrasi dan ditetapkan calon gubernur yang memenuhi syarat dengan keputusan KPU Provinsi. (3) KPU Provinsi menyerahkan nama-nama calon gubernur yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta dokumen administrasi persyaratan kepada DPRD Provinsi, untuk dilanjutkan pelaksanaan tahapan kedua pemilihan. Pasal 34 DPRD Provinsi setelah menerima nama-nama calon gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), menugaskan panlih untuk melaksanakan tahapan kedua pemilihan. Pasal 35 Pelaksanaan tahapan kedua pemilihan mulai dari penyampaian visi, misi, dan program masing-masing calon gubernur sampai penetapan hasil pemilihan yang mekanismenya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 31. Bagian Sembilan Usul Pengesahan, Pengesahan, dan Pelantikan Paragraf Kesatu Usul Pengesahan Pasal 36 (1) Calon gubernur terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 atau Pasal 31 atau Pasal 35 diusulkan dengan surat Pimpinan DPRD Provinsi kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, paling lama 3 (tiga) hari setelah diterbitkan surat keterangan Panitera Mahkamah Agung atau setelah Putusan Mahkamah Agung ditindaklanjuti. (2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen administrasi seluruh tahapan dalam proses pemilihan. (3) Menteri Dalam Negeri meneruskan kepada Presiden, paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima usulan DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Paragraf Kedua Pengesahan Pasal 37 Presiden menetapkan pengesahan dengan Keputusan Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari setelah menerima usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 Paragraf Ketiga Pelantikan Pasal 38 (1) Sebelum memangku jabatannya gubernur dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik. (2) Sumpah/janji gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Daerah dan sebagai Wakil Pemerintah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa. Pasal 39 Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1), memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Pasal 40 (1) Gubernur dilantik oleh Presiden. (2) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri. (3) Tata cara pelantikan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan serah terima jabatan gubernur diatur dalam Peraturan Presiden. BAB III PEMILIHAN BUPATI/WALIKOTA Bagian Pertama Asas dan Pelaksanaan Pemilihan Paragraf Kesatu Asas Pasal 41 Pemilihan bupati/walikota dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 19

20 Paragraf Kedua Pelaksanaan Pemilihan Pasal 42 Pemilihan bupati/walikota dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Pasal 43 (1) Pemilihan bupati/walikota diawali dengan pemberitahuan secara tertulis dari DPRD kabupaten/kota kepada KPU kabupaten/kota mengenai berakhirnya masa jabatan bupati/walikota; (2) Berdasarkan pemberitahuan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU kabupaten/kota menyusun program, kegiatan dan jadwal kegiatan pencalonan. (3) Pemberitahuan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan bupati/walikota. (4) Dalam hal DPRD kabupaten/kota tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota dianggap telah menyampaikan pemberitahuan dimaksud kepada KPU kabupaten/kota. (5) Dalam hal DPRD kabupaten/kota tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPU kabupaten/kota dapat menyusun program, kegiatan dan jadwal kegiatan pencalonan dengan mendasarkan data akhir masa jabatan bupati/walikota. Pasal 44 (1) Pemilihan bupati/walikota yang berakhir masa jabatannya dalam satu tahun yang sama dan berada dalam wilayah provinsi yang sama dapat dilaksanakan secara bersamaan. (2) Pemungutan suara dalam pemilihan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada hari dan tanggal yang sama. (3) Penetapan jadwal pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh KPU Provinsi. Pasal 45 (1) Tahapan pemilihan bupati/walikota dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan pertama dan tahapan kedua, yang jadwal dan programnya disusun oleh KPU kabupaten/kota. 20

21 (2) Tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. penyusunan daftar pemilih; b. pendaftaran calon bupati/walikota; c. penetapan calon bupati/walikota; dan d. pengajuan keberatan. (3) Tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. masa kampanye; b. masa tenang; c. pemungutan dan penghitungan suara; d. penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara; dan e. pengajuan keberatan. (4) Setelah melaksanakan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilanjutkan dengan penetapan calon bupati/walikota terpilih dan pengucapan sumpah/janji bupati/walikota. Bagian Kedua Penyelenggara Pemilihan Bupati/walikota Pasal 46 (1) Pemilihan bupati/walikota dilaksanakan oleh KPU kabupaten/kota. (2) KPU kabupaten/kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota kepada DPRD kabupaten/kota dengan tembusan kepada KPU Provinsi dan gubernur. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan oleh gubernur diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri. Pasal 47 Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota meliputi: a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah; b. mengkoordinasikan dan memantau tahapan pemilihan bupati/walikota; c. melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota; d. menerima laporan hasil pemilihan bupati/walikota dari KPU kabupaten/kota; e. memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dalam melanjutkan tahapan pelaksanaan pemilihan bupati/walikota apabila kabupaten/kota tidak dapat melanjutkan tahapan pemilihan bupati/walikota; dan f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang. 21

22 Pasal 48 Tugas dan kewajiban KPU Provinsi dalam penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota meliputi : a. memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. memfasilitasi dan mengkoordinasikan jadwal pemilihan bupati/walikota serentak di wilayah Provinsi yang sama; c. menerima laporan hasil pemilihan bupati/walikota dari KPU kabupaten/kota; d. melanjutkan tahapan pelaksanaan pemilihan bupati/walikota apabila KPU kabupaten/kota tidak dapat melanjutkan tahapan pemilihan bupati/walikota; e. melaksanakan tugas dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 Tugas, wewenang, dan kewajiban KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota meliputi: a. merencanakan dan menetapkan program, anggaran, dan jadwal Pemilihan bupati/walikota; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam pelaksanaan pemilihan bupati/walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi. c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk tiap-tiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota berdasarkan peraturan Perundangundangan. d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS untuk Pemilihan bupati/walikota dalam wilayah kerjanya; e. mengoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan Pemilihan bupati/walikota berdasarkan pedoman dari KPU, ketentuan peraturan perundangundangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU provinsi; f. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota; g. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh pemerintah dengan memperhatikan data pemilih pada pemilihan bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; h. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/walikota dibantu PPK, dan PPS; i. menetapkan calon bupati/walikota yang telah memenuhi persyaratan; 22

23 j. melakukan rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan bupati/walikota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; k. menetapkan dan mengumumkan hasil pemilihan bupati/walikota berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan bupati/walikota dari seluruh PPK dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; l. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara dalam rapat pleno KPU kabupaten/kota dan memberikan informasi kepada masyarakat; m. menerbitkan keputusan KPU kabupaten/kota untuk menetapkan hasil pemilihan bupati/walikota dan membuat berita acaranya; n. menyampaikan hasil pemilihan bupati/walikota kepada DPRD kabupaten/kota, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur; o. menyampaikan laporan semua tahapan/kegiatan penyelenggaraan dan hasil pemilihan bupati/walikota kepada KPU melalui KPU Provinsi, Menteri Dalam Negeri, gubernur, dan DPRD kabupaten/kota. p. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwas kabupaten/kota; q. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan bupati dan walikota dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; s. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan; t. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota; u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 (1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan bupati/walikota di tingkat Kecamatan, dibentuk PPK. (2) PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan. (3) PPK dibentuk oleh KPU kabupaten/kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara. 23

24 (4) Hak-hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya. Pasal 51 (1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang- Undang. (2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU kabupaten/kota. (3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30% (tiga puluh perseratus). (4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. (5) PPK melalui KPU kabupaten/kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai Sekretaris PPK dengan keputusan bupati/walikota. Pasal 52 Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi: a. membantu KPU kabupaten/kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap; b. membantu KPU kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pemilihan bupati/walikota; c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota di tingkat Kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota; d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU kabupaten/kota; e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya; f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat dan dihadiri oleh saksi peserta pemilihan bupati/walikota; g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f; h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta pemilihan bupati/walikota; i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan bupati/walikota, Panwas Kecamatan, dan KPU kabupaten/kota; j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwas kecamatan; k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota di wilayah kerjanya; l. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan; 24

25 m. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan bupati/walikota dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat; n. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh, KPU kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; o. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undangundang. Pasal 53 (1) Untuk menyelenggarakan pemilihan bupati/walikota di Desa/Kelurahan dibentuk PPS. (2) PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lainnya/kelurahan. (3) PPS dibentuk oleh KPU kabupaten/kota 5 (lima) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilihan. (4) Hak-hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya. Pasal 54 (1) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang- Undang. (2) Anggota PPS diangkat oleh KPU kabupaten/kota atas usul bersama Kepala Desa/Kelurahan dan Badan Permusyawaratan Desa/Dewan Kelurahan atau sebutan lainnya. Pasal 55 Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi: a. membantu KPU kabupaten/kota, dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap; b. membentuk KPPS; c. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan; d. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih; e. mengumumkan daftar pemilih; f. menerima masukan dari masyarakat tentang daftar pemilih sementara; g. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara; h. menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada huruf f untuk menjadi daftar pemilih tetap; i. mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada huruf g dan melaporkan kepada KPU kabupaten/kota melalui PPK; 25

26 j. menyampaikan daftar pemilih kepada PPK; k. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota di tingkat desa/kelurahan atau sebutan lainnya yang telah ditetapkan oleh, KPU kabupaten/kota, dan PPK; l. mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya; m. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel; n. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS; o. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilihan Lapangan; p. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota di wilayah kerjanya; q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat; r. membantu PPK dalam menyelenggarakan pemilihan bupati/walikota, kecuali dalam hal penghitungan suara; s. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU kabupaten/kota, dan PPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan t. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undangundang. Pasal 56 (1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang. (2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU kabupaten/kota. (3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU kabupaten/kota. (4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Pasal 57 Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi: a. mengumumkan dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS; b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilihan bupati/walikota yang hadir dan Pengawas Pemilihan Lapangan; 26

27 c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS; d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS; e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilihan Lapangan, peserta pemilihan bupati/walikota, dan masyarakat pada hari pemungutan suara; f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel; g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan Bupati/walikota, Pengawas Lapangan, dan PPK melalui PPS; h. menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Lapangan; i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama; j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan k. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh undangundang. Pasal 58 (1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilihan Bupati/walikota dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan dan Pengawas Pemilihan Lapangan yang keanggotaannya terdiri atas kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik. (2) Anggota Panwas untuk Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga) orang, untuk Kecamatan berjumlah 3 (tiga) orang dan untuk Pengawas Pemilihan Lapangan berjumlah 1 (satu) orang setiap desa/kelurahan atau sebutan lain. Pasal 59 (1) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan Bupati/walikota dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati/walikota selesai. (2) Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan Bupati/walikota dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati/walikota selesai. 27

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan Pemilihan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DRAFT 24 SEPT 2014 - DPRD UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo Pengantar Membaca peraturan perundang undangan bukanlah sesuatu yang mudah. Selain bahasa dan struktur, dalam hal Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tantangan ini bertambah dengan perubahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BAHAN UJI PUBLIK 12 MARET 2015 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH, KOMISI

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN, PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA, PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAROLANGUN NOMOR: 20/Kpts/KPU-Kab/005.435316/Pilbup/Tahun 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA KERJA PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 02/Kpts/KPU-Wng-012329512/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2016 PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Lampiran I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 02/Kpts/KPU-Kab /2012 Tanggal : 7 Mei 2012

Lampiran I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 02/Kpts/KPU-Kab /2012 Tanggal : 7 Mei 2012 Lampiran I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 02/Kpts/KPU-Kab-014.329801/2012 Tanggal : 7 Mei 2012 PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN, PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS NOMOR 6/Kpts/KPU-Kab-019.435667/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN, PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEBUMEN SERTA PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA

PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEBUMEN SERTA PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA Lampiran I KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3/Kpts/KPU-Kab-012.329455/2015 TANGGAL : 18 APRIL 2015 TENTANG : PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEBUMEN SERTA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memilih Presiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA S A L I N A N KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOMOR : 49/PP.02.3-Kpt/74/Prov/IX/2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN SELEKSI CALON ANGGOTA KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA (KPPS) DAN PETUGAS KETERTIBAN TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI MUARO JAMBI PADA PEMILIHAN

Lebih terperinci

- 2 - Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu

- 2 - Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu - 2 - Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Panitia Pemilihan. Pemungutan Suara. Pemilu 2014. Pembentukan. Tata Kerja. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SOLOK, PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG. NOMOR : 5/Kpts/KPU-Kota /2015 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG. NOMOR : 5/Kpts/KPU-Kota /2015 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG NOMOR : 5/Kpts/KPU-Kota-012.329521/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG, PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2017 PEMERINTAHAN. Pemilihan Umum. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN LAMPIRAN I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 05/Kpts/KPU-Kab- 012.329279/IV/2015 TANGGAL 18 APRIL 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.117, 2012 POLITIK. PEMILU. DPR. DPD. DPRD. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung, umum, bebas,

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN LAMPIRAN : I SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR : 04/Kpts/KPU-Kab-012.329248/TAHUN 2015 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENCALONAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - SALINAN LAMPIRAN I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BUTON TENGAH NOMOR:12/Kpts/KPU-Kab.026.419168/TAHUN 2016 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BUTON TENGAH TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENCALONAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

TATA CARA PENCALONAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH TATA CARA PENCALONAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH OLEH PARPOL/GABUNGAN PARPOL/PERSEORANGAN PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 PESERTA PEMILU KADA??? PASANGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. NOMOR: 015/Kpts/KPU-Prov-022/2015

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. NOMOR: 015/Kpts/KPU-Prov-022/2015 - 1 - SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR: 015/Kpts/KPU-Prov-022/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT S A L I N A N KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR : 17/HK.03.1-Kpt/61/Prov/VIII/2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.704, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPU. Panitia Pemilihan Pemungutan Suara. Kecamatan. Pembentukan. Tata Kerja. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman. No.299, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TAHAPAN, PROGRAM, DAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN HASIL

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR: 03/Kpts/KPU-Prov-010/2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DOMPU

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DOMPU KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DOMPU KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DOMPU NOMOR: 09/Kpts/KPU-Kab-017.433877/TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DOMPU, PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

II. KEDUDUKAN, KEANGGOTAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN PPK, PPS, KPPS DAN PPDP

II. KEDUDUKAN, KEANGGOTAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN PPK, PPS, KPPS DAN PPDP 1 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kab.012.329311/VI/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI, PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR : 03/Kpts-K/KPU-Kab-012.329506/2013 TENTANG PENETAPAN PEDOMAN TEKNIS ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.776, 2015 BAWASLU. Tahapan. Pencalonan Pilkada. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA KERJA DAN POLA HUBUNGAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci