ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR,

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

ABSTRAK. Kata Kunci: Sunspot, Aktivitas Matahari, Klasifikasi Mcintosh, Flare

SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

SEGMENTASI BINTIK MATAHARI MENGGUNAKAN METODE WATERSHED

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

ANAL1SIS EMPIRIK KEJADIAN FLARE TIRKAIT DENGAN PERUBAHAN FIS1K SUNSPOT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KLASTER K-MEANS DARI DATA LUAS GRUP SUNSPOT DAN DATA GRUP SUNSPOT KLASIFIKASI MC.INTOSH YANG MEMBANGKITKAN FLARE SOFT X-RAY DAN Hα

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

APLIKASI VEKTOR UNTUK ANALISIS PERGERAKAN GRUP SUNSPOT MATAHARI DARI DATA SUNSPOT SIKLUS KE-23

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

PENGELOMPOKAN SUNSPOT PADA CITRA DIGITAL MAHATARI MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DBSCAN

BAB III METODE PENELITIAN

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

PENENTUAN INDEKS AKTIV1TAS MATAHARI EKSTRIM HARIAN

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

Studi Proses Cyclostationarity untuk Prediksi Tinggi Pasut

VARIASI UNSUR BERAT BERDASARKAN PENGAMATAN SATELIT ACE/SIS PADA PERISTIWA PARTIKEL MATAHARI TAHUN 2006

TELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI INDEKS K GEOMAGNET ANTARA STASIUN BIAK DENGAN MAGNETOMETER DIGITAL DAN STASIUN TANGERANG DENGAN MAGNETOMETER ANALOG

ANALISIS PENGARUH FLARE DAN CME TERHADAP INDEKS DST PASCA GERHANA BULAN TOTAL 8 OKTOBER 2014

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

Perbandingan Model Linier Versus Analisis Vektor pada Gerak Grup Sunspot di Lintang Selatan dari Siklus Matahari Ke-23

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA KALA HIDUP SATELIT

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

GERHANA BULAN TOTAL 15 JUNI 2011 (16 JUNI 2011 DINI HARI DI INDONESIA)

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

PERUBAHAN KUAT MEDAN MAGNET SEBAGAI FUNGSI JUMLAH LILITAN PADA KUMPARAN HELMHOLTZ

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

ANALISIS PERGERAKAN SUNSPOT UNTUK MENGKAJI POTENSI TERJADINYA FLARE PADA BULAN MARET-JUNI 2015 TUGAS AKHIR

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

ANCAMAN BADAI MATAHARI

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

Kata kunci: cermin Einstein, cermin Relativistik, foton, pemantulan cahaya.

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

ANALISIS KARAKTERISTIK FREKUENSI KRITIS (fof2), KETINGGIAN SEMU (h F) DAN SPREAD F LAPISAN IONOSFER PADA KEJADIAN GEMPA PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

Transkripsi:

ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003 Rasdewlta Kesumaningrum, Clara Y. Yatlnl, dan Sand Sullsdanl Peneliti Pusat Pemanfaaian Sains Antariksa email: kesumaningnim@bdg.lapan.go.ld ABSTRACT In this research we analyzed the proper motion of individual sunspots within sunspot group NOAA 0484 in association with M2,4 and Ml,7 flares occurred on 21 October 2003 and 22 October 2003, respectively, using TRACE data (http://vestige.lmsal.com/trace). We measured the movements of pairs of sunspots associated with flares relative to a reference spot in the active region within the period of 2 hours before the flare occurred and we calculated the mean velocities. We also measured the movements of other spots those were not associated with flares for comparisons. From these measurements and calculations, we found that (1) the distance between spots associated with flares are getting bigger especially in solar longitudinal direction and (2) they have bigger velocity than the other spots those were not associated to flares. ABSTRAK Studi ini menganalisis pergerakan bintik matahari dalam grup NOAA 0484 tanggal 21 dan 22 Oktober 2003 yang melontarkan Jlare M2.4 dan flare Ml,7. Data yang digunakan adalah data daerah aktif permukaan matahari hasil pengamatan TRACE (http://vestige.lmsal.com/trace). Bintik matahari bipolar yang berkaitan langsung dengan flare diukur pergerakannya relatif terhadap bintik acuan dalam selang waktu dua jam sebehim terjadinya flare dan kemudian dihitung kecepatan rata-ratanya. Selain bintik yang menjadi kaki flare, dihitung pula pergerakan bintik lain yang tidak berhubungan langsung dengan flare sebagai pembanding. Dari hasil pengukuran proper motion bintik sesaat sebelum terjadi flare pada daerah aktif tanggal 21 dan 22 Oktober tersebut, diperoleh bahwa (1) jarak pasangan bintik yang berkaitan langsung dengan flare semakin membesar terutama pada arah bujur matahari (2) bintik-bintik yang berkaitan langsung dengan flare mempunyai kecepatan rata-rata yang lebih besar yang dapat mencapai 0,557 km/detik dibandingkan dengan bintik-bintik yang tidak berkaitan langsung dengan flare. Kata Kunci:F/are, 155 Proper motion, Bintik matahari, Daerah aktif

1 PENDAHULUAN Flare matahari adalah perubahan kecerlangan yang terjadi secara mendadak di permukaan matahari pada suatu daerah yang kecil. Perubahan tersebut bisa terjadi dari beberapa menit sampai berjam-jam, tergantung tingkat energi yang terlibat pada proses fisisnya. Penanda paling jelas daerah aktif, terutama dari pengamatan visual. Jejak yang jelas daerah aktif tersebut adalah dengan adanya bintik matahari. Yang et al (2004) menunjukkan adanya hubungan yang erat antara gerak diri {proper motion) bintik matahari dengan produktivitas flare di daerah aktif. Demikian juga gerak bintik di fotosfer mempunyai peran penting dalam beberapa flare yang diamati oleh Sundara Raman el al (1998) dan Moon et al (2002). Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Dcszo et at (1980), Anwar et al (1993) dan Herdiwijaya et al (1997) diketahui bahwa terdapat perubahan gerak bintik sebelum, selama dan sesudah terjadi flare pada suatu daerah aktif. Untuk lebih memahami pergerakan bintik dikaitkan dengan terjadinya flare, maka dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap gerak diri bintik matahari terutama yang berkaitan langsung dengan flare atau terletak di bawah kaki-kaki flare. Dari hasil yang diperoleh diharapkan dapat diketahui pergerakan bintik matahari di daerah aktif, terutama kecepatan dan formasi pasangan bintik matahari yang berkaitan dengan munculnya flare di daerah tersebut. 2 DATA DAN METODE Daerah aktif NOAA 0484 mulai muncul pada tepi piringan matahari pada tanggal 18 Oktober 2003 sebagai daerah aktif yang besar dengan konfigurasi magnetik pys yaitu daerah aktif dengan klasifikasi magnetik campuran polaritas dalam sebuah konfigurasi bipolar yang dorainan dan umbra dengan polaritas berlawanan terpisah dengan jarak kurang dari dua derajat dalam satu penumbra menurut klasifikasi Mt. Wilson (www.spaceweather.com). Selama kemunculannya daerah aktif ini menghasilkan beberapa flare kelas-c, M, dan X. Pada tanggal 21 Oktober 2003, NOAA 0484 berada pada fase pertumbuhan di N05E27 dan pada tanggal 22 Oktober 2003 daerah aktif ini berada pada posisi N04E15 dengan masih mempertahankan konfigurasi (Sv6 yang kompleks serta termasuk klasifikasi Mcintosh Dkc. Data yang dipilih untuk diolah dan dianalisis adalah data daerah aktif NOAA 0484 tanggal 21 Oktober 2003 sebelum peristiwa flare M2,4 pukul 19.22 UT - 03.05 UT dan data NOAA 0484 tanggal 22 Oktober 2003 sebelum perisuwa y?are M1.7 pukul 08.30 UT - 08.50 UT. Digunakan data permukaan matahari (daerah aktif) hasil pengamatan dari Transition Region and Coronal Explorer (TRACE) (http://vesuge.lmsal.com/trace) berukuran 768x768 piksel dengan I piksel mewakili 0,5 arcsec atau 360 km. Pergerakan bintik dihitung 156

relatif terhadap satu bintik yang dijadikan acuan. Pergerakan dihitung sejak dua jam sebelum terjadinya flare dengan rentang data dalam menit. Selain data pada panjang gelombang white light, digunakan data permukaan matahari pada panjang gelombang 1600 A untuk menentukan posisi bintik yang menjadi kaki flare serta data magnetogram dan intensitigram matahari untuk mengetahui polaritas bintik yang diamati yang diperoleh dari Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) (http: / /sohowww.nascom.nasa.gov). Gambar 2-1: Citra NOAA 0484 tanggal 21 Oktober 2003 dengan /Zare-nya (kiri) dan dalam white light (kanan). Bintik yang digunakan dalam perhitungan adalah bintik no. li (acuan), bintik Ai dan Bi adalah kaki-kaki flare, bintik Ci dan Di sebagai bintik pembanding Gambar 2-2: Citra NOAA 0484 tanggal 22 Oktober 2003 dengan /Zare-nya (kiri) dan dalam white light (kanan). Bintik yang digunakan dalam perhitungan adalah bintik no. I2 (acuan), bintik A2 dan B2 adalah kaki-kaki flare, bintik C2 dan D2 sebagai bintik pembanding 157

Untuk pergitungan pergerakan bintik matahari sebelum peristiwa flare, sebagai langkah awal ditentukan satu bintik pada daerah aktif tersebut sebagai bintik acuan (bintik 1). Kemudian diindentifikasikan bintik mana saja yang merupakan kaki flare di daerah aktif tersebut, yaitu bintik Ai dan Bi (Gambar 2-1) serta A2 dan B2 (Gambar 2-2). Penentuan bintik kaki/7areini dilakukan dengan melakukan overlay citra daerah aktif pada panjang gelombang white light dan 1600 A. Sedangkan untuk mengetahui polaritas masing-masing bintik yang diukur tersebut, dilakukan overlay citra magnetogram dan intensitigram matahari dari SOHO. Sebagai pembanding dipilih dua bintik lain dengan polaritas berlawanan yang tidak berkaitan dengan flare (bintik Ci, C2, Di dan D2). Dari overlay tersebut diperoleh bahwa bintik Ai, A2, Ci, dan C2 memiliki polaritas negatif sedangkan bintik Bi, B2, Di, dan Do mcmiliki polaritas positif. Setelah menentukan bintik mana saja yang akan dianalisis, kami mengukur posisi bintik pada tiap data sehingga diperoleh pergeseran posisi bintik tersebut terhadap bintik acuan dari waktu ke waktu dalam selang menit selama dua jam sebelum kemunculan flare. Karena permukaan matahari berbentuk bola, pengukuran posisi piksel bintik pada permukaan matahari akan dipengaruhi oleh efek foreshortening, yaitu makin ke tepi matahari daerah aktif akan terlihat makin kecil sehingga diperlukan faktor koreksi posisi untuk mengetahui pergeseran yang sesungguhnya. Setelah mengoreksi posisi akan diperoleh pergeseran posisi sebenarnya dan kemudian dihitung kecepatan pergeseran bintik. 3 HASIL DAN ANALISIS 3.1 Pergerakan Bintik Pada Daerah Aktif NOAA 0484 tanggal 21 Oktober 2003 Data flare yang digunakan untuk pengukuran posisi bintik adalah data permukaan matahari untuk daerah aktif NOAA 0484 tanggal 21 Oktober 2003 pada panjang gelombang white light mulai dari pukul 17.22 UT hingga 19.22 UT. Adapun flare yang terjadi pada daerah aktif tersebut adalah flare kelas M2.4 yang dimulai pada pukul 19-22 UT, puncaknya pada 23.30 UT dan berakhir pada 03.05 UT. Untuk menentukan posisi bintik yang merupakan kaki flare, digunakan data permukaan matahari pada panjang gelombang 1600 A yang dibandingkan dengan citra white light pada selang waktu yang sama, ditampilkan pada Gambar 2-1. Hasil pengukuran pergerakan gerak bintik ditampilkan pada Gambar 3-1 dan 3-2. 158

159

Kecepatan pergerakan bintik kaki flare Ai dan Bi terhadap bintik acuan dan bintik kaki pembanding Ci dan Di pada tanggal 21 Oktober 2003 pukul 17.22 UT hingga 19.22 UT ditampilkan pada Gambar 3-3 berikut ini. Gambar 3-4: Grafik kecepatan rata-rata gerak bintik pada daerah aktif yang diamati dalam rentang waktu dua jam sebelum flare terjadi dalam bujur matahari (kiri) dan lintang matahari (kanan) pada NOAA 0484 tanggal 21 Oktober 2003. Garis menunjukkan saat terjadi flare Dari hasil-hasil pengukuran gerak bintik-bintik NOAA 0484 pada tanggal 21 Oktober 2003 dalam selang waktu dua jam sebelum peristiwa flare dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: Dari grafik perpindahan posisi bintik dalam koordinat bujur matahari terhadap waktu dan lintang matahari terhadap waktu (Gambar 3-1 dan 3-2) terlihat bahwa bintik Ai dan Bi yang merupakan kaki flare berpindah lebih besar daripada bintik Ci dan Di yang tidak berkaitan dengan flare. Bintik 160

Ai bergeser mendekati bintik acuan 11 baik dalam arah bujur dan lintang matahari sedangkan bintik Bi bergeser menjauh dari bintik acuan dalam arah bujur matahari dan bergeser mendekati bintik acuan dalam arah lintang matahari. Dengan menghitung perubahan jarak bintik Ai terhadap bintik Bi dalam koordinat bujur dan lintang matahari pada Gambar 3-3, tampak bahwa jarak antara bintik Ai dan Bi semakin besar. Dengan mengamati grafik kecepatan gerak masing-masing bintik (Gambar 3-4) terlihat bahwa bintik kaki flare yaitu bintik Ai dan Bi memiliki kecepatan lebih besar dibandingkan dengan bintik Ci dan Di. Dalam arah bujur matahari, kecepatan rata-rata terbesar dialami oleh bintik BI mencapai 0,557 km/detik sedangkan kecepatan rata-rata terbesar dalam arah lintang matahari dialami oleh bintik Ai mencapai 0,352 km/detik. Bintik C yang berpolaritas negatif dan bintik D yang berpolaritas positif yang digunakan sebagai pembanding bergeser dengan kecepatan yang lebih kecil daripada pasangan bintik kaki flare. Bintik C bergeser dengan kecepatan rata-rata terbesarnya adalah 0,307 km/detik dalam arah bujur matahari sedangkan bintik D bergeser dengan kecepatan rata-rata terbesarnya hanya sebesar 0,226 km/detik yang dalam arah lintang matahari. 3.2 Pergerakan Bintik Pada Daerah Aktif NOAA 0484 tanggal 22 Oktober 2003 Diukur gerak bintik pada NOAA 0484 untuk flare kelas Ml,7 pada tanggal 22 Oktober 2003 yang terjadi mulai pada 08.30 UT mencapai maksimum pada 08.44 UT dan berakhir pada jam 08:50 UT. Data white light yang diperoleh adalah dalam rentang waktu jam 06.00-08:39 UT dengan selang waktu masing-masing data sebesar 43-60 detik. Pergeseran posisi bintik dari waktu ke waktu yang ditinjau terhadap bintik acuan untuk daerah aktif NOAA 0484 tanggal 22 Oktober 2003 dalam koordinat bujur dan lintang matahari ditampilkan pada Gambar 3-5 berikut ini. 161

Gambar 3-6: Perpindahan posisi bintik C2 dan D2 yang tidak berhubungan dengan flare dari waktu ke waktu dalam rentang waktu dua jam sebelum flare Ml,7 pada NOAA 0484 tanggal 22 Oktober 2003 pada pukul 06.00 UT - 08.39 UT yang dihitung terhadap bintik acuan pada posisi bujur dan lintang matahari dalam satuan km. Tanda panah menunjukkan awal terjadi flare 162

Pengamatan untuk pergerakan bintik A terhadap bintik B ditampilkan pada Gambar 3-7 dan kecepatan pergerakan bintik ditampilkan pada Gambar 3-8 berikut ini yang dilakukan terhadap kecepatan gerak perpindahan kaki flare A dan B terhadap bintik acuan dan bintik kaki pembanding C dan D pada tanggal 22 Oktober 2003 pukul 06.00 UT - 08.39 UT. Gambar 3-8: Grafik resultan kecepatan gerak bintik pada daerah aktif yang diamati dalam rentang waktu dua jam sebelum flare terjadi pada NOAA 0484 tanggal 22 Oktober 2003. Garis menunjukkan saat terjadi flare Dari hasil-hasil pengukuran gerak bintik-bintik NOAA 0484 pada tanggal 22 Oktober 2003 dalam selang waktu sebelum terjadi flare dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: Dari grafik perpindahan posisi bintik dalam koordinat bujur matahari terhadap waktu dan lintang matahari terhadap waktu (Gambar 3-5 dan 3-6) 163

terlihat bahwa bintik A2 dan B2 yang.merupakan kaki flare berpindah lebih besar daripada bintik C2 dan D2 yang tidak berkaitan dengan flare. Bintik A2 bergerak mendekati bintik acuan I2 baik dalam arah bujur dan lintang matahari sedangkan bintik B2 bergeser menjauh dari bintik acuan dalam arah bujur matahari dan bergeser mendekati bintik acuan dalam arah lintang matahari. Dengan menghitung perubahan jarak bintik A2 terhadap perubahan jarak bintik B2 dalam koordinat bujur dan lintang matahari pada Gambar 3-7, tampak bahwa dalam arah bujur matahari jarak bintik A2 dan B2 semakin membesar sedangkan dalam arah lintang matahari pada awalnya bintk A2 bergerak mendekati bintik B2 namun kemudian bergerak. Dengan mengamati grafik kecepatan gerak masing-masing bintik (Gambar 3-8) terlihat bahwa bintik kaki flare yaitu bintik A2 dan B2 memiliki kecepatan lebih besar dibandingkan dengan bintik C2 dan D2. Dalam arah bujur matahari, kecepatan rata-rata terbesar dialami oleh bintik A2 mencapai 0,553 km/detik sedangkan kecepatan rata-rata terbesar dalam arah lintang matahari dialami oleh bintik B2 mencapai 0,356 km/detik. Bintik C2 dan bintik D2 yang digunakan sebagai pembanding tidak menunjukkan perubahan yang besar dengan kecepatan rata-rata terbesar masing-masing adalah 0,158 km/detik untuk bintik C2 dalam arah lintangnya dan 0,176 km/detik untuk bintik D2 dalam arah bujumya. 4 KESIMPULAN Dari hasil pengukuran gerak bintik matahari yang terkait dengan peristiwa flare untuk daerah aktif NOAA 0484 tangga! 21 dan 22 Oktober 2003 pada rentang waktu dua jam sebelum terjadi flare masing-masing kelas M2.4 dan Ml,7 terlihat bahwa pasangan bintik kaki flare mengalami perpindahan lebih besar daripada bintik yang tidak berhubungan dengan kaki flare, dimana kecepatan bintik kaki flare bisa mencapai 0,557 km/detik. Pada grafik pergerakan pasangan bintik kaki^tare (Gambar 3-3 dan 3-7) dapat diketahui bahwa jarak kedua pasangan bintik kaki flare akan semakin membesar dalam rentang waktu dua jam sebelum peristiwa flare terutama dalam arah bujur matahari. Dari pengamatan perpindahan posisi masing-masing bintik terhadap acuan serta grafik kecepatan rata-rata bintik dalam rentang waktu dua jam sebelum terjadi flare terlihat bahwa bintik kaki flare bergerak lebih cepat daripada bintik pembanding yang tidak berkaitan dengan flare. Perubahan kecepatan bintik kaki flare yang besar ini bisa jadi mengindikasikan adanya gangguan di situ. Dari studi yang dilakukan oleh Yatini dan Suematsu (2005) diungkapkan bahwa terdapat perubahan gerak bintik beberapa saat sebelum terjadi flare dimana perubahan ini dapat mengindikasikan adanya proses pengumpulan energi flare (energy build up). Pengumpulan energi ini berada pada tabung fluks yang naik ke fotosfer matahari. Proses akumulasi energi 164

magnetik yang diperoleh flare ini masih belum diketahui dengan pasti. Gerak bintik matahari mungkin saja merupakan faktor yang penting dalam pembentukan energi [energy buildup) pada flare. DAFTAR RUJUKAN Anwar, B., Acton, L.W., Hudson, H.S., Makita, M., McClymont, A.N., Tsuneta, S., 1993. Rapid Sunspot Motion during a Major Solar Flare, Solar Phys., 147, 287. Dezso, L., Csepura, G., Gertey, O, Kovacs, A., Nagy, L., 1984. Sunspot Motion and Magnetic Shear as Precursors of Flares, Advances in Space Research (ISSN 0273-1177), vol 4 no 7 pp 57-60. Herdiwijaya D., Makita M, Anwar B.,'1997. The Proper Motion of Individual Sunspot, PASJ, 49, 235-248. Moon, Y.J., Chae, J., Choe, G. S., Wang, H., Park, Y. D., Yun, H. S., Yurchyshyn, V., Goode, P.R., 2002. Flare Activity and Magnetic Helidty Injection by Photospheric Horizontal Motions. Astrophys. J. S74, 1066. Sundara Raman, K., Selvendran, R., Thiagarajan, R-, 1998. Sunspot Motions Associated with Flares. Solar Phys. 180, 331. Transition Region and Coronal Explorer, http://vestige.lmsal.com/trace. Yang, G., Xu, Y., Cao, W., Wang, H., Denker, C, Rimmele, T.R., 2004. Photospheric Shear Flows along the Magnetic Neutral Line of Active Region 10486 prior to an XI0 Flare. Astrophys. J. 617, L151. Yatini, C. Y., Suematsu, y., 2005. The Proper Motion of Sunspot and Its Relation to the Flare Onset. Proceed, of the 9«h Asian-Pasific Regional IAU Meeting, 34-35. 165