BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS ( BASE TRANSCEIVER STATION ) ( Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh )

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SKRIPSI JEFANYA GINTING

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SEMINAR JEFANYA GINTING

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

by: Moh. Samsul Hadi

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

EVALUASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL DI GEDUNG REKTORAT UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD)

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur

BAB III METODE PENELITIAN

Nurudh Dhuha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan

PENDAHULUAN Perumusan Masalah

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

SISTEM PROTEKSI PETIR PADA INSTALASI JARINGAN TELEPON DAN PABX. Lela Nurpulaela ABSTRAK

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

ANALISIS PENGAMAN EKSTERNAL GANGGUAN PETIR DI STASIUN PEMANCAR TVRI SEMARANG ( GOMBEL )

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

Analisa Susunan Terminal Udara Sistem Proteksi Petir Menggunakan Metode EGM Eriksson Pada Bangunan PT. TELKOM Pekanbaru

BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

Joninton D Program Studi Teknikelektro Jurusan Teknikelektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak

Analisis Sistem Proteksi Petir Eksternal pada Pabrik 1 PT. Petrokimia Gresik

STUDI EVALUASI SISTEM TERMINASI UDARA PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN METODE BOLA BERGULIR, SUDUT PERLINDUNGAN DAN METODE JALA SKRIPSI

Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

Sistem proteksi petir pada bangunan gedung

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1989 T E N T A N G PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS

SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL DAN EKTERNAL

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya.

DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

II. TINJAUAN PUSTAKA

MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

JURNAL TEODOLITA. VOL. 15 NO. 2, Desember 2014 ISSN DAFTAR ISI

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL DI OFFTAKE WARU, PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK SBU WIL II JABATI

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR MENARA TELEKOMUNIKASI PT DAYAMITRA TELEKOMUNIKASI (TELKOM GROUP) SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

1. BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Kinerja Penangkal Petir Menggunakan Metoda Bola Gelinding Pada Gedung Perpustakaan Universitas Lancang Kuning Pekanbaru

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR

LUQMAN KUMARA Dosen Pembimbing :

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMALISASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN JENIS EARLY STREAMER (STUDI KASUS UPT LAGG BPPT) SKRIPSI

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

Transkripsi:

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR 2.1 Umum Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung. Didasarkan pada tujuan atau sifat dari proteksi itu sendiri, proteksi petir terdiri dari dua jenis yaitu: proteksi external dan proteksi internal. Prinsip kerja antara kedua jenis proteksi tersebut di atas tentu saja berbeda. Proteksi sambaran petir lebih bersifat pencegahan (preventif), sedang proteksi tegangan lebih petir sifatnya tidak lagi mencegah tetapi mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh sambaran petir, dalam hal ini apabila jenis proteksi yang pertama gagal melaksanakan fungsinya. 2.2 Sistem Penangkal Petir Berdasarkan Cara Kerjanya Berdasarkan cara kerjanya,sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 2.2.1 Sistem Dengan Penangkap Petir Prinsip kerja sistem ini adalah sebagai berikut: a. Harus menyediakan titik pada ujung bangunan yang diamankan untuk sasaran sambaran petir, dengan harapan petir akan menyambartitik itu terlebih dahulu. b. Harus menyediakan saluran untuk menyalurkan arus petir ke tanah 5

c. Harus menyediakan sistem pembumian untuk mendistribusikan arus petir yang masuk ke tanah dengan merata agar tidak menimbulkan kerusakan atau bahaya pada bagian dari bangunan atau pada manusia yang sedang berada di sekitarnya. 2.2.2 Sistem Disipasi (Dissipation Array System) Pada prinsipnya, DAS (Dissipation Array System) tidak bertujuan untuk mengundang arus petir agar menyambar terminasi udara yang sudah disediakan, melainkan membuyarkan arus petir agar tidak mengalir ke daerah yang dilindungi. Gambar berikut (gambar 2.1) menggambarkan konsep dari proteksi petir sistem disipasi (DAS). Gambar 2.1. Konsep Dissipation Array System Apabila awan bermuatan bergerak ke suatu daerah, maka akan menginduksi muatan listrik di atas permukaan tanah ataupun bangunan di bawah awan petir tersebut. Muatan yang terinduksi ini selanjutnya dikumpulkan oleh sistem pembumian DAS yang kemudian diangkut kebentuk ion (ionizer) dengan fenomena yang disebut point discharge, yaitu setiap bagian benda yang runcing akan memindahkan muatan listrik hasil induksi ke molekul udara di sekitarnya bilamana titik temunya berada pada medan 6

elektrostatik. Ionizer akan menghimpun ribuan titik-titik bermuatan secara individu dan sanggup untuk melepaskan muatan-muatan listrik hasil induksi tadi secara optimal, dimana pada akhirnya dapat mengurangi beda potensial antara awan dan udara di sekitar ionizer. Dengan kata lain medan listrik yang dihasilkan akan semakin kecil, sehingga memperkecil kemungkinan udara untuk tembus listrik, sehingga terjadinya petir dapat dihindari. 2.3 Sistem Proteksi Petir Berdasarkan Tempatnya yaitu: Berdasarkan tempatnya, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi dua bagian, 2.3.1 Proteksi Eksternal Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat di luar suatu struktur untuk menangkap dan menghantarkan arus surja (surge) petir ke sistem pembumian. Proteksi eksternal petir berfungsi sebagai proteksi terhadap tegangan lebih petir jika terjadi sambaran langsung ke sistem atau bangunan yang dilindungi. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan didalam merencanakan sistem proteksi petir eksternal adalah: a. Macam, fungsi dan bagan dari bangunan, ukuran denah bangunan, bentuk, dan kemiringan atap. b. Terminasi udara (air terminal) dimana jumlahnya haruslah cukup untuk memberikan daerah proteksi yang diinginkan. c. Konduktor penyalur (down conductor) haruslah mampu menyalurkan arus petir yang diterima dari terminasi udara menuju bumi. d. Pembumian (grounding) dimana resistensi pembumian < 10 Ohm. 7

2.3.2 Proteksi Internal Proteksi petir internal merupakan perlindungan terhadap sistem elektronika di dalam bangunan / gedung akibat tegangan lebih yang ditimbulkan oleh induksi elektromagnetik akibat sambaran petir tak langsung. Walaupun bangunan sudah dilindungi terhadap sambaran petir, beberapa kerusakan pada peralatan listrik khususnya peralatan elektronika dapat disebabkan karena masuknya surja imbas petir melalui kabel listrik dan kabel komunikasi atau masuknya arus petir pada waktu terjadi sambaran langsung. Sistem proteksi petir internal dapat terdiri dari satu jenis ataupun beberapa alatalat proteksi petir, antara lain: a. Arrester : alat potong tegangan lebih pada peralatan b. Shielding : konstruksi dinding dan lantai secara khusus untuk menghilangkan induksi elektromagnetik c. One point earthing system : pemasangan potensial aqualization busbar yang berfungsi sebagai terminal pembumian. d. Penggunaan kabel optic sebagai pengganti kabel tembaga pada instalasi listrik. Kabel optic tidak menyebabkan percikan antar kabel dan tidak terinduksi elektromagnetik. e. Penggunaan trafo isolasi untuk mentransformasikan arus besar yang terjadi akibat sambaran petir ke jala-jala menjadi arus yang sangat kecil. Oleh karena desain proteksi internal sangat bergantung pada instalasi listrik / elektronika maka arsitektur dalam bangunan serta perencanaan awal penggunaan bangunan harus diperhatikan. 8

2.4 Sistem Proteksi Petir Berdasarkan Terminasi Udaranya Usaha pertama yang dilakukan dalam proteksi petir adalah mencegah agar petir tidak menyambar objek yang dilindungi. Untuk itu, dapat dilakukan dengan dua cara atau prinsip; pertama membentuk semacam tameng atau perisai bagi objek yang dilindungi sehingga diharapkan nantinya bila ada petir tidak menyambar objek melainkan menyambar tameng atau perisai tersebut. Kedua, memperkecil terjadinya sambaran petir dengan bangunan. 2.4.1 Penangkal Petir Konvensional Teknik penangkal petir yang sederhana dan pertama kali dikenal menggunakan prinsip yang pertama, yaitu dengan membentuk semacam tameng atau perisai berupa konduktor yang akan mengambil alih sambaran petir. Penangkal petir semacam ini biasanya disebut groundwires (kawat tanah) pada jaringan hantaran udara, sedangkan pada bangunan-bangunan dan perlindungan terhadap struktur, Benjamin Franklin menyebutnnya dengan istilah lightning rod. Istilah ini tetap digunakan sampai sekarang di Amerika. Di Inggris dan beberapa Negara di Eropa menggunakan istilah lightning conductor sedang di Rusia disebut lightning mast. Istilah yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah lightning conductor. Contoh konstruksi penangkal petir konvensional jenis lightning conductor ditunjukkan pada gambar 2.2. 9

Gambar 2.2 Penangkal petir konvensional Penangkal petir konvensional sifatnya pasif, menunggu petir untuk menyambar dengan mengandalkan posisinya yang lebih tinggi dari objek sekitar serta ujung runcingnya agar pada saat step leader mendekat dan kuat medan semakin besar maka upward steamer dapat lebih cepat terbentuk mendahului objek di sekitarnya. 2.4.2 Penangkal Petir Elektrostatik Penangkal petir elektrostatik merupakan pengembangan terhadap penangkal petir konvensional (lightning conductor). Prinsipnya sama, yaitu sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir. Perbedaannya terletak pada bagaimana cara mengalihkan sambaran petir tersebut. Contoh konstruksi penangkal petir elektrostatik diperlihatkan pada gambar 2.3. 10

Gambar 2.3 Konstruksi salah satu dari jenis Elektrostatis Prinsip penangkal petir elektrostatik didasarkan pada ion-ion yang dihasilkan oleh dua elektroda pada ujung penangkal petir. Di bawah pengaruh medan listrik antara awan dengan bumi, akan ada beda potensial di antara kedua elektroda. Tegangan antara kedua elektroda ini dapat menyebabkan percikan listrik yang membuat molekulmolekul udara di sekitar kedua elektroda mengalami ionisasi sehingga mempercepat proses terbentuknya upward streamer dari penangkal petir. Proses pembentukan upward streamer yang lebih awal menyebabkan upward streamer yang terbentuk menjadi lebih tinggi dari kondisi biasa pada penangkal petir konvensional. Oleh karena itu, penangkal petir elektrostatik seolah-olah memiliki tinggi efektif perlindungan yang lebih tinggi dari penangkal petir yang sebenarnya. 11

2.4.3 Dissipation Array Sistem (Lightning Preventor) Prinsip proteksi ini adalah memperkecil kemungkinan terjadinya sambaran petir. Ide untuk mencegah sambaran petir telah lama ada, mulai sekitar tahun 1754 ketika seorang iluwan Ceko, Prokop Divisch, memasang 216 titik runcing pada suatu rangka kayu setinggi 7,4 m. Titik-titik tersebut dirangkai terhubung satu sama lain dan kemudian dibumikan. Beberapa tahun kemudian, Lichtenberg (1775) memberikan suatu usulan yang menyatakan bahwa kemungkinan sambaran petir pada suatu rumah dapat dicegah dengan memasang kawat berduri diatasnya. Sebagaimana diketahui sambaran petir merupakan peluahan listrik. Peluahan ini bisa tejadi apabila kuat medan yang terjadi melebihi medan tembus udara, artinya ada beda potensial yang cukup tinggi antara awan bermuatan dengan bumi sehingga kuat medannya juga cukuptinggi. Karena itu bila beda potensial makin rendah, maka kemampuan awan untuk melepas muatan juga berkurang, sistem penangkal petirnya dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk melepaskan muatan dari benda yang diproteksi ke udara sekitarnya. Sistem penangkal petir (lightning preventor) seperti ini dikenal dengan sebutan Dissipation Array System (DAS) atau Charge Transfer System (CTS). Selanjutnya R.H. Golde mengajukan suatu konsep bentuk seperti payung dengan ujung-ujung runcing dipermukaannya. Konsep golde ini memberikan bentuk yang lebih cermat dlam membuat medan yang seragam disekitar penangkal petir atau dibawah awan badai dengan memanfaatkan efek elektrostatik lingkungan sekitat titik-titik atau ujung runcing tersebut. 12

2.5 Hari Guruh (Td) Menurut definisi WMO (World Meteorological Organization), hari guruh adalah banyaknya hari dimana terdengar guntur paling sedikit satu kali dalam jarak kira-kira 15 Km dari stasiun pengamatan. Hari guruh ini disebut juga hari badai guntur (Thunderstorm Days). Data meteorologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan adanya beberapa daerah di Indonesia yang jumlah hari badai guntur per tahunnya cukup tinggi, antara lain: sebagian daerah Sumatera Utara, daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah Irian Jaya dimana hari badai gunturnya lebih dari 100 hari per tahun. Petir yang terjadi memiliki intensitas sambaran yang harus selalu diamati setiap periode untuk dapat memperkirakan faktor resiko sambaran pada suatu wilayah, sehingga dapat diperkirakan kebutuhan bangunan akan proteksi petir. Adapun hal-hal yang diperlukan didalam memperkirakan faktor resiko sambaran adalah: a. Isokerainic Level : jumlah hari sambaran per tahun b. Lightning Strike Rate : jumlah sambaran ke tanah per Km² per tahun. Lightning Strike Rate / curah petir menentukan tingkat bahaya sambaran pada suatu wilayah dan besarnya ditentukan oleh isokeraunic level. Nilai lightning strike rate ini bervariasi secara signifikan, dihitung dari rata-rata kerapatan annual yang dihitung dari observasi dalam satu periode selama bertahun-tahun. 2.6 Kerapatan Sambaran Petir (Ng) Parameter ini menyatakan banyaknya aktifitas petir atau sambaran petir ke bumi dalam rentang satu tahun di suatu wilayah, dinyatakan dalam sambaran per km² per tahun. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004), pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu system proteksi petir berdasarkan pada frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) yang diperkirakan ke struktur yang di proteksi 13

dan frekuensi sambaran petir tahunan setempat (Nc) yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat suatu struktur berada. 2.7 Besarnya Kebutuhan Bangunan Akan Sistem Proteksi Petir Kebutuhan bangunan akan proteksi petir ditentukan dengan cara klasifikasi area tempat bangunan atau dengan perhitungan menggunakan parameter hari guruh dimana gedung itu berada dan koefisien-koefisien lain yang diperlukan tergantung dari standar yang ditentukan menurut Standar Nasional Indonesia. Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada di dalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Di dalam tulisan ini akan dibahas penentuan besar kebutuhan bangunan akan proteksi petir mengunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir ( PUIPP ), Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004). Instalasi-instalasi bangunan yang berdasarkan letak, bentuk, penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu diberi penangkal petir adalah: a. Bangunan-bangunan tinggi, seperti gedung-gedung, gedung-gedung bertingkat, cerobong-cerobong pabrik. b. Bangunan-bangunan penyimpanan bahan mudah terbakar atau meledak misalnya seperti pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak, gudang penyimpanan cairan atau gas yang mudah terbakar, dan lain-lain. c. Bangunan-bangunan untuk umum, misalnya gedung-gedung bertingkat, gedung pertunjukkan, gedung sekolah, stasiun, dan lain-lain. d. Bangunan-bangunan yang berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi secara baik, misalnya museum, gedung arsip Negara, dan lain-lain. 14

2.7.1 Menurut Standar PUIPP Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi penangkal petir ditentukan oleh besarnyakemungkinan kerugian serta bahaya yang ditimbulkan bila bangunan tersebut tersambar petir. Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu seperti ditunjukkan pada table dibawah ini dan merupakan penjumlahan (R) dari indeks-indeks tersebut. Tabel 2.1. Indeks A : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan Pengguanaan dan Isi Bangunan biasa yang tak perlu diamankan baik bangunan maupun isinya Bangunan dan isinya jarang digunakan, Misalnya: didanau, ditengah sawah atau ladang, menara atau tiang dari metal Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal. Misalnya: rumah tinggal, industri kecil dan stasiun kereta api Bangunan atau isinya cukup penting. Misalnya: menara air, barang-barang berharga dan kantor pemerintah Bangunan yang banyak sekali orang. Misalnya: bioskop, sarana ibadah, sekolah, dan monumen bersejarah yang penting. Indeks A -10 0 1 2 3 Instalasi gas, minyak atau bensin dan rumah sakit. 5 Bangunan yang mudah meled dan dapat menimbulkan bahaya yang tidak terkendali bagi sekirarnya. Misalnya: instalasi nuklir. 15 15

Tabel 2.2. Indeks B: Bahaya berdasarkan Konstruksi Bangunan Konstruksi Bangunan Seluruh bangunan terbuat dari logam dan mudah menyalurkan listrik Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangkan besi dengan atap logam Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangkan besi dengan atap bukan logam Indeks B 0 1 2 Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3 Tabel 2.3. Indeks C: Bahaya berdasarkan Tinggi Bangunan Tinggi bangunan sampai (m) Indeks C 6 0 12 2 17 3 25 4 35 5 50 6 70 7 100 8 140 9 200 10 16

Tabel 2.4. Indeks D: Bahaya berdasarkan Situasi Bangunan Situasi Bangunan Indeks D Ditanah datar pada semua ketinggian 0 Dikaki bukit sampai ¾ tinggi bukit atau di pegunungan sampai 1000 meter 1 Di puncak gunung atau pegunungan yang lebih dari 1000 meter 2 Untuk menentukan hari guruh dapat dilihat pada lampiran A. Tabel 2.5. Indeks E: Bahaya berdasarkan Hari Guruh Hari Guruh per tahun Indeks E 2 0 4 1 8 2 16 3 32 4 64 5 128 6 256 7 Sehingga didapat perkiraan bahaya akibat sambaran petir (R) adalah: R=A+B+C+D+E (2.1) Dimana: A : Bahaya berdasarkan jenis bangunan B : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan C : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan 17

D : Bahaya berdasarkan situasi bangunan E : Bahaya berdasarkan hari guruh yang terjadi Apabila menurut data-data yang ada dimasukkan ke dalam persamaan di atas, maka selanjutnya dapat diambil kesimpulan mengenai perlu atau tidaknya sistem proteksi petir eksternal digunakan. R>13 (2.2) Berdasarkan SNI, Jika nilai R>13, maka bangunan tersebut dianjurkan menggunakan sistem proteksi petir (besar indeks dapat dilihat pada lampiran A). Jelas bahwa semakin besar nilai R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang ditimbulkan oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan adanya suatu sistem penangkal petir. 2.7.2 Menurut Standar Nasional Indonesia Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004), pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu system proteksi petir berdasarkan pada frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) yang diperkirakan ke struktur yang di proteksi dan frekuensi sambaran petir tahunan setempat (Nc) yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat suatu struktur berada dinyatakan sebagai: Ng = 0,04 x Td 1,25 / km² / tahun (2.3) Dimana Td adalah jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari data isokeraunic level di daerah tempat struktur yang akan di proteksi yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Frekuensi rata-rata tahunan sambaran petir langsung Nd ke bangunan dapat dihitung: Nd = Ng x Ae x 10-6 /tahun (2.4) 18

Dimana Ae adalah area cakupan ekivalen dari bangunan (m²) yaitu daerah permukaan tanah yang dianggap sebagai struktur yang mempunyai frekuensi sambaran langsung tahunan. Adapun area cakupan ekivalen (Ae) tersebut dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini: Ae = ab + 6h (a+b) + 9πh² (2.5) Dimana: a : panjang dari bangunan tersebut (m) b : lebar dari bangunan tersebut h : bangunan yang diproteksi (m) (m) Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang system proteksi petir pada bangunan berdasarakan prhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut: a. Jika Nd Nc tidak perlu system proteksi b. Jika Nd > Nc diperlukan system proteksi petir dengan efisiensi: E = 1 Nc / Nd (2.6) Maka setelah dihitung nilai E (Efisiensi Sistem Proteksi Petir) sesuai dengan persamaan (2.6), setelah itu dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan tingkat proteksi tabel 2.6. Tabel 2.6. Efisiensi Sistem Proteksi Petir Tingkat Proteksi Efisiensi SPP I 0,98 II 0,95 III 0,90 IV 0,80 19

Setelah diketahui tingkat proteksi berdasarkan tabel 2.6, maka dapat ditentukan sudut proteksi (αº) dari penempatan suatu terminasi udara, radius bola yang dipakai, maupun ukuran jala (konduktor horizontal) sesuai dengan tabel 2.7 dibawah ini: Tabel 2.7. Daerah Proteksi dan Terminasi Udara Sesuai dengan Tingkat Proteksi Tingkat h (m) 20 30 45 60 Lebar Proteksi R (m) αº αº αº αº Jala (m) I 20 25 * * * 5 II 30 35 25 * * 10 III 45 45 35 25 * 15 IV 60 55 45 35 25 20 2.8 Zona Proteksi (Lightning Conductor) Istilah zona proteksi digunakan untuk menyatakan lingkup proteksi lightning conductor, yaitu seberapa banyak suatu daerah yang dapat dicakup oleh lightning conductor sehingga pada daerah tersebut memiliki kemungkinan yang kecil untuk disambar petir. Posisis lightning conductor yang vertical membuat tampak atasnya hanya berupa suatu titik, sehingga bila step leader mendekati lightning conductor dari arah manapun akan mengalami reaksi yang sama (tanpa kondisi khusus). Hal ini menggambarkan secara umum bahwa perilaku lightning conductor dalam melindungi daerahnya cenderung untuk suatu lingkup volum dengan lightning conductor sebagai sumbu. Beberapa pendapat peneliti mengenai bentuk volume zona proteksi lightning conductor terlihat pada gambar 2.4. 20

Gambar 2.4 Beberapa teori tantang zona proteksi Lighting Conductor Bidang dasar zona proteksinya merupakan suatu lingkaran dengan lightning conductor sebagai titik pusat. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kemampuan proteksi lightning conductor digunakan sebutan Radius Proteksi atau jari-jari proteksi, yaitu jarak terluar ( terjauh ) dari pusat lingkaran yang masih dapat dilindungi oleh lightning conductor. Sebagaimana terlihat pada gambar 2.4 diatas, gambaran zona proteksi Razevig cukup lengkap dan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: di mana: r = 1,6 (h - h) 1+h/ (4.6) h r = radius proteksi h = tinggi maksimum objek yang diproteksi h = tinggi total penangkap petir 21

Dari persamaan di atas, terlihat bahwa menurut Razevig radius proteksi berubahubah mengikuti perubahan tinggi benda yang diproteksi. Sementara untuk peneliti lain tidak ada keterangan yang menjelaskan lebih lanjut mengenai proteksi radius ini. Bahkan beberapa peneliti yaitu Anderson (1879), Iodge (1892), Walter (1937) memberikan kesimpulan bahwa tidak ada kekhusussan atau hal khusus yang dapat menggambarkan secara lengkap mengenai zona proteksi lightning conductor. 2.9 Prinsip Penangkal Petir Menggunakan Lightning Conductors Prinsip utama proteksi terhadap sambaran petir menggunakan lightning conductor adalah mengalihkan sambaran petir ke lightning conductor sehingga tidak menyambar objek yang diproteksi. Sebagai alat proteksi, ada dua fungsi utama lightning conductor pada posisi ini ; pertama sebagai tameng atau perisai, dan kedua sebagai pemberi jalan termudah untuk disambar petir. Gambar 2.5 Prinsip proteksi terhadap sambaran petir dengan menggunakan Lighting conductor Sebagaimana terlihat pada gambar 2.5, ketika step leader turun mendekati bumi, maka pada saat itu pembentukan upward steamer dari lightning conductor lebih cepat dan lebih dari pada benda yang diproteksi. Hal ini terjadi karena posisi lightning 22

conductor yang lebih tinggi dan lebih runcing sehingga muatan yang terkumpul juga kemungkinan lebih banyak dan lebih cepat. Pada tahap ini, lightning conductorbersifat mengorbankan diri sebagai jalan termudah bagi step leader untuk melepaskan muatan membentuk sambaran petir yang sempurna. Kemudian pada gambar 2.5, karena upward streamer dari lightning conductor lebih tinggi, maka kemungkinan untuk lebih dahulu tersentuh atau masuk ke zona jarak sambaran lebih besar, sehingga pertemuan antara upward streamer dari lightning conductor dengan step leader terjadi lebih dahulu dan sambaran petir yang terjadi menyambar lightning conductor. Pada tahap ini lightning conductor berfungsi sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir. Selanjutnya, muatan yang dilepaskan saat sambaran ini dialirkan ke bumi melalui elektroda pentanahan sehingga tidak merusak objek yang dilindungi sampai akhirnya sambaran petir berhenti. 23