1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

Katalog BPS :

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BERITA RESMI STATISTIK

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

Kerjasama : KATALOG :

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB III URAIAN SEKTORAL

BERITA RESMI STATISTIK

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

Produk Domestik Bruto (PDB)

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a,

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

BAB III PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MURUNG RAYA MENURUT LAPANGAN USAHA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANDA ACEH TAHUN

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK...

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

Tinjauan Ekonomi Berdasarkan :

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

P D R B KABUPATEN KERINCI MENURUT LAPANGAN USAHA

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

III. METODE PENELITIAN

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB. III. URAIAN SEKTORAL

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB II URAIAN SEKTORAL

II.1. SEKTOR PERTANIAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SINJAI 2012*

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

KABUPATEN BENGKULU TENGAH

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

Statistik KATA PENGANTAR

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

BERITA RESMI STATISTIK

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

Analisis Perkembangan Industri

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

Statistik KATA PENGANTAR

KABUPATEN KUNINGAN Gross Regional Domestic Product Kuningan Regency

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

Transkripsi:

1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui total produksi barang dan jasa suatu daerah pada satu periode tertentu. Yang dimaksud dengan produksi adalah aktifitas suatu usaha menggunakan input untuk memproduksi output. PDRB merupakan neraca makro ekonomi yang dihitung secara konsisten dan terintegrasi dengan berdasar pada konsep, definisi, klasifikasi dan cara penghitungan yang telah disepakati secara Internasional. Perubahan nilai PDRB dari waktu ke waktu terjadi karena dua hal, yaitu terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume. Penggunaan harga yang berlaku pada periode yang telah lalu menghasilkan PDRB atas harga konstan. PDRB atas harga konstan disebut sebagai PDRB volume atau PDRB real. Dalam publikasi ini selain disajikan PDRB atas harga berlaku yang bisa menggambarkan pergeseran struktur ekonomi, juga disajikan PDRB dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang bisa menggambarkan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun sejak tahun 2000. Ada tiga pendekatan dalam penghitungan PDRB, yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Pendekatan Produksi menghitung sumbangan tiap sektor produksi terhadap output dengan cara mengurangkan output dengan barang dan jasa yang dibeli dari unit produksi lain dan habis digunakan untuk menghasilkan output tersebut, sisanya adalah nilai tambah. Barang dan jasa yang habis terpakai tersebut dinamakan konsumsi antara. Nilai tambah dapat dinyatakan dalam nilai bruto atau neto tergantung apakah sudah dikurangi dengan penyusutan barang modal. Sektor-sektor produksi biasanya dikelompokan kedalam sembilan sektor yaitu: 1.Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan, Perkebunan. 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa. 2

Pendekatan Pengeluaran menghitung PDRB dengan menjumlahkan seluruh permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto. Pendekatan Pendapatan menghitung PDRB sebagai penjumlahan dari balas jasa faktor produksi (barang modal, tenaga kerja) dalam wilayah. Hal ini menunjukkan dua hal mengenai perekonomian suatu wilayah. Pertama, menunjukan pembagian PDRB menurut berbagai pendapatan seperti balas jasa tenaga kerja, keuntungan serta balas jasa barang modal lainnya, dan pajak produksi setelah dikurangi subsidi. Kedua, membantu menjelaskan perbedaan antara PDRB dengan pendapatan yang dapat digunakan. 1.2. Kegunaan Statistik Pendapatan Regional Manfaat Statistik Pendapatan Regional antara lain: 1. PDRB nominal (harga berlaku) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan semakin besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut. 2. Distribusi PDRB nominal (harga berlaku) menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian dan menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah. Semakin besar peranan suatu sektor menunjukkan basis perekonomian dalam wilayah tersebut. 3. PDRB riil (harga konstan) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi atau sektor ekonomi dari periode ke periode. 4. PDRB harga belaku menurut penggunaan menunjukkan penggunaan produk barang dan jasa menurut konsumsi, investasi, dan perdagangan luar wilayah. 5. Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukan besarnya peranan kelembagaan dalam menggunakan hasil produksi barang dan jasa. 6. PDRB penggunaan atas harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar wilayah. 1.3. Perubahan Tahun Dasar Penggunaan tahun dasar dalam penghitungan PDRB secara Nasional telah mengalami perubahan empat kali yaitu tahun 1960, 1973, 1983, dan tahun 1993. BPS terdorong untuk mengganti tahun 1993 dengan tahun 2000 sebagai tahun dasar penghitungan karena situasi perekonomian dan alasan teknis berikut ; 3

a. Perubahan struktur ekonomi yang relatif cepat serta perubahan komposisi harga antara sektor primer, sekunder dan tersier mengakibatkan pengukuran pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB tahun dasar 1993 menjadi terlalu rendah. b. Struktur ekonomi tahun 1993 belum tersentuh dampak deregulasi dan debirokratisasi. Sektor pertanian dan pertambangan sangat dominan, sementara sektor industri relatif masih kecil peranannya. Sejak tahun 1991 peranan sektor industri sudah melampaui peranan sektor pertanian. c. Saat ini, tenggang waktu dari tahun 1993 sudah terlalu jauh sehingga apabila mengukur pertumbuhan berdasar pada tahun 1993 menjadi tidak realistis. Perkembangan ekonomi dunia dalam kurun waktu 1993-2000 yang diwarnai oleh globalisasi telah mempengaruhi perekonomian domestik. d. Pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi juga merubah struktur perekonomian Nasional. e. Perekonomian Indonesia selama tahun 2000 relatif stabil dengan laju pertumbuhan PDB sebesar 4,92% dan inflasi pada posisi 9,35%. Sejak tahun 2000 hingga 2003 pertumbuhan ekonomi secara agregat terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu bisa bermakna sebagai awal berjalannya proses pemulihan ekonomi setelah krisis yang membuat PDB merosot sampai minus 13,13% di tahun 1998 dengan inflasi hingga mencapai 77,63%. f. BPS telah menyusun Tabel Input-Output Indonesia 2000. Tabel I-O tersebut secara baku dipakai sebagai basis penghitungan series PDB baik sektoral maupun penggunaan. Besaran PDB yang diturunkan dari Tabel I-O telah mengalami uji konsistensi pada tingkat sektoral dengan mempertimbangkan kelayakan struktur permintaan maupun penawaran. g. Dalam waktu dekat, penyusunan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) maupun Indeks Harga Konsumen (IHK) akan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Penyempurnaan metodologi dan cakupan komoditi akan menghasilkan series IHPB dan IHK yang lebih akurat sebagai deflator dalam penghitungan PDB. h. Ketersediaan data dasar sektor ekonomi baik harga maupun volume secara rinci tahun 2000, relatif lebih lengkap dan berkelanjutan dibandingkan tahun 1993. Hal itu dimungkinkan karena berbagai Departemen/Kementerian maupun Instansi Pemerintah lainnya ikut membangun statistik bagi keperluan perencanaan sektoral masing-masing. Dengan dukungan data-data yang lebih lengkap dan terperinci serta konsisten, diharapkan estimasi PDB dengan tahun dasar 2000 dapat disusun lebih akurat dan konsisten. 4

i. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagaimana tertuang dalam buku panduan Sistem Neraca Nasional yang terbaru merekomendasikan bahwa estimasi PDB atas dasar harga konstan sebaiknya dimutakhirkan secara periodik dengan menggunakan tahun referensi yang berakhiran 0 dan 5. Hal ini juga sudah didukung oleh komitmen pimpinan kantor statistik negara Asean pada tahun 2000 dengan maksud agar besaran angka-angka PDB dapat saling diperbandingkan antar negara dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian dunia. Dengan demikian, pemutakhiran tahun dasar penghitungan PDRB dari tahun 1993 ke tahun 2000 menjadi perlu dilakukan agar hasil estimasi PDRB sektoral maupun penggunaan menjadi lebih realistis. 5

2.1. Struktur Ekonomi 2.2. Pertumbuhan Ekonomi 2.3. Pendapatan Per Kapita 6

II. TINJAUAN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN ACEH SELATAN 2.1. Struktur Ekonomi Berdasarkan PDRB tahun dasar 2000 atas harga berlaku pada tahun 2010, struktur perekonomian Kabupaten Aceh Selatan tidak mengalami perubahan yang berarti. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, lebih dari 80 persen struktur perekonomian Aceh Selatan disusun oleh empat sektor utama yaitu: sektor pertanian, sektor Bangunan/Konstruksi dan Jasa jasa serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kontribusi paling besar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2010 disumbang oleh sektor pertanian yaitu sebesar 41,48 persen, kemudian disusul sektor Bangunan/Konstruksi sebesar 16,08 persen, selanjutnya sektor Jasa jasa 16,04 persen, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sekitar 14,00 persen. Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan selama tahun 2005-2010 relatif tidak berubah. Pada tahun 2005 peranan sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan mencapai 44,20 persen, dan menurun di tahun 2006 hingga 2009 masing-masing menjadi 43,58 persen pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 42,95 persen, tahun 2008 sebesar 42,18 persen, dan pada tahun 2009 sebesar 40,68 persen. Pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 41,48 persen, Fluktuasi besaran nilai pada sektor pertanian sangat ditentukan oleh subsektor tanaman bahan makanan, yang menjadi kontributor utama terhadap pembentukan sektor ini. Pada tahun 2010 sumbangan subsektor ini mencapai 14,30 persen, selanjutnya disusul oleh subsektor tanaman perkebunan dengan sumbangan sebesar 11,27 persen. Sektor perternakan memberi kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan sebesar 10,42 persen. Sedangkan sektor perikanan dan kehutanan memberi peranan terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan masing-masing sebesar 4,82 persen dan 0,67 persen. Sektor Bangunan/Konstruksi merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian Aceh Selatan, dimana pada tahun 2005 sektor ini memberi sumbangan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan sebesar 12,15 persen, Namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang relatif kecil dalam kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh selatan yaitu sebesar 16,08 persen. Sektor Jasa jasa merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap perekonomian Aceh Selatan. Dimana pada tahun 2005 sektor ini memberikan sumbangan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan sebesar 17,96 persen 7

Namun pada tahun 2010 terjadi perubahan yang relatif kecil yaitu sebesar 16.04 persen, Sektor penyumbang terbesar keempat adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dimana peranan sektor ini selama kurun waktu 2005 2010 menunjukkan kecenderungan yang yang terus menurun. Pada tahun 2005 sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memberikan kontribusi sebesar 14,20 persen, sedangkan pada tahun 2010 menurun menjadi 14,00 persen. Selain keempat sektor yang tersebut di atas, peranan sektor-sektor lain dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan relatif kecil. Pada tahun 2010 sektor Industri pengolahan hanya memberi kontribusi sebesar 3,95 persen, Sektor pengangkutan dan komunikasi hanya memberikan sumbangan sebesar 3,80 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memberikan sumbangan sebesar 3,17 persen serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1,26 persen. Sektor yang paling kecil sumbangannya adalah sektor listrik dan air minum yang hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 0,20 persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan. Tabel 1 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 (Persen) Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** 1. Pertanian 44,20 43,58 42,95 42,18 40,68 41,48 2. Pertambangan dan Penggalian 0,92 0,97 1,05 1,09 1,19 1,26 3. Industri Pengolahan 4,33 4,28 4,33 4,19 4,06 3,95 4. Listrik dan Air Minum 0,24 0,25 0,26 0,23 0,22 0,20 5. Bangunan 12,15 12,75 13,14 15,36 15,96 16,08 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 14,20 13,77 13,56 13,31 14,07 14,00 3,65 3,70 3,80 3,67 3,92 3,80 2,35 2,30 2,45 2,46 3,20 3,17 9. Jasa-jasa 17,96 18,40 18,47 17,51 16,71 16,04 Produk Domestik Regional Bruto * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 8

Grafik 1 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 (Persen) 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Pertambangan dan Penggalian Listrik dan Air Minum Perdagangan, Hotel dan Rest. Keuangan, Persew aan, dan Jasa Persh. 2.2. Pertumbuhan Ekonomi PDRB atas dasar harga konstan 2000 merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi. Dalam kurun waktu 2005 sampai 2010 Kabupaten Aceh Selatan mengalami pertumbuhan ekonomi secara fluktuasi pada setiap tahunnya. Pada tahun 2005 perekonomian Aceh Selatan tumbuh 4,39 persen, laju perekonomian Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2006 mengalami penurunan yang relatif kecil yakni 3,42 persen, tahun 2007 mengalami pertumbuhannya kembali melambat menjadi 2,73 persen, Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan sektor pertanian sebesar minus 1,48 persen, dimana sektor pertanian merupakan sektor yang memberi kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB kabupaten Aceh Selatan yaitu sebesar 42, 95 persen. Tahun 2008 laju pertumbuhan perekonomian Aceh Selatan mengalami peningkatan menjadi 3,63 persen. Tahun 2009 dan 2010 pertumbuhan ekonomi Aceh Selatan mengalami peningkatan kembali masing-masing 3,81 persen dan 4,27 persen. Pada tahun 2010 seluruh sektoral mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada sektor Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan yang mencapai 11,49 persen, kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10,01 persen. Selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 6,75 persen, sektor bangunan/konstruksi sebesar 5,80 persen, sektor jasajasa sebesar 4,82 industri pengolahan sebesar 2,79 persen, sektor pertanian 1,20 persen, 9

sektor listrik dan air minum sebesar 0,95 persen, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,90 persen. Tabel 2 Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 (Persen) Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** 1. Pertanian 2,20 0,63-1,48-0,34 0,45 1,20 2. Pertambangan dan Penggalian 6.45 5.21 6.06 7.43 0.65 0.90 3. Industri Pengolahan 5,08 5,41 5,38 6,23 5,53 2,79 4. Listrik dan Air Minum 1,38 1,66 1,38 2,11 1,64 0,95 5. Bangunan 5,13 6,75 6,37 4,69 5,74 5,80 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,12 4,12 3,81 5,78 6,32 6,75 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,34 4,86 5,43 17,12 13,21 10,01 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 20,10-2,66 9,68 8,02 10,01 11,49 9. Jasa-jasa 6,52 6,61 6,31 4,85 3,47 4,82 Produk Domestik Regional Bruto 4,39 3,42 2,73 3,63 3,81 4,27 * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara Grafik 2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 (Persen) 6 5 4 3 2 1 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 10

2.3. Pendapatan Perkapita Produk Domestik Regional Bruto per-kapita merupakan hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk, sedangkan Pendapatan Regional per-kapita diperoleh dari hasil bagi antara Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas biaya faktor produksi (PDRB yang telah dikurangi penyusutan dan pajak tak langsung) dengan penduduk. Sepanjang kurun waktu 2005 2010, PDRB per-kapita maupun pendapatan regional per-kapita Kabupaten Aceh Selatan atas dasar harga berlaku menunjukkan pertumbuhan yang relatif tinggi, namun bila dilihat berdasarkan harga konstan, laju pertumbuhannya relatif rendah. Berdasarkan harga berlaku PDRB per-kapita Kabupaten Aceh Selatan tahun 2010 tercatat sebesar 12.234.274,92 rupiah. Angka ini mengalami lonjakan yang cukup berarti yakni mencapai 16,73 persen dibanding tahun 2009 yang sebesar 10.480.402.62 rupiah. Sedangkan pendapatan regional per-kapita tahun 2010 mencapai 11.604.722,48 rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 16,91 persen dari tahun 2009 yang sebesar 9.626.271.62 rupiah. Berdasarkan harga konstan 2000 PDRB per-kapita Kabupaten Aceh Selatan tahun 2010 tercatat sebesar 6.406.057,19 rupiah. Nilai ini meningkat 8,55 persen dibanding tahun 2009 yang tercatat sebesar 5.901.317,52 rupiah. Sementara itu pendapatan regional perkapita Aceh Selatan tahun 2010 berdasarkan harga konstan 2000 tercatat sebesar 6.050.035,80 rupiah. Nilai ini mengalami kenaikan 8,59 persen dibanding tahun 2009 yang sebesar 5.571.565,29 rupiah. Tahun Tabel 3 PDRB Per-kapita dan Pendapatan Regional Per-kapita Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 PDRB Per Kapita Nilai (Rupiah) Pertum buhan (%) Pendapatan Regional Per Kapita Pertum Nilai (Rupiah) buhan (%) ADHB 2005 7.902.603,65 5,25 7.493.548,52 5,30 2006 8.039.684,70 1,73 7.621.416,19 1,71 2007 8.559.438,71 6,46 8.085.693.35 6,09 2008 9.433.255,05 10,21 8.922.219.73 10,35 2009* 10.531.451,00 11,64 10.023.674.21 12,35 2010** 12.234.274,92 16,73 11.604.722,48 16,91 ADHK 2005 5.702.691,98 1,21 5.403.346,37 1,24 2006 5.525.541,25-3,11 5.236.802,30-3,08 2007 5.634.475,17 1,97 5.323.249,84 1,65 2008 5.721.167,98 1,54 5.401.162,65 1,46 2009* 5.901.790,19 3,16 5.583.825,32 3,38 2010** 6.406.057,19 8,55 6.050.035,80 8,59 * Angka Diperbaiki 11

** Angka Sementara 2.4. Inflasi dan Deflasi Inflasi merupakan suatu fenomena dimana terjadi kenaikan harga suatu barang dan jasa yang menyebabkan terjadinya kemorosotan pendapatan riil yang diterima masyarakat. Sedangkan Deplasi akan meningkatkan pendapatan riil yang diterima masyarakat. Perkembangan tingkat inflasi yang terjadi selama satu periode (satu tahun) dapat dilihat dari indeks harga implisit (IHI), dimana indeks ini menggambarkan perbandingan antara nilai produk yang dihitung berdasarkan harga berlaku dengan nilai produk yang dihitung berdasarkan harga konstan. Penimbang dari IHI ini pada dasarnya semua barang dan jasa yang diproduksi dan harga yang dipakai adalah harga produsen, sehingga inflasi yang terjadi juga dikenal dengan inflasi tingkat produsen, dengan demikian IHI cukup mewakili jika dipakai untuk melihat tingkat inflasi, baik sektoral maupun total di suatu daerah. Tingkat inflasi berdasarkan IHI di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2010 adalah sebesar 7,54 persen. Angka ini secara relatif cukup tinggi, hal ini disebabkan adanya empat sektor yang mengalami inflasi yang cukup tinggi, yakni sektor penggalian sebesar 18,04 persen, sektor pertanian 12,97 persen, sector bangunan/konstruksi sebesar 6,81 persen, Selanjutnya sektor lain hanya mengalami inflasi dibawah 5 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi tidak ada artimya bila diikuti oleh lebih besar tingkat inflasi dalam suatu daerah. Dengan tingginya tingkat inflasi berdasarkan Indeks Harga Implisit menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2010 tidak lebih baik, dimana tingkat inflasi IHI tahun 2010 sebesar 7,54 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan tahun yang sama hanya sebesar 4,27 persen. Hal ini menyebabkan pendapatan riil yang diterima masyarakat semakin kecil dalam arti daya beli masyarakat semakin menurun. 12

Tabel 4 Indeks Implisit Sektoral Kabupaten Aceh Selatan Dan Tingkat Perubahannya Tahun 2007 2010 Perubahan Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Pertanian 170,51 188,99 202,90 229,21 10,83 7,36 12,97 2. Pertambangan dan Penggalian 167,56 182,12 219,72 259,35 8,69 20,65 18,04 3. Industri Pengolahan 137,08 140,56 144,18 153,21 2,54 2,57 6,26 4. Listrik dan Air Minum 159,95 160,35 168,93 172,44 0,25 5,35 2,08 5. Bangunan 151,37 190,15 208,90 223,12 25,62 9,86 6,81 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 114,33 119,31 132,67 138,66 4,36 11,20 4,51 7. Pengangkutan dan Komunikasi 147,62 136,97 144,55 143,05-7,21 5,53-1,04 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 198,08 207,05 273,77 273,43 4,76 31,34-0,12 9. Jasa-jasa 149,61 152,12 156,90 161,13 1,68 3,14 2,70 Produk Domestik Regional Bruto 151,78 164,88 177,59 190,98 8,54 7,71 7,54 13

3.1. Pertanian 3.2. Pertambangan dan Penggalian 3.3. Industri Pengolahan 3.4. Listrik dan Air Minum 3.5. Bangunan 3.6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3.7. Pengangkutan dan Komunikasi 3.8. Keuangan, Sewa Bangunan, dan Jasa Perusahaan 3.9. Jasa-jasa 14

III. PERTUMBUHAN DAN PERANAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA PDRB menurut lapangan usaha dibagi menjadi sembilan sektor, dan masingmasing sektor dirinci menjadi subsektor. Pemecahan menjadi subsektor ini disesuaikan dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2000. Perkembangan setiap sektor di Kabupaten Aceh Selatan diuraikan di bawah ini. 3.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian merupakan sektor unggulan perekonomian di Kabupaten Aceh Selatan. Pada setiap periode sektor ini selalu menjadi penyumbang terbesar dalam penyusunan PDRB Kabupaten Aceh Selatan. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa Aceh Selatan termasuk daerah agraris yang cukup potensial. Pada tahun 2010 sektor pertanian kembali mengalami kenaikan Nilai tambah produksi menjadi 1.031.269,16 juta rupiah atau memberikan sumbangan 41,48 persen terhadap perekonomian Kabupaten Aceh Selatan. Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Dari kelima subsektor tersebut, subsektor tanaman bahan makanan (tabama) merupakan penyumbang terbesar dalam sektor ini. Pada tahun 2010 sumbangan sektor tabama mencapai 14,30 persen terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan. Tabama mencakup komoditas padi, jagung, ketela, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan. Dari komoditas tersebut, produksi padi memberikan andil besar dalam pembentukan subsektor ini. Subsektor perkebunan merupakan penyumbang kedua terbesar dalam sektor pertanian. Pada tahun 2010 nilai tambah sektor perkebunan sebesar 280.220,54 juta rupiah atau sekitar 11,27 persen dari subsektor secara keseluruhan yang menyusun PDRB Kabupaten Aceh Selatan. Selanjutnya sub sektor peternakan memberikan kontribusi sebesar 10,42 persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan. Sedangkan subsektor perikanan dan kehutanan memberikan kontribusi masing-masing sebesar 4,82 persen dan 0,67 persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan tahun 2010. Pada tahun 2010 semua subsektor yang tergabung dalam sektor pertanian mengalami peningkatan produksi dibanding tahun 2009, kecuali sub sektor kehutanan mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar 0,19 persen. 15

Tabel 5 Peranan Sektor Pertanian Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005-2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** Pertanian 44,20 43,58 42,95 42,18 40,68 41,48 a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan 17,42 18,13 18,74 15,67 14,72 14,30 8,05 8,23 8,90 10,85 11,12 11,27 c. Peternakan 12,36 11,00 10,00 10,86 9,77 10,42 d. Kehutanan 3,01 2,72 1,57 1,25 0,86 0,67 e. Perikanan 3,35 3,50 3,76 3,55 4,21 4,82 Bukan Sektor Pertanian * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara 55,80 56,42 57,05 57,82 59,32 58,52 Grafik 3 Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2010 (Persen) Kehutanan; 0,67 Perikanan; 4,82 Peternakan; 10,42 Perkebunan; 11,27 Bukan Sektor Pertanian 59.03 % Tan. Bhn Makanan; 14,3 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kabupaten Aceh Selatan tidak memiliki pertambangan minyak dan gas yang diketahui dapat dieksploitasi. Hal ini menjadi faktor utama sektor ini belum dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap kemajuan perekonomiaan Aceh Selatan. Walaupun secara nasional sektor ini memiliki peran besar dalam penyusunan ekonomi Indonesia. 16

Karena pertambangan minyak dan gas tidak ada, pendapatan dari sektor ini otomatis ditentukan oleh subsektor penggalian dan penggaraman saja. Pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 kontribusi yang diberikan sektor ini nilainya relatif stabil berkisar 0,87 sampai dengan 1.26 persen. Kontribusi yang diberikan sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan merupakan yang terkecil kedua setelah sektor listrik dan air minum. Walaupun peranan sektor ini relatif stabil, namun pada tahun 2010 sektor ini mengalami pertumbuhan terendah, dimana pertumbuhan sektor ini hanya 0,07 persen 3.3. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan juga memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap PDRB Aceh Selatan. Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2010, peranan sektor ini tidak pernah sampai melebihi 5 persen. Pada tahun 2000 peranan sektor ini tercatat 4,72 persen dan pada tahun 2010 sebesar 3,95 persen. Sementara itu pertumbuhan sektor ini pada tahun 2010 mencapai 4,93 persen, merupakan pertumbuhan tertinggi keenam setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sector jasa jasa, sector bangunan/konstruksi dan sector pengangkutan dan komunikasi. 3.4. Sektor Listrik dan Air Minum Sektor ini merupakan penunjang seluruh kegiatan ekonomi dan sebagai infrastruktur yang mendorong aktivitas proses produksi sektoral maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat. Produksi listrik sebahagian besar dihasilkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN), dan sebahagian kecil oleh non PLN. Air minum dihasilkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Walaupun sektor listrik dan air minum merupakan sektor yang vital namun kontribusi dari nilai tambah sektor ini dalam pembentukan nilai tambah perekonomian Aceh Selatan secara keseluruhan merupakan yang terkecil dibanding dengan sektor lain. Pada kurun waktu tahun 2000 sektor ini hanya memberikan sumbangan di bawah 0,50 persen. Kontribusi yang diberikan sektor ini pada tahun 2010 hanya 0,20 persen. Pada tahun 2010 sektor ini mengalami pertumbuhan sebesar 0,95 persen, dimana subsektor listrik tumbuh sebesar 0,99 persen dan subsektor air minum turun sebesar 0,71 persen. 17

Tabel 6 Peranan Sektor Listrik dan Air Minum Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Listrik dan Air Minum 0.24 0.25 0.26 0.23 0.22 0.20 Listrik 0.21 0.21 0.22 0.20 0.19 0.17 Air Minum 0.03 0.03 0.04 0.03 0.03 0.03 3.5. Sektor Bangunan Pembangunan fisik yang dilakukan di Kabupaten Aceh Selatan selama tahun 2008 dapat dilihat dari besarnya angka produksi dari sektor ini. Secara keseluruhan, dalam kurun waktu 2000 hingga 2010 penggunaan komoditas barang konstruksi menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Apalagi setelah terjadi Tsunami sektor ini mengalami peningkatan. Demikian juga peranannya terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan juga yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2005 merupakan penyumbang ke empat dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan setelah sektor pertanian, Jasajasa, Perdagangan dan restoran. Dimana kontribusi sektor ini pada tahun 2005 sebesar 12,55 persen dengan produksi 183.872,63 juta rupiah. Namun tahun 2010 sektor ini merupakan kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB Kabupaten Aceh Selatan setelah sektor pertanian, dimana peranan sektor ini meningkat menjadi 16,08 persen dengan nilai tambah bruto sebesar 399.896,48 juta rupiah pada tahun 2010. Laju pertumbuhan pada sektor bangunan tidak berjalan dengan cepat. Namun pada tiap periodenya laju pertumbuhan sektor ini terus mengalami peningkatan. Dimana tahun 2006 merupakan pertumbuhan tertinggi dari sektor ini dibanding tahun lainnya yang mencapai 6,75 persen. Namun pada tahun 2007 pertumbuhan sektor ini mengalami perlambatan menjadi 6.37 persen dan terus melambat pada tahun 2009 yang hanya tumbuh sebesar 5,74 persen. Namun pada tahun 2010 sektor ini mengalami pertumbuhan yang cendrung meningkat yaitu sebesar 5,80 persen 18

Tabel 7 Peranan Sektor Bangunan/Kontruksi Atas Dasar Harga berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Bangunan/ Kontruksi 12,15 12,75 13,14 15,36 15,96 16,08 Bukan sektor bangunan/ konstruksi 87,85 87,25 86,86 84,64 84,04 83,92 3.6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Pada sektor perdagangan kegiatan ini dilihat dari perdagangan besar yang dilakukan oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya. Pada sektor hotel kegiatan ini dilihat dari produksi yang dilakukan oleh hotel yang terdiri dari jumlah malam kamar dan indikator harganya rata-rata tarif per malam per kamar. Pada kegiatan restoran mencakup usaha penyediaan konsumsi. keseluruhan kontribusi nilai tambah bruto sektor ini selama tahun 2010 merupakan yang terbesar keempat setelah sektor pertanian, sektor bangunan/kontruksi dan sektor jasa - jasa. Andil sektor ini terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2000 mencapai 17,53 persen namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan hingga hanya mencapai 14,00 persen pada tahun 2010. Selama kurun waktu 2000 sampai 2010 subsektor perdagangan merupakan kontributor terbesar dalam sektor ini. Pada tahun 2010 perdagangan memberikan sumbangan sebesar 13,67 persen kepada PDRB Aceh Selatan. Subsektor lainnya yakni hotel serta subsektor restoran/rumah makan relatif kecil sumbangannya terhadap PDRB Aceh Selatan. Pada tahun 2010 sumbangan sektor hotel hanya 0,06 persen dan sumbangan subsektor restoran/rumah makan sebesar 0,28 persen. Secara umum pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun 2010 sebesar 6,76 persen, terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 6,31 persen. Pada tahun 2010 subsektor perdagangan mengalami pertumbuhan 6,81 persen, subsektor hotel tumbuh 12,10 persen, dan subsektor restoran/rumah makan sebesar 1,92 persen. 19

Tabel 8 Peranan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,20 13,77 13,56 13,31 14,07 14,00 a. Perdagangan 13,81 13,38 13,16 12.94 13.71 13.67 b. Hotel 0,07 0,07 0,07 0.06 0.06 0.06 c. Restoran 0,33 0,32 0,33 0.31 0.30 0.28 Bukan Sektor Perdagangan, Hotel, dan 85,13 86,08 86,54 86,69 85,93 86,00 Restoran * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara Grafik 3 Peranan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2010 (Persen) 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 perdagangan; 13,67 hotel; 0,06 restoran; 0,28 Bukan perdagangan; 86,00 3.7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang sangat menunjang perekonomian. Dinamika faktor-faktor ekonomi terutama manusia dalam kegiatan sehari-hari diimplementasikan dalam sektor pengangkutan. Sedangkan komunikasi juga mendukung dari segi efisiensi waktu dan dewasa ini semakin berkembang dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Terutama jasa telekomunikasi yang dapat menjadikan dunia tanpa batas. Subsektor tranportasi memiliki peran sebagai jasa pelayanan bagi mobilitas penduduk dan juga perekonomian. Di Kabupaten Aceh Selatan, hanya terdapat empat subsektor dari lima subsektor yang tergabung dalam sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu subsektor pengangkutan jalan raya (darat), pengangkutan laut, sungai dan danau, jasa penunjang 20

angkutan, dan subsektor komunikasi. Subsektor pengangkutan udara tidak terdapat di Kabupaten Aceh Selatan. Selama kurun waktu 2000 2010 sumbangan yang diberikan sektor ini menunjukkan peningkatan stabil dibawah 5,00 persen. Pada tahun 2000, sektor ini memberikan sumbangan sebesar 3,02 persen. Tahun berikutnya sumbangan sektor ini mengalami penurunan menjadi 3,80 persen pada tahun 2010. Dari lima subsektor yang termasuk dalam sektor ini, subsektor pengangkutan jalan raya memiliki peranan yang tertinggi dalam perekonomian Aceh Selatan yakni mencapai 2,57 persen pada tahun 2010. Sedangkan subsektor lainnya yakni pengangkutan laut, sungai dan danau sebasar 0,17 persen, jasa penunjang angkutan sebesar 0,01 persen; dan subsektor komunikasi memberikan sumbangan sebesar 1,05 persen terhadap pembentukan PDRB Aceh Selatan pada tahun 2010. Pada tahun 2010 sektor ini mampu tumbuh sebesar 10,02 persen, lebih rendah dibanding tahun 2009 yang mampu tumbuh 13,21 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor ini tidak terlepas dari melambatnya pertumbuhan subsektor komunikasi yang sebesar 14,26 persen dibandingkan tahun 2009 dimana subsektor komunikasi mampu tumbuh sebesar 26,17 persen. Sedangkan subsektor pengangkutan laut, sungai dan danau mengalami pertumbuhan 5,76 persen, dan subsektor jasa penunjang angkutan mengalami pertumbuhan sebesar 4,63 persen. Tabel 9 Peranan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** Pengangkutan dan Komunikasi 3,65 3,70 3,80 3,67 3,92 3,80 a. Pengangkutan Jalan Raya 2,40 2,40 2,44 2,38 2,63 2,57 b. Pengangkutan Laut, Sungai dan 0,19 0,19 0,18 0,17 0,18 0,17 Danau c. Pengangkutan Udara - - - - - - d. Jasa Penunjang Angkutan 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 e. Komunikasi 1,05 1,10 1,16 1,10 1,10 1,05 Bukan Sektor Pengangkutan dan 96,35 96,30 96,20 96,33 96,08 96,20 Komunikasi * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara 21

3.8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Secara garis besar sektor ini terbagi atas lima kelompok kegiatan utama yaitu : usaha perbankan dan moneter (otoritas moneter); lembaga keuangan bukan bank; jasa penunjang keuangan; usaha persewaan bangunan (jasa real estat); serta jasa perusahaan. Tiga kelompok pertama disebut juga sebagai sektor finansial, karena secara umum kegiatan utamanya berhubungan dengan kegiatan pengelolaan keuangan yang berupa penarikan dana dari masyarakat maupun pengalirannya (penyaluran) kembali kepada masyarakat atau pelaku ekonomi. Dengan beberapa kebijakan di bidang moneter dan fiskal oleh pemerintah serta adanya krisis ekonomi pada waktu yang lalu menyebabkan sektor ini terpuruk drastis pada tahun 1999. Pada tahun 2005 sektor ini bangkit dengan mengalami pertumbuhan sebasar 20,10 persen. Namun tahun 2006 sektor ini mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,26 persen, kemudian tahun 2008 dan 2009 sektor ini mampu tumbuh masing-masing sebesar 8,02 persen dan 10,01 persen. Pertumbuhan subsektor bank pada tahun 2010 sebesar 16,84 persen, subsektor lembaga keuangan tanpa bank tumbuh 3,75 persen, sewa bangunan tumbuh 3,61 persen, dan subsektor jasa perusahaan tumbuh sebesar 4,53 persen. Fungsi sektor ini terhadap jalannya roda perekonomian sangat besar terutama dalam sisi pembiayaan pembangunan, namun kontribusi yang diberikan terhadap pembentukan PDRB Aceh Selatan relatif masih kecil, walaupun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2005 sektor ini hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 2,35 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusi yang diberikan sektor ini sebesar 3.17 persen. Diantara empat subsektor yang terdapat di sektor ini, subsektor sewa bangunan memiliki nilai tambah bruto yang terbesar kedua setelah sub sektor bank yakni mencapai 23.697,36 juta rupiah atau 0,95 persen terhadap pembentukan PDRB Aceh Selatan tahun 2010. 22

Tabel 10 Peranan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007* 2008 2009* 2010** Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,35 2,30 2,45 2,46 3,20 3,17 a. Bank 1,41 1,36 1,50 1,57 2,05 2,09 b. Lembaga Keuangan bukan Bank c. Jasa Penunjang Keuangan 0,12 0,11 0,11 0,10 0,12 0,11 - - - - - - d. Sewa Bangunan 0,80 0,80 0,81 0,76 1,01 0,95 e. Jasa Perusahaan 0,03 0,03 0,03 0,02 0,02 0,02 Bukan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 97,65 97,70 97,55 97,54 96,80 96,83 * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara 3.9. Sektor Jasa-Jasa Secara umum sektor jasa-jasa terdiri dari subsektor jasa pemerintahan dan jasa pemerintahan umum dan jasa swasta. Jasa pemerintahan umum mencakup administrasi pemerintahan dan pertahanan serta jasa pemerintahan lainnya. Peranan sektor jasa-jasa terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Selatan relatif besar terdiri dari subsektor jasa pemerintahan umum dan jasa swasta. Jasa pemerintahan umum mencakup administrasi pemerintahan dan pertahanan serta jasa pemerintahan lainnya seperti jasa pendidikan, kesehatan dan kemasyarakatan lainnya. Subsektor jasa swasta meliputi jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan dan rumahtangga. Pada tahun 2005 kontribusi sektor ini mencapai 17,96 persen, namun pada tahun 2010 sumbangan sektor ini tidak mengalami perubahan yang berarti yaitu 16,04 persen yaitu lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 16,71 persen. Kontribusi sektor ini pada tahun 2010 yang merupakan sumbangan terbesar ke tiga setelah sektor pertanian dan sector bangunan/konstruksi. Dari empat subsektor yang termasuk dalam sektor jasajasa, subsektor pemerintahan umum memberikan andil hampir seluruhnya mencapai 15,26 23

persen pada tahun 2010. Sedangkan subsektor lainnya memberikan sumbangan kurang dari 0,50 persen. Tabel 11 Peranan Sektor Jasa-jasa Menurut Subsektor Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005 2010 Sektor/Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** Jasa-jasa 17,96 18,40 18,49 17,51 16,71 16,04 a. Pemerintahan Umum 17,10 17,55 17,60 16,66 15,88 15,26 b. Sosial Kemasyarakatan 0,49 0,48 0,50 0,48 0,47 0,44 c. Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan 0,05 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04 d. Perseorangan dan Rumah Tangga 0,32 0,33 0,34 0.32 0.32 0.30 Bukan Sektor Jasa 82,04 81,60 81,51 82,48 83,29 83,96 * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara Secara umum pertumbuhan sektor jasa-jasa diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan. Mulai tahun 2005 pertumbuhan sektor ini di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Aceh Selatan mencapai 6,52 persen lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekonomi (4,39 persen), sedangkan pertumbuhan sektor ini pada tahun 2010 mencapai 4,82 persen. Bila dilihat berdasarkan subsektor, pada tahun 2010 pertumbuhan tertinggi terjadi pada subsektor hiburan, rekreasi dan kebudayaan sebesar 9,33 persen, disusul subsektor pemerintahan umum yang tumbuh sebesar 4,85 persen, selanjutnya subsektor sosial kemasyarakatan tumbuh 4,71 persen, sedangkan subsektor perorangan dan rumah tangga hanya tumbuh sebesar 2,45 persen. 24

A. Ruang Lingkup dan Metode Penghitungan B. Daftar Istilah Penting 25

A. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN Uraian sektoral yang disajikan dalam bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan subsektor, cara-cara penghitungan Nilai Tambah Bruto (NTB) baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000, serta sumber datanya. 1. Pertanian,Peternakan,Kehutanan dan Perikanan 1.1. Tanaman Bahan Makanan Subsektor ini mencakup komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya ; sayur-sayuran, buah-buahan, padi-padian serta bahan makanan lainnya. 1.2. Tanaman Perkebunan Subsektor ini mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan. Komoditi yang dicakup meliputi antara lain cengkeh, jahe, jambu mete, jarak, kakao, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa, kelapa sawit, kemiri, kina, kopi, lada, pala, panili, serat karung, tebu, tembakau, teh serta tanaman perkebunan lainya. 1.3. Peternakan dan Hasilnya Subsektor ini mencakup semua kegiatan pembibitan dan budidaya segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasilnya, baik yang dilakukan rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. Jenis ternak yang dicakup adalah: sapi, kerbau, kambing, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi serta hewan peliharaan lainnya. 1.4 Kehutanan Subsektor ini mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan dan akar-akaran, termasuk juga kegiatan perburuan. Komoditi yang dicakup meliputi: kayu gelondongan (baik yang berasal dari hutan rimba maupun hutan budidaya), kayu bakar, rotan, arang, bambu, terpentin, gondorukem, kopal, menjangan, babi hutan, serta hasil hutan lainnya. 1.5 Perikanan 26

Subsektor ini mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya; ikan mas dan jenis ikan darat lainnya; ikan bandeng dan jenis ikan air payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya. 1.6 Jasa Pertanian Jasa Pertanian merupakan jasa-jasa khusus yang diberikan untuk menunjang kegiatan ekonomi pertanian berdasarkan suatu pungutan atau kontrak tertentu. Termasuk dalam jasa pertanian adalah penyewaan alat pertanian dengan operatornya dengan syarat pegelolaan dan resiko usaha tersebut dilakukan secara terpisah. Dalam penghitungan nilai tambah sektor pertanian, secara konsep nilai tambah jasa pertanian ini terdistribusi pada masingmasing Subsektor (misalnya jasa dokter hewan pada Subsektor peternakan, jasa memetik kopi pada Subsektor perkebunan). Akan tetapi karena sampai saat ini belum didapat informasi yang lengkap tentang jasa pertanian, maka untuk alasan praktisnya nilai tersebut dianggap terwakili dalam besarnya persentase mark-up untuk tiap-tiap Subsektor pertanian. 1.7 Metode Penghitungan Output dan Nilai Tambah Pendekatan yang digunakan dalam memperkirakan nilai tambah sektor pertanian adalah melalui pendekatan dari sudut produksi. Pendekatan ini didasarkan pada pertimbangan tersedianya data produksi dan harga untuk masing-masing komoditi pertanian. Secara umum, nilai output setiap komoditi diperoleh dari hasil perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga produsen komoditi bersangkutan. Menurut sifatnya, output dibedakan atas dua jenis yaitu output utama dan output ikutan. Disampaing itu diperkirakan melalui besaran persentase pelengkap (mark-up) yang diperoleh dari berbagai survey khusus. Total output suatu Subsektor merupakan penjumlahan dari nilai output utama dan ikutan dari seluruh komoditi ditambah dengan nilai pelengkapnya. Nilai Tambah Bruto (NTB) suatu subsektor diperoleh dari penjumlahan NTB tiap-tiap komoditi. NTB ini didapat dari pengurangan nilai output atas harga produsen terhadap seluruh biaya antara, yang dalam prakteknya biasa dihitung melalui perkalian antara rasio NTB terhadap output komoditi tertentu. Untuk keperluan penyajian data NTB atas dasar harga konstan 2000 (2000=100), digunakan metode revaluasi, yaitu metode dimana seluruh produksi dan biayabiaya antara dinilai berdasarkan harga tahun dasar 2000. Khusus untuk Subsektor peternakan, penghitungan produksinya tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi diperoleh melalui suatu rumus persamaan yang menggunakan tiga peubah, yakni: 27

banyaknya ternak yang dipotong ditambah selisih populasi ternak dan selisih antara ekspor dan impor ternak. 2. Pertambangan dan Penggalian Seluruh jenis komoditi yang dicakup dalam sektor pertambangan dan penggalian dikelompokkan dalam tiga Subsektor, yaitu: pertambangan minyak dan gas bumi (migas), pertambangan tanpa migas dan penggalian. Di Kabupaten Aceh Selatan hanya ada kegiatan penggalian. 2.1 Penggalian Subsektor ini mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian seperti batu-batuan, pasir dan tanah yang pada umumnya berada pada permukaan bumi. Hasil dari kegiatan ini adalah batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu karang, batu marmer, pasir untuk bahan bangunan, pasir silika, pasir kwarsa, kaolin, tanah liat, dan komoditi penggalian selain tersebut diatas.termasuk dalam Subsektor penggalian adalah komoditi garam kasar. 3. Industri Pengolahan Industri pengolahan dibedakan atas dua kelompok besar yaitu pertama industri pengolahan minyak dan gas bumi (migas), kedua yaitu industri pengolahan tanpa migas. Di Kabupaten Aceh Selatan hanya ada industri pengolahan tanpa migas. 3.1. Industri Tanpa Migas Sejak tahun 1993 Industri Pengolahan Tanpa Migas disajikan menurut dua digit kode Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yaitu industri makanan, minuman dan tembakau (31); Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (32); Industri kayu, bambu dan rotan (33); Industri kertas dan barang dari kertas (34); Industri kimia dan barang-barang dari kimia dan karet (35); Industri barang galian bukan logam (36); Industri logam dasar (37); Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (38); dan Industri pengolahan lainnya (39). 3.1.1. Indusri Besar dan Sedang Metode penghitungannya menggunakan pendekatan produksi, yaitu output dihitung lebih dahulu, kemudian setelah dikurangi dengan biaya antara diperoleh NTB. Pada prinsipnya metode estimasi yang digunakan, baik pada seri lama maupun pada seri baru 28

tidak berbeda yaitu menggunakan cara inflasi untuk menghitung atas dasar harga berlaku dan cara ekstrapolasi untuk menghitung atas dasar harga konstannya. Baik output maupun nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dari survei tahunan industri Besar Sedang. 3.1.2. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Pada prinsipnya cakupan dan definisi kegiatan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) sama dengan cakupan dan definisi kegiatan Industri Besar/Sedang tanpa Migas. Perbedaannya terletak pada jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan industri tersebut. Suatu perusahaan dikatakan sebagai Industri Kecil jika tenaga kerjanya berjumlah antara 5 sampai 19 orang. Sedangkan Industri Kerajinan RumahTangga jika tenaga kerjanya kurang dari 5 orang. Dengan adanya pergeseran tahun dasar 1993 ke 2000, serta penyempurnaan yang berkaitan dengan kelengkapan data pendukung, maka metode penghitungan output dan NTB Subsektor ini diperbaiki dengan menggunakan pendekatan hasil SUSI (Survey Usaha Terintegrasi). 4. Listrik dan Air Minum 4.1. Listrik Kegiatan ini mencakup pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik, baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) maupun oleh perusahaan Non-PLN seperti pembangkitan listrik oleh Perusahaan Pemerintah Daerah dan listrik yang diusahakan oleh swasta (perorangan maupun perusahaan), dengan tujuan untuk dijual. Listrik yang dibangkitkan atau yang diproduksi meliputi listrik yang dijual, dipakai sendiri, hilang dalam transmisi, dan listrik yang dicuri. Metode penghitungan pada sektor ini yaitu dengan menggunakan pendekatan produksi. 4.2. Air Minum Kegiatan Subsektor air minum/air bersih mencakup proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air minum, serta pendistribusian dan penyalurannya secara langsung melalui pipa dan alat lain ke rumahtangga, instansi pemerintah maupun swasta. Metode penghitungan yang digunakan yaitu dengan pendekatan produksi. 29

5. Bangunan Kegiatan sektor bangunan terdiri dari bermacam-macam kegiatan meliputi pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan (berat maupun ringan) semua jenis konstruksi yang keseluruhan kegiatan sesuai dengan rincian menurut KLUI. Metode yang digunakan untuk mendapatkan NTB sektor bangunan adalah melalui pendekatan arus barang (commodity flows). Penggunaan metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa besarnya output pada sektor bangunan sejalan dengan besarnya input komoditi yang dipergunakan untuk bangunan. Metode estimasi untuk memperoleh output dan NTB sektor bangunan menggunakan cara ekstrapolasi yang mana output dan nilai tambah bruto dengan harga konstan harus diperoleh dahulu sebelum memperoleh output dan NTB harga berlaku. 30

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 6.1 Perdagangan Kegiatan yang dicakup dalam Subsektor perdagangan meliputi kegiatan membeli dan menjual barang, baik barang baru maupun bekas, untuk tujuan penyaluran/pendistribusian tanpa mengubah sifat barang tersebut. Subsektor perdagangan dalam perhitungannya dikelompokkan ke dalam dua jenis kegiatan yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran. Perdagangan besar meliputi kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, pedagang eceran, perusahaan dan lembaga yang tidak mencari untung. Sedangkan perdagangan eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumahtangga tanpa merubah sifat, baik barang baru atau barang bekas. Metode yang digunakan yaitu metode arus barang. Output atau margin perdagangan merupakan selisih antara nilai jual dan nilai beli barang yang diperdagangkan setelah dikurangi dengan biaya angkut barang dagangan yang dikeluarkan oleh pedagang. Dengan cara metode arus barang, output dihitung berdasarkan margin perdagangan yang timbul akibat memperdagangkan barang-barang dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri serta barang-barang yang berasal dari impor. NTB diperoleh berdasarkan perkalian antara total output dengan rasio NTB. Kemudian untuk memperoleh total NTB Subsektor perdagangan adalah dengan menjumlahkan NTB tersebut dengan pajak penjualan dan bea masuk barang impor. 6.2. Hotel Subsektor ini mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan. Yang dimaksud akomodasi disini adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen, motel dan sejenisnya. Termasuk pula kegiatan penyediaan makanan dan minuman serta penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu yang menginap dimana kegiatan-kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan manajemen dengan penginapan. Alasan penggabungan ini karena datanya sulit dipisahkan. NTB Subsektor hotel diperoleh dengan menggunakan pendekatan produksi. Indikator produksi yang digunakan adalah jumlah malam kamar dan indikator harganya rata-rata tarif per malam kamar. Output atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan perkalian indikator produksi dengan indikator harganya. Sedangkan NTB diperoleh berdasarkan perkalian output dengan rasio NTB nya. Output dan NTB atas dasar harga konstan di hitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi. 31

6.3. Restoran Kegiatan Subsektor restoran mencakup usaha penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya di konsumsi di tempat penjualan. Kegiatan yang termasuk dalam Subsektor ini seperti rumah makan, warung nasi, warung kopi, katering dan kantin. Pendekatan yang digunakan untuk menghitung NTB Subsektor restoran yaitu pendekatan pengeluaran konsumsi makanan dan minuman jadi diluar rumah. 7. Pengangkutan dan Komunikasi 7.1. Pengangkutan Kegiatan yang dicakup dalam Subsektor ini terdiri atas Angkutan Jalan Raya; Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan; Angkutan Laut; Angkutan Udara; dan Jasa Penunjang Angkutan. Kegiatan pengangkutan meliputi kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lainya dengan menggunakan alat angkut atau kendaraan, baik bermotor maupun tidak bermotor.sedangkan jasa penunjang angkutan mencakup kegiatan yang sifatnya menunjang kegiatan pengangkutan seperti terminal, pelabuhan dan pergudangan. 7.1.1. Angkutan Jalan Raya Meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang menggunakan alat angkut kendaraan jalan raya, baik bermotor maupun tidak bermotor. Termasuk pula kegiatan charter/sewa kendaraan baik dengan atau tanpa pengemudi. Metode estimasi yang digunakan adalah pendekatan produksi. Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara indikator produksi dengan indikator harga untuk masingmasing jenis angkutan. Sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi. NTB dihitung berdasarkan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. 7.1.2. Angkutan Laut Meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kapal laut yang beroperasi di dalam dan ke luar daerah domestik. Tidak termasuk kegiatan pelayaran laut yang diusahakan oleh perusahaan lain yang berada dalam satu satuan usaha, dimana kegiatan pelayaran ini sifatnya hanya menunjang kegiatan induknya dan data yang tersedia sulit untuk dipisahkan. 32