BAB III METODELOGI PENELITIAN. pemeriksaan mutu bahan yang berupa serat ijuk, agregat dan aspal, perencanaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan selama penelitian di laboratorium adalah sebagai berikut:

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

BAB IV METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas, diatas tanah dasar secara aman

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. perihal pengaruh panjang serabut kelapa sebagai bahan modifier pada campuran

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rencana kerja ditunjukkan oleh Gambar 3.1, yang merupakan bagan alir

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Penelitian ini menggunakan tiga macam variasi jumlah tumbukan dan

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

dahulu dilakukan pengujian/pemeriksaan terhadap sifat bahan. Hal ini dilakukan agar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

Dengan kata lain, penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

DAFTAR PUSTAKA. 1. Bina Marga Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton. Saringan Agregat Halus Dan Kasar, SNI ;SK SNI M-08-

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah.(1998):Pemanfaatan Asbuton untuk Lasbutag dan Latasbusir, Direktorat

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

JOB SHEET PRATIKUM KONSTRUKSI JALAN

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alur seperti pada gambar 5.1.

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

Zeon PDF Driver Trial

I Persiapan Penyediaan Sampel Agregat dan Aspal (Bitumen)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A HASIL PENGUJIAN AGREGAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PERENDAMAN BERKALA PRODUK MINYAK BUMI TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL

BAB IV PENGUJIAN JOB MIX FORMULA

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai

LAPORAN PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN Pemeriksaan J 10 UJI BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT ( PB ) ( AASHTO T ) ( ASTM D )

BAB IV METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR. KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC dengan ASPAL Pen.60/70 MODIFIER BUTON NATURAL ASPHALT (BNA) dan BAHAN STABILIZER NATURAL FIBER (JERAMI)

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL (RING AND BALL TEST) (PA ) (AASHTO-T53-74) (ASTM-D36-69)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bahan/material yang digunakan pada penelitian Asbuton ini berasal dari : Agregat batuan berasal dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa serat ijuk, agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap pelaksanaan pengujian dengan Marshall Test & Uji Perendaman (Immersion Test). Dalam bab ini menguraikan tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengujian laboratorium yang dilakukan di laboratorium bahan Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta - Barat. Tahap awal yang dilakukan dalam pengujian adalah menyiapkan bahan yang akan diuji yaitu serat ijuk, aspal semen (AC penetrasi 60/70), Buton Natural Asphalt (BNA), agregat dan semen (filler). Menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Adapun proses pengujian dijelaskan dalam diagram alir sebagai berikut : III-1

PERSIAPAN BAHAN IJUK ASPAL MINYAK BUTON NATURAL AGREGAT FILLER AAC PEN 60/70 ASPHALT (BNA) ANALISA KARAKTERISTIK RANCANGAN CAMPURAN IJUK & ASPAL MINYAK Variasi kadar ijuk 0.1;0.2%;0.3;0.4%;0.5% ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN IJUK & ASPAL MINYAK KADAR OPTIMUM CAMPURAN ASPAL MINYAK BERSERAT CAMPURAN ASPAL MINYAK BERSERAT OPTIMUM DENGAN BNA Variasi kadar campuran (80:20) (75:25) (70:30) ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN (ASPAL MINYAK MODIFIER) UJI BEBAN STATIK UJI MARSHALL UJI PERENDAMAN MARSHAL (24 JAM) IKS > 75% METODE CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SMA 0/11 UJI BEBAN STATIK UJI MARSHALL UJI PERENDAMAN MARSHAL (30 MENIT) ANALISA & PEMBAHASAN KESIMPULAN & SARAN NILAI KADAR ASPAL OPTIMUM (KAO) Gambar 3.1 Diagram Alir III-2

3.2 Pengujian Agregat Pada tahap awal pengujian bahan dilakukan terhadap agregat dengan analisa saringan. Pengujian terhadap agregat dilakukan untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki oleh agregat yang selanjutnya digunakan untuk keperluan perencanaan campuran aspal. 3.2.1 Pengujian Sifat Fisik Agregat Kasar Agregat merupakan komponen utama dari lapis permukaan jalan yang mengandung 90-95 % agregat berdasarkan prosentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan yang ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil dari campuran agregat dengan material lain. Agregat yang digunakan mempunyai bidang kasar, bersudut tajam dan bersih dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan lain yang dapat mengangu proses pengikatan. Agregat yang digunakan berupa batu pecah dalam keadaan kering. Adapun pemeriksaanya sebagai berikut : 1. Pemeriksaan analisa saringan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dengan mengunakan saringan. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T - 27-74 atau ASTM C - 136-46. 2. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface Dry = SD) dan berat jenis semu (Aparent) dari agregat kasar. III-3

a. Berat jenis (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. b. Berat jenis kering - permukaan jenuh (SD) adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. c. Berat jenis semu (Aparent Specifc Gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan keing pada suhu tertentu. Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T-85-74 atau ASTM G -127-68. 3. Pemeriksaan kelekatan terhadap aspal Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah persentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan permukaan agregat. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T-182. 4. Pemeriksaan keausan agregat dengan mesin Los Angeles (PB-0206-76) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat aus lewat saringan no.12 terhadap berat semula, dalam persen. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T - 96-74 atau ASTM C - 131-55. III-4

3.2.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Halus Agregat halus terdiri dari pasir bersih, bahan-bahan halus hasil pemecahan batu atau kombinasi dari keduanya dalam keadaan kering. Jenis pemeriksaan untuk agregat halus adalah : 1. Analisa saringan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dengan mengunakan saringan. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T - 27-74 atau ASTM C - 136-46. 2. Berat jenis dan penyerapan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface Dry = SD) dan berat jenis semu (Aparent) dari agregat kasar. a. Berat jenis (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. b. Berat jenis kering - permukaan jenuh (SD) adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. c. Berat jenis semu (Aparent Specivic Gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan keing pada suhu tertentu. Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T- 85-74 atau ASTM G -127-68. III-5

3.2.3 Pengujian Sifat Fisik Bahan Pengisi (filler) Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan semen portland sebagai filler. Prosedur pengujian berat jenis semen portland mengacu pada SNI 15-2531- 1991 (cara uji menurut SNI ini merupakan adaptasi dari AASHTO T-133; ASTM C-188). Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis semen portland. Berat jenis semen adalah perbandingan antara berat isi kering semen pada suhu kamar dengan berat kerosin atau naptha yang mempunyai berat jenis 62 API (American Petroleum Institute). Peralatan yang digunakan (pastikan masa kalibrasi alat untuk semua alat yang harus dikalibrasi masih berlaku) adalah : a. Botol Le Chatelier b. Termometer c. Corong, pipet, kertas tissu, wadah d. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh e. Kerosin bebas air atau Naptha dengan BJ 62 API f. Alat bantu lainnya. Contoh benda uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah semen portland (PC) sebanyak 64 gram. Langkah-langkah pengujian : a. Isi botol le chatelier dengan kerosin atau naptha sampai skala antara 0 1, keringkan bagian dalam botol di atas permukaan cairan. (suhu konstan diperoleh apabila variasi suhu cairan dalam botol dengan suhu air < 0,2 C) III-6

b. Masukkan botol yang berisi cairan ke dalam bak air, biarkan sampai diperoleh suhu yang konstan. Kemudian baca skala pada botol (V1). (gunakan peralatan bantu seperti corong dan lidi atau kawat, untuk menghindari menempelnya benda uji pada dinding botol) c. Masukkan benda uji semen ke dalam botol sedikit demi sedikit, jaga agar agar tidak ada benda uji yang menempel pada dinding botol di atas permukaan cairan. (biasanya diperlukan waktu +20 menit, untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam botol) d. Setelah semua benda uji dimasukkan, putar botol dengan posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara tidak timbul lagi pada permukaan cairan. e. Masukkan kembali botol ke dalam bak air, biarkan sampai diperoleh suhu konstan. Kemudian baca skala pada botol (V2). Perhitungan hasil uji : Berat jenis semen = Berat semen x d (3.1) ( V2 V1 ) dimana : V1 V2 (V2-V1) d = Pembacaan pada skala pertama = Pembacaan pada skala kedua = Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu = Berat jenis air pada suhu 4 C (1 gr/cm3) III-7

3.3 Pengujian Aspal Pada penelitian ini digunakan Buton Natural Aspalt (BNA) dan Aspal Minyak yaitu Asphalt Cement (AC Pen 60/70) atau aspal keras produksi Pertamina. Pada aspal dilakukan beberapa pemeriksaan agar didapat kualitas aspal yang memenuhi spesifikasi. Adapun pemeriksaan aspal antara lain : 1. Pemeriksaan Penetrasi Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Pemeriksaan ini didasarkan pada PA-0301-76 atau AASHTO T49-80. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukan jarum penetrasi berdiameter 1 m dengan mengunakan beban seberat 50 gram sehinga diperoleh beban gerak seberat 100 gram (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur 25 C. Besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka yang Pemeriksaan titik lembek dilakukan dengan mengikuti prosedur PA- 0302-76 atau AASHTO T53-81. 2. Pemeriksaan Titik Lembek Pemeriksaan mengunakan cincin yang terbuat dari kuningan dan bola baja. Titik lembek adalah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam cincin yang diletakan horizontal di dalam larutan air atau gliserin yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja dengan diameter 9,53 m seberat ± 3,5 gram yang diletakan diatasnya sehinga lapisan aspal tersebut jatuh melalui jarak 25,4 m (1 inch). Aspal dengan titik lembek yang lebih tingi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan lebih baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan. III-8

3. Pemeriksan Titik Nyala dan Titik Bakar Pemeriksaan titik nyala mengikuti prosedur AASHTO T 48-81, yang berguna untuk menentukan suhu dimana aspal terlihat menyala singkat di permukaan aspal, dan pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Pemeriksaan titik nyala perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum pada pemanasan aspal sehinga aspal tidak terbakar. 4. Pemeriksan Daktilitas Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Pemeriksaan mengikuti prosedur PA-0306-76. Besarnya daktilitas aspal yang disyaratkan adalah minimal 100 cm. 5. Pemeriksan Kelarutan Bitumen dalam Karbon Tetra Clorida (CL4) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jumlah bitumen yang dapat larut dalam Carbon Tetra Chlorid, jika semua bitumen yang diuji dalam larut dalam larutan CCl4 maka bitumen tersebut adalah murni. Prosedur pemeriksaan mengikuti standar Bina Marga PA-0305-76. 6. Pemeriksaan Berat Jenis Prosedur pemeriksaan berat jenis aspal mengikuti AASHTO T 228-79. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dengan picnometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Peralatan yang digunakan adalah : thermometer, bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25 ± 0,1) C, picnometer, air III-9

suling sebanyak 1000 cm3, dan bejana gelas. Berat jenis aspal diperlukan untuk perhitungan dalam analisa campuran. Adapun persyaratan bahan aspal untuk AC penetrasi 60/70 pada tabel berikut ini. Tabel 3.1 Persyaratan aspal AC Pen 60/70 No Jenis Pemeriksaan Syarat AC Pen 60 Satuan Min Max 1 Penetrasi; 25º C, 100 gr, 5 detik 0,1 mm 60 79 2 Titik lembek ºC 48 58 3 Titik nyala ºC 200-4 Daktilitas; 25ºC, 5cm/menit cm 100-5 Berat jenis; 25ºC gr/cm 3 1,0-6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen % berat 99-7 Penurunan berat (dengan TFOT) % berat - 0,8 8 Penetrasi setelah penurunan berat % asli 54-9 Daktilitas setelah penurunan berat cm 50 - Sumber: Spesifikasi khusus campuran beraspal panas dengan Asbuton, Dirjen Bina Marga SKh.6.3.a - 7 Sedangkan untuk syarat asbuton modifikasi, dapat dilihat dalam tabel 3.2 dibawah ini: III-10

Tabel 3.2 Persyaratan asbuton modifikasi No Jenis Pemeriksaan Syarat AC Pen 60 Satuan Min Max 1 Penetrasi; 25º C, 100 gr, 5 detik 0,1 mm 40 60 2 Titik lembek ºC 55-3 Titik nyala ºC 225-4 Daktilitas; 25ºC, 5cm/menit cm 50-5 Berat jenis; 25ºC gr/cm 3 1,0-6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen % berat 90-7 Penurunan berat (dengan TFOT) % berat - 2 8 Penetrasi setelah penurunan berat % asli 55-9 Daktilitas setelah penurunan berat cm 50-10 Mineral lolos saringan No.100 % 90 - (hasil ekstraksi) Sumber: Spesifikasi khusus campuran beraspal panas dengan Asbuton, Dirjen Bina Marga SKh.6.3.a - 7 3.4 Pengujian Serat Alam Ijuk Pengujian karakteristik serat ijuk yaitu dengan merendam serat ijuk dan melakukan pengujian terhadap berat jenis serat ijuk. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat ijuk dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu 25⁰C atau 15.6⁰C. Pemeriksaan mengikuti proedur PA-0307-76 atau AASHTO T228-79. III-11

Berat jenis aspal = ( C A ) (3.2) ( B A ) (D C ) dimana : A = berat piknometer (dengan penutup) B = berat piknometer berisi air C = berat piknometer berisi ijuk D = berat piknometer berisi ijuk dan air 3.5 Metode Pencampuran Bahan 3.5.1 Pencampuran Serat Ijuk Dengan Aspal Minyak Dalam pembuatan benda uji ini, bahan yang digunakan adalah serat ijuk dan Aspal Minyak yaitu Asphalt Cement (AC Pen 60/70) yang sebelumnya terlebih dahulu di uji sifat-sifat fisiknya. Dalam pencampuran ini, serat ijuk yang dipergunakan sudah dipotong sehingga panjang seratnya ± 0.5 cm dan kadar serat ijuk yang di campur sebesar 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4%, dan 0.5% dari berat Aspal Minyak. Adapun pencampurannya adalah sebagai berikut: 1. Panaskan Aspal Minyak yaitu Asphalt Cement (AC Pen 60/70) hingga cair. 2. Masukan serat ijuk dengan panjang ± 0.5 cm sesuai kadar aspal dalam kondisi cair. 3. Dinginkan aspal lalu uji masing-masing benda uji dengan pengujian aspal. 4. Dari hasil pengujian, didapatkan Aspal Minyak berserat optimum. III-12

3.5.2 Pencampuran Aspal Minyak Berserat Optimum dengan Buton Natural Asphalt (BNA) Dalam pembuatan benda uji ini, bahan yang digunakan adalah Aspal Minyak berserat optimum dan Buton Natural Asphalt (BNA) yang sebelumnya terlebih dahulu di uji sifat-sifat fisiknya. Dalam pencampuran ini, perbandingan antara Aspal Minyak berserat optimum dan Buton Natural Asphalt (BNA) yang di campur sebesar 20 : 80, 25 : 75 dan 30 : 70. Adapun pencampurannya adalah sebagai berikut: 1. Panaskan Aspal Minyak berserat optimum hingga cair. 2. Panaskan Buton Natural Asphalt (BNA) hingga cair. 3. Campurkan Aspal Minyak berserat optimum sesuai perbandingan yang ditentukan. 4. Dinginkan benda uji lalu dilakukan pengujian aspal. 5. Dari hasil pengujian, didapatkan Aspal Minyak Modifier. 3.5.3 Pencampuran Aspal Minyak Modifier dengan Agregat dan Filler Dalam pembuatan benda uji ini, bahan yang digunakan adalah Aspal Minyak Modifier dalam kondisi optimum dengan agregat dan filler yang sebelumnya terlebih dahulu di uji sifat-sifat fisiknya. Dalam pencampuran ini, Aspal Minyak Modifier yang di campur sebesar 5%, 5.5%, 6%, dan 7% dari berat agregat. Metode Pencampuran aspal menggunakan Metode Split Mastic Asphalt (SMA) 0/11. III-13

Adapun perencanaan campurannya adalah sebagai berikut: 1. Agregat dan filler disiapkan sesuai dengan gradasi yang telah ditentukan dan dibuat masing masing kadar aspal sebanyak 3 buah. 2. Setelah agregat dan filler siap, panaskan wajan untuk memanaskannya hingga suhu 160 o C. Apabila telah mencapai suhu yang diinginkan, masukkan Aspal Minyak Modifier sesuai dengan perencanaan. 3. Agregat dan filler terus dimasak hingga aspal Aspal Minyak Modifier tercampur rata hinga warnanya menghitam, kemudian tuang ke dalam mold. 3.6 Pengujian Marshall Pada penelitian ini, variasi kadar aspal dilakukan untuk menentukan kadar aspal optimum. Kadar Aspal Minyak Modifier optimum ini ditentukan dari pemeriksaan uji marshall sedangkan parameter yang dicatat dalam pengujian marshall adalah nilai ronga dalam campuran (VIM), ronga dalam agregat (VMA), ronga terisi aspal (VFB), kelelehan, dan stabilitas. 3.6.1 Pelaksanaan Berikut adalah metode pelaksanan Uji Marshall : 1. Agregat dan filler di siapkan sesuai dengan gradasi yang telah ditentukan dan dibuat masing masing kadar aspal sebanyak 3 buah. 2. Setelah agregat dan filler siap, panaskan wajan untuk memanaskannya hingga suhu 165 o C. Apabila telah mencapai suhu yang diinginkan, masukkan Aspal Minyak Modifier optimum sesuai dengan perencanaan. III-14

3. Agregat dan filler terus dimasak hingga Aspal Minyak Modifier optimum tercampur rata hinga warnanya menghitam, kemudian tuang dalam mold. 4. Mold yang sudah diolesi dengan oli dan diberikan kertas pada bagian bawahnya kemudian dituangkan campuran yang telah dipanaskan. 5. Aspal kemudian ditumbuk sebanyak 75 kali, kemudian benda uji dibalik ditumbuk hingga 75 kali. Jadi total tumbukan 2 x75 pada sisi atas dan bawah, setelah selesai aspal dibiarkan agar suhunya menjadi turun. Setelah di diamkan selama 15 menit, benda uji dikeluarkan dengan mengunakan extruder, setelah itu didiamkan selama 24 jam. 6. Setelah benda uji didiamkan selama 24 jam, benda uji ditimbang dalam air dan direndam dalam selama 24 jam untuk mendapatkan berat jenuh. 7. Setelah itu benda uji dimasukan kedalam waterbath dengan suhu 60 o C kemudian di set dan siap untuk diuji Marshall. 8. Uji Marshall dilakukan dengan pembacaan pada proving ring, dan flow meter setelah benda uji mengalami keruntuhan. 3.7 Pengujian Perendaman Marshall (Immersion Test) Pengujian ini prinsipnya sama dengan pengujian Marshall standar, hanya waktu perendaman di dalam waterbath yang berbeda. Menurut AASHTO T.165-74 atau ASTM D.1075-54 (1969) ada dua metode uji perendaman Marshall (Immersion Test) yaitu: a. uji perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50 C dan b. uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60 C. III-15

Pada penelitian ini dipakai metode uji perendaman marshall (immertion test) selama 30 menit dan 24 jam dalam suhu konstan 60 C sebelum pembebanan diberikan. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya tahan ikatan campuran agregat dan aspal serta nilai sisa dari suatu campuran terhadap pengaruh air. Perendaman dilakukan dengan cara merendam benda uji kedalam water bath pada suhu 60⁰C selama jangka waktu 30 menit dan 24 jam. Hasil yang didapat dari tes perendaman marshall adalah rasio stabilitas rendaman 30 menit dan 24 jam dibagi dengan stabilitas akibat rendaman selama 30 menit dengan target yang harus dicapai (Indeks Kekuatan Sisa / IKS) yaitu lebih besar dari 75%. Rumus untuk menentukan indeks kekuatan sisa : (3.3) Keterangan : IKS = Indeks Kekuatan Sisa (%), harus lebih besar dari 75% S1 S2 = Stabilitas hasil rendaman 30 menit pada suhu 60⁰C (kg) = Stabilitas hasil rendaman 24 jam pada suhu 60⁰C (kg) 3.8 Kebutuhan Benda Uji Pada penelitian ini, untuk pengujian aspal dengan menggunakan cawan, benda uji yang dibuat sebanyak 24 buah dengan perincian perhitungan sebagai berikut: III-16

Tabel 3.3 Jumlah benda uji untuk Aspal dan serat ijuk optimum Kadar serat ijuk Jumlah sampel 0.1% 3 0.2% 3 0.3% 3 0.4% 3 0.5% 3 Total 15 buah Tabel 3.4 Jumlah benda uji untuk Aspal serat optimum dengan BNA Kadar BNA Jumlah sampel 20% 3 25% 3 30% 3 Total 9 buah Sedangkan untuk pengujian marshall & perendaman, benda uji yang dibuat sebanyak 15 buah dengan perincian perhitungan sebagai berikut : Tabel 3.5 Jumlah benda uji untuk Marshall & Immersion Jenis Pengujian Jumlah Uji Marshall & Perendaman untuk 30 menit 12 Uji Marshall & Perendaman untuk 24 jam 3 Total 15 buah 3.9 Referensi Penelitian Pengujian Aspal yang Sejenis Abstraksi Tugas Akhir dari Budi Santoso, (Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 1996) mengenai Penggunaan Serat Ijuk III-17

Sebagai Bahan Campuran Split Mastic Asphalt (SMA), menyimpulkan sebagai berikut, SMA adalah campuran bergradasi terbuka dengan kadar chipping yang tinggi (70%) dan menggunakan serat selulosa sebagai bahan aditif. Penggunaan serat organik (serat sellulosa) sebagai aditif dalam campuran aspal telah cukup lama dilakukan dan memberikan hasil yang cukup memuaskan pada struktur perkerasan jalan yang menerima beban yang cukup berat. Serat ijuk yang juga merupakan serat organik memungkinkan digunakan dalam pembuatan struktur perkerasan jalan, karena serat ijuk ini merupakan bahan yang liat, keras, dan banyak dipakai sebagai material bahan bangunan (juga untuk beton berserat). Dengan penggunaan serat ijuk dengan panjang antara 0,1 cm dan 0,25 cm dengan persentase antara 0,1 % dan 0,4 % mempunyai stabilitas yang lebih baik/tinggi dibandingkan dengan campuran SMA tanpa serat. III-18