BAB V HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau non alcoholic fatty liver

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8

BAB V HASIL. menghasilkan ekstrak kering sebanyak 45,60 gram (21,92%). Streptozotocin dua ekor tikus diambil lagi secara acak untuk diperiksa gula

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan eksperimental murni, dengan rancanganpost-test control

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan selama bulan November 2012 di LPPT UGM

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan pada hewan uji secara in vivo. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Uji dan

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sediaan dalam bentuk ekstrak etanol 70% batang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with

BAB III METODE PENELITIAN. terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan

PENGARUH PEMBERIAN ASAM LEMAK TRANS i TERHADAP PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOL TIKUS SPRAGUE DAWLEY

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 6. Desain Penelitian

Analisis Data kategorik tidak berpasangan skala pengukuran numerik

Kata kunci: perlemakan hati, rosela, bengkak keruh, steatosis, inflamasi lobular, degenerasi balon, fibrosis

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

HASIL PENELITIAN Penentuan waktu hewan coba mencapai DM setelah induksi STZ. Kriteria hewan coba mencapai DM adalah apabila kadar GDS 200

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol

BAB III METODE PENELITIAN

EFEK SUPLEMENTASI KALSIUM DOSIS TINGGI DALAM MENCEGAH STEATOSIS DAN STEATOHEPATITIS PADA TIKUS PUTIH YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL. masing kelompok dilakukan inokulasi tumor dan ditunggu 3 minggu. Kelompok 1

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Empat puluh pasien karsinoma mammae stadium III B yang memenuhi kriteria

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experiment menggunakan pendekatan

BAB 5 HASIL PENELITIAN. induksi selama 9 bulan didapatkan 18 ekor mencit berhasil tumbuh tumor pada

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik

III. METODE PENELITIAN. pendekatan Pre test - Post Test Only Control Group Design. Perlakuan hewan coba dilakukan di animal house Fakultas Kedokteran

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sampel 24 ekor mencit jantan strain Swiss, setelah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola post testonly

BAB IV METODE PENELITIAN. Tempat : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian hewan coba pengaruh infiltrasi levobupivakain

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Sampel penelitian ini berjumlah 30, dimana masing-masing kelompok terdiri

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pre dan post-test design. Pre-test pada penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. dengan the post test only control group design karena pengukuran. dilakukan sesudah perlakuan pada hewan coba.

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan jenis New Zealand

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. eksperimen Posttest-Only Control Design, yaitu dengan melakukan observasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh dr.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test. Randomized Control Group Design.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan

BAB V HASIL. berat badan gram. Kemudian dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuasi

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. suplementasi vitamin C terhadap jumlah fibroblas dan kolagen padat disekitar

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan post test only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain posttest

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada ilmu Farmakologi dan Biokimia.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Farmakologi, Farmasi, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hewan penelitian adalah tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus), umur

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN Tikus jantan galur Sprague dawley yang digunakan dalam penelitian ini berumur 9 minggu sebanyak 18 ekor dibagi menjadi 3 kelompok ( kontrol, P1 dan P2 ), selama penelitian semua tikus memenuhi kriteria inklusi dan semua tikus hidup sampai akhir penelitian. Pengolahan data menggunakan SPSS 17.0 version for windows V.1 Perkembangan dan Status Nutrisi Tikus V.1.1. Pertambahan Berat Badan Berat badan tikus ditimbang setiap minggu menggunakan timbangan eletrik dengan ukuran gram. Pertambahan berat badan tikus untuk semua kelompok ( K, P1 dan P2 ) setiap minggu naik secara konsisten sampai 8 minggu perlakuan. Rerata pertambahan berat badan tikus yang ditunjukkan dalam tabel 3, kelompok P2 yang diberi asam lemak trans 10 % menunjukkan rerata tertinggi dengan rata-rata 100,95 gram dibandingkan kelompok kontrol maupun kelompok yang diberi asam lemak trans 5 %. Tabel 3. Rerata pertambahan berat badan, berat hati, konsumsi makan dan efisiensi makan tikus Pertambahan berat badan dan status nutrisi tikus Kelompok Kenaikan Berat badan (gr) Berat hati ( gr ) Konsumsi makan ( gr/hari ) Efisiensi makanan ( BB/ makan ) K 34,18 ± 10,04 7,80 ± 0,79 14,72 ± 1,31 2,32 P1 77,47 ± 21,55 10,68 ± 1,18 11,32 ± 0,73 6,84 P2 100,95 ± 16,17 11,52 ± 2,44 12,62 ±0,56 8,00 56

Gambar 11. Grafik box plot pertambahan berat badan tikus Grafik box plot pertambahan berat badan tikus ( Gambar 11 ) menunjukkan median P2 tampak lebih tinggi dari median P1 dan K. Berdasarkan hasil uji normalitas kenaikan berat badan tikus dengan Saphiro-Wilk didapatkan data terdistribusi normal p>0,05, dan uji homogenitas dengan uji Levene test menunjukkan hasil homogen p>0,05 (p =0,19). Hasil uji statistik dengan One Way Anova menunjukkan bahwa kenaikan berat badan tikus berbeda bermakna pada semua kelompok dengan p < 0,05 (p <0.001 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok yang berbeda dilakukan dengan uji Tukey, hasil yang didapat adanya perbedaan bermakna pada kelompok kontrol dan perlakuan ( P1dan P2 ) p<0,05 (p <0,001), namun antara kelompok P1 dan P2 tidak ada perbedaan bermakna p>0,05 (p= 0,07) 57

V.1.2. Konsumsi Makan Tikus Jumlah makanan yang diberikan pada semua kelompok setiap hari adalah 20 gr, dan dilakukan penimbangan sisa makan setiap hari. Konsumsi makan tikus lebih banyak pada kelompok kontrol dengan rata-rata sebesar 14,72 gr/hari, namun uji efisiensi makanan didapat hasil paling banyak pada kelompok perlakuan sebesar P1=6,84 dan P2= 8,00 ( Tabel 3). Gambar 12. Grafik box plot konsumsi makan tikus Grafik box plot konsumsi makan tikus ( gambar 12 ) menunjukkan median kelompok kontrol lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil uji normalitas jumlah makanan yang dikonsumsi tikus dengan Saphiro-Wilk didapatkan data terdistribusi normal p>0,05, dan uji homogenitas dengan uji Levene test menunjukkan hasil homogen p>0,05 (p =0,12) sehingga dilakukan uji One way Anova. Hasil uji statistik One Way Anova menunjukkan bahwa jumlah makanan yang dikonsumsi tikus berbeda bermakna 58

pada semua kelompok dengan p < 0,05 (p <0.01 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok yang berbeda dilakukan dengan uji Tukey, hasil yang didapat adanya perbedaan bermakna pada kelompok kontrol dan perlakuan p<0,05 (p 1< 0,01 dan p 2 = 0,04), namun kelompok P1 dan P2 tidak ada perbedaan bermakna p>0,05 (p = 0,07) V.1.3. Berat Hati Rerata berat hati pada semua kelompok P2 yang diberi asam lemak trans 10 % lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol maupun kelompok yang diberi asam lemak trans 5 %. ( tabel 3 ) Gambar 13. Grafik box plot berat hati tikus Grafik box plot berat hati tikus ( gambar 13 ) menunjukkan median kelompok P2 lebih tinggi dibandingkan kelompok P1 dan K dan terdistribusi tidak normal dengan adanya angka yang ekstrim. 59

Berdasarkan hasil uji normalitas berat hati tikus dengan Saphiro-Wilk didapatkan data terdistribusi tidak normal p<0,05 sehingga dilakukan uji non parameter Kruskal-Wallis. Hasil uji statistik dengan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa berat hati tikus berbeda bermakna pada semua kelompok dengan p < 0,05 (p =0.008 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dilakukan dengan uji Mann-Whitney, hasil yang didapatkan ada perbedaan bermakna pada kelompok kontrol dan perlakuan p<0,05 (p =0,01), namun kelompok P1 dan P2 tidak ada perbedaan bermakna p>0,05 (p =0,27) V.2. Histopatologi Sel Hepar Tikus Histopatologi hati tikus diperiksa di Laboratorium Patologi Akurat Semarang dengan pewarnaan HE dianalisis oleh ahli patologi yang sudah berpengalaman. Histopatologi hati pada tikus dengan diit standar menunjukkan morfologi yang normal, tidak ditemukan adanya steatosis (perlemakan hati), ditemukan sedikit adanya sel radang namun sangat jarang yang terdiri dari limfosit, dan degenerasi ballooning juga tidak ditemukan Kelompok P 1 dengan asam lemak trans 5 % ditemukan adanya perubahan pada histopatologi hati, ditemukan adanya steatosis dan inflamasi lobuler derajat ringan ke sedang, dan degenerasi ballooning sangat jarang ditemukan hanya ada pada 1 ekor tikus dengan jumlah yang sedikit. Kelompok perlakuan 2 dengan asam lemak trans 10 % ditemukan adanya perubahan jaringan dengan steatosis dan inflamasi lobular ditemukan pada semua tikus dengan derajat sedang hingga berat dan degenerasi ballooning rata-rata ditemukan dalam jumlah yang sedikit. ( gambar.14 ) 60

Jaringan hati normal kelompok kontrol ( pembesaran 400X ) Jaringan hati kelompok P1 Dengan sel inflamasi derajat ringan ( pembesaran 400 X ) Jaringan hati kelompok P2 dengan sel inflamasi derajat berat ( pembesaran 400 X ) Jaringan hati kelompok P1 Steatosis ringan ( pembesaran 400 X ) Jaringan hati kelompok P-2 Steatosis derajat sedang ke berat ( panah tipis) dan degenerasi ballooning yang sedikit. ( panah tebal ) ( pembesaran 400 X ) Gambar 14. histopatologi hepar tikus 61

V.2.1 Steatosis hati Steatosis hati hanya ditemukan pada kelompok perlakuan. Rerata derajat steatosis disajikan pada tabel 4, dimana kelompok yang diberi asam lemak trans mengalami steatosis hati, dan pemberian asam lemak trans 10 % menunjukkan rerata derajat steatosis tertinggi yaitu 2,67 dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok asam lemak trans 5 %.. Tabel.4. Rerata Steatosis semua tikus Kelompok Rerata ± SD Median K 0 0 P1 1,17 ± 0,41 1,00 P2 2,67 ± 0,52 3,00 p* <0,01 Ket : p* = Kruskal-Wallis p<0,05 Gambar 15. Grafik box plot derajat steatosis hepatosit 62

Gambar box plot steatosis hepatosit ( gambar 15 ) menunjukkan median perlakuan P2 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok P1 dan K, memiliki nilai ekstrim pada P1, sehingga dat tidak terdistribusi normal Berdasarkan hasil uji normalitas Saphiro-Wilk data derajat steatosis semua tikus pada tiap kelompok menunjukkan distribusi tidak normal p<0,05 (p =0,01), maka dilakukan uji nonparametrik menggunakan Kruskal-Wallis. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok penelitian dengan p<0,05 (p<0,001 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan dilakukan uji Mann-Whitney, hasil uji menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada semua kelompok dengan signifikansi p<0,05. Nilai signifikansi hasil uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Ringkasan nilai signifikansi (p) hasil uji post Hoct test Mann-Whitney antar kelompok untuk rerata derajat steatosis hati Kelompok Nilai Media Nilai-p K dan P1 Kontrol dan dosis 5 % 0,01 K dan P2 Kontrol dan dosis 10% 0,002 P1 dan P2 Dosis 5 % dan 10 % 0,004 V.2.2 Inflamasi lobular hati Inflamasi Lobular hati hanya ditemukan pada kelompok P1 dan P2. Rerata derajat inflamasi lobuler disajikan pada tabel 6,dimana kelompok yang diberi asam lemak trans mengalami inflamasi lobuler dan pemberian asam lemak 63

trans 10 % menunjukkan rerata derajat inflamasi tertinggi yaitu 3,00 dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok asam lemak trans 5 %. Tabel 6. Rerata Inflamasi Lobular hati semua tikus Kelompok Rerata ± SD Median K 0 0 P1 1,50 ± 0,55 1,50 P2 3,00 ± 3,00 3,00 p* <0,001 Ket : p* = Kruskal Wallis p<0,05 Gambar 16. Grafik box plot derajat inflamasi lobuler hati Grafik box plot derajat inflamasi lobuler tikus ( gambar 16 ) menunjukkan median P2 lebih tinggi dari P1 dan K, serta data yang terdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil uji normalitas Saphiro-Wilk data derajat inflamasi lobuler semua tikus pada tiap kelompok menunjukkan distribusi tidak normal p<0,05 maka dilakukan uji nonparametrik menggunakan Kruskal-Wallis. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok 64

penelitian dengan p<0,05 (p<0,001 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan dilakukan uji Mann-Whitney, hasil uji menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada semua kelompok dengan signifikansi p<0,05. Nilai signifikansi hasil uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Ringkasan nilai signifikansi (p) hasil uji post Hoct test Mann-Whitney antar kelompok untuk rerata derajat inflamasi lobuler Kelompok Nilai Media Nilai-p K dan P1 Kontrol dan dosis 5 % 0,002 K dan P2 Kontrol dan dosis 10% 0,001 P1 dan P2 Dosis 5 % dan 10 % 0,002 V.2.3 Degenerasi Ballooning Degenerasi ballooning hanya ditemukan pada kelompok perlakuan dengan asam lemak trans. Rerata derajat degenerasi ballooning disajikan pada tabel 8 dimana kelompok yang diberi asam lemak trans 10 % mengalami degenerasi ballooning lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok asam lemak trans 5 %. Tabel 8. Rerata Degenerasi Ballooning semua tikus Kelompok Rerata ± SD Median K 0 0 P1 0,17 ± 0,41 0 P2 1,17 ± 0,41 1,00 p* 0,001 Ket : p* = Kruskal -Wallis p<0,05 65

Gambar 17. box plot derajat degenarasi ballooning Grafik box plot derajat degenerasi ballooning ( gambar 17 ) menunjukkan median kelompok P2 lebih tinggi dari P1 dan K, serta memiliki nilai ekstrim pada P1 sehingga data tidak terdistribusi dengan normal. Berdasarkan hasil uji normalitas Saphiro-Wilk data derajat degenerasi ballooning semua tikus pada tiap kelompok menunjukkan distribusi tidak normal p<0,05 (0,01), maka dilakukan uji non parametrik menggunakan Kruskal -Wallis. Hasil uji statistik Kruskal Wallis terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok penelitian dengan p<0,05 (0,01 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan dilakukan uji Mann-Whitney, hasil uji menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada kelompok P2 dengan kelompok kontrol dan P1dengan signifikansi p<0,05, sedangkan perbedaan antara kelompok P1 dengan 66

kontrol tidak ada perbedan yang bermakna p>0,05. Nilai signifikansi hasil uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Ringkasan nilai signifikansi (p) hasil uji post Hoct test Mann Whitney antar kelompok untuk rerata derajat degenerasi ballooning Kelompok Nilai Media Nilai-p K dan P1 Kontrol dan dosis 5 % 0,32 K dan P2 Kontrol dan dosis 10% 0,001 P1 dan P2 Dosis 5 % dan 10 % 0,006 V.2.4. Nilai NAFLD activity score ( NAS ) Penghitungan skoring penyakit perlemakan hati yang telah berlanjut menjadi steatohepatitis adalah dengan melihat jumlah dari semua skor steatosis, inflamasi lobuler dan degenerasi ballooning. Penyakit NAFLD dengan derajat yang berat yang disebut dengan steatohepatitis non alkohol ( NASH ) terdapat pada kelompok perlakuan 2 dengan rerata 6,80. Sedangkan kelompok perlakuan 1 masih dalam batas borderline ( antara NAFLD dan NASH ). Tabel.10. Rerata NAS Kelompok Rerata ± SD Median K 0 0 P1 2,83 ± 1,17 2,50 P2 6,80 ± 0,75 7,00 p* 0,03 Ket : p* = Kruskal-Wallis p<0,05 67

Gambar 18. box plot NAS Grafik box plot NAS ( gambar 18 ) menunjukkan median kelompok P2 lebih tinggi dari P1 dan kontrol, distribusi tidak normal. Berdasarkan hasil uji normalitas Saphiro-Wilk data NAS semua tikus pada tiap kelompok menunjukkan distribusi tidak normal p<0,05 (0,03), maka dilakukan uji non parametrik menggunakan Kruskal -Wallis. Hasil uji statistik Kruskal Wallis terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok penelitian dengan p<0,05 (p<0,001 ), selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan dilakukan uji Mann-Whitney, hasil uji menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada semua kelompok. Nilai signifikansi hasil uji Mann- Whitney dapat dilihat pada tabel 11. 68

Tabel 11. Ringkasan nilai signifikansi (p) hasil uji post Hoct test Mann Whitney antar kelompok untuk rerata NAS Kelompok Nilai Media Nilai-p K dan P1 Kontrol dan dosis 5 % 0,002 K dan P2 Kontrol dan dosis 10% 0,002 P1 dan P2 Dosis 5 % dan 10 % 0,003 V.2.5 Hubungan Steatosis dengan Inflamasi Hepatosit Hubungan steatosis dengan inflamasi hepatosit dilakukan dengan uji crosstabulation dan analisa statistik Fisher s Exact Test. Tabel 12. Hubungan steatosis terhadap inflamasi hepatosit Kelompok K Variabel Steatosis Inflamasi Tidak Derajat ada Ringan Sedang Berat Total Tidak ada 6 6 Jumlah 6 6 P1 Steatosis Ringan 3 2 5 Sedang 1 1 Jumlah 3 3 6 1 P2 Steatosis Sedang 2 2 Berat 4 4 Jumlah 6 6 Nilai p Berdasarkan tabel 12 didapat data kelompok P1 dengan steatosis ringan mengalami inflamasi derajat ringan dan sedang, kelompok P2 dengan steatosis derajat sedang dan berat mengalami inflamasi berat. Uji statistik dengan Fisher s Exact Test nilai p kelompok K dan P2 tidak ada ( konstan ) karena kelompok K 69

tidak mengalami inflamasi dan semua steatosis kelompok P2 mengalami inflamasi derajat berat. Hubungan steatosis dan inflamasi kelompok P2 tidak signifikan dengan nilai p >0,05 ( p = 1 ). V.2.6 Hubungan Steatosis dengan Degenerasi Ballooning Hepatosit Hubungan steatosis dengan inflamasi hepatosit dilakukan dengan uji crosstabulation dan analisa statistik Fisher s Exact Test. Tabel 13. Hubungan steatosis terhadap degenerasi ballooning hepatosit Kelompok Variabel Ballooning Tidak Derajat ada Sedikit Banyak Total Tidak ada 6 6 Nilai p K Steatosis Jumlah 6 6 P1 Steatosis Ringan 5 5 Sedang 1 1 Jumlah 5 1 6 0,17 P2 Steatosis Sedang 2 2 Berat 3 1 4 Jumlah 5 1 6 1 Berdasarkan tabel 13 didapat data kelompok P1 dengan steatosis ringan tidak mengalami ballooning dan derajat sedang mengalami ballooning dengan jumlah sedikit, kelompok P2 dengan steatosis berat lebih banyak mengalami ballooning dengan jumlah sedikit meskipun ada tikus yang mengalami ballooning yang banyak. Hubungan steatosis dengan degenerasi ballooning menggunakan Uji statistik Fisher s Exact Test didapat nilai p kelompok P1dan P2 tidak signifikan dengan nilai p >0,05 ( p P1 = 0,17, pp2 = 1 ). 70

V.3. Nilai Kappa (k) Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang handal (reliable) dan sahih (valid) pengukuran histopatologi hepar diukur oleh dua pembaca. Untuk menilai keandalan dan kesahihan kedua data dilakukan penentuan nilai Kappa. Nilai Kappa untuk steatosis hepatosit adalah 0,70 dengan kesalahan standar 0,13, nilai Kappa untuk derajat inflamasi lobuler adalah 0,70 dengan kesalahan standar 0,13 dan nilai Kappa untuk degenerasi ballooning adalah 0,61 dengan kesalahan standar 0,17. Pada penelitian ini penilaian kappa memberi nilai diatas 0,60 menunjukkan data mempunyai keandalan dan kesahihan yang memuaskan. 71